Demen sama temen sendiri? Baiknya diperjuangkan atau dipendam? Shakira Widuri dan Soni Pratama akan memilih jalan mana yang mereka ambil.
View MoreTEMEN TAPI DEMEN
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Sahabat adalah teman terdekat yang akan selalu menemani dalam berbagai macam keadaan di kala sedih dan bahagia. Baik suka, maupun duka. Tidak akan pernah ada tangan yang terlepas dari genggaman. Dan akan saling menguatkan satu sama lain.
Jika salah satu ada yang kesakitan, maka akan ada orang yang suka rela memberikan sebuah pelukan. Dan jika ada air mata kesedihan, maka akan ada tangan yang selalu siap untuk menghapusnya.
Begitulah persahabatan di mata gadis yang bernama Shakira Widuri. Shasa selalu bersama dengan Soni Pratama di setiap harinya. Soni sebenarnya adalah pria idaman dari semua gadis sewaktu masa sekolah.
Bagaimana tidak, Soni memiliki wajah tampan layaknya aktor korea. Hidung yang mancung, kulitnya yang putih, badannya yang atletis, belum lagi bapaknya adalah juragan tarub di kampung.
Mengenal Sasha semenjak seragam merah putih hingga putih abu-abu membuat Soni sangat memahami karakternya.
Bahkan saking dekatnya, Soni bisa hapal jadwal tamu bulanan Shasa. Soni juga tidak malu kalau roti tawar bulanan Shasa habis sebelum waktunya, maka ia akan dengan cepat membelikan untuknya.
Seperti sore ini, Shasa lupa membeli roti tawar, padahal stoknya hanya tinggal yang dipakai saja. Tanpa malu, tanpa ragu, Shasa langsung menuliskan satu pesan di ponselnya.
Shasa
[ Son, tolong ke warung dong? Beliin gue roti tawar yang kaya biasa. Cepetan! Gak pake lama! ]
Soni yang sedang membantu bapaknya menandai kalender untuk jadwal pasang tarub pun langsung menghentikan aktifitasnya saat mendengar benda pipihnya berbunyi.
Dengan cepat Soni menyambar ponselnya yang berada di atas meja. Huruf ‘S’ yang terbaca di atas layar ponsel sudah tak asing lagi di matanya.
“Pasti ingin minta tolong. Dasar cewek kalau ada maunya aja baru ngirim pesan,” ucapnya lirih. Akan tetapi senyumnya melengkung menghiasi kedua pipi menerima pesan dari Shasa.
Soni
[ Ya, elah. Tinggal ke warung ngapa? Gue lagi bantuin bokap nandain harta karun. Nanggung soalnya ]
Shasa
[ Malu tau! Ini lagi banjir soalnya, takut tembus. Gue tungguin ya? Tapi jangan kelamaan, takut kepenuhan entar meleber ]
“Dasar cewek ... emang maunya apa-apa kudu diturutin,” geram Soni yang mulai kesal dengan sikap Shasa yang pelupa.
“Untung temen dari kecil, kalau gak, ogah gue beliin begituan,” ucap Soni lagi.
Bapak yang sedari tadi melihat anak bujangnya ngomong sendirian, mulai penasaran. Ia paham jika Soni sudah nyerocos tidak jelas pasti selalu berhubungan dengan gadis yang selalu bersama anaknya. Siapa lagi kalau bukan Shakira Widuri.
“Kamu kenapa ngomong sendiri, Son? Kaya orang gila aja. Emang disuruh ngapain lagi sama si Shasa?” tanya bapaknya yang masih fokus menghitung kalender dengan orderan.
“Ini, Pak ... Shasa minta beliin roti tawar. Tapi, nanggung ini bentar lagi selesai,” jawab Soni. Tangannya pun masih memegang bolpoint.
“Ya udah sih, sana beliin dulu. Lagian ini juga udah mau selesai. Tinggal dua tanggal lagi. Kasihan nanti Shasa nunggunya lama.”
“Beneran nih, Pak? Ya udah, kalau begitu aku mau ke warung dulu,” pamit Soni yang langsung meletakkan kalender dan bolpoint dengan asal.
Saat hendak sampai di pintu, langkah Soni terhenti karena ucapan Bapak yang membuat hatinya menjadi berdebar dan bergetar.
“Awas hati-hati, Son! Awalnya temen, entar lama-lama demen,” ejek bapak diiringi tawa renyahnya hingga meramaikan ruang tamu.
Soni menoleh, menatap sang bapak yang masih menertawainya.
“Emang, Bapak mau punya mantu seperti Shasa?” tanya Soni dengan pikiran yang embuh. Kedua netranya kini terlihat serius menunggu jawaban bapaknya.
“Harusnya Bapak yang nanya ... emang Shasa mau punya suami kayak kamu?” Lagi, tawa Bapak kembali terdengar. Membuat hati Soni menjadi berpikir lebih keras tentang Shasa.
Mengenal Shasa yang sudah bertahun-tahun membuat Soni mengetahui apa pun tentangnya. Bahkan baik buruknya pun ia tahu.
“Buang jauh-jauh pikiran itu dari kepala gue ....” Soni menggelengkan kepalanya berkali-kali untuk menepis semua kemungkinan itu.
“Au, ah! Pergi dulu ke rumah Shasa. Assalamu'alaikum,” ucap Soni dari depan pintu kemudian berlalu pergi menuju warung di ujung pertigaan rumahnya.
“Wa'alaikumsalam ... dasar bocah! Entar demen beneran baru tahu,” jawab lirih sang bapak yang kemudian kembali fokus dengan kalender.
Karena jarak rumah yang tidak begitu jauh, Soni memutuskan menaiki sepeda ontel. Sekalian berolah raga sore. Sudah lama ia tidak pernah membuang keringat dengan bersepeda.
Setiap kayuhan pedalnya, Soni mengingat banyak memori tentang Shasa. Dari yang sering berboncengan berdua, tertawa karena hal yang tidak lucu, bahkan pernah tercebur sungai kecil karena kesiangan berangkat ke sekolah.
Wajahnya yang dibasahi oleh air bewarna kecoklatan, rambutnya yang menjadi seperti kucing habis mandi, dan baju sekolahnya yang tembus pandang. Juga omelannya yang tanpa jeda masih membekas kuat dalam ingatan Soni.
Tanpa sadar senyumnya lagi dan lagi merekah mengingat kejadian itu. “Apa bener kata Bapak ya? Kalau gue mulai demen sama si Shasa?” tanyanya pada diri sendiri.
Soni menghentikan lamunannya dan juga sepedanya tepat di depan warung. Dengan malu-malu, ia memberanikan diri memasuki warung. Kebetulan sekali keadaan lagi sepi. Hanya Bu Dina saja selaku pemilik warung.
Ini seperti keberuntungan buat Soni.
“Eh, ada Mas Soni ... tumben nih ke warung? Pasti mau beliin roti tawar buat Mba Shasa kan?” tanya Bu Dina saat baru melihat Soni masuk.
“Astaga! Bu Dina aja sampai paham kalau gue pengen beli gituan buat Shasa,” batin Soni.
Soni tersenyum untuk menutupi rasa malunya.
Soalnya ini bukan pertama kali, melainkan entah yang keberapa ia pun sudah tidak ingat lagi.
“Iya, Bu. Yang kaya biasa ya? Yang merk wings, yang ada sayapnya. Yang ukuran jumbo sekalian, Bu. Biar awet. Sekalian buat yang night juga,” jawab Soni.
Bu Dina yang sudah biasa mengerti, langsung bergegas mengambilkan roti tawar dan memasukkannya ke wadah kantong plastik sedang bewarna hitam.
“Ini, Mas ... kantongnya sengaja warna hitam, biar gak malu. Semuanya jadi empat puluh lima ribu,” ucap Bu Dina sambil menyodorkan kantong plastik berisi roti tawar.
“Makasih, Bu.” Soni pun memberikan uang pas, kemudian bergegas pergi sebelum warung menjadi bertambah ramai. Ia takut mentalnya mendadak hilang jika harus mendapat ledekan dan pujian.
“Mas Soni ...!” panggil Bu Dina lagi.
Soni menghentikan langkahnya, kemudian berbalik.
“Ada apa lagi, Bu? Apa uangnya kelebihan?”
“Bukan, Mas. Cuma mau doain, semoga bisa jadi suami idaman untuk Shasa,” ucap Bu Dina dengan senyum yang artinya apa, lalu berbalik masuk ke dalam warung.
Glek!
Soni berusaha menelan ludahnya sendiri. Masih ada rasa tidak percaya tentang perkataan Bu Dina barusan. “Awas aja lo, Sha. Lo udah buat malu gue untuk yang keberapa kalinya dengan sebuah roti tawar,” geram Soni.
Saat hendak menaruh kantong dalam setang sepeda, ponsel dalam saku berdering. Soni segera mengambil dan menekan tombol hijau. Ia sadar kalau Shasa pasti sebentar lagi akan mengomel.
“Halo, Sha ....”
“Kok lama sih? Udah sampai mana? Gue nungguin dari tadi juga, malah gak nongol-nongol. Buruan, Son?” Ucapan Shasa terdengar sedikit melengking.
Bahkan Soni sedikit menjauhkan benda pipih itu dari telinganya. Takut telinganya menjadi bermasalah.
“Iya, bawel!”
Soni mengakhiri panggilan teleponnya dengan sepihak. Kemudian mengayuh sepedanya lagi hingga sampai ke rumahnya Shasa.
Rumah Shasa dari dulu tidak pernah berubah. Selalu terlihat asri dan sejuk karena dipenuhi banyak pepohonan dan bunga-bunga. Secara ibunya memang menyukai tanaman.
“Eh, ada calon mantu. Sudah lama, Soni gak pernah main? Lagi ramai job tarubnya ya?” tanya Tante Weni, mamanya Shasa.
“What? Calon mantu?” Soni mendadak geli mendengar ‘calon mantu’ dari Tante Weni.
“E-em, a-anu ... iya lagi banyak pesenan, Tan,” jawab Soni malu.
“Masuk aja, kayaknya Shasa lagi ada di kamar,” titah calon mertua.
Eh! Ada yang ngarep jadi mantu. Bukan, maksudnya Tante Weni.
Sudah kebiasaan Soni akan dengan mudah memasuki kamarnya Shasa. Pertemanan yang cukup lama membuat mereka berdua tidak sungkan satu sama lain saat bermain ke rumah.
“Sha ... Shasa ...?”
Soni memanggil Shasa dari depan pintu. Tak lama, pintu pun terbuka. Wajahnya kali ini sedikit terlihat pucat, mungkin karena sedang datang bulan jadi darahnya yang keluar mengurangi pesona kecantikannya.
Soni menatap sekeliling kamar Shasa. Masih sama seperti dulu. Banyak tertempel poster-poster band favoritnya di dinding kamar.
Ia masih mengingat ketika dulu bolos waktu sekolah menengah atas hanya untuk menemani Shasa membeli sepuluh poster band terkenal dari Jogjakarta, siapa lagi kalau bukan Sheila On 7.
“Gila ...! Kamar lo masih aja kaya gedung bioskop, Sha? Gak malu apa sama usia?” ucap Soni sambil memberikan sekantong berukuran sedang berisikan roti tawar.
“Bahkan dari formasi lawas sampai formasi kekinian masih terpajang tanpa debu. Emang Sheila Gank sejati lo, Sha,” ucap Soni lagi.
“Bawel lo! Udah tau juga kalau gue suka masih protes,” jawab Shasa sewot kemudian berlalu pergi ke kamar mandi untuk mengganti roti tawarnya.
Selama menunggu Shasa kembali dari kamar mandi, mata Soni melihat bingkai foto mereka berdua yang berada di atas meja.
Ya, foto itu menarik langkahnya hingga lebih mendekat. Bahkan gerak tangannya seperti dikendalikan oleh magnet yang membuatnya ingin mengambil foto tersebut.
Senyum Shasa yang natural menambah aura kecantikannya. Secara sadar Soni melengkungkan sudut bibirnya membentuk satu senyuman.
Soni baru menyadari bahwa Shasa itu ternyata cantik. Cantik banget malah.
“Dor ...!!!”
Suara Shasa mengagetkan lamunan Soni.
“Ngapain lo mandangin foto kita?” tanyanya tiba-tiba.
Soni masih memandang wajah Shasa yang basah karena habis mencuci muka. Wajah di depannya seakan menghipnotis matanya.
Pelan, bingkai foto itu diletakkan kembali di atas meja. Tanpa mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang selama ini sudah dikenalnya.
“Kenapa gue baru nyadar pesona lo, Sha ....” lirih Soni dalam hati.
“Jangan diliatin terus. Entar lo demen gue lagi,” jawab Shasa asal.
Kemudian mengambil handuk kecil di dekat kursi untuk mengusap wajahnya yang basah.
“Gu--gue de--demen lo ...???” jawab Soni terbata.
Mendadak ada yang berlarian cepat di dalam dada. Membuat rasa gugup itu semakin mendebarkan dan membuatnya hampir melayang tanpa kendali.
Matanya sebisa mungkin ia alihkan keluar jendela kamar Shasa. Berusaha menatap pemandangan. Sekedar untuk membuang hatinya yang mulai tidak bisa berkompromi.
Yang jelas, Soni merasa gugup kini berada dalam satu kamar dengan gadis yang sudah biasa menemani harinya dengan status label teman.
“Apa iya, kalau gue demen sama temen sendiri?”
--------****---------
Bersambung
TEMEN TAPI DEMEN 31Last Episode EOleh: Kenong Auliya ZhafiraSatu bulan berlalu kehidupan mereka semakin mesra. Dan juga sibuk, untuk Soni. Karena mereka masih numpang, Soni mengusulkan seminggu nginep di rumahnya, dan sebaliknya.Jika Soni sibuk sampai larut malam, maka Shasa akan memilih pulang ke rumahnya. Meninggalkan Ibu Niar dengan Kayla saja.Sejak bekerja sama dengan besan, jasa tarub mereka semakin besar dan lengkap. Bahkan sudah terkenal di berbagai desa. Hasan pun mulai terampil berkat ajaran dari Hadi.Hanya Shasa yang sering merajuk jika Soni selalu pulang malam. Ia merasa menjadi yang nomor dua. Padahal dulu saat masih temenan, tidak pernah merajuk jika Soni tidak punya waktu.Akan tetapi, sekarang bawaannya selalu gelisah jika Soni pulang malam. Shasa akan memasang wajah cemberut. Hidupnya mula
TEMEN TAPI DEMEN 31Last Episode DOleh: Kenong Auliya ZhafiraSoni menghentikan laju motornya sejenak di tengah perjalanan. Getar ponsel dalam saku celana memaksanya menepikan motor.Shasa diam memperhatikan gerak jari Soni membuka ponselnya.Bapak[ Semua sudah oke. Kamu bisa ke sini. ]Senyum tipis tercetak di pipinya. Membuat Shasa bertanya pesan dari siapa hingga sesenang itu.Soni membalas pesan dengan cepat.Soni[ Oke. Lagi di jalan. ]Kemudian memasukkan ponsel kembali ke saku."Lanjut lagi," ucap Soni sembari melajukan roda duanya.Sikap Soni yang tertutup membuat Shasa kecewa. Biasanya kalau ada pesan, ia selalu cerita. Namun sekarang ...."Pesan dari siapa, Sayang? Kok, kamu senyum
TEMEN TAPI DEMEN 31Last Episode COleh: Kenong Auliya ZhafiraRey langsung menambah sentuhan akhir dari kejutan ini dengan memasang lampu warna-warni dan beberapa bunga palsu dan asli di samping kanan kiri tarub. Kemungkinan bunga mawar putih dan merah adalah bunga kesukaan Shasa.Hadi juga tak lupa membuat meja layaknya prasmanan dengan hiasan kain penutup yang disesuaikan, yakni putih dan gold.Untuk kursinya, Hadi sengaja memilihkan yang paling bagus. Tentunya kursi plastik yang dihias oleh kain penutup dengan tambahan pita bewarna merah muda. Pun dengan meja yang berbentuk bundar tak kalah cantik.Hasan benar-benar terpesona oleh keahlian milik Hadi. Jasa tarubnya ternyata lumayan lengkap. Hanya belum merambah ke dekorasi dan sound system. Andai saja semua itu lengkap, pasti biaya untuk pernikahan bisa ditaksir puluhan juta ha
TEMEN TAPI DEMEN 31Last Episode BOleh: Kenong Auliya ZhafiraBerkumpul dengan keluarga akan selalu membuat waktu berjalan cepat. Tak terasa jarum jam sudah menunjuk angka sembilan malam. Raga pun sudah ingin diistirahatkan dari rasa lelah."Ya udah. Sekarang kita tidur ya? Udah malem," titah sang ayah.Mereka beranjak dan berjalan menuju kamar masing-masing. Shasa menatap sang ibu yang selalu bergelayut manja jika akan masuk ke kamar. Membuatnya merasa iri.Jangankan gandengan tangan, jalan aja kayak kereta. Depan belakang.Akan tetapi semua itu terganti saat pintu sudah tertutup rapat dan terkunci. Tiba-tiba Shasa merasa tubuhnya melayang. Soni menggendongnya di depan. Kedua tangan Shasa spontan mengalung di leher prianya sebagai pegangan.Shasa tersenyum menatap
TEMEN TAPI DEMEN 31Last Episode AOleh: Kenong Auliya Zhafira Pria sejati adalah pria yang selalu bisa membuat wanitanya bahagia dan tidak pernah membuatnya menangis. Yang akan selalu berusaha mewujudkan setiap keinginan sesuai kemampuannya.Soni ingin menjadi pria seperti itu untuk Shasa-- istri sekaligus teman hidupnya."Hei ... tidak ada yang percuma. Kan, masih bisa dipakai. Lagian dihias secantik apa pun juga nantinya akan dirusak. Kan, mau dipakai bukan untuk hiasan," jawab Soni seakan mencoba menenangkan. Padahal dalam otaknya akan merancang kejutan termanis untuknya."Maaf ... untuk soal tarub memang benar-benar tidak bisa kasih yang cantik. Bukannya tidak mau, tapi keadaan memaksa kita untuk ini. Ya sudah, biar kamu gak sedih lagi, kita nginep di sini malam ini. Kali aja kamu kangen sama Ayah dan ibumu
TEMEN TAPI DEMEN 30 C 2 Last Episode Oleh: Kenong Auliya Zhafira Soni memilih ikut berlari kecil hingga sampai ke rumah. Napasnya lumayan ngos-ngosan karena sudah lama tidak berlari lagi. Sang bapak yang melihat mereka berdua berlari menjadi ingin tertawa. Kedekatan mereka benar-benar membawa aura yang berbeda di rumah. Kayla langsung menuju ke dapur mengambil air minum. Untuk membasahi dahaganya. Shasa melihat Kayla menjadi penasaran apa yang sedang ia lakukan. "Kay habis ngapain? Kok ngos-ngosan?" "Habis dikejar buaya." Kayla menjawab asal lalu meletakkan gelas di meja. Akan tetapi mengingat ucapan Soni kalau Rey teman Shasa, ia berbalik dan ingin bertanya tentangnya. "Mbak." "Iya. Kenapa?" "Mbak Shasa
TEMEN TAPI DEMEN 30 B 2 Last Episode Oleh: Kenong Auliya Zhafira "Haish! Awas kamu, Son! Bikin malu aja pakai ninggalin jejak merah," batin Shasa. Ia baru menyadari saat Soni mennyentuh jenjang lehernya lebih lama. Ternyata, oh, ternyata ia meninggalkan jejak. Ibu mertua yang sejak tadi diam mendengarkan sebenarnya ingin tertawa, tapi takut membuat mantunya lebih malu. Ia tahu rasanya digoda karena menjadi pengantin baru. Jadi lebih baik berpura-pura tidak melihat. "Kayla, lebih baik kkta cepat selesaikan semua ini. Biar semua bisa dibagi telat waktu," ucap Tante Niar yang kesannya mengalihkan topik utama. Ucapan Tante Niar langsung mendapat respon yang baik. Terbukti Kayla jadi tidak bertanya lebih detail. Mereka bertiga kembali fokus memasak. Hampir berjam-jam bergelut di dapur. Sampai akhirnya bisa se
TEMEN TAPI DEMEN 30 A2 Last EpisodeOleh: Kenong Auliya Zhafira Takaran cemburu untuk pasangan yang masih pacaran dan sudah menikah hanya berbeda dalam penyampaiannya. Apabila masih pacaran kemungkinan besar hanya akan dipendam dengan marah yang tanpa sebab, berbeda jika sudah menikah. Kemungkinan akan diungkapkan dengan blak-blakkan dan terbuka.Shasa masih menatap Kayla dan Soni bergantian. Memang dari sorot matanya ada binar bahagia bertemu kembali dengan Kayla."Dia istrimu, Mas?" tanya Kayla sambil melihat Shasa dari ujung kepala hingga kaki."Mas ...? Dia memanggil Soni, Mas ...?" batin Shasa. Rasanya ingin tertawa dan juga memaki. Bagaimana tidak, dirinya saja yang dari dulu kenal sampai sekarang jadi pasangan tak pernah memanggil begitu.Soni terlihat tersenyum mendapati perta
TEMEN TAPI DEMEN 29 DOleh: Kenong Auliya ZhafiraSoni langsung menggoreskan jejak penanya dalam buku nikah. Kemudian dengan lantang membaca semua kewajiban dan haknya sebagai suami yang baik hingga selesai."Sekali lagi selamat menempuh hidup baru. Semoga sakinah, mawadah, warohmah," ucap pak penghulu lalu pergi meninggalkan ruangan.Om Hasan memeluk Soni dengan hangat. "Selamat, Son," bisiknya. Tangannya menepuk lembut punggung mantunya."Makasih, Om.""Jangan panggil, Om ... kan sudah jadi anak mantu. Panggil Ayah juga kaya Shasa," ucapnya lagi yang sukses membuat Soni gelagapan."I--iya ... A--ayah," jawab Soni terbata."Selamat, ya, Mbak Shasa ... akhirnya kalian naik level dari temen jadi manten," ucap Pak Danu sambil mengusap lengan Shasa."Ma
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments