TEMEN TAPI DEMEN 2
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Merubah status dari temen menjadi demen itu tidaklah mudah. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengerti. Bahkan untuk menyadarinya membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Mungkin saja itu adalah hasrat sesaat yang hadir karena terbawa suasana dan keadaan. Atau bisa saja itu adalah sebuah halusinasi karena pikirannya sudah berhasil disugesti oleh sebuah candaan.
Soni berusaha menepis semuanya. Itu hanyalah kemungkinan dari sebuah ledekan konyol dari bapaknya.
Walau jauh sebelum mereka, semasa sekolah dulu sudah banyak yang mengira mereka adalah pasangan 'Couple S' seperti layaknya pemeran dalam tokoh drama.
Namun semua itu menguap begitu saja seiring waktu berlalu.
“Betewe, makasih lo udah beliin roti tawar. Banyak banget lagi. Gumawo,” ucap Shasa yang terdengar begitu manis di rungu Soni.
Membuat rasa kesalnya yang sejak tadi menggebu kini hilang sudah saat bertatapan dengan Shasa. Juga mampu membawanya kembali ke dalam dunia yang nyata. Dunia di mana persahabatan itu berada.
“Heleh! Pake sok gaya bahasa Korea segala. Lain kali nyetok ngapa ... biar gak nyusahin gue terus,” jawab Soni pura-pura galak. Padahal hatinya merasa senang selalu bisa menjadi pria yang bisa diandalkan.
“Ya, maaf. Sebenarnya kemarin udah mau beli, tapi keburu keluar duluan. Maaf ya, selalu buat lo repot.” Ucapan Shasa kali ini sedikit menyentuh hati kecil Soni. Dalam hatinya pun ia tidak tega melihat temannya kesusahan.
“Lo ke sini naik apaan?” tanya Shasa lagi agar tidak membuat Soni tersentuh dengan ucapannya.
“Sepeda ontel, kenapa?”
“Ngulang masa lalu yuk? Mau gak? Kangen gue dibonceng sepeda sama lo,” ajak Shasa lalu menarik tangan Soni agar segera beranjak keluar menghampiri sepedanya.
Soni terpaksa mengikuti gerak tarikan tangan Shasa tanpa bisa melakukan penolakan. Karena dalam hatinya diam-diam menginginkan selalu berdekatan dengan Shasa.
“Buruan, Son! Entar keburu sore,” ucap Shasa seolah tak sabar.
“Iya, bawel!”
Soni yang baru saja hendak mengayuh sepedanya tiba-tiba terhenti karena mendengar suara Tante Weni memanggilnya.
“Son, mau dibawa kemana si Shasa?” tanya Tante Weni setengah berteriak.
“Jika kau terus menunda-nunda dan tak pernah nyatakan cinta. Mau dibawa ke mana hubungan kita,” ucap Tante Weni lagi.
Glek!
Soni langsung terdiam mendengar Tante Weni menirukan bait lagunya Armada. Netranya yang sesekali mencuri pandang ke arah Shasa mampu membuat desirah aneh yang selama ini belum pernah ia rasakan.
Shasa yang sedari tadi sudah berada di boncengan pun mulai tertunduk malu menatap sandal jepit yang bertuliskan ’swallow’ di salah satu sisi sandalnya.
“Ibu ngapain pake teriak-teriak segala sih, bikin gue malu aja di depan Soni. Kalau sampai dia tahu gue naksir, kan, ambyar sudah temenannya,” batin Shasa dalam hati.
Shasa tidak siap jika Soni mengetahui isi hatinya. Ia masih takut kehilangan seorang teman yang sudah biasa selalu ada untuknya.
“Jangan dengerin omongan Ibu, Son. Maklum, lagi tanggal tua belum dapet jatah dari Ayah. Udah sih, kayuh sepedanya. Tarik sis ....” ucap Shasa penuh semangat.
“Semangkaaaaa ....” jawab Soni tak kalah semangat.
Dengan penuh semangat dan desiran yang mulai merangkak dan menyelip ke hatinya, Soni mengayuh sepedanya hingga ke luar jalanan yang sedikit sepi.
Shasa yang berpegangan tangan dengan melingkar di perut Soni menjadi teringat masa indah yang dulu sewaktu masa sekolah.
Hampir setiap pulang dan berangkat mereka berdua selalu berboncengan. Tertawa bersama, cerita tentang hal-hal yang tidak lucu dan saling menghibur satu sama lain.
Angin sepoi-sepoi di sore hari pun ikut meniupi anak rambut Shasa yang tergerai panjang sebahu. Membuatnya sedikit berantakan. Namun tidak menutupi kecantikannya.
Shasa memejamkan kedua matanya agar bisa merasakan desiran angin yang telah membawa rasa yang berbeda akan pertemanannya selama ini bersama Soni.
Akan tetapi Shasa lebih memilih menyimpannya sendiri dalam hati. Ia tidak mau Soni menjaga jarak dengan alasan karena ada yang berbeda.
“Son, inget gak? Waktu dulu kita kecebur kali gegara takut kesiangan?” tanya Shasa tiba-tiba yang membuyarkan konsentrasi Soni dalam bersepeda.
“Inget lah! Emang kenapa? Itu kan hal terlucu selama kita temenan. Gue masih inget wajah lo yang dipenuhi lumpur. Bahkan rambut lo yang berubah seperti kucing kecebur got. Ditambah lagi baju seragam lo yang basah, membuat ... i--itu, e--em transparan. Gue masih inget warna daleman lo,” jawab Soni sedikit terbata di kalimatnya yang terakhir.
“Si*lan lo! Masih inget aja yang itu. Gue jadi malu, tapi juga pengen ngakak,” jawab Shasa kemudian tertawa begitu lepas.
“Gue kangen, Sha.” lirih Soni.
“Gue juga kangen, Son,” lirih Shasa juga.
“Mau lihat sunset gak? Mumpung masih belum terlalu petang?” tawar Soni.
“Boleh deh. Kita ke tempat duduk itu aja, kayaknya posisi sempurna deh,” jawab Shasa sambil menunjuk salah satu tempat duduk di atas jembatan.
Soni pun langsung meletakkan sepedanya asal di sebelah jembatan. Kemudian menghampiri Shasa yang sudah lebih dulu berada di jembatan.
“Bisa naiknya gak, Sha?” tanya Soni yang melihat tempat duduknya agak sedikit tinggi.
Shasa nampak berusaha mencoba agar bisa mendaratkan bokongnya di atas tempat duduk, tetapi sedikit kesulitan.
Soni yang melihat langsung ikut membantu. Dengan memegang erat kedua pinggang Shasa lalu diangkatnya tubuh ramping itu hingga mendapat posisi duduk paling nyaman.
Sedang hatinya entah kapan bisa diangkat hingga mendapat tempat yang aman.
Kedua mata mereka saling beradu saat kedua tangan Soni masih menyentuh kedua pinggang Shasa.
Dag ... dig ... dug.
Detak jantung Soni berdetak dengan cepat kala menatap kedua manik kecoklatan mata Shasa dari jarak yang begitu dekat.
“Sumpah demi apa, lo cantik banget hari ini, Sha ...” puji Soni dalam hati.
Shasa pun merasakan desiran yang teramat hebat saat merasakan sentuhan kedua tangan Soni. Ia merasakan perasaan yang tidak seperti biasa yang selama ini selalu berusaha ditutupinya.
“Ada apa dengan hati gue? Kenapa debaran ini masih tidak mau pergi. Tolong berhentilah," pinta Shasa dalam hati.
Namun sialnya justru debaran itu kian menjadi.
“Ehem! Makasih, Son.”
Akhirnya Shasa memberanikan diri membuka suara agar tidak terlalu kentara akan perubahan sikapnya.
“Eh, iya. Sorry!” jawab Soni gugup sambil melepaskan kedua tangannya dari pinggang Shasa.
Kemudian dengan cepat ia juga berusaha naik di tempat duduk yang sama dengan Shasa. Saling berdekatan satu sama lain.
Hanya raga yang berdekatan, hatinya masih belum.
Angin sore hari terasa begitu sejuk membelai tubuh dan mampu membawa angan melayang jauh.
Angan yang mengembara entah kemana. Mencari satu tujuan di titik terakhir.
Soni menatap wajah Shasa dari arah samping. Melihat rambutnya yang mulai berantakan, Soni merasa tertarik untuk sedikit merapikan anak rambut yang menutupi sebagian wajahnya.
Dengan perlahan, Soni mengangkat satu tangannya, kemudian menyelipkan anak rambut di sela telinga Shasa dengan lembut.
Shasa yang sedikit terkejut justru ikut menatap kedua mata Soni tanpa berkedip. Kelakuan Soni yang sekecil ini ternyata mampu membuat jantung seorang Shasa menjadi jungkir balik.
“Rambut gue berantakan ya?” tanya Shasa sedikit canggung.
“I--iya. Maaf kalau gue tadi nyentuh lo,” jawab Soni terbata. Dalam hatinya pun ia mencoba sekeras mungkin untuk membunuh rasa geroginya.
Dari arah barat, pemandangan langit kini menjadi begitu indah. Warna jingga bercampur keabuan dan putih yang memudar semakin menambah sore hari yang tak akan pernah terlupakan.
“Cantik ya, Sha langitnya? Kayak lo,” goda Soni sambil tersenyum.
“Halah! Bisa aja lo, pasti ada maunya kalau udah muji begini,” jawab Shasa sok tegar. Padahal aslinya, hatinya sudah meleleh dan mencair.
“Lo tahu gak? Walau matahari menghilang di setiap malam, tetapi ia selalu menepati janji untuk hadir kembali di waktu pagi. Begitu pun arti pertemanan kita selama ini. Walau gue sesibuk apa pun itu, gue pasti selalu usahain buat nemenin kapan pun lo butuh,” jelas Soni yang masih menatap Shasa.
Mendengar perkataan Soni, hati Shasa sebenarnya sedikit tersayat pisau dapur milik ibunya. Sakit tapi tidak berdarah.
Beginilah jika kita memendam perasaan kepada seseorang yang paling dekat dengan status temen. Kita tak akan mampu untuk mengatakannya karena ketakutan akan hatinya yang kemungkinan tidak berbalas.
Padahal belum tentu demikian. Bisa jadi keduanya saling merasa canggung dan tidak enak satu lain. Sudah seharusnya jika cinta itu memang harus diungkapkan. Entah diterima atau tidak itu urusan belakangan.
Akan tetapi Shasa tidak mau mengambil resiko kehilangan seorang Soni Pratama dalam hidupnya. Temen terbaiknya sekaligus cinta rahasianya.
“Tumben banget sok puitis. Lagi kenapa? Kan emang dari dulu kita juga udah begitu,” ucap Shasa berpura-pura kuat. Jauh di dalam hatinya serasa terlempar jauh hingga ke dasar jurang.
“Lagi pengen aja. Itung-itung buat ngerayain pertemenan kita yang udah lama pake banget,” jawab Soni yang berusaha menampik pesona Shasa.
“Masih mau di sini apa udahan lihat sunsetnya?” tanya Soni.
“Pulang aja apa yuk? Udah mau azan Maghrib juga.”
“Bisa turunnya gak?”
Belum juga menjawab kedua tangan Soni sudah lebih dulu membantu Shasa untuk turun dari tempat duduk.
Lagi. Perasaan itu kembali merayap ke relung hatinya tanpa bisa dicegah lagi. Begitu juga dengan Soni yang selalu berpura-pura biasa saja.
Masih dengan posisi dan keadaan seperti saat berangkat. Di mana Shasa duduk manis di boncengan sepeda Soni. Menikmati setiap moment saat-saat yang indah seperti dulu.
Hal itu membuat waktu berlalu begitu cepat. Tanpa disadari, Soni sudah sampai di rumah Shasa.
“Makasih, Son. Lo udah buat gue inget lagi tentang masa kelucuan kita,” ucap Shasa setelah turun dari boncengan.
“Ya udah sana, buruan masuk! Gue langsung balik ya?” pamit Soni lalu segera pergi mengayuh sepedanya kembali ke rumahnya sendiri.
Selama di perjalanan, Soni masih tidak percaya akan debaran hatinya sendiri. Bertahun-tahun mengenal Shasa belum pernah ia merasakan desiran seperti yang baru saja terjadi.
“Masa iya gue beneran demen sama temen sendiri?” tanya Soni lagi pada diri sendiri.
Ketika sudah sampai rumah, Soni langsung membersihkan diri dan rebahan di kamar. Membayangkan pertemuannya dengan Shasa hari ini, membuat senyumnya merekah tanpa ia sadari.
Begitu juga dengan Shasa, hatinya ditumbuhi bunga-bunga yang bermekaran. Saat sedang asyik mencium wangi aroma cinta, satu getaran ponsel menggugurkan kelopaknya.
“Haish! Ganggu aja lagi bayangin calon masa depan,” ucap Shasa sedikit kesal, tetapi langkahnya beranjak untuk mengambil ponselnya.
Mata Shasa seketika melebar membaca pesan dari salah satu temannya.
Rea
[ Kuy, besok malem ikutan melompat lebih tinggi di Alun-alun Kebumen? Sheila bakalan tampil di acara sejenis pengajian. Lumayan lah bisa liat wajah Om Duta dan kawan-kawan. Ikut ya? Biar seru-seruan bareng. ]
Ada rona bahagia di wajah Shasa mendengar kabar Sheila On 7 akan tampil di kota sendiri. Karena memang sudah lama ingin sekali menonton secara langsung band favoritnya.
Akan tetapi masalahnya, bagaimana cara mendapatkan izin dari Ibu untuk keluar malam.
“Perlukah berbohong sedikit agar bisa ikut melompat lebih tinggi? Atau gue ngajak Soni aja, secara Ibu udah nganggep dia kayak mantu”
---------***---------
Bersambung
TEMEN TAPI DEMEN 3Oleh: Kenong Auliya Zhafira Kesempatan itu jarang sekali datang untuk yang kedua kali. Shasa tidak ingin membuang percuma kesempatan seperti ini. Kapan lagi bisa mantengin langsung band favoritnya secara langsung dan gratis pula!Shasa berusaha keras mencari cara agar bisa mendapat izin dari Ibu untuk keluar malam.Perlahan Shasa berjalan mengendap keluar kamar dan mencari keberadaan ibunya.Dan ternyata sang ibu tengah menonton televisi di ruang santai. Dengan sikap yang dibuat semanis mungkin, Shasa mengambil duduk tepat di sebelah ibunya.“E-emm, aku boleh nonton Sheila gak, Bu? Sama Rea, boleh ya?” Shasa memohon dan memasang wajah yang begitu mengiba. Supaya sang ibu terkesan dan langsung memberikan izin.Sang ibu menatap putrinya
TEMEN TAPI DEMEN 4Oleh: Kenong Auliya Zhafira Merasakan perasaan yang lain dari biasanya pastilah membutuhkan keyakinan yang teramat yakin. Dan sekarang itulah yang ingin dilakukan oleh Soni.Akalnya masih saja belum mau menerima hatinya yang mulai berbeda saat bersama Shasa.Setelah menjemur handuk, Soni memilih duduk sebentar di kursi panjang depan teras. Mencoba menetralkan hatinya agar kembali seperti semula.Hanya butuh sepuluh menit, Soni lalu kembali ke kamarnya. Shasa masih saja rebahan di atas kasur busanya.Perlahan Soni mendekat. Diusapnya pelan tangan Shasa, takut kalau ketiduran.“Sha ... Shasa ... kamu gak tidur kan?” tanya Soni lirih.Shasa tidak merespon. Malah tubuhnya menggeliat berganti miring menghadap ke arah selatan. Membua
TEMEN TAPI DEMEN 5Oleh: Kenong Auliya Zhafira Cemburu memang sakit, tetapi lebih menyakitkan lagi jika cemburu kepada seseorang yang bukan pacar apalagi gebetan. Melainkan hanya sekedar temen yang lama kelamaan menjadi demen.Soni baru menyadari jika hatinya kini mulai berbeda.Soni masih melihat tingkah Rey yang masih saja menatap Shasa tanpa berkedip dan senyumnya yang tertarik tipis di sudut bibir.Ada yang ingin meledak di dalam sini, tetapi bukan gas elpiji.“Ehem! Buruan berangkat lah, entar keburu macet,” ucap Soni yang sengaja mengalihkan pandangan Rey ke arah lain.“Kuy lah! Udah gak sabar juga,” balas Rea penuh semangat.Sedangkan Rey, langsung mengalihkan kedua matanya ke arah lain dan melajuk
TEMEN TAPI DEMEN 6Oleh: Kenong Auliya Zhafira Cemburu memang terkadang bisa datang ketika melihat orang yang sering bersama kita tiba-tiba mempunyai teman baru. Temen baru yang jelas-jelas menyimpan perasaan lain.Dan itu pasti datangnya selalu di akhir. Penyesalan memang terkadang selalu menakutkan.Soni tidak bisa menjawab pertanyaan Shasa sama sekali. Ia lebih memilih pergi meninggalkan rumah Shasa.Sedangkan Shasa masih terus menatap kepergian Soni yang mulai menghilang di pertigaan gang rumahnya. Hingga bayangannya tidak terlihat lagi.“Tinggal bilang cemburu aja gengsi kamu, Son ... mungkinkah sebenarnya kamu juga memiliki perasaan yang sama?” tanya Shasa dalam hati.Entah kenapa kesimpulan sepert
TEMAN TAPI DEMEN 7Oleh: Kenong Auliya Zhafira Sesuatu hal yang terlalu berlebihan memang terkadang membuat orang berprasangka buruk. Bahkan mampu membuat pikiran kita menerka-nerka sesuatu yang tidak seharusnya. Shasa mulai merasa ada keanehan karena sikap ibunya yang selalu menganggap Soni sebagai calon mantunya. Memang sih, selama mengenal Soni bertahun-tahun, dia adalah pria terbaik di seluruh kampung.Kalau boleh jujur, Rey lewat ....Maka dari itu, Shasa mulai menyukainya sejak beberapa tahun terakhir. Namun, ia tidak menyangka ibunya merespon terlalu serius.Shasa masih menatap sang ibu dengan banyak pertanyaan. Ingin sekali bibirnya mengeluarkan semuanya, tetapi hanya tertahan. &nbs
TEMEN TAPI DEMEN 8Oleh: Kenong Auliya Zhafira Sepandai-pandainya menyembunyikan makanan, pasti akan tercium juga baunya. Tidak ada rahasia yang selalu dijamin aman hingga titik terakhir. Pasti ada masanya akan terbongkar. Begitu juga dengan rahasia yang berusaha disimpan Hadi rapat-rapat. Meski harus terbongkar, tetapi ia tidak ingin ketahuan sekarang.Menjadikan Shasa pendamping untuk anak lelakinya adalah satu perjanjian rahasia antara Hadi dan Weni saat masih remaja.Hadi yang hanya bisa menyimpan cintanya memilih merelakan Weni hidup dengan orang lain. Akan tetapi, mereka ingin terus menyambung silaturahmi sampai nanti, hingga terciptalah perjanjian konyol itu. Saling berjanji jika suatu saat nanti punya anak akan menjodohkan mereka apabila dewasa.
TEMEN TAPI DEMEN 9 AOleh: Kenong Auliya Zhafira Mengungkapkan perasaan akan selalu lebih baik daripada hanya memendam. Entah diterima atau tidak itu biarlah menjadi urusan belakangan. Yang penting keadaan hati lebih lega. Sudah menjadi sebuah resiko jika diterima atau ditolak. Setidaknya kita tidak mati penasaran karena menyimpan cinta sendiri.Soni mulai ingin menyiapkan hatinya untuk segala kemungkinan yang terjadi. Ia tidak mau rasa cemburunya terbuang sia-sia. Biarlah hari ini Rey merasakan kebersamaannya dengan Shasa. Ia ingin memberikan ruang untuk Shasa agar berteman dengan pria selain dirinya. Supaya dia tahu perbedaan hatinya sendiri.Dengan bimbang Soni akhirnya mampu menulis pesan dari Shasa yang baru dibacanya.Soni[ Maaf baru bales ..
TEMEN TAPI DEMEN 9 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSetengah jam berlalu, akhirnya mereka sampai di Pantai Suwuk. Karena bukan hari Minggu suasana sedikit sepi. Tidak seramai akhir pekan.Baru saja memarkir motor, angin khas pantai yang sepoi-sepoi membelai wajah Shasa. Ia dapat melihat air yang bewarna biru menempel di langit nan jauh di sana.Sementara bebatuan yang tertata rapi membuat debur ombak tak menghantam begitu kuat. Juga pegunungan yang berjarak begitu dekat menambah indahnya pemandangan.Sedang di sisi lain terlihat ada beberapa orang memancing ikan di atas bebatuan. Suasana seperti ini yang kadang Shasa rindukan. Ketenangan."Duduk dulu sebentar di sini ya?" pinta Shasa. Ia ingin menikmati suasana tenang ini sebentar saja."Boleh. Emang kenapa gak langsung mainan air?" tanya Rey y
TEMEN TAPI DEMEN 31Last Episode EOleh: Kenong Auliya ZhafiraSatu bulan berlalu kehidupan mereka semakin mesra. Dan juga sibuk, untuk Soni. Karena mereka masih numpang, Soni mengusulkan seminggu nginep di rumahnya, dan sebaliknya.Jika Soni sibuk sampai larut malam, maka Shasa akan memilih pulang ke rumahnya. Meninggalkan Ibu Niar dengan Kayla saja.Sejak bekerja sama dengan besan, jasa tarub mereka semakin besar dan lengkap. Bahkan sudah terkenal di berbagai desa. Hasan pun mulai terampil berkat ajaran dari Hadi.Hanya Shasa yang sering merajuk jika Soni selalu pulang malam. Ia merasa menjadi yang nomor dua. Padahal dulu saat masih temenan, tidak pernah merajuk jika Soni tidak punya waktu.Akan tetapi, sekarang bawaannya selalu gelisah jika Soni pulang malam. Shasa akan memasang wajah cemberut. Hidupnya mula
TEMEN TAPI DEMEN 31Last Episode DOleh: Kenong Auliya ZhafiraSoni menghentikan laju motornya sejenak di tengah perjalanan. Getar ponsel dalam saku celana memaksanya menepikan motor.Shasa diam memperhatikan gerak jari Soni membuka ponselnya.Bapak[ Semua sudah oke. Kamu bisa ke sini. ]Senyum tipis tercetak di pipinya. Membuat Shasa bertanya pesan dari siapa hingga sesenang itu.Soni membalas pesan dengan cepat.Soni[ Oke. Lagi di jalan. ]Kemudian memasukkan ponsel kembali ke saku."Lanjut lagi," ucap Soni sembari melajukan roda duanya.Sikap Soni yang tertutup membuat Shasa kecewa. Biasanya kalau ada pesan, ia selalu cerita. Namun sekarang ...."Pesan dari siapa, Sayang? Kok, kamu senyum
TEMEN TAPI DEMEN 31Last Episode COleh: Kenong Auliya ZhafiraRey langsung menambah sentuhan akhir dari kejutan ini dengan memasang lampu warna-warni dan beberapa bunga palsu dan asli di samping kanan kiri tarub. Kemungkinan bunga mawar putih dan merah adalah bunga kesukaan Shasa.Hadi juga tak lupa membuat meja layaknya prasmanan dengan hiasan kain penutup yang disesuaikan, yakni putih dan gold.Untuk kursinya, Hadi sengaja memilihkan yang paling bagus. Tentunya kursi plastik yang dihias oleh kain penutup dengan tambahan pita bewarna merah muda. Pun dengan meja yang berbentuk bundar tak kalah cantik.Hasan benar-benar terpesona oleh keahlian milik Hadi. Jasa tarubnya ternyata lumayan lengkap. Hanya belum merambah ke dekorasi dan sound system. Andai saja semua itu lengkap, pasti biaya untuk pernikahan bisa ditaksir puluhan juta ha
TEMEN TAPI DEMEN 31Last Episode BOleh: Kenong Auliya ZhafiraBerkumpul dengan keluarga akan selalu membuat waktu berjalan cepat. Tak terasa jarum jam sudah menunjuk angka sembilan malam. Raga pun sudah ingin diistirahatkan dari rasa lelah."Ya udah. Sekarang kita tidur ya? Udah malem," titah sang ayah.Mereka beranjak dan berjalan menuju kamar masing-masing. Shasa menatap sang ibu yang selalu bergelayut manja jika akan masuk ke kamar. Membuatnya merasa iri.Jangankan gandengan tangan, jalan aja kayak kereta. Depan belakang.Akan tetapi semua itu terganti saat pintu sudah tertutup rapat dan terkunci. Tiba-tiba Shasa merasa tubuhnya melayang. Soni menggendongnya di depan. Kedua tangan Shasa spontan mengalung di leher prianya sebagai pegangan.Shasa tersenyum menatap
TEMEN TAPI DEMEN 31Last Episode AOleh: Kenong Auliya Zhafira Pria sejati adalah pria yang selalu bisa membuat wanitanya bahagia dan tidak pernah membuatnya menangis. Yang akan selalu berusaha mewujudkan setiap keinginan sesuai kemampuannya.Soni ingin menjadi pria seperti itu untuk Shasa-- istri sekaligus teman hidupnya."Hei ... tidak ada yang percuma. Kan, masih bisa dipakai. Lagian dihias secantik apa pun juga nantinya akan dirusak. Kan, mau dipakai bukan untuk hiasan," jawab Soni seakan mencoba menenangkan. Padahal dalam otaknya akan merancang kejutan termanis untuknya."Maaf ... untuk soal tarub memang benar-benar tidak bisa kasih yang cantik. Bukannya tidak mau, tapi keadaan memaksa kita untuk ini. Ya sudah, biar kamu gak sedih lagi, kita nginep di sini malam ini. Kali aja kamu kangen sama Ayah dan ibumu
TEMEN TAPI DEMEN 30 C 2 Last Episode Oleh: Kenong Auliya Zhafira Soni memilih ikut berlari kecil hingga sampai ke rumah. Napasnya lumayan ngos-ngosan karena sudah lama tidak berlari lagi. Sang bapak yang melihat mereka berdua berlari menjadi ingin tertawa. Kedekatan mereka benar-benar membawa aura yang berbeda di rumah. Kayla langsung menuju ke dapur mengambil air minum. Untuk membasahi dahaganya. Shasa melihat Kayla menjadi penasaran apa yang sedang ia lakukan. "Kay habis ngapain? Kok ngos-ngosan?" "Habis dikejar buaya." Kayla menjawab asal lalu meletakkan gelas di meja. Akan tetapi mengingat ucapan Soni kalau Rey teman Shasa, ia berbalik dan ingin bertanya tentangnya. "Mbak." "Iya. Kenapa?" "Mbak Shasa
TEMEN TAPI DEMEN 30 B 2 Last Episode Oleh: Kenong Auliya Zhafira "Haish! Awas kamu, Son! Bikin malu aja pakai ninggalin jejak merah," batin Shasa. Ia baru menyadari saat Soni mennyentuh jenjang lehernya lebih lama. Ternyata, oh, ternyata ia meninggalkan jejak. Ibu mertua yang sejak tadi diam mendengarkan sebenarnya ingin tertawa, tapi takut membuat mantunya lebih malu. Ia tahu rasanya digoda karena menjadi pengantin baru. Jadi lebih baik berpura-pura tidak melihat. "Kayla, lebih baik kkta cepat selesaikan semua ini. Biar semua bisa dibagi telat waktu," ucap Tante Niar yang kesannya mengalihkan topik utama. Ucapan Tante Niar langsung mendapat respon yang baik. Terbukti Kayla jadi tidak bertanya lebih detail. Mereka bertiga kembali fokus memasak. Hampir berjam-jam bergelut di dapur. Sampai akhirnya bisa se
TEMEN TAPI DEMEN 30 A2 Last EpisodeOleh: Kenong Auliya Zhafira Takaran cemburu untuk pasangan yang masih pacaran dan sudah menikah hanya berbeda dalam penyampaiannya. Apabila masih pacaran kemungkinan besar hanya akan dipendam dengan marah yang tanpa sebab, berbeda jika sudah menikah. Kemungkinan akan diungkapkan dengan blak-blakkan dan terbuka.Shasa masih menatap Kayla dan Soni bergantian. Memang dari sorot matanya ada binar bahagia bertemu kembali dengan Kayla."Dia istrimu, Mas?" tanya Kayla sambil melihat Shasa dari ujung kepala hingga kaki."Mas ...? Dia memanggil Soni, Mas ...?" batin Shasa. Rasanya ingin tertawa dan juga memaki. Bagaimana tidak, dirinya saja yang dari dulu kenal sampai sekarang jadi pasangan tak pernah memanggil begitu.Soni terlihat tersenyum mendapati perta
TEMEN TAPI DEMEN 29 DOleh: Kenong Auliya ZhafiraSoni langsung menggoreskan jejak penanya dalam buku nikah. Kemudian dengan lantang membaca semua kewajiban dan haknya sebagai suami yang baik hingga selesai."Sekali lagi selamat menempuh hidup baru. Semoga sakinah, mawadah, warohmah," ucap pak penghulu lalu pergi meninggalkan ruangan.Om Hasan memeluk Soni dengan hangat. "Selamat, Son," bisiknya. Tangannya menepuk lembut punggung mantunya."Makasih, Om.""Jangan panggil, Om ... kan sudah jadi anak mantu. Panggil Ayah juga kaya Shasa," ucapnya lagi yang sukses membuat Soni gelagapan."I--iya ... A--ayah," jawab Soni terbata."Selamat, ya, Mbak Shasa ... akhirnya kalian naik level dari temen jadi manten," ucap Pak Danu sambil mengusap lengan Shasa."Ma