"Maksudnya kita?" tanya Gayatri dengan menatap ke Galing."Memangnya Bunda mau ke sana sendiri?" Galing balik bertanya."Terus menurut Kakak gimana? Bukannya Kakak sama Kak Rendra,.." gayatri mengagantungkan kalimatnya> Dia menegerti begaimana Galing bahkan tak sudi memanfang Rendra waktu itu."Iya, Bund, kita salah, kita akhir-akhri ini ghak baik sama Kak Rendra karena kita pikir soal Kak Rendra yang nyakiti Bunda. Tapi sekarang kami sudah mengerti yang sesungguhnya, makanya kita pingin dolan ke sana, minta maaf sama dia, sekalian jalan-jalan. Seumur hidup kita belum pernah naik pesawat. Iya kan, Kak.""Betul itu, Bund," sahut Galuh."Betul betul, betul," Radit ikut nimbrung. Suasana yang tadinya tegang jadi penuh gelak tawa."Kalau semua pergi, kita jadi sepi dong, San?" Tanti mencari dukungan "Lho, Sandra ya, libur Mbak," ujar Gayatri. "Emang dari kapapn duluh, pas awal libur sekolah nak-anak,kita sengaja libur. Jadi Sanda juga libur.""Apalagi Sandra libur. Tanti di rumah sendir
Rendra yang saat itu keningnya penuh peluh, tertegun melihat rombongan yang kini ada di depan matanya. Apalagi setelah Galuh dan Galing menyalaminya."Papa!" panggil Raditya dengan meminta turun dari gendongan Gayatri. Balita itupun menghambur ke pelukan Rendra."Anak Papa Sayang, sudah sampai sini, ya. Diajak siapa ke sini, Sayang?""Buda!""Wah, maaf, keringat Papa banyak. Bau ghak?"Raditya terkekeh."Bau acem!" ucapnya dengan menutup hidung.Galing dan Galuh yang kemudian mendekat setelah bersalaman dengan Rendra tadi, masih memandang Rendra dengan canggung. Rendra yang memandangnya segera memeluk kedua anak itu dengan terharu."Maafkan kami, Kak," ucap Galuh."Bukan kalian yang salah. Kakak yang kala itu dihinggapi rasa malu pada Bunda yang membuat Kakak tak bisa menjadi orang bijak.""Maafkan Tanti juga, Mas.""Ghak apa-apa, Tan. Aku justru bangga kamu sangat perduli pada hubungan kami.""La kita kan sudah kayak keluarga, Mas. Sakit keluarga itu, sakitku juga," kata Tanti yang
"Ini kejutan apalagi, Mbak?" tanya Kania begitu dia keluar dan di luar terjadi ramai-ramai. Dari orang yang memasang terop, sound system yang siap dibunyikan, sampai orang yang memasang pelaminan."Besuk kamu akan tau sendiri." Gayatri menyimpan senyumnya."Ini berlebihan, Mbak. Makasih, Mbak.'" Jangan terimakasih kepadaku. Besuk kamu akan tau siapa yang telah menyiapkan semua ini untukmu," ujar Gayatri yang sedang dipeluk pinggangnya oleh Rendra yang tadi juga kaget dengan keramaian yang tiba-tiba ada di depan pabriknya."Memang siapa yang menyiapkan semua ini, Say?" bisik Rendra.'Namanya juga kejutan. Kalau aku ngomong sekarang ghak kejutan lagi kan?"" Betul, betul, betul,.." Ucapan Raditya lagi-lagi membuat yang lain tertawa."Tapi aku da tau lho, Bund, ini dari siapa," ucap Galuh sambil mengerling."Sok tau,""Tau aja deh. Betul kan, Dik?" Galuh cari dukungan."Betul, betul, betul." Masih dengan ucapannya. Raditya berusaha turun dari gendongan Gayatri." Biarin jalan-jalan, S
"Galuh!" Gayatri memeluk anaknya. Air mata telah mengenang di pipinya. Sementara Rendra yang tak sabar segera mengambil sepeda motornya dan pergi. Ditelusurinya jalanan yang memungkinkan dilalui Galing dan Raditya. Bukankah tadi pagi mereka hanya bilang mau jalan-jalan di sekitar jalan desa ini untuk menghirup udara bebas dengan mengajak Raditya yang memang ingin ikut kakak-kakaknya. Belum juga jauh, Rendra telah mendapati Galing yang tertatih dengan badan yang penuh luka hajar. Bahkan dia menyeret kakinya saat dia berjalan."Galing, apa yang terjadi? " tanya Raditya cemas. Terlebih saat tidak melihat Raditya bersama dengan Galing. "Adikmu?" tanyanya dengan cemas."Ada tiga orang yang menghadang kami. Dia berusaha mengambil Raditya dari kami." Galing berudaha menjelaskan dengan sisa tenaganya."Kamu dengar mereka menyebut sebuah nama?"Galing nampak bingung. Kepalanya sudah tak lagi bisa kompromi untuk mengingat, terlebih yang dia kerjakan tadi adalah menghadang orang itu yang beusaha
"Om, kuda-kuda, Om," pinta Raditya untuk ke sekian kalinya."Om capek, emang kamu ghak capek apa? Mending kamu tidur sana, nanti kamu akan aku carikan teman." Sammy sudah merasa tak kuat dengan permintaan Raditya yang menyuruhnya menjadi kuda-kuda. Kalua Wit dia ghak mau karena ghak asik. mungkin karena tubuh Wit ayng pendek itu."Aku ghak bisa tidul kalau ghak disayang sama Bunda, Om," kelu Raditya. "Balikin aku sama Bunda, Om. Nanti Om aku kasih pelmen."Kedua orang yang menyekap Raditya tertawa."Ladit janji, Om."Sejenak kedua orang itu berpandangan. "Ini bagaimana? Kalau dia tidak tidur, kita bakal dijadikan kuda-kuda lagi," gerutu Wit, orang yang kepala botak."Bos juga sih, siapa suruh culik anak yang masih balita. kayak gini merepotkan saja," gerutunya lagi."Iya . Mending nyekap yang cewek itu, bisa menghangatkan aku," kata Sammy, orang berambut gondrong.Mereka pun terkekeh bersama."Jangan hanya tertawa, Om. Ayo cepat," kata Radit sambil mengayunkan sapunya memukul bokong
"Kalau begitu cepatlah kita bawa ke sana, aku sudah tidak tahan lagi dengan kelakuannya," ujar Sammy yang dari tadi kewalahan sama permintaan Raditya. "lagipula aku mau beli makan sendiri. Aku tidak bisa kenyang dengan hanya makan nasi saja seperti ini.""Kamu juga, menculik anak masih bingung mau diapain."" Mulanya sih karena aku marah dengan Rendra itu yang seolah-olah mempermainkan aku. Bayangin saja katanya dia yang menikahai Kania, kenyataannya kini Kania malah dinikahkan dia dengan orang lain.""Terus apa kaau tidak berfikir mau diapain dengan menculik itu?""Ya sudah sih," ucap Burhan dengan memelankan suaranya sambil melihat Raditya yang tengah makan dengan diaduk-aduk seolah dibikin permainan saja. Tidak nafsu. " Mulanya dia mau aku bunuh. Tapi aku kemudian takut masuk penjara lagi. Bagaimanapun kalian belum pernah merasakan jeruji besi. Bingung, mau makan apa ghak bisa, mau ke wanita kayak orang-orang macam kita juga ghak bisa. Iya kalau orang beruang bisa mendatangkan dari
"Kak, kenapa?" tanya Burham melihat reaksi kakaknya."Bukan, bukan kenapa-napa," ucap Bram, menutupi gugupnya."Tapi kamu aneh, Bang," kata Naya, istrinya."lihat, kamu seperti melihat hantu di siang bolong." Naya yang memang tidak pernah tau pekerjaan suaminya dari duluh itu curiga dengan reaksi yang ditampakkan suaminya."Kamu jangan rewel, diam saja, apa kamu tidak bisa?" bentak Bram yang membuat Naya terdiam lalu meninggalkan suaminya yang masih berbincang dengan adiknya dengan dongkol."Lalu rencanamu apa?""Mulanya aku ingin membunuhnya, Kak. Tapi aku kemudian takut dipenjara. Bagaimanapun juga setelah aku tau bagaimana tidak enaknya di jeruji besi itu, aku jadi mengurungkan niatku. Selintas aku memang tidak berfikir panjang. Hatiku memang sakit sekali manakala gadis yang aku sukai katanya dia nikahi, kenyataannya malah sekarang dia nikahkan dengan Arya. Sepertinya dia sengaja mempermainkan aku.""Lalu kenapa kamu bawa ke sini?""Ambil saja dia sebagai anak, Kak. biar Rendra itu
"Lalu bagaimana menurutmu?" tanya Bram kepada Naya."Kita kembalikan ke ibunya, Bang. Kasihan dia. Dia pasti sedang kebingungan mencarinya."Tidak akan, Naya. Aku tidak akan mengembalikan anak ini. Aku terlanjur menyukainya. Dia akan kujadikan anakku, sampai kapanpun.""Bang,.." Naya sampai memegang pergelangan tangan suaminya itu. Namun Bram bersikeras tak mengindahkan Naya. Bahkan pergi mencari makanan untuk Raditya.Dengan bersepeda cukup jauh, dia mencari perjual mi ayam yang biasanya mangkal di perempatan jalan desa."Mi ayam tiga, Bang," pesan Bram pada penjual mi ayam dengan senyumnya yang mengembang."Ditunggu,Mas. Silahkan duduk.""Ada apa ya, Pak itu tadi kok ada orang bergerombol? " tanyanya pada penjual mie ayam."Itu, tadi ada sekelompok anak muda yang menanyakan apa ada seorang anak laki-laki tiga tahunan namun tubuhnya sudah terlihat lebih besar dari usianya.""Maksudnya anak apa itu, Pak?""Ada yang menculik anak itu pagi tadi. Dia anak pemilik pabrik yang di ujung san