"Om, kuda-kuda, Om," pinta Raditya untuk ke sekian kalinya."Om capek, emang kamu ghak capek apa? Mending kamu tidur sana, nanti kamu akan aku carikan teman." Sammy sudah merasa tak kuat dengan permintaan Raditya yang menyuruhnya menjadi kuda-kuda. Kalua Wit dia ghak mau karena ghak asik. mungkin karena tubuh Wit ayng pendek itu."Aku ghak bisa tidul kalau ghak disayang sama Bunda, Om," kelu Raditya. "Balikin aku sama Bunda, Om. Nanti Om aku kasih pelmen."Kedua orang yang menyekap Raditya tertawa."Ladit janji, Om."Sejenak kedua orang itu berpandangan. "Ini bagaimana? Kalau dia tidak tidur, kita bakal dijadikan kuda-kuda lagi," gerutu Wit, orang yang kepala botak."Bos juga sih, siapa suruh culik anak yang masih balita. kayak gini merepotkan saja," gerutunya lagi."Iya . Mending nyekap yang cewek itu, bisa menghangatkan aku," kata Sammy, orang berambut gondrong.Mereka pun terkekeh bersama."Jangan hanya tertawa, Om. Ayo cepat," kata Radit sambil mengayunkan sapunya memukul bokong
"Kalau begitu cepatlah kita bawa ke sana, aku sudah tidak tahan lagi dengan kelakuannya," ujar Sammy yang dari tadi kewalahan sama permintaan Raditya. "lagipula aku mau beli makan sendiri. Aku tidak bisa kenyang dengan hanya makan nasi saja seperti ini.""Kamu juga, menculik anak masih bingung mau diapain."" Mulanya sih karena aku marah dengan Rendra itu yang seolah-olah mempermainkan aku. Bayangin saja katanya dia yang menikahai Kania, kenyataannya kini Kania malah dinikahkan dia dengan orang lain.""Terus apa kaau tidak berfikir mau diapain dengan menculik itu?""Ya sudah sih," ucap Burhan dengan memelankan suaranya sambil melihat Raditya yang tengah makan dengan diaduk-aduk seolah dibikin permainan saja. Tidak nafsu. " Mulanya dia mau aku bunuh. Tapi aku kemudian takut masuk penjara lagi. Bagaimanapun kalian belum pernah merasakan jeruji besi. Bingung, mau makan apa ghak bisa, mau ke wanita kayak orang-orang macam kita juga ghak bisa. Iya kalau orang beruang bisa mendatangkan dari
"Kak, kenapa?" tanya Burham melihat reaksi kakaknya."Bukan, bukan kenapa-napa," ucap Bram, menutupi gugupnya."Tapi kamu aneh, Bang," kata Naya, istrinya."lihat, kamu seperti melihat hantu di siang bolong." Naya yang memang tidak pernah tau pekerjaan suaminya dari duluh itu curiga dengan reaksi yang ditampakkan suaminya."Kamu jangan rewel, diam saja, apa kamu tidak bisa?" bentak Bram yang membuat Naya terdiam lalu meninggalkan suaminya yang masih berbincang dengan adiknya dengan dongkol."Lalu rencanamu apa?""Mulanya aku ingin membunuhnya, Kak. Tapi aku kemudian takut dipenjara. Bagaimanapun juga setelah aku tau bagaimana tidak enaknya di jeruji besi itu, aku jadi mengurungkan niatku. Selintas aku memang tidak berfikir panjang. Hatiku memang sakit sekali manakala gadis yang aku sukai katanya dia nikahi, kenyataannya malah sekarang dia nikahkan dengan Arya. Sepertinya dia sengaja mempermainkan aku.""Lalu kenapa kamu bawa ke sini?""Ambil saja dia sebagai anak, Kak. biar Rendra itu
"Lalu bagaimana menurutmu?" tanya Bram kepada Naya."Kita kembalikan ke ibunya, Bang. Kasihan dia. Dia pasti sedang kebingungan mencarinya."Tidak akan, Naya. Aku tidak akan mengembalikan anak ini. Aku terlanjur menyukainya. Dia akan kujadikan anakku, sampai kapanpun.""Bang,.." Naya sampai memegang pergelangan tangan suaminya itu. Namun Bram bersikeras tak mengindahkan Naya. Bahkan pergi mencari makanan untuk Raditya.Dengan bersepeda cukup jauh, dia mencari perjual mi ayam yang biasanya mangkal di perempatan jalan desa."Mi ayam tiga, Bang," pesan Bram pada penjual mi ayam dengan senyumnya yang mengembang."Ditunggu,Mas. Silahkan duduk.""Ada apa ya, Pak itu tadi kok ada orang bergerombol? " tanyanya pada penjual mie ayam."Itu, tadi ada sekelompok anak muda yang menanyakan apa ada seorang anak laki-laki tiga tahunan namun tubuhnya sudah terlihat lebih besar dari usianya.""Maksudnya anak apa itu, Pak?""Ada yang menculik anak itu pagi tadi. Dia anak pemilik pabrik yang di ujung san
"Ini sudah malam, Mas. Anak kita belum ditemukan juga." Gayatri sudah tak bisa lagi membendung air matanya yang sedari tadi mengalir dengan sebentar-sebentar, Galuh yang selalu di dekatnya bahkan tak mampu mengeluarkan kata-kata lagi untuk menghiburnya."Kami semua telah berusaha, Say. Kamu sendiri tak tau bagaimana takutnya aku," ujar Rendra yang tertangis dalam sholatnya saat mengimami Gayatri. Dipeluknya erat Gayatri yang tergugu di pelukannya.Di lain tempat, Raditya yang beranjak tidur, menangis. Bram yang mengajaknya tidur memeluknya dengan hangat."Anak lelaki ghak boleh cengeng, Nando. Nando kan sudah sama Ayah," ujar Bram dengan mengelus kepala Raditya."Saya ingat Bunda, Yah," ucapnya masih sambil menangis."Iya besuk pasti Bunda ke sini, mungkin sekarang masih sibuk. Kamu jangan nangis ya,"Tapi Nando masih nangis. "Nando, kenapa nangis telus? Ghak boleh cengeng. Itu kata Ibu." Nara yang kemudian datang, segera naik ke tampat tidur."Kamu kenapa ke sini, sana, tidur sama
"Siapa dia, Mas?" tanya Gayatri bingung melihat reaksi Rendra yang sepertinya sudah tak asing dengan pria di depannya yang kini menundukkan wajahnya."Dialah orang yang menjadi dalang kehancuran rumah tangga kita. Dia yang menaruh heroin yang membuat aku mengejaranya sampai di sini.""Kamu? Dan sekarang kamu belum puas dengan penderitaan kami hinggah kamu mengambil anakku?" Gayatri sudah tak tahan dengan yang terjadi. "Di mana anakku sekarang? Di mana?"Bram masih menunduk. "Dia,..""Bunda!" Terlihat Raditya yang berlari dari dalam dengan didampingi Nara berlari memeluk bundanya.Gayatri segera menyongsong anaknya itu. Dan menciuminya. Demikian juga dengan Randra dan Galing yang sangat menyayangi adiknya dan takut kehilangan dia."Bukan maksud saya menculik anak Pak Rendra. Saya hanya dititipi Burham anak ini," ucap Bram."Apa itu benar Burham?" tanya Pak Polisi.Burham masih diam. Dia sudah ketakutan dengan bingung menjawab apa."Apa orang ini benar tidak ikut di penculikan itu?"
"Apa mbak di sini bekerja?" tanya Rendra kemudian ke Naya."Tidak, Mas. Hanya ladang itu saja. Itu pun sekarang juga masih tanaman jagung yang belum panen.""Kalau Mbak tidak keberatan Mbak bisa membantu di sana dengan menyediakan makanan untuk pekerja pabrik kalau makan siang. Kebetulan Kania sekarang sendirian. Yang biasanya memasak kapan hari mohon undur diri. Selama beberapa hari ini kami ambil makanan dari luar."Gayatri yang mendengar suaminya berbicara seperti itu turut gembira. Terlebih dengan melihat kedua anak di depannya melonjat girang."Ibu tinggal di sana?" tanya Nara."Iya, ibumu bisa tinggal di sana. Biar nanti menempati ruangan Kania yang pastinya akan tinggal di rumahnya Arya atau rumahnya sendiri setelah mereka menikah kemarin. Teman Kania biar tinggal di sebelahnya bersama yang lain.""Bagaimana, Mbak?" tanya Gayatri."Selain takut di sini hanya berdua, saya juga tidak ada kerjaan untuk menghidupi anak saya, Mbak. Terlebih melihat Nara dan Raditya yang tidak mau p
Gayatri lalu menutupnya setelah mengirim WA. Kemudian dengan segera menghabus WA itu setelah tanda biru yang artinya sudah dibaca. Dengan langkah cepat dia kemudian ke kamar mandi dan mandi bersama Rendra seperti ajakan suaminya itu, dan seperti kebiasaan mereka sebelum terjadi pertengkaran."Siapa yang telpon, Say?" "Hanya salah orang kali, Mas. ngomong ghak jelas," ucap Gayatri dengan tak enak hati membohongi Rendra. Namun dia merasa tak ada pilihan. Bagaimana jadinya jika Rendra justru mengetahui kalau yang terlpon adalah Prayogi, akan jadi buntut panjang dan mungkin juga pertengkaran yang akan merusak suasana mereka. Bagaimanapun sikap Rendra telah berubah kapan hari saat bertemu dengan Prayogi, dia tak ingin menimbulkan masalah baru. Dia juga sudah berusaha melupakan rasa yang kapan hari timbul kembali saat bersama Prayogi. Rasa itu harus pergi. Tak Layak bagi Rendra mendapatkan hatinya yang terbelah. Diam -diam Gayatri menyesali perasaanya yang sempat terbagi itu terlebih de