Istri yang Tak Didambakan

Istri yang Tak Didambakan

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Oleh:   Listy Airyn   Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
23Bab
151Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Betapa perih hati Alya, karena suami yang dia cinta dan percaya, kini berubah menjadi sosok yang kasar dan penuh pengkhianatan. Alya dibiarkan mengurus rumah dan keluarga sendirian, menanggung semua beban hidup seorang diri seolah tak bersuami. Alya ingin menyerah, namun ia bertahan demi putri semata wayangnya. "Ayah, aku nggak mau sama Bunda yang ini. Kenapa gak cerai saja?" Kalimat yang terlontar dari mulut anaknya sendiri, membuat pertahanan Alya seketika runtuh.

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

1. Ini bukan rumah

“Alya, apa kamu nggak liat meja berantakan? Cepet beresin!” Teriakan Bu Lastri menyambut Alya yang baru masuk rumah. Alya menghela napas panjang. Tangannya bahkan belum lepas dari gagang pintu, tapi sudah mendapat omelan dan tatapan tajam dari ibu mertuanya. Sambutan semacam itu sudah sering dia dapatkan, bahkan nyaris tak pernah absen. Baru saja ingin kembali melangkah, Alya berjingkat kaget mendengar suara gebrakan meja.“Ngapain malah bengong?! Cepet beresin, dasar pemalas!”“Iya, Bu,” sahut Alya kemudian. Di kepalanya terlintas bayangan sedang mencekik leher Bu Lastri dengan taplak meja. Andai saja membunuh bukan tindakan kriminal, pasti dia sudah melakukannya.Alya berusaha untuk tidak mengeluh atau membantah. Sebuah jawaban hanya akan menimbulkan percikan api yang bisa membakar ketenangannya yang rapuh. Diletakkannya tas ransel yang selalu dibawa bekerja di atas meja kecil dekat pintu. Langkah kakinya cepat, mengabaikan tubuh yang terasa remuk setelah lembur di sebuah pabrik t...

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
23 Bab
1. Ini bukan rumah
“Alya, apa kamu nggak liat meja berantakan? Cepet beresin!” Teriakan Bu Lastri menyambut Alya yang baru masuk rumah. Alya menghela napas panjang. Tangannya bahkan belum lepas dari gagang pintu, tapi sudah mendapat omelan dan tatapan tajam dari ibu mertuanya. Sambutan semacam itu sudah sering dia dapatkan, bahkan nyaris tak pernah absen. Baru saja ingin kembali melangkah, Alya berjingkat kaget mendengar suara gebrakan meja.“Ngapain malah bengong?! Cepet beresin, dasar pemalas!”“Iya, Bu,” sahut Alya kemudian. Di kepalanya terlintas bayangan sedang mencekik leher Bu Lastri dengan taplak meja. Andai saja membunuh bukan tindakan kriminal, pasti dia sudah melakukannya.Alya berusaha untuk tidak mengeluh atau membantah. Sebuah jawaban hanya akan menimbulkan percikan api yang bisa membakar ketenangannya yang rapuh. Diletakkannya tas ransel yang selalu dibawa bekerja di atas meja kecil dekat pintu. Langkah kakinya cepat, mengabaikan tubuh yang terasa remuk setelah lembur di sebuah pabrik t
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya
2. Kebencian anak sendiri
“Sejak kapan kamu begitu berisik? Nggak tau kalau aku capek?!” Hendra duduk tanpa rasa bersalah meski Alya meringis kesakitan.“Aku ‘kan cuma tanya, Mas. Apa perlu sampai memukulku?” Isak tangis Alya terdengar semakin jelas. Sudah ke sekian kalinya dia mendapatkan perilaku kekerasan dari Hendra hanya karena masalah sepele. Pun begitu, Alya mencoba menerima meski rasa di hatinya untuk Hendra kian lama kian hilang, hanya menyisakan sebuah rasa pasrah menjalani hari-harinya.Alya melirik Hendra yang kini berbaring dengan ponsel tetap berada di genggaman. Entah apa yang membuat lelaki itu enggan berjauhan dengan benda pipih barunya.Dengan langkah gontai, Alya berjalan menuju kamar mandi. Rasa sakit yang mendera akibat pukulan Hendra membuat tubuhnya bergetar, bukan semata karena nyeri, tapi juga karena rasa sakit dalam hati yang tak bisa dijelaskan dengan kata.“Kamu boleh tidak mencintaiku lagi, tapi setidaknya lihatlah aku sebagai ibu dari Naya. Kalau bukan karena Naya, sudah sejak la
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya
3. Kejutan untuk inisial A
“Nay—” Alya menangis. Dia merasakan nyeri tepat di ulu hati. Bagaimana bisa anak yang begitu disayang malah mengatakan hal yang begitu menyakitkan? Bu Lastri memberi kode kepada Hendra untuk segera beranjak dari sana, mengantar Naya sekolah agar tidak terlambat. Begitu keduanya pergi, Bu Lastri mengumpat, mengucapkan hal-hal yang tidak pantas pada menantunya tersebut. Sejak awal, dia memang tidak begitu menyukai Alya karena memiliki pandangan sendiri tentang siapa jodoh putra semata wayangnya. Akan tetapi, saat pernikahan itu terjadi, dia tak ada kuasa apa-apa untuk menentang karena suaminya yang tegas mendukung 100%. Suasana di rumah pun tidak seperti sekarang, semua terlihat baik-baik saja sampai akhirnya tiga tahun lalu, suami Bu Lastri meninggal dunia karena sakit. Sejak saat itulah nasib Alya berubah drastis.“Bu, aku kerja juga buat semua orang di rumah ini! Gaji Mas Hendra ‘kan Ibu yang pegang!” Alya mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini terpendam karena terus-terusan disalah
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya
4. Terbongkarnya perselingkuhan
Sontak Hendra dan Naya terkejut. Mereka tidak tau kalau pembicaraan tadi terdengar sampai luar, apalagi sampai terdengar Alya. “Bukan siapa-siapa,” jawab Hendra cepat, lalu mengajak Naya keluar kamar, tak mau memberikan kesempatan Alya bertanya lebih jauh. “Mas, kamu belum jawab pertanyaanku!” Alya mengejar dengan rasa ingin tahu yang menggebu-gebu. “Kamu ngapain sih? Nggak liat ini udah siang? Kalau Naya sampai telat masuk sekolah, aku juga yang repot. Kamu mana pernah ngurusin Naya,” sahut Hendra. “Nggak pernah kamu bilang? Ak–” “Udahlah!” Hendra menyela. “Kamu mau kami terlambat beneran?” Bu Lastri menjatuhkan sendoknya ke piring. Suaranya cukup untuk mengalihkan perhatian semua orang. Tatapan matanya yang tajam membuat Alya malas melanjutkan perdebatan karena tau akhirnya pasti tidak akan baik untuk dirinya. Memangnya di rumah ini siapa yang akan membelanya? Bahkan, anak kandungnya saja enggan menatap dirinya sekarang. ‘Sampai kapan aku harus mengalah?’ Batin Alya terkoyak.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya
5. Jatuhnya talak
Pelan tapi pasti, Alya melepas pelukannya. Dia menatap Naya tak percaya. Apa benar Naya adalah darah dagingnya? Bagaimana bisa Naya mengatakan hal sekeji itu? Alya menggelengkan kepala diikuti tawa Hendra yang senang mendengar permintaan Naya. Dia tidak bersedih jika harus berpisah dengan lelaki yang selama ini menyiakan keberadaannya, tapi jika itu Naya, rasanya hidup pun tak ada artinya lagi. Susah payah dia menahan rasa sakit demi Naya, tapi Naya juga yang membuatnya hilang rasa. “Naya, kenapa kamu tega bicara begitu?” tanya Alya. “Apa kamu nggak tau selama ini Bunda bertahan demi kamu?” “Aku nggak suka liat Bunda di rumah ini! Mending Bunda cerai aja sama Ayah!” sahut Naya ketus, menyilangkan kedua tangan di depan dada. “Aku benci Bunda! Aku benci!” Alya menutup telinga. Dia tak mau mendengar ucapan menyakitkan itu lagi. “Baiklah, Bunda akan penuhi permintaanmu, Nay. Bunda pergi.” “Pergi aja sana! Kami nggak butuh kamu!” seru Hendra tertawa puas. “Kamu akan menyesal, Mas!”
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya
6. Kehangatan lain
Sudah jatuh malah tertimpa tangga. Mungkin itu adalah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan situasi Alya saat ini. Beruntung wanita yang ditolongnya sadar tepat waktu dan menjelaskan semuanya. *** Hendra bangun kesiangan karena tak ada yang membangunkan. Dia segera mandi, tapi saat ingin memakai baju emosinya seketika muncul. “Alya, mana bajuku!” seru Hendra, matanya mengelilingi seisi kamar, tapi tak menemukan sosok yang dicari. Seketika dia berteriak berulang kali memanggil Alya. “Kamu ngapain pagi-pagi teriak sih?” Bu Lastri tergopoh-gopoh masuk kamar putranya. “Alya ke mana sih?! Harusnya ‘kan dia siapin semua keperluanku,” kata Hendra. “Palingan dia lagi masak. Telinganya ‘kan emang agak bermasalah,” tutur Bu Lastri. Tak lama kemudian Naya masuk dan membuka lemari baju. Dia mengambil kemeja biru milik Hendra lengkap dengan celana dan dasinya. “Jasnya di gantungan itu ‘kan?” Naya bertanya seraya menunjuk belakang pintu. “Naya, kamu udah siap?” tanya Hendra
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-12
Baca selengkapnya
7. Mengejar Alya
Suara klakson mobil dan motor mulai bersahutan karena ulah nekat Hendra, menarik perhatian Alya yang tadinya tak mendengar panggilan Hendra. Seketika wajah Alya memucat, dia belum siap bertemu Hendra setelah talak yang diucapkan padanya beberapa waktu lalu. Alya mengedarkan pandangan ke segala arah, mencari tempat persembunyian. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena merasakan getaran cinta yang masih tersisa, tapi karena rasa takut yang muncul begitu saja. Akan tetapi, langkah lebar Hendra membuat lelaki itu dalam sekejap berada di depannya. “Mau ke mana kamu?! Dasar wanita nggak tau diri!” Hendra memaki dengan suara lantang, tak peduli saat ini berada di jalanan. “Kamu mau apa lagi, Mas?” tanya Alya. “Ikut aku pulang! Kamu jangan nggak tahu diri dengan melupakan kewajibanmu!” seru Hendra. “Kewajiban apa yang kamu minta? Bukankah kamu sudah menjatuhkan talak padaku?” Alya menatap tajam ke arah Hendra yang kini nampak kebingungan harus menjawab apa. “Ya– tetap aja kamu harus
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya
8. Sambutan tak bersahabat
Naya menutup matanya. Dia terlihat takut melihat sosok yang tiba-tiba saja masuk ke kamar melalui jendela. “Aku nggak mau liat kamu! Aku takut!” seru Naya. Terdengar suara langkah kaki yang semakin dekat. Naya segera mendekat ke pintu, menguncinya dari dalam. Tatapannya tertuju pada sosok yang menatapnya dengan air mata berlinang. “Pergi!” kata Naya lantang. “Aku nggak mau ketemu kamu!” “Naya, Bunda–” “Pergi! Aku nggak mau Bunda!” seru Naya. Mau tak mau Alya pergi dari sana. Dengan tubuh gemetaran, dia menaiki kursi dan kembali keluar melalui jendela. Susah payah dia menyelinap masuk kamar Naya demi melihat putrinya, tapi malah mendapat pengusiran yang menyakiti hati. “Naya! Naya sayang! Kamu kenapa?!” Suara Hendra yang panik diikuti gebrakan pintu berulang kali membuat Naya terkejut. Perlahan dia membuka pintu dan memeluk Hendra. “Tadi Bunda dateng ke kamarku, Yah. Aku takut!” “Apa?! Mana dia sekarang?!” Hendra menatap sekitar, lalu menyadari jendela yang terbuka
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-16
Baca selengkapnya
9. Kuncinya bukan obat
“Aku sudah terlalu sering melihat wanita sepertimu. Cepat tinggalkan rumah ini atau aku tidak akan segan-segan membuatmu menderita,” kata Alex dingin, melepas dagu Alya kasar. Antara rasa malu dan kesal, Alya hanya bisa menatap kepergian lelaki itu. Suara pintu kamar yang ditutup dengan kencang seolah mewakili teriakan Alya yang tidak bisa keluar. Memangnya dia bisa apa di rumah ini? Hanya seorang tamu yang diundang atas dasar hutang budi belaka, tidak lebih. Kalau menuruti kata hati, jelas Alya memilih segera pergi dari tempat yang tidak menerimanya dengan baik. Namun, dia masih punya akal yang menuntun untuk tetap tinggal, setidaknya ada Bu Titik. Itu sudah sangat cukup. “Sehari saja, nggak apa ‘kan?” Alya memantapkan hatinya, berharap besok sudah mendapatkan tempat tinggal. *** Badan Alya masih lemas, kepalanya pun terkadang pening. Padahal, benturan di kepala imbas pertengkarannya dengan Hendra tidak begitu parah, hanya ada luka robek sepanjang ruas jari dan lebam di sek
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-17
Baca selengkapnya
10. Aku tidak butuh uangmu
“Bukan,” jawab HRD cepat. “Saya hanya menyarankan untuk istirahat dulu di rumah jika kondisimu masih belum sehat.” Alya mengusap wajahnya kasar. Dia mengatur nafas sedemikian rupa, lalu menatap HRD yang sama-sama seorang ibu dan istri tersebut. Meski tidak diucapkan, Alya bisa melihat tatapan penuh kecurigaan tertuju padanya. “Ibu percaya pada semua ucapan suami sa- ah, maksud saya mantan suami saya tadi?” tanya Alya. HRD mengerutkan keningnya. Sebagai manusia biasa tentu rasa keingintahuannya muncul begitu besar. Dia memang baru mendengarkan secara sepihak, tapi entah kenapa hanya dengan satu pertanyaan sederhana itu pandangannya terhadap Alya seketika berubah. Dia lebih percaya bahwa seorang ibu tidak akan menelantarkan anaknya. “Saya tidak ada hak untuk berpendapat, yang jelas hal ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Jadi kamu tidak perlu khawatir apakah masih boleh bekerja di sini atau tidak. Semua kembali pada kontrak kerjamu, masih atau tidak.” Alya mengangguk. D
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-17
Baca selengkapnya
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status