Share

6. Kehangatan lain

Penulis: Listy Airyn
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-12 14:42:11

Sudah jatuh malah tertimpa tangga. Mungkin itu adalah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan situasi Alya saat ini. Beruntung wanita yang ditolongnya sadar tepat waktu dan menjelaskan semuanya.

***

Hendra bangun kesiangan karena tak ada yang membangunkan. Dia segera mandi, tapi saat ingin memakai baju emosinya seketika muncul.

“Alya, mana bajuku!” seru Hendra, matanya mengelilingi seisi kamar, tapi tak menemukan sosok yang dicari. Seketika dia berteriak berulang kali memanggil Alya.

“Kamu ngapain pagi-pagi teriak sih?” Bu Lastri tergopoh-gopoh masuk kamar putranya.

“Alya ke mana sih?! Harusnya ‘kan dia siapin semua keperluanku,” kata Hendra.

“Palingan dia lagi masak. Telinganya ‘kan emang agak bermasalah,” tutur Bu Lastri.

Tak lama kemudian Naya masuk dan membuka lemari baju. Dia mengambil kemeja biru milik Hendra lengkap dengan celana dan dasinya.

“Jasnya di gantungan itu ‘kan?” Naya bertanya seraya menunjuk belakang pintu.

“Naya, kamu udah siap?” tanya Hendra menyadari putrinya sudah rapi dengan seragam sekolah, tapi tidak dengan rambut panjangnya.

“Iya, tapi aku nggak bisa ikat rambutku. Nenek bisa bantu aku?” tanya Naya.

Bu Lastri bukannya tidak mau, tapi dia berpikir bahwa itu adalah tugas Alya hingga terdengar suara lantangnya. “Alya! Urus anak suamimu!”

“Dia kemana sih?” Hendra makin kesal karena tak ada jawaban.

“Bunda ‘kan udah pergi dari sini,” ujar Naya.

Seketika Bu Lastri dan Hendra saling pandang. Mereka berdua sama-sama lupa dengan kejadian kemarin, tertutup dan rasa amarah dan bahagia yang bercampur jadi satu. Pada akhirnya mereka diam, tak membahas Alya lagi dan sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Bu Lastri membantu Naya siap-siap dengan bibir mengerut. Itu bukanlah keahliannya, dia bahkan tak bisa mengikat rambut Naya dengan rapi. Belum selesai dengan hal itu, Hendra sudah berteriak lagi dari arah ruang makan.

“Ibu, mana sarapannya?!” tanya Hendra melihat meja masih kosong, tak ada makanan barang sepiring pun. Hanya ada box berisi sisa cemilan setelah mereka semua makan di luar semalam.

“Hah? Biasanya ‘kan Alya yang–” Bu Lastri tak melanjutkan kata-kata, tangannya masih memegang sisir dan di belakangnya muncul Naya yang masih acak-acakan.

Sungguh Hendra merasa frustasi melihat kekacauan di rumah. Biasanya semua sudah siap tersedia dan rapi. Dia menatap meja sambil mengusap perut. Pandangannya tertuju pada rak kecil berisi roti tawar dan selai.

“Sarapan itu aja,” ujarnya pasrah.

“Rambutku gimana, Yah?” tanya Naya.

Jelas Hendra pun tak tau harus diapakan selain digerai begitu saja. Dia mengepalkan tangan, kesal dengan Alya. Di matanya, semua ini adalah salah Alya.

Selesai sarapan seadanya, Hendra mengantar Naya berangkat sekolah. Setelah itu, dia ke kantornya dan mulai sibuk dengan pekerjaan. Namun, pikirannya tidak bisa fokus karena teringat kata-kata Naya saat di mobil tadi.

‘Ayah harus belajar mengikat rambutku mulai sekarang.’

Hanya sebuah kalimat sederhana, tapi cukup membuat Hendra kesal bukan main. Tangannya meraih ponsel dan mencoba menghubungi Alya. Dia ingin membuat perhitungan dengan wanita yang sudah menjadi istrinya itu karena dianggap mengabaikan tugas sebagai seorang ibu, tapi sayang nomornya tidak aktif.

Hendra melihat jam dinding dan beranjak dari duduknya. Dia meminta izin keluar dengan alasan menjemput anak sekolah, padahal sebenarnya ingin ke pabrik, tempat di mana Alya bekerja. Urusan menjemput Naya sudah menjadi tugas Bu Lastri selama ini.

“Di mana Alya?” tanya Hendra karena bukan Alya yang datang, tapi malah salah satu HRD. “Aku ke sini mau ketemu Alya, bukan kamu!”

“Maaf, Pak. Berdasarkan absensi hari ini Alya Zahira tidak masuk tanpa keterangan,” jawab HRD ramah.

“Jangan bohong kamu! Pasti Alya sudah minta kamu buat bohong, ya ‘kan? Aku ini suaminya, aku bisa saja tuntut kamu karena bersekongkol dengan Alya!” Hendra bicara ngegas, tak ada rasa hormat sedikit pun. Matanya menatap nyalang ke sekitar, beranjak dari duduknya dan memaksa masuk ke area pabrik yang hanya dikhususkan karyawan. Beberapa satpam segera menutup pintu, menahan lelaki yang tengah menahan emosi itu.

"Maaf, selain karyawan dilarang masuk, Pak!" kata salah seorang satpam, menahan dengan satu tangannya.

Tanpa diduga, Hendra malah berteriak memanggil nama Alya berulang kali, membuat keributan yang memaksa para satpam mengamankan lelaki tersebut. HRD mengikuti mereka ke pos satpam untuk meminta keterangan dari Hendra.

Setelah duduk di salah satu ruangan bersama HRD dan dua orang satpam, Hendra memasang wajah sedih. Sesekali dia mengusap wajahnya kasar, menghela nafas panjang, bersikap seolah dirinya sedang mengalami masalah berat. Dia mulai menceritakan bagaimana Alya kabur dari rumah dan lepas tanggung jawab.

"Kalau cuma mengabaikan saya sih nggak apa-apa, tapi anak kami pun ditelantarkan sama dia. Padahal saya sudah minta dia buat resign, fokus urus rumah dan anak, tapi malah begini," tutur Hendra dengan segala cerita karangannya.

Pihak HRD yang juga merupakan seorang istri dan ibu sampai mengerutkan kening, seolah tak percaya ada wanita seperti itu. Dia pun bertanya Hendra bekerja di mana sampai meminta Alya resign. Bukankah itu artinya secara finansial mampu?

Setelah mendapat jawaban bahwa Hendra adalah seorang manajer di salah satu perusahaan besar, jelas HRD tersebut percaya pada Hendra. Dia bahkan menawarkan bantuan dengan berjanji akan memberitahu jika Alya sudah masuk bekerja.

Hendra tersenyum penuh arti. Dia tidak akan membiarkan Alya hidup tenang setelah membuat harinya kacau balau. Tak ada rasa bersalah sedikit pun, padahal dialah yang memicu hal ini terjadi.

Hendra pun kembali bekerja. Pikirannya sudah mulai tenang sekarang. Hingga saat sore tiba, dia bersiap pulang dan merapikan meja serta dokumen-dokumen penting lainnya. Sikunya menyenggol sebuah buku hingga jatuh ke lantai.

“Ini–” Hendra mengambil selembar foto yang ikut terjatuh, foto pernikahannya dengan Alya kurang lebih 8 tahun yang lalu.

Sepersekian detik dia tersenyum melihat wajah cantik Alya, tapi tak lama kemudian senyumnya hilang. Dia ingat bagaimana Alya sering menolak keinginannya ketika malam tiba. Memangnya lelaki mana yang bisa menahan diri terlalu sering?

“Coba kalau kamu tetap memperhatikan penampilan seperti dulu, aku nggak bakal mencari kehangatan di luar sana,” kata Hendra, menyimpan kembali foto tersebut di dalam buku.

Lelaki tersebut masih sempat menelpon Andin sebelum pulang. Wanita yang sudah menghangatkan ranjangnya beberapa waktu belakangan ini memang sangat sering menelpon sekedar bertanya sedang apa. Pun begitu, Hendra tidak terlalu mempermasalahkannya.

Ketika Hendra berhenti di lampu merah, pandangannya tertuju pada sosok wanita yang sangat dia kenal berada di depan ruko seberang jalan, sedang bicara dengan seseorang. Emosinya langsung naik. Tanpa pikir panjang, dia keluar dari mobil.

Hendra setengah berlari menyeberang dengan tergesa, tak peduli lampu di sisi jalan sudah berubah hijau. "Alyaaa! Berhenti di sana!"

Bab terkait

  • Istri yang Tak Didambakan   7. Mengejar Alya

    Suara klakson mobil dan motor mulai bersahutan karena ulah nekat Hendra, menarik perhatian Alya yang tadinya tak mendengar panggilan Hendra. Seketika wajah Alya memucat, dia belum siap bertemu Hendra setelah talak yang diucapkan padanya beberapa waktu lalu. Alya mengedarkan pandangan ke segala arah, mencari tempat persembunyian. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena merasakan getaran cinta yang masih tersisa, tapi karena rasa takut yang muncul begitu saja. Akan tetapi, langkah lebar Hendra membuat lelaki itu dalam sekejap berada di depannya. “Mau ke mana kamu?! Dasar wanita nggak tau diri!” Hendra memaki dengan suara lantang, tak peduli saat ini berada di jalanan. “Kamu mau apa lagi, Mas?” tanya Alya. “Ikut aku pulang! Kamu jangan nggak tahu diri dengan melupakan kewajibanmu!” seru Hendra. “Kewajiban apa yang kamu minta? Bukankah kamu sudah menjatuhkan talak padaku?” Alya menatap tajam ke arah Hendra yang kini nampak kebingungan harus menjawab apa. “Ya– tetap aja kamu harus

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • Istri yang Tak Didambakan   8. Sambutan tak bersahabat

    Naya menutup matanya. Dia terlihat takut melihat sosok yang tiba-tiba saja masuk ke kamar melalui jendela. “Aku nggak mau liat kamu! Aku takut!” seru Naya. Terdengar suara langkah kaki yang semakin dekat. Naya segera mendekat ke pintu, menguncinya dari dalam. Tatapannya tertuju pada sosok yang menatapnya dengan air mata berlinang. “Pergi!” kata Naya lantang. “Aku nggak mau ketemu kamu!” “Naya, Bunda–” “Pergi! Aku nggak mau Bunda!” seru Naya. Mau tak mau Alya pergi dari sana. Dengan tubuh gemetaran, dia menaiki kursi dan kembali keluar melalui jendela. Susah payah dia menyelinap masuk kamar Naya demi melihat putrinya, tapi malah mendapat pengusiran yang menyakiti hati. “Naya! Naya sayang! Kamu kenapa?!” Suara Hendra yang panik diikuti gebrakan pintu berulang kali membuat Naya terkejut. Perlahan dia membuka pintu dan memeluk Hendra. “Tadi Bunda dateng ke kamarku, Yah. Aku takut!” “Apa?! Mana dia sekarang?!” Hendra menatap sekitar, lalu menyadari jendela yang terbuka

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-16
  • Istri yang Tak Didambakan   9. Kuncinya bukan obat

    “Aku sudah terlalu sering melihat wanita sepertimu. Cepat tinggalkan rumah ini atau aku tidak akan segan-segan membuatmu menderita,” kata Alex dingin, melepas dagu Alya kasar. Antara rasa malu dan kesal, Alya hanya bisa menatap kepergian lelaki itu. Suara pintu kamar yang ditutup dengan kencang seolah mewakili teriakan Alya yang tidak bisa keluar. Memangnya dia bisa apa di rumah ini? Hanya seorang tamu yang diundang atas dasar hutang budi belaka, tidak lebih. Kalau menuruti kata hati, jelas Alya memilih segera pergi dari tempat yang tidak menerimanya dengan baik. Namun, dia masih punya akal yang menuntun untuk tetap tinggal, setidaknya ada Bu Titik. Itu sudah sangat cukup. “Sehari saja, nggak apa ‘kan?” Alya memantapkan hatinya, berharap besok sudah mendapatkan tempat tinggal. *** Badan Alya masih lemas, kepalanya pun terkadang pening. Padahal, benturan di kepala imbas pertengkarannya dengan Hendra tidak begitu parah, hanya ada luka robek sepanjang ruas jari dan lebam di sek

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Istri yang Tak Didambakan   10. Aku tidak butuh uangmu

    “Bukan,” jawab HRD cepat. “Saya hanya menyarankan untuk istirahat dulu di rumah jika kondisimu masih belum sehat.” Alya mengusap wajahnya kasar. Dia mengatur nafas sedemikian rupa, lalu menatap HRD yang sama-sama seorang ibu dan istri tersebut. Meski tidak diucapkan, Alya bisa melihat tatapan penuh kecurigaan tertuju padanya. “Ibu percaya pada semua ucapan suami sa- ah, maksud saya mantan suami saya tadi?” tanya Alya. HRD mengerutkan keningnya. Sebagai manusia biasa tentu rasa keingintahuannya muncul begitu besar. Dia memang baru mendengarkan secara sepihak, tapi entah kenapa hanya dengan satu pertanyaan sederhana itu pandangannya terhadap Alya seketika berubah. Dia lebih percaya bahwa seorang ibu tidak akan menelantarkan anaknya. “Saya tidak ada hak untuk berpendapat, yang jelas hal ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Jadi kamu tidak perlu khawatir apakah masih boleh bekerja di sini atau tidak. Semua kembali pada kontrak kerjamu, masih atau tidak.” Alya mengangguk. D

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Istri yang Tak Didambakan   11. Hilang

    “Naya–” Alya menutup mulutnya, berusaha menahan diri agar tidak mengucapkan kalimat buruk karena pemandangan itu. Dia tak menyangka Naya bisa tertawa riang bersama Naya, jauh berbeda ketika bersamanya.“Jadi itu ceweknya?” tanya Bunga langsung paham keadaan yang terjadi, tapi hanya gelengan kepala yang dia dapat.Alya sendiri belum pernah bertemu langsung dengan wanita selingkuhan Hendra, hanya melihat dari foto dan video. Itu pun Alya tak memperhatikannya dengan seksama. Memangnya siapa yang bisa tahan melihat suaminya bermesraan dengan wanita lain? Namun, ada beberapa hal yang tak bisa dilupakan oleh Alya, wanita itu berambut pirang dan memiliki tahi lalat di dekat mata sebelah kiri, persis seperti wanita yang kini menggendong Naya dengan senyum manis.Saat Alya tengah diam dengan pikiran yang menjalar ke mana-mana, Bunga malah disibukkan dengan ponselnya. Entah sejak kapan dia menyadari sesuatu yang tidak asing ketika memperhatikan wanita yang bersama dengan anak dan suami sahabatn

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Istri yang Tak Didambakan   12. Mama baru

    “Hati-hati, Al!” seru Bunga.Alya menuju alun-alun, tempat yang diceritakan oleh Bunga. Dia hanya berharap orang itu benar adalah Bu Titik dan masih di sana. Ada rasa malu muncul karena sejak keluar dari rumah itu, Alya tidak ada sekalipun menelpon sekedar menanyakan kabar, seperti orang yang tak tau balas budi, padahal masih meminjam ponsel dari wanita tua tersebut. Bukan tidak mau, tapi dia sendiri sedang berjuang untuk pulih dari rasa sakit, butuh waktu untuk menerima keadaan.–Alya bertanya pada siapa saja yang ditemui di area alun-alun, berharap menemukan titik terang. Namun, dia masih belum menemukan sosok yang dicari meski beberapa orang menunjuk di mana keberadaan Bu Titik. Pasti Bu Titik terus berjalan tanpa arah karena hilang ingatan.Saat itulah Alex berbalik menelponnya. Dia segera memberitahu di mana keberadaannya sekarang karena ada kemungkinan Bu Titik di sana. Tak ada jawaban, panggilan terputus begitu saja membuat Alya jengah. “Emangnya berat buat sekedar bilang iya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Istri yang Tak Didambakan   13. Ketemu

    “Ah, maafkan aku. Bu Titik belum ketemu,” kata Alya.Alex beranjak dari sana seraya memberi kode pada beberapa orang yang diperkirakan adalah orang-orangnya untuk menelusuri seluruh area alun-alun. Tak lama Mbak Yuni pun keluar dari mobil dengan wajah sendu. Dia segera menghampiri Alya, ingin menceritakan perihal Bu Titik.“Loh? Mbak Alya kenapa? Kok matanya merah gitu?” tanya Mbak Yuni diikuti gelengan kepala Alya yang langsung bertanya tentang Bu Titik.“Jadi beliau selalu nanyain aku, Mbak?” tanya Alya.“Ya, beberapa kali Bu Titik bilang mau menelpon, tapi lupa lagi lupa lagi,” jawab Mbak Yuni.Alya yang heran pun bertanya bagaimana Bu Titik bisa hilang, padahal yang dia tahu wanita tua tersebut dikelilingi pengawasan yang ketat saat di rumah. Bukankah hal yang tidak masuk akal jika Bu Titik bisa berkali-kali kabur tanpa sepengetahuan siapa pun?“Bu Titik masih sering keluar entah itu menemui teman-temannya atau sekedar jalan-jalan karena tak betah di rumah. Saat itulah beliau seri

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Istri yang Tak Didambakan   14. Foto perselingkuhan Alya

    “Ibu ini bicara apa?” Alex terdengar tidak suka, begitu juga dengan Alya. “Ayo, saya anter pulang, Bu,” kata Alya. Dia tak mau membahas hal yang tidak masuk akal itu lebih lama. “Ibu masuk duluan ke mobil ya, nanti saya nyusul pakai motor.”Bu Titik menggeleng, tak mau berpisah dari Alya seolah mereka berdua adalah ibu dan anak yang harus selalu bersama. Sontak hal tersebut memberatkan Alex yang sejak awal tak pernah menyukai Alya.“Lex, kamu suruh orang buat bawa motor Alya, biar Alya ikut naik mobil,” kata Bu Titik.“Nggak usah, Bu. Itu motor temen kos saya,” kata Alya menyela, berusaha memberikan satu alasan yang diharap bisa menyelamatkannya. Namun, Bu Titik malah makin mempersulit Alya dengan meminta orang mengantar motor tersebut langsung ke kos.“Malam ini kamu nginep rumah Ibu, ya,” ujar Bu Titik lagi.Pasrah. Alya tak sampai hati menolak dan akhirnya menuruti kemauan Bu Titik, tak peduli pada tatapan kebencian Alex padanya.*** Hari sudah pagi, Alya sudah bersiap pulang ke

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31

Bab terbaru

  • Istri yang Tak Didambakan   23. Monster kecil

    "Kenapa Ayah sekamar sama Tante Andin?" Hendra terkejut. Secara refleks dia mendorong Andin hingga jatuh tersungkur ke lantai.“Sakit, Mas,” kata Andin mengeluh, mengusap pinggangnya yang nyeri. “Naya kenapa belum tidur?” Hendra mengabaikan Andin, memilih untuk menjelaskan kepada putrinya agar tidak terjadi salah paham. “Tadi Tante Andin cuma mau pinjem handuk. Katanya lupa bawa.”“Oh.” Ekspresi Naya datar. “Aku mau tidur sama Ayah.”Permintaan tak biasa dari Naya mengejutkan Hendra, begitu juga dengan Andin. Harapan untuk bisa berduaan gagal sudah jika ada Naya di sana.Andin berdiri dengan senyum dibuat-buat. Jelas dia merasa kesal, tapi tidak boleh menunjukkannya secara terang-terangan. Sebelum resmi menikah dengan Hendra, dia harus bisa berperan sebagai calon ibu yang baik. “Emang Naya biasanya tidur sama Ayah?” tanya Andin.Gelengan kepala Naya membuat Andin bertambah kesal. Jari-jarinya sampai menari di udara. Andai saja bisa, dia ingin meremas Naya untuk melampiaskan amarah

  • Istri yang Tak Didambakan   22. Panggilan paling tepat

    "Kamu benar juga, Nay," kata Bu Lastri diikuti anggukan Hendra. Namun, tidak demikian dengan Andin. Bagaimana bisa seorang selebgram seperti dirinya menjadi pembantu? Dia jelas menolak dengan tegas, harga dirinya seperti terinjak-injak.Penolakan yang disertai alasan-alasan tentang reputasinya di dunia media sosial nyatanya tidak membuat Hendra berubah pikiran. Baginya itu adalah cara yang paling aman untuk saat ini demi menghindari masalah lain. Hanya ada dua pilihan, maju atau tidak sama sekali.Andin terpaksa menerima keputusan itu. Satu sisi dia menyimpan kebencian tersendiri pada Naya yang mencetuskan ide sebagai pembantu.‘Tunggu aja apa yang bisa kulakukan padamu nanti. Dasar, monster kecil sialan!’ batin wanita berkulit putih tersebut.“Bibi!” Panggilan Naya sontak membuat semuanya terkejut. Mereka menatap Naya penuh tanya, bertanya siapa yang sedang dipanggil. Naya menjelaskan dengan polosnya bahwa dia sedang memanggil Andin. Bukankah pembantu di rumah sering dipanggil deng

  • Istri yang Tak Didambakan   21. Lelaki pelit

    Hendra mengangguk dan tersenyum puas. Meski ada resiko yang muncul jika rencana itu dilakukan, tapi mengingat kalau dia akan mendapat banyak keuntungan rasanya tidak ada salahnya dicoba. Anggaplah dia sedang memakai jasa orang secara gratis, mengurus anak dan rumah yang sudah terbengkalai sejak kepergian Alya.“Ya udah, ayo!” kata Hendra.Andin meraih tasnya, menenteng di tangan sebelah kiri. Tangan kanannya menengadah, “Mana uangnya? Biar aku yang bayar ke kasir.”Hendra tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang putih. “Apa kamu nggak ada niat buat balik traktir aku? Kan kamu yang pilih tempat.”“Hah?” Andin menganga tak percaya mendengarnya. Baru kali ini Hendra mengatakan hal sensitif soal uang. Bukankah hal yang wajar kalau lelaki yang membayar makanan? “Ah, baiklah. Kupikir kamu ini wanita yang mandiri secara finansial,” kata Hendra seraya berdiri.Nada suara Hendra yang datar membuat Andin sedikit shock. Itu lebih terkesan seperti pemaksaan secara halus. Akan tetapi, Andin ta

  • Istri yang Tak Didambakan   20. Imbas medsos

    Alya melihat Andin sedang merias seorang anak–yang tak lain adalah Naya. Tampak wajah bahagia Naya karena sebelumnya selalu dilarang mengenakan make up. Entah kapan video itu diambil, yang jelas Alya merasa tak suka jika Naya tumbuh lebih cepat sebelum waktunya.Jarinya terus menggulir layar, lagi-lagi video yang tak seharusnya terlihat. Naya dengan riang berjoget bersama Andin, menikmati setiap irama yang terdengar.“Astaghfirullah! Apa-apaan ini? Kenapa Naya jadi begini?” Alya mengelus dada. Susah payah dia memberikan batasan pada Naya, mengajarkan sesuai ajaran agama agar tidak salah jalan, kini hancur hanya dalam hitungan hari. Naya hanyalah seorang anak kecil yang bahkan belum masuk masa puber. Harusnya saat ini dia belajar atau bermain dengan teman seusianya–bukan malah mengikuti trend–berjoget macam tak punya rasa malu saja. Kalau dibiarkan, semakin lama akan semakin terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak perlu.Buru-buru Alya menelpon Hendra. Jelas dia tak akan membiarkan Nay

  • Istri yang Tak Didambakan   19. Batu loncatan

    “Alya!”Suara tak asing terdengar mendekat. Tak lama Alya menerima pelukan hangat, seperti mempunyai seorang ibu saja.“Ibu kenapa bisa ada di sini?” tanya Alya seraya melepaskan pelukan Bu Titik. Dia ingin turun dari motor ojol dulu.“Feeling Ibu beneran terjadi,” ujar Bu Titik seraya menoleh ke ojol. “Sampai sini aja, Pak. Ini ongkosnya, makasih ya!”Ojol tersebut tampak lega mendengar ucapan Bu Titik dan segera menerima uangnya. Dia bergegas pergi karena tak mau terjerat masalah lebih panjang lagi.Selepas kepergian ojol tersebut, Bu Titik mengajak Alya masuk mobil. Rasanya tidak pantas juga bicara di pinggir jalan, apalagi kondisi Alya terlihat tidak baik-baik saja. Bu Titik bersikap layaknya orang normal, mengusap punggung Alya–memberikan rasa aman.“Kamu bisa ceritakan apa pun,” kata Bu Titik.Tadinya Alya enggan membicarakan masalah pribadinya, terlebih pada orang yang belum begitu dia kenal. Akan tetapi, rasa sesak yang memenuhi hati seolah tidak sanggup ditahan lagi. Dengan p

  • Istri yang Tak Didambakan   18. Paksaan resign

    Alya menelan saliva susah payah melihat ekspresi HRD yang sulit dijelaskan tersebut. Meski biasanya juga tidak murah senyum dan lebih terkesan tegas, auranya masih terasa sangat positif, berbeda dengan sekarang.“Katakan saja, Bu. Insya Allah saya siap mendengarkan,” kata Alya.HRD menghela napas panjang, lalu berkata, “Berita tentang rumah tanggamu terdengar sampai direktur umum, bahkan tentang pengusiran warga. Aku tidak tau jelas siapa yang menyampaikan berita ini, yang jelas mereka adalah perwakilan dari warga dan direktur memutuskan bahwa kamu harus keluar dari perusahaan.”“Apa? Tapi nggak ada peraturan yang menyatakan masalah pribadi seperti ini akan berimbas pada pekerjaan ‘kan?” tanya Alya memastikan.“Ya, seperti yang pernah kusampaikan sebelumnya. Itu tak ada hubungannya dengan kontrak kerja, hanya saja direktur pun tak bisa menolak jika sudah bersangkutan dengan warga sekitar. Perusahaan ini bisa berdiri sampai sekarang juga atas persetujuan para warga sekitar dan ada hita

  • Istri yang Tak Didambakan   17. Imbas aib yang terekspos

    Tubuh Alya lemas. Dia seperti seorang manusia tanpa tulang, tidak sanggup berdiri atau sekedar menopang beban tubuhnya sendiri. Kalimat Naya terlalu menyakitkan, padahal masih anak kecil. Entah kalimat itu keluar dari pikirannya sendiri atau ada yang sudah mendoktrin Naya, yang jelas itu sangat menusuk dan tidak masuk akal.Senyum Hendra mengembang. Lelaki tersebut meminta Bu Lastri untuk membawa Naya kembali ke kamar. Setelah itu, barulah dia berjongkok di depan Alya, menatap lekat wanita yang sudah mendampinginya selama bertahun-tahun.“Kamu dengar sendiri bukan? Naya bukan hanya menolak kedatanganmu, tapi juga menolak menjadi anakmu,” kata Hendra. “Lebih baik kamu lupakan kalau pernah melahirkan Naya. Aku akan mengurus hak asuhnya di pengadilan saat perceraian kita nanti.”“Kamu nggak bisa melakukan ini, Mas. Naya itu hidupku!” seru Alya, mengumpulkan sisa kekuatan dan juga keberanian dalam diri.“Tentu saja aku bisa. Selain Naya sudah bisa memilih sendiri akan ikut dengan siapa, a

  • Istri yang Tak Didambakan   16. Masa lalu tak akan terulang

    “Emang kamu pikir aku mau apa?” tanya Alya heran.Bunga tak menjawab. Dia bergegas keluar kamar dan mengambil pisau buah yang ada di keranjang. Sontak saja Alya tertawa, merasa itu adalah sebuah hiburan yang tak terduga.“Aku masih waras! Mau sehancur apa pun hidupku, nggak bakal sampai memilih jalan pintas. Jangan gila deh,” tutur Alya seraya geleng-geleng kepala.Meski sudah mendengar hal tersebut, Bunga tetap menyimpan pisau itu untuk antisipasi dari hal buruk. Dia kembali mendekati Alya, menepuk bahu sahabatnya perlahan. Andai bisa berbagi kekuatan, pasti sudah dilakukan sejak tadi.Sunyi. Keduanya sama-sama diam setelah obrolan yang tak jelas mana akhirnya tersebut. Hanya ada suara detik jarum jam yang seirama dengan napas keduanya.“Sekarang tidurlah, Al. Aku akan bantu pikirkan jalan keluarnya,” kata Bunga kemudian.—Sudah lewat tengah malam, Alya masih belum bisa tidur. Entah kenapa ancaman dari Hendra terus terngiang di telinganya. Bagaimana bisa seorang ayah tega memisahkan

  • Istri yang Tak Didambakan   15. Diusir warga

    Bunga bergerak cepat. Dia tahu sahabatnya butuh bantuan dan segera mengambil apa yang seharusnya tidak dilihat orang lain. Meskipun dia harus menerima sorakan dari orang-orang yang memegang foto tersebut, Bunga tak peduli. Baginya, harga diri Alya harus diperjuangkan. Dia percaya pasti ada alasan yang masuk akal di balik foto yang kini berada di tangannya. “Kamu jangan ikut campur urusan rumah tangga kami!” Hendra tidak suka melihat Bunga.“Hei, Pak! Mending ngaca dulu deh! Kalau nggak mau ada yang ikut campur, jangan umbar aib rumah tanggamu di depan umum begini dong! Orang bukannya merasa prihatin, tapi malah ilfil dengan kelakuanmu itu!” Bunga memaki Hendra tanpa rasa takut. “Memangnya kenapa? Biarin aja semua orang tahu kalau wanita ini bukan hanya tidak bertanggung jawab pada anak dan suami, tapi juga tukang selingkuh!” Alya tak tahan lagi. Dia mengayunkan tangan sekuat tenaga, mendarat di pipi Hendra tanpa hambatan. Suara nyaring terdengar diikuti tatapan tajam dari Hendra.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status