Share

Bab 2. Aku Yakin

"Ini hasil pemeriksaan Ibu kamu," jawab Dokter.

Ayang segera membukanya. Dia perhatikan satu persatu hasilnya.Ayang terkejut saat melihat hasil akhirnya. Ayang melihat dokter dengan tatapan sendu. Air mata yang dipelupuk mata Ayang mulai terlihat dan hampir menetes.

"Dok, ini bohong, 'kan?" tanya Ayang dengan suara bergetar dan tangannya gemetar saat dia bertanya apakah hasilnya benar atau tidak.

"Itu benar, tidak bohong," jawab Dokter dengan serius.

Ayang menutup mulutnya dengan tangan dan air matanya yang sudah dia tahan akhirnya pecah. Ayang tidak sanggup untuk mengatakan kepada ibunya jika ditanya dia sakit apa.

"Saya juga sudah tes berkali-kali dan hasilnya benar. Ibu Anda mengidap kanker ovarium dan jantungnya juga lemah. Dia harus segera di operasi."

Operasi? Dapat dari mana uang untuk operasi. Gaji sebagai OG saja cukup untuk makan, sekarang operasi. Darimana dia bisa mendapatkan uang untuk operasi.

"Dok, apa tidak ada cara lain untuk obati ibu saya selain operasi? Saya tidak punya uang untuk operasi ibu saya. Apa rumah sakit ini menerima ginjal dokter? Bagaimana saya jual ginjal sebagai ganti biaya operasi?" tanya Ayang yang sudah kalut dan akhirnya menawarkan ginjalnya sebagai biaya operasi untuk ibunya.

Dokter dan suster yang mendengar apa yang Ayang katakan terkejut. "Mbak, jual ginjal itu dilarang, kami tidak bisa terima. Dan kalaupun ada, efeknya berbahaya bagi si penjual, jadi nggak bisa seenaknya jual!" tegas Suster.

Ayang menangis hatinya pilu saat mendengar apa yang dikatakan Suster. Ibunya akan menderita dan akan meninggal kalau dia tidak segera dioperasi.

"Begini saja, lebih baik Anda diskusi dengan pihak keluarga yang tadi antar Anda Mbak. Kalau boleh tau dengan Mbak siapa ya?" tanya dokter tersebut.

"Saya Ayang, dokter. Apakah dengan operasi nanti, ibu saya sembuh dan berapa lama Ibu saya bisa bertahan kalau belum di operasi?" tanya Ayang berharap ibunya diberikan kesempatan untuk bisa sembuh sambil dia cari pinjaman di kantor.

"Maaf, saya nggak bisa katakan berapa lamanya. Semua Tuhan yang tau," jawab Dokter. Setelah mendengarkan perkataan Dokter, Ayang keluar untuk bertanya biaya operasi ibunya dengan membawa surat dari dokter.

"Mbak, permisi. Saya mau tanya, kalau operasi untuk orang yang mengidap kanker ovarium itu berapa ya?" tanya Ayang sambil menyerahkan surat dokter.

"Sebentar, ya," sahut kasir yang mengambil surat dan mengeceknya di komputer. Setelah mendapatkan berapa nominalnya, kasir segera mencetak biaya operasi dan diserahkan ke Ayang.

"Mbak, ini biayanya. Sekitar 1,5 M Mbak, itu belum termasuk biaya lainnya. Ada lagi biaya pasca operasi, pasien juga harus ada perawatan lebih intensif lagi, seperti kemoterapi dan sebagainya," Kasir menjelaskan berapa biaya operasi kanker ovarium tersebut.

Tangan Ayang gemetar dan dia tidak tau harus cari uang kemana. Sesampainya di kamar, Ayang segera berlari mendekati ibunya dan menangis.

"Ibu, maafkan Ayang. Ayang tidak bisa menjadi anak yang berguna. Selama ini, Ayang selalu menyusahkan ibu. Maafkan Ayang Ibu. Maafkan Ayang. Ayang janji akan mencari biaya itu, apapun akan Ayang kerjakan. Asal ibu sembuh seperti biasanya. Ayang janji, Bu!" Ayang menangis sambil memeluk ibunya.

Biaya yang mahal membuat dia harus berpikir cara mendapatkan uang dalam sekejap mata. Dia tidak mau ibunya menderita. Suara ponsel terdengar membuat Ayang terbangun dari tidurnya.

Matanya bengkak karena menangis memikirkan ibunya. Ayang melihat siapa yang menghubungi dia. Ayang tersenyum melihat nama si penelepon. Ayang segera menjawab panggilan tersebut.

"Halo, iya," jawab Ayang.

"Di rumah sakit Harapan Bunda. Datanglah, aku tunggu," jawabnya lagi dan panggilan berakhir. Tidak lama, orang yang menghubungi Ayang muncul.

"Ayang!" panggilnya.

"Cantika, masuk. Kamu baru pulang kerja ya?" tanya Ayang.

"Iya. Aku katakan kalau aku sakit perut. Ini untuk ibumu. Lekas sembuh ya," jawab Cantika meletakkan buah-buahan di nakas.

"Terima kasih banyak ya, merepotkan kamu saja," ucap Ayang.

"Hanya buah saja. Lagi pula nggak merepotkan kok," jawab Cantika.

Helaan terdengar dari Ayang. Cantika menoleh ke arah Ayang.

"Kenapa?"

"Aku harus cari uang yang cukup besar untuk operasi Ibuku. Ibuku kanker ovarium," ucap Ayang dengan wajah sendu. Cantika terkejut mendengar perkataan Ayang.

"Berapa?" tanya Cantika.

"1,5 M. Dan bisa lebih juga dari itu," jawabnya singkat.

"Gila, itu uang semua, Ay. Apa kamu tau kalau uang itu cukup besar. Seumur hidup kita kerja pun sulit untuk mendapatkannya. Apa kamu tau itu?" tanya Cantika dengan wajah terkejut.

"Aku tau. Aku akan pinjam ke kantor dan nggak apa-apa aku tidak di gaji yang penting aku bisa operasi ibuku. Dia ibuku satu-satunya, aku mau ibuku sembuh," jawab Ayang dengan air mata yang sudah mengenang dipelupuk matanya.

Keduanya diam dan tiba-tiba, Cantika memandang dirinya. Ayang menoleh ke arah Cantika. "Kenapa?"

"Aku punya kerjaan buatmu. Dan kamu bisa dapat uang dengan cara mudah. Bagaimana? Kamu setuju?" tanya Cantika dengan serius.

"Pekerjaan apa itu? Jadi, pembantu?"

"Sini, aku bisikin," jawab Cantika yang menarik Ayang. Ayang mendengar perkataan Cantika terkejut.

"Gila kamu, aku nggak mau, Can. Aku masih punya harga diri, aku tidak mau ibuku marah padaku," tolak Ayang.

"Duh, kamu ini bodoh sekali. Aku kasih tau kamu itu agar kamu bisa bayar biaya ibu kamu. Kalau kamu takut ibumu marah, ya kamu diam aja jangan kasih tau. Ingat, Ay, hidup itu keras. Kita akan tertindas kalau kita miskin. Aku sudah mengalaminya, walaupun sulit tapi aku bisa jalani walaupun aku harus menjatuhkan harga diri demi sejengkal perut. Tapi, aku beruntung menemukannya, dia baik padaku. Kalau mau aku akan kenalkan dengan dia, bagaimana? Demi ibu kamu," jawab Cantika.

"Dan maaf, aku tidak bisa bantu kasih kamu uang, hanya itu yang bisa aku bantu," ucap Cantika lagi.

Ayang ragu dengan tawaran Cantika. Dia mau yang halal, tapi yang halal tidak dia dapatkan. Benar kata Cantika, jika semua ini demi ibunya. Dengan perasaan yang campur aduk dan akhirnya dia pun menganggukkan kepala.

"Iya, aku mau," jawab Ayang akhirnya menerima perkerjaan itu. Walaupun pekerjaan itu tidak sesuai nalurinya dan menjatuhkan harga dirinya, dia akan jalani, semua demi ibunya.

"Bagus, hari ini ikut aku. Kita mulai jalankan tugas ini. Ibu kamu tidur bukan, jadi kita bisa pergi. Ayo cepat ambil tasmu!" ajak Cantika.

Cantika menghubungi seseorang dan sekitar lima menit bicara mereka sepakat untuk bertemu.

"Can, ayo kita pergi!" ajak Ayang. Cantika menahan tangan Ayang. "Tunggu, kamu yakin?" tanya Cantika sekali lagi dan Ayang menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Cantika.

***

Di tempat lain, di sebuah club kedua pria tengah menikmati malam dengan menyesap minuman alkohol.

"Bro, ikut gue. Mau tidak?" tanya salah satu pria kepada rekannya.

"Kemana lagi lo ajak gue, hmm? Bukannya sekarang gue sudah ikuti lo. Gue suntuk ini, ingin tenangkan diri. Lo tidak tau, gue banyak masalah, jadi sudahlah. Jangan ganggu gue," jawab pria tersebut sambil menegak minuman kembali.

"Masalah lo dan istri lo itu rumit, tinggalkan saja dia, mana ada istri tidak mau punya anak karena takut tubuhnya melar, gendut. Istri seperti apa dia. Lebih baik, lo cari wanita lain saja, gue ada kenalan, lo mau tidak. Bukan untuk dinikahi, tapi dijadikan simpanan saja. Di saat lo butuh, ya lo pakai, jika tidak ya, lo buang saja dan cari lain. Lo bisa bayar dia, jangan takutlah, lo tidak akan rugi. Ayo ikut!" ajak teman pria itu kepada temannya yang bernama Barra Malik Virendra seorang pengusaha sukses di seluruh Indonesia sampai manca negara.

Barra memandang temannya itu yang bernama Galih Samudera. Dan pada akhirnya, setelah berpikir lama, akhirnya Barra mengikuti apa yang sahabatnya ini minta, Barra pun ikut tanpa banyak protes.

"Ayo turun, kita sudah sampai!" ajak Cantika.

"Apa sekarang, ya?" tanya Ayang dengan raut wajah gugup. Cantika mengganggukkan kepala ke arah Ayang dan tersenyum.

"Iya, tapi terserah kamu saja, mau lanjut atau tidak. Lagipula semua keputusan ada di tangan kamu," jawab Cantika.

Ayang menarik napas dengan berat. Keduanya akhirnya turun dari mobil. Saat masuk hotel, seseorang melambaikan tangan ke arah Cantika. Melihat orang yang dia telpon tadi melambaikan tangannya ke arahnya. Cantika membalas lambaian tangan ke arah pria tersebut.

"Hai, maaf lama, mana dia?" tanya Cantika.

"Bar, bangun. Gue kenalkan dulu. Ini Barra, teman gue," jawab Galih memperkenalkan sahabatnya kepada keduanya.

Barra hanya menatap datar ke arah kedua wanita di depannya. Dia pun kenalan dengan keduanya. Tanpa di sadari, ada seseorang memperhatikan Barra dari kejauhan.

"Sepertinya, itu Barra. Tapi, siapa wanita bersama dia?" tanyanya dengan raut penasaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status