Barra masih menunggu jawaban dari Ayang. Apalagi yang dia mau katakan. Ayang yang takut melihat gestur Barra hanya bisa meremas ujung bajunya dan telapak tangannya saat ini berkeringat dan dingin. Entah kenapa, saat Barra memandangnya dengan raut wajah seperti itu, membuat suasana menjadi horor.
"Kalau tidak mau bicara, ya sudah, merepotkan saja!" ketus Barra segera pergi. Ayang terdiam mendengar jawaban dari Barra, sebenarnya dia ingin meminta izin kepada Barra untuk bertemu ibunya dan menjaganya. Tapi, rasa takut membuat Ayang mengurungkan niatnya. Ayang merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan saat ini. Air matanya mengalir mengingat ibunya. "Ibu, maafkan Ayang. Ayang tahu perbuatan Ayang ini salah dan melanggar agama kita, tapi Ayang tidak punya pilihan lagi. Ayang harus melakukan ini demi pengobatan Ibu. Ayang, nggak mau ibu pergi tinggalkan Ayang. Ayang takut sendiri, Bu!" tangis Ayang pecah saat mengingat ibunya dan apa yang dia lakukan saat ini. Sedangkan, Barra yang mendapat telpon dari manajer sang istri bergegas pergi ke tempat yang dituju. Yaitu, Club malam. Istrinya berada di sana dan dia mabuk-mabukan hingga dirinya harus pergi menjemput istrinya. "Kenapa dia mabuk, apa yang membuat dia seperti itu, aku tidak habis pikir kebebasan sudah aku berikan, tapi dia masih saja seperti itu. Kapan dia berubah," omel Barra dengan wajah kesal. Barra segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobil menuju club malam dimana istrinya berada. Setengah jam, Barra pun sampai di club dan segera memarkirkan mobil. Barra segera keluar dari mobil menuju pintu masuk club, asisten Barra menyusul dari belakang mengikuti tuannya. Saat Barra masuk club, suara dentuman musik terdengar, seorang pria mendekati Barra dan menunduk ketakutan. "Tuan Barra, Nona ada di sana," ucap manager sang istri menunjuk ke arah ruangan privat dimana istrinya berada. Pria itu manajer istrinya yang menghubungi Barra. Barra dengan rahang mengeras langsung melangkahkan kaki panjang menuju ke ruangan tersebut. Saat pintu terbuka, terlihat istrinya sedang berjoget dengan pakaian yang jauh dari kata sopan. Barra mengepalkan tangannya dengan erat, dia tidak menyangka istri yang dia banggakan di depan keluarga besar bisa melakukan ini. Asisten Barra tidak masuk ke dalam hanya menunggu di luar. Tidak pantas untuk dia masuk dan melihat istri dari tuannya seperti itu. Barra dengan langkah tegap menarik tangan istrinya dengan kasar hingga sang istri terhuyung dan masuk dalam pelukannya. "Hei, kenapa menarikku. Kamu tidak tau kalau aku ini artis terkenal, hahh? Tidak tau diri, lepaskan aku!" pekiknya dengan kencang. Barra segera melepaskannya hingga wanita itu terjatuh ke bawah. "Auch, sakit!" Tatapan tajam dilayangkan tepat di hadapan Barra. Dirinya terkejut melihat Barra ada di depannya wajahnya langsung berubah pias. "Sayang, ka-kamu di sini. Maaf, Sayang, aku hanya menghibur diri saja. Aku mau merayakan kesuksesan aku. Kamu tau, aku masuk nominasi artis terbaik, aku senang sekali, besok kamu bisa ikut dengan aku, aku mau kamu temani aku. Aku mau tunjukkan kepada mereka kalau aku mempunyai suami yang baik, tampan dan selalu support aku. Kamu tau, Sayang, aku bahagia sekali. Sini, Sayang, peluk aku. Kamu harus merayakan keberhasilan ini bersama aku," ucapnya sambil merentangkan tangannya ingin memeluk Barra. Barra menarik paksa istrinya yang bernama Zanna Ajeng Pandhita. Seorang model, artis papan atas dan juga seorang pengusaha Fashion. Zanna yang ditarik paksa oleh Barra memberontak untuk dilepaskan. "Sayang, lepaskan aku!" teriaknya kencang. Akan tetapi, karena kalah tenaga, Zanna pasrah dan mengikuti Barra. Barra membawa istrinya pulang ke rumah. Saat hendak berjalan keluar sang manajer berdiri menatap suami artisnya itu. Barra berhenti tepat di depan sang manager. "Ini terakhir kalinya kau bawa dia kesini. Jika sampai kau bawa dia ke sini lagi, maka bersiaplah malaikat maut akan membawa kau ke neraka," ancam Barra dengan sorot mata seperti pedang samurai. Mendengar ancaman dari Barra membuat sang asisten ketakutan, tidak berani mengeluarkan suara hanya anggukkan kepala. Arya yang melihat tuannya pergi mengikuti tuannya. Zanna digendong seperti karung beras, semua mata tertuju ke arah mereka. Barra tidak peduli dia terus meninggalkan club malam. Sesampainya dia parkiran, Arya membuka pintu agar tuannya mudah memasukkan istrinya. Barra dengan cepat memasukkan istrinya setelah itu segera menutup pintu. Barra menghela napas, dia benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh Zanna. "Kamu pulang saja dan simpan semuanya dengan aman dan tunggu intruksi dari saya besok. Dan, oh ya, cepat lakukan operasi terhadap ibu dari wanita itu jika sudah laporkan kepada saya kembali jika sudah kamu kerjakan, saya tunggu laporannya," ujar Barra. "Baik, akan saya urus semuanya malam ini. Saya permisi, Tuan," jawab Arya. "Oh ya, satu lagi. Jangan ada yang tau, termasuk keluarga saya, mengerti, Arya?" tanya Barra. "Siap, Tuan." Arya menjawab dengan tegas dan segera pergi dari hadapan tuannya. Barra segera pergi dari club malam. Dia benar-benar lelah dengan semua yang terjadi dalam hidupnya. Apa lagi sekarang dia mempunyai wanita simpanan yang dia rahasiakan dari dunia luar. Barra segera masuk ke dalam mobil, dirinya menghela napas, dari belakang dia melihat istrinya sudah tertidur. Ponsel Barra berdering, Barra segera mengambil ponsel dari saku jasnya dan saat melihat siapa yang menghubungi dirinya Barra segera menjawabnya. "Hm, ada apa?" tanya Barra sambil mendengar apa yang dikatakan si penelpon padanya. "Besok saja, aku sibuk," jawab Barra mengakhiri panggilan telepon. Barra menyimpan kembali ponselnya dan meninggalkan parkiran club menuju rumahnya. Satu jam perjalanan, akhirnya Barra sampai di rumah mewahnya. Barra segera keluar dan menggendong istrinya. Kepala pelayan yang mengetahui tuannya sudah pulang segera membuka pintu. Terlihat wajah keterkejutan di raut wajahnya tapi dia tidak berani bertanya kenapa dengan istri tuannya ini. "Paman, apa ada yang mencariku?" tanya Barra. "Tidak ada, Tuan," jawabnya lagi. Barra menganggukkan kepala dan dia segera pergi menuju lantai dua dimana kamarnya berada. Barra membuka pintu kamar dan melangkahkan kaki menuju ranjang. Dengan hati-hati meletakkan Zanna di ranjang. "Tidurlah, aku harap kamu berubah besok, Na," kata Barra dengan lembut dan sorot mata yang tadinya penuh amarah kini berubah teduh dan penuh cinta. Barra tersenyum melihat sang istri yang tidur dengan damai. Dia pun bergegas membersihkan diri dan setelah itu bergabung dengan istrinya. Keesokkan harinya, Barra lebih dulu bangun dia meninggalkan Zanna sendiri karena dia ingin bertemu seseorang. "Kamu sudah siapkan semuanya?" tanya Barra kepada asistennya yang saat ini sudah berada di rumahnya. Barra mengirim pekerjaan lain kepada Arya, dia ingin merubah semuanya dan setelah itu dia bergegas keluar dari rumah untuk menyelesaikan urusannya dan pekerjaan. "Sudah, Tuan. Untuk operasi juga sudah dijalankan, tadi malam mereka langsung melakukan operasi dan dokter katakan tinggal lihat reaksi dari beliau. Dan tugas kedua juga sudah saya siapkan," jawab Arya melaporkan semua yang diperintahkan oleh tuannya ini sudah dia kerjakan. Hari ini, Barra akan ke kantor dan dia ingin memulai pekerjaan seperti biasa. “Tuan, hari ini ada meeting dengan teman Anda, Tuan Galih dan dia menawarkan kerja sama, saya sudah atur semua jadwal untuk Anda dan pihak mereka juga sudah setuju.” Barra menganggukkan kepala dan membaca proposal. Sesampainya di kantor, Barra segera turun dari mobil dan bertemu dengan Galih. Keduanya jalan bersama, tidak ada yang berbincang. Sesampainya, di ruang khusus keduanya duduk dan Galih memandang ke arah Barra. "Bagaimana?" tanya Galih mengawali pembicaraannya."Apanya, bagaimana?" tanya Barra dengan suara datar. Galih menghela napas mendengar apa yang dikatakan oleh Barra. Dia bertanya malah ditanya balik. Galih merapatkan dirinya ke Barra, dia ingin bicara soal semalam. Dia ingin tau apa tanggapan dari Barra. Barra yang melihat Galih merapatkan diri ke arahnya menaikkan alisnya. "Kenapa?" tanya Barra. Galih yang hampir dekat dengan Barra seketika mendengus kesal. "Kenapa kata lo? Kurang ajar lo ya, bisa-bisanya lo katakan itu pada gue. Gue tanya hubungan lo dan dia bagaimana sudah seperti apa progresnya? Siapa namanya?" tanya Galih. "Ayang," jawab Barra singkat. "Iya, Ayang. Apakah kalian sudah itu? Dan apa saja yang dia minta? Gue dapat informasi dari Cantika, kalau dia harus bayar operasi ibunya. Dan, gue dengar juga dia gadis baik-baik, Bar. Gue harap, lo jangan sakiti dia," ucap Galih. Barra yang memeriksa berkas milik Galih menutup kembali berkas itu. Galih yang melihat Barra menutup berkas itu menaikkan alisnya ke atas. "Woi,
"Anda sudah menikah dengan dia Nona dan Anda sekarang sah menjadi istri dari Tuan Barra. Sekarang, silahkan tanda tangannya, nanti saksi akan ikut menandatangani semuanya," ucap Pak Penghulu tersebut meminta kepada Ayang untuk mendatangi surat nikahnya dengan Barra. Ayang masih terdiam dia tidak tahu harus berkata apa, ternyata dia dinikahi oleh pria datar dan dingin ini, tidak ada sedikitpun cinta di mata pria itu termasuk dirinya. Apa yang diharapkan saat ini, cinta dari pria bersuami? Busyet! Tidak akan pernah terjadi. Dia hanyalah istri kedua,istri yang tidak dianggap dan tidak di inginkan dan apakah dia pantas untuk mengakui dirinya sebagai istri. Barra yang tidak melihat Ayang menandatangani surat tersebut hingga membuat Pak penghulu dan para saksi yang datang ke rumah mereka lebih tepatnya ke apartemen saling berbisik satu sama lain. Barra tidak ingin dirinya disalahkan karena memaksa menikahi wanita tersebut. Walaupun pada kenyataannya itu benar, tapi balik lagi dia laku
Mendengar perkataan dari Ayang, Barra yang emosi segera merampas map tersebut dan pergi dari hadapan Ayang dengan terburu-buru, dia segera pergi dari apartemen, pintu dibuka dengan paksa dan dibanting hingga suara bantingannya menggelegar.Ayang yang melihat kepergian Barra langsung terduduk dan menangis sejadi-jadinya, dia tidak menyangka akan menjadi boneka dari pria tersebut. Namun, dia harus tetap kuat dan dia tidak boleh lemah. Apapun yang terjadi."Tuan, apa Anda sudah mendengar sesuatu?" tanya Arya yang mendekati Tuannya tersebut."Apa?" tanya Barra dengan suara dingin."Nona Zanna mengamuk, dia menghancurkan semua barang di rumah," ucap sang asisten mengatakan kalau istri dari tuannya ini mengamuk di rumah. Barra yang mendengar perkataan dari asistennya, hanya bisa diam dan menunjukkan raut wajah kesal dan dia ingin marah tapi tidak bisa. Inilah, kelemahan dia, yang selalu nurut dengan istrinya. Sampai, menolak ingin memiliki anak pun dia turuti hingga dia harus melakukan pe
"Cinta katamu, jangan munafik kamu Barra, Mama tau, kamu pasti menginginkan seorang anak bukan? 7 tahun menikah tapi tidak memiliki anak usaha juga tidak ada, setiap diminta untuk memiliki anak istrimu selalu berakting terus seperti ini dan apa kamu pikir Mama tidak tahu yang dilakukan oleh istrimu itu, jangan terus membelanya Barra yang ada nanti kamu akan menderita, camkan itu. Sekarang, ayo kita pulang. Mama sudah tidak ingin lagi berlama-lama di sini," ucap Nyonya Anjani yang segera pulang setelah mengatakan hal itu.Perkataan Nyonya Anjani, membuat Barra bungkam 1000 bahasa, karena apa yang dikatakan oleh ibunya itu benar. Ia menginginkan anak, tapi dia terlalu munafik untuk mengatakannya karena sudah termakan dengan rasa cinta yang begitu besar terhadap istrinya hingga membuat dia menepikan keinginannya dan sekarang dia malah menjilat salivanya sendiri dengan menikahi wanita lain untuk mendapatkan keturunan. Tuan Bagaskara yang melihat pertengkaran antara istri dan anaknya han
Ayang tidak menyangka dengan pesan yang masuk ke ponselnya, dia benar-benar seperti pepatah lama, habis jatuh tertimpa tangga itulah yang dialami Ayang saat ini.Dia dipecat dari kantornya, padahal dia hanya libur dua hari sejak ibunya masuk rumah sakit dan dia hari ini rencananya mau pergi ke kantor untuk memberitahukan masalahnya, namun sayangnya tidak bisa karena dia sudah lebih dulu dipecat."Ya Tuhan, cobaan apalagi ini, kenapa aku harus dipecat bagaimana caranya aku menghasilkan uang, aku tidak ingin tergantung dengan pria arogan itu, aku ingin mendapatkan uang sendiri tanpa harus meminta kepadanya, Tuhan," ucap Ayang yang meneteskan air mata karena dia mendapatkan kabar buruk jika dirinya dipecat.Cukup lama Ayang berdiri sambil menangis dan menundukkan air mata, dia benar-benar tidak menyangka kenapa Tuhan memberikan dia cobaan seperti ini, berat rasanya untuk dia bisa menerima semuanya, namun apalah daya, dia tidak bisa melawan takdir yang sudah Tuhan gariskan kepadanya, dia
Barra yang saat ini tengah menunggu istrinya sadar mendapatkan pesan kalau Ayang berada di rumah sakit, melihat ibunya. Sebenarnya, dia tidak marah karena itu ibunya tapi dia marah dan kesal karena Ayang tidak memberitahukan kepadanya. Namun, lagi-lagi Barra baru menyadari kalau saat ini, dia tidak mempunyai nomor telepon Ayang begitu sebaliknya, pantas saja Ayang tidak memberitahukannya dan bodohnya dia mengatakan jangan hubungi dia, jelas saja tidak dihubungi karena tidak ada nomornya. "Sial, ternyata aku tidak punya nomornya." Barra mengutuk dirinya sendiri karena terlalu bodoh dan terlalu emosi saat melihat wanita itu.Entah kenapa dia terlalu emosi dan marah dengan wanita itu, seolah-olah wanita itu atau Ayang adalah perusak rumah tangganya. Padahal sama sekali Ayang tidak melakukannya. Jika dia mengatakan tidak jelas Ayang pun tidak akan melakukannya, ini dia menurut dan setuju jadi jelas di sini posisi Ayang tidak bersalah. Barra menunggu istrinya sadar, cukup lama dia menu
Barra dan Ayang benar-benar larut dalam gairah namun tiba-tiba Barra menolak Ayang hingga Ayang terjebak dan punggungnya mengenai lemari yang ada di belakang, suara tubrukan punggung Ayang cukup kencang hingga membuat barang-barang yang ada di atas lemari berjatuhan beruntung hanya buah dan nasib baik hampir saja pisau yang ada di dekat buah menancap di tangannya.Ayang terkejut dan gemetar tidak menyangka jika Barra memperlakukan dirinya seperti itu, bukan mau dia melakukan semuanya. Namun, tetap saja dirinya hanya bisa diam dan menangis, tangannya gemetar karena melihat pisau tersebut berada tepat di sisi tangannya. Barra memandang ke arah Ayang, napasnya naik turun. Entah kenapa dia melihat Ayang sangat membenci wanita tersebut. "berani sekali kamu merayuku, lancang kamu, Ayang! Sudah kukatakan jangan berani mendekatiku, kenapa kamu mendekatiku!" teriak kencang Barra dengan cukup kencang. Terlihat raut wajah penuh amarah dan bisa Ayang lihat kebencian di dua bola mata Barra terh
"Iya, Sayang. Sepertinya aku tidak pulang, tidak apa-apa kamu di rumah temanmu saja, hati-hati ya, Sayang. Sampai ketemu besok, aku mencintaimu juga," ucap Barra dengan cukup lembut dan saat ini Ayang hanya bisa diam.Dia membuang wajahnya, ke samping melihat jalanan. Marah! jawabannya tidak, cemburu juga tidak, dia hanya istri rahasia dari pria ini jadi buat apa dia marah dan cemburu dan melarang pria yang ada di sampingnya ini berlaku mesra dengan wanita lain, bukan hak dia walaupun saat ini dia memiliki hak yang sama dengan istri pertama. Tapi, tetap saja dia tidak akan melangkahi batasannya seperti yang dikontrak. Barra mengakhiri panggilannya, dia menoleh ke arah Ayang yang tidak lagi memandangnya, ada rasa kesal karena Ayang tidak melihatnya. Entah kenapa dirinya merasa jika Ayang tidak lagi memperhatikannya. Barra pun segera pergi ke suatu tempat, dia berhenti dan keluar tanpa mengajak Ayang. Ayang hanya bisa diam dan melihat kepergian dari Barra, Ayang menarik napasnya dan
Xavier menyiapkan keperluan pernikahan dan semuanya dia yang menanggung biaya. Karena dia ingin memberikan yang terbaik untuk istrinya. Pengawal Xavier membawa Puti ke butik atas perintah dirinya. Puti merasa seperti Cinderella yang mendapatkan pangeran berkuda putih dan tentu saja semua yang dia dapatkan itu tidaklah mudah. "Sudah datang, ayo ikut aku!" ajak Xavier kepada Puti yang baru saja masuk ke dalam butik ditemani dengan beberapa pengawal wanita yang khusus dia siapkan untuk Puti. "Sudah, kenapa harus beli baju yang mahal. Pakainya juga sebentar dan tidak terpakai lagi," jawab Puti. Puti merasa terlalu berlebihan baginya, dia tidaklah pantas memakai itu semua dan dia hanya ingin acara sederhana tapi dari yang ditunjukkan Kevin dan nenek Xavier serba mewah dan banyak wartawan yang meliput persiapan pernikahan mereka. "Sudah tidak apa, ini untuk seumur hidup. Kita tidak akan menikah lagi, jadi biarkan ini semua jadi kenangan kita untuk anak dan cucu kita," jawab Xavier. Xa
Saat ini, Xavier ada di depan kakek dan neneknya bersama Puti dan Mike, Kevin juga Paman Maya serta sepupu Ayang juga sahabatnya. Mereka memandang ke arah Xavier yang duduk dengan tenang tanpa ada sedikit pun rasa takut atau apapun itu. Dia terlihat tidak peduli dengan pandangan mereka semua. "Kapan ini terjadi?" tanya Nyonya Anjani ke Xavier dengan raut wajah yang serius. "Baru saja," jawab singkat Xavier. Nyonya Anjani memijit keningnya, tidak anaknya dulu sekarang nular ke cucunya. Menikah dengan wanita yang dia saja tidak tau siapa dan beruntung dia sudah menyelidikinya dan Nyonya Anjani setuju karena anaknya baik. Nyonya Anjani mengetahui semuanya ini saat diberitahu oleh salah satu temannya yang pergi ke catatan sipil dan melihat Xavier. Di situlah, teman dari Nyonya Anjani memberitahukan kalau Xavier di sana dan setelah di selidiki Xavier menikah, Nyonya Anjani mencari tau siapa istrinya dan ternyata istrinya Puti wanita yang mempunyai strata berbeda dengan mereka tapi dia
Ketiga orang pria benar-benar dibuat tidak bisa berkata-kata, mereka ingin sekali menghajar Xavier. "Mike, gedor sana kamar desek, i sudah muak menunggu, ikan i akan mati di kolam, menyebalkan sekali desek ini, lagi apa desek saat ini ya?" tanya Paman Maya ke Mike dan Kevin yang sudah merebahkan diri mereka di sofa. "Mana aku tau paman, jangan tanyakan aku. Tanyakan ikanmu di kolam masih mau menunggu kamu atau tidak. Jika tidak ya, mati berarti kalau nggak mati dia tunggu mati ditanganmu dan menjadi daging di perutmu, hahah!" tawa Mike. Kevin juga ikut tertawa karena apa yang dikatakan sahabatnya itu. "Benar itu, dan kalau paman mau gedor pintu ya sudah sana gedor jangan ajak kami, bahaya kalau kami gedor, bisa di nuklir kami dengan kakak," sahut Kevin. Paman Maya, hanya mendengus kesal dengan kelakuan anak muda yang satu ini. Mereka benar-benar tidak tau diri dan sekarang, mereka harus menerima kenyataan menunggu pengantin baru. Mereka paham, tidak ada cinta tapi balik lagi kalau
Xavier yang masuk ke dalam kamar melihat istrinya tidur di sofa dengan gaya yang sulit dia jabarkan. Xavier menghela napas melihat cara tidur dari istrinya ini. "Bagaimana bisa dia tidur seperti ini. Lihatlah, dia tidur seperti itu. Apakah ini sudah menjadi kebiasaannya atau memang dia begitu nyaman tidur di sofa, padahal ada ranjang tapi dia tetap tidur di situ. Aku tidak mengerti apa yang ada di pikirannya saat ini." Xavier mendekati Puti dan dia mengangkat tubuh wanita tersebut.Sangat ringan seperti kapas. "Apakah dia tidak makan selama ini dengan benar sehingga tubuhnya seperti ini ringan sekali." Xavier yang menggendong tubuh istrinya segera meletakkan di ranjang. Dan dia merapikan selimut istrinya, Xavier memandang lekat ke arah Puti, dia menjadi ragu untuk dekat dengan wanita tersebut. Tapi, saat di kantor dan melihat foto ibunya juga ayahnya, Xavier mulai tersentuh untuk memulai hubungan dengan wanita tersebut."Hah, aku akan memulai hubungan yang baru dengan wanita ini, mu
Mike masuk ke dalam ruangan Xavier dia tidak menyangka kalau kakaknya menangis. Bukan hanya kakaknya saja, tapi juga semuanya siapa lagi kalau bukan Kevin dan Paman Maya. "Kami agak melo hari ini, ayo kita pulang!" ajak Kevin menyudahi semuanya. Paman Maya juga ikut melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya. Dia tidak suka jika Xavier terlalu larut dalam kesedihan. "You kenapa ke sini? Apa you tidak pulang ke rumah langsung ya?" tanya Paman Maya kepada keponakannya itu. Mike geleng kepala ke arah Paman Maya. "Tidak, aku mau pulang dengan kalian. Kebetulan, aku lewat di sini ya sudah mampir. Kalian mau kemana lagi? Kalian mau pulang?" tanya Mike. "Ngak, kami mau mancing. Ikut?" tanya Kevin ke Mike. Mike membolakan matanya, dia tau arti kata Kevin itu apa. Xavier berdiri dan dia mengikuti mereka untuk pulang. Tidak ada pembicaraan selama dijalan. Boni mengantar Mike, Kevin dan terakhir Paman Maya baru Xavier yang terakhir. "Tuan, besok weekend. Saya izin mau pergi dengan t
Xavier membawa Puti ke rumahnya, rumah yang harusnya dia siapkan untuk istrinya kelak bersama keluarga tapi kini dia membawa wanita yang sudah dia nikahi. Apakah dia disebut istri? Ya, dia istri dan tentu saja itu membuat Xavier harus membawanya ke sana. Untuk mempunyai anak? Apakah dia akan berhubungan dengan wanita yang sekarang sudah menjadi istrinya? Entahlah, dia tidak tau itu. "Kakak, kita sudah sampai. Kakak kenapa melamun? Apa kakak ingin kita cari tempat lain?" tanya Kevin menoleh ke arah kakaknya yang melamun. "Tidak, aku tidak melamun. Ayo, kita pergi sekarang, eh maksudnya ayo turun sekarang!" ajak Xavier kepada Kevin dan yang lainnya untuk ikut bersama dirinya. Kevin, Paman Maya dan Puti ikut turun. Boni juga ikut turun, dia membawa barang Nona Xavier. Ya, sekarang bosnya itu sudah mendapatkan kekasih dan dia akan menghormati wanita tersebut. "Ayo, kakak. Silahkan masuk, jangan sungkan. Ini rumahmu, bukan begitu, Kakak?" tanya Kevin melirik ke arah Xavier. Kevin tau
Xavier benar-benar malu dan setelah terjadi drama dirinya segera pergi berganti pakaian. Dia melakukan apa yang seharusnya dia lakukan dan sekarang dia berada dikantor catatan sipil bersama wanita yang akan dia nikahi. Siapa lagi, kalau bukan Puti. Puti saat ini, pasrah dan dia tidak tau harus kemana. Saat dia masih di rumah, para sepuh di kawasan rumahnya mengusirnya. Xavier sudah menjelaskan tapi tetap tidak mau begitu juga dengan yang lainnya. Akhirnya, Xavier memilih menikah dengan dia. "Kalian dengar baik-baik. Kalian sudah salah berurusan dengan kami. Termasuk, kakakku itu. Dia akan menghabisi kalian dan kau provokator akan hancur dilenyap tak bersisa," ancam Mike yang kesal karena menghina kakaknya juga wanita itu. Terlebih lagi, pria yang tadi ingin merampas uang Puti dia memanggil bala bantuan dan entah apa yang dia hasut ke pria tua yang katanya dia adalah tetua di wilayah ini. Sehingga saat ini, mereka semua terpojok. Xavier terlihat tampan, dia gagah dan berkarisma serta
"Jangan sentuh calon istriku! Jika sampai, kamu sentuh dia, maka aku akan buat kamu lenyap. Dan kalian, jika kalian hina dia, tempat ini aku hancurkan!" ancam Xavier dengan cukup tegas dan raut wajahnya datar terlihat jelas kearoganan di wajah Xavier. Mendengar perkataan Xavier, membuat mereka terdiam dan tidak ada yang berani mengeluarkan suara dan tentu saja itu membuat mereka mundur. Sedangkan, pria yang saat ini jatuh dibawah dengan mulut mengeluarkan cairan merah hanya bisa diam dan tidak berkutik. Dia takut melihat Xavier dan yang lainnya. "Kalian bubar sana, jika sampai kalian masih menganggu dia. Maka, Tuanku ini akan melakukan apa yang tadi dia katakan. Sekarang, bubar kalian dan kau juga. Jika sampai aku melihatmu di sini. Sana pergi!" usir Kevin dengan suara besar dan datar. Kevin mengusir mereka semuanya dari tempat ini dan mereka lari tunggang langgang. Xavier memandang wanita yang tadi dijadikan bahan cacian. Wanita tersebut menundukkan kepala ke bawah tentu saja yang
Saat ini mereka duduk dengan tenang dan tidak ada yang berbicara sama sekali. Mereka duduk dengan tenang dan tidak ada berani untuk protes. Hanya suara dentingan yang terdengar di telinga mereka. "Kalian antar dia, ke rumahnya. Aku yakin dia sudah sehat. Kamu ikut mereka, jangan membantah!" seru Xavier kepada wanita tersebut. "Kakak, kenapa kita tidak antar dia bersamaan, aku akan ke perusahaan hari ini. Ada rapat, Daddy marah padaku karena tidak pernah rapat, jadi kita pergi bersama saja, baru kakak antar aku ke perusahaan, bagaimana?" tanya Mike kepada Xavier. Xavier menghela napas, dia menatap ke arah wanita yang saat ini menundukkan kepala. Akhirnya, dia menganggukkan kepala ke arah Mike. Mike tersenyum karena Xavier akhirnya mau ikut dengan mereka. "Nona, bersiaplah, kita semua akan mengantar kamu pulang ke rumah," ucap Kevin kepada sang wanita yang saat ini menganggukkan kepala ke arah Kevin. Xavier segera berdiri, di susul dengan yang lainnya. Wanita yang ditabrak oleh Bon