Share

Bab 6. Jaga Batasanmu

"Anda sudah menikah dengan dia Nona dan Anda sekarang sah menjadi istri dari Tuan Barra. Sekarang, silahkan tanda tangannya, nanti saksi akan ikut menandatangani semuanya," ucap Pak Penghulu tersebut meminta kepada Ayang untuk mendatangi surat nikahnya dengan Barra.

Ayang masih terdiam dia tidak tahu harus berkata apa, ternyata dia dinikahi oleh pria datar dan dingin ini, tidak ada sedikitpun cinta di mata pria itu termasuk dirinya. Apa yang diharapkan saat ini, cinta dari pria bersuami? Busyet! Tidak akan pernah terjadi.

Dia hanyalah istri kedua,istri yang tidak dianggap dan tidak di inginkan dan apakah dia pantas untuk mengakui dirinya sebagai istri. Barra yang tidak melihat Ayang menandatangani surat tersebut hingga membuat Pak penghulu dan para saksi yang datang ke rumah mereka lebih tepatnya ke apartemen saling berbisik satu sama lain.

Barra tidak ingin dirinya disalahkan karena memaksa menikahi wanita tersebut. Walaupun pada kenyataannya itu benar, tapi balik lagi dia lakukan semua ini agar anaknya tidak dikatakan anak haram. Egois memang, tapi dia tidak bisa membuat keturunannya dihina seumur hidup, biarkan wanita ini yang dihina jangan anaknya.

Toh nantinya, wanita ini tidak akan lama bersama dengan dia. Dia hanya menginginkan anak bukan wanita ini, itulah yang ada di pikiran Bara saat ini. Kejam, sadis dan tidak mempunyai hati itulah yang pantas disematkan di dalam diri Barra saat ini.

Bara yang melihat para penghulu saling berbisik cukup geram dan emosi, apalagi saat ini Ayang hanya terpaku melihat buku nikahnya. Barra mendekati Ayang dan berbisik.

"Kamu masih mau ibumu hidup?" tanya Barra dengan suara yang datar dan pelan tepat di telinga Ayang.

Ayang yang melamun langsung tersentak dan menoleh ke arah Barra. Pandangan Barra dan Ayang sangat dekat, mereka saling bertatapan satu sama lain. Ayang masih bisa mencium aroma mint yang keluar dari napas Barra, benar-benar wangi dan itu membuat Ayang sedikit terlena, namun deheman Barra membuat Ayang terkejut dan mengerjabkan matanya.

"Tanda tangan, cepat, jangan melamun dasar wanita bodoh," umpat Barra membuat Ayang seketika terkejut mendengar perkataan Barra, hatinya sakit dikatakan wanita bodoh.

Jika bukan karena ibunya, dia tidak akan mau melakukan ini, mau tidak mau Ayang segera menandatangani buku nikah tersebut dengan berurai air mata, dia mengikhlaskan seluruh hidupnya agar pengobatan ibunya tidak tersendat dan Ibunya bisa selamat.

Goresan tinta di buku tersebut menandakan kalau dirinya bukan lagi seorang gadis melainkan istri dari pria arogan, angkuh dan sombong yang ada di sampingnya ini, setelah selesai mendatanganinya Barra dengan kasar merebut pulpen dan buku tersebut, ia menyerahkan kepada penghulu setelah di tanda tangani oleh para saksi, Pak penghulu berjabat tangan dengan keduanya.

Arya mengantar para tamu keluar. Sedangkan yang lainnya ikut bersama dengan Arya, tinggal Barra dan juga Ayang yang masih duduk menundukkan kepala, air mata Ayang masih menetes, dia benar-benar tidak dihargai. Ayang juga melihat tidak ada cincin yang dipasangkan di tangannya, mahar juga dia tidak tahu berapa, hanya ada amplop coklat di atas meja dan dia tidak berani bertanya apa itu maharnya?

Lagi-lagi Ayang hanya bisa diam, diam dan diam. Bodohkah dia? Iya! Mampukah dia memberontak? Bisakah dia mengatakan aku sangat membencinya? Jawabannya, tidak! Karena nyawa ibunya ada berada di tangan Barra. Walaupun pada hakekatnya, dia tahu nyawa seseorang itu ada di tangan Tuhan.

Tapi, saat ini Ayang hanya bisa pasrah sambil menguatkan dirinya untuk ke depan, dalam menghadapi istri sah atau istri pertama dari pria ini. Mampukah istri pertamanya tersebut menerimanya atau tidak? Hanya Tuhan, yang tau.

"Hei, dengar baik-baik, jadi orang itu jangan lemot, jangan bodoh! Aku tidak suka dengan wanita yang lemot dan bodoh sepertimu dan aku juga tidak suka mendengarmu menangis atau apapun itu termasuk mengeluh dan itu maharmu, ambillah dan suatu hal lagi, jangan pernah menghubungiku karena aku tidak akan pernah menghubungimu balik atau menjawab panggilanmu, aku akan datang sesuka hatiku kapanpun aku mau. Dan satu hal lagi jangan pernah jatuh cinta kepadaku dan ini surat pembaharuan kontrak cepat tanda tangan!" perintah Barra menekan Ayang untuk menandatangani pembaruan kontrak perjanjian di antara keduanya.

Ayang segera menandatangani apa yang Barra inginkan, ia sudah cukup terhina dikatakan lemot, bodoh dan mungkin akan tambah lagi. Setelah menandatangani surat, Ayang segera berdiri. Dan dia meletakkan pulpen tersebut dengan cukup keras.

Ayanb menatap ke arah Barra dengan tatapan yang tajam, takut kah dia? Jawabannya, tidak! Saat ini, kalau boleh egois dan sombong dia adalah istri dari pria yang di depan matanya ini, istri dari pria arogan, egois, angkuh, sombong jadi pantas dia sedikit protes agar pria tersebut menghargai dirinya walaupun sedikit itu yang diharapkan oleh Ayang.

"Dengar baik-baik, Tuan Barra. Saya memang lemot, saya memang bodoh, tapi saya tidak kekurangan etika, saya bisa sopan berbicara dengan orang lain jika orang lain juga sopan dengan saya. Saya tidak peduli Anda membiayai ibu saya dan asal Anda tahu, saya melakukan ini semua demi Ibu saya jika tidak, saya juga tidak sudi untuk menikah dengan Anda terlebih lagi menjadi simpanan Anda dan menerima bantuan dari Anda, sampai sini anda mengerti!" Ayang yang dengan tegas mengeluarkan semua kekecewaannya.

Ayang menolak semua perlakuan dari Barra karena dia punya harga diri. Walaupun dia menjadi istri kedua dari pria yang ada di depannya ini, tapi dia juga perlu dipandang, walaupun hanya sebelah mata ini tidak. Walaupun dia tidak dicintai atau apapun itu alasannya tapi dia wanita hanya minta dihargai sedikit saja oleh pria yang ada di depannya ini.

Mendengar bantahan dari Ayang membuat Barra kesal dan marah, tangannya terkepal dengan cukup erat terlihat di tangannya, urat-urat nimbul dan rahang dari Barra mengeras. Barra melangkahkan kaki mendekati Ayang, keduanya saling memandang satu sama lain.

Ayang menatap bola mata dari Barra, begitu sebaliknya. Barra menyeringai melihat wanita yang ada di depannya ini, ternyata dia tidak takut dengannya.

"Dengar baik-baik, aku menikahimu bukan karena aku punya hati denganmu dan aku melakukan ini semua karena aku memikirkan nanti keturunanku denganmu, aku tidak ingin anakku dikatakan anak di luar nikah. Oke, kamu benar kalau anak yang dilahirkan tanpa ikatan akan dihina seumur hidupnya. Aku tidak mau itu terjadi, aku ingin anakku dihargai jadi mulai detik ini jaga batasanmu dan bersikaplah sopan kepadaku karena aku suamimu, dengarkan setiap apa yang aku katakan, patuh kepadaku jika tidak, tahu sendiri akibatnya!" ancam Barra dengan cukup tegas dan dia tidak pernah sedikitpun dibantah termasuk Zanna istri pertamanya yang tidak sedikitpun membantah perkataannya.

Tapi, kali ini wanita yang ada di depannya membantahnya, dia tidak suka akan hal itu. Jadi, dia akan memantau wanita ini dan mengajari bagaimana sopan santunnya saat berbicara dengan dirinya.

Ayang hanya tertawa geli mendengar apa yang dikatakan oleh Barra, dia tidak menyangka kalau pria yang ada di depannya ini ingin dihargai, tapi sebaliknya dia tidak ingin menghargai orang lain. Bukankah itu terbalik? Ayang tanpa banyak bicara langsung membuka map yang diletakkan oleh Barra tanpa membaca sedikitpun dia langsung menggoreskan sekali lagi tanda tangannya di kertas tersebut yang sudah ada materai.

Setelah selesai, Ayang meletakkan pulpen dengan cukup keras di meja hingga terdengar suara yang cukup kencang membuat Barra semakin geram dengan kelakuan wanita tersebut.

"Sudah aku tanda tangani dan sekarang ada lagi yang Tuan butuhkan? Apa Tuan, butuh malam pertama. Ayo, aku akan layani sebagai istri yang baik. Bukankah itu yang Anda katakan, oh bukan yang anda perintahkan," sindir Ayang yang menantang Barra dengan tatapan yang tajam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status