Share

Bab 5. Keputusan Sulit Barra

"Apanya, bagaimana?" tanya Barra dengan suara datar.

Galih menghela napas mendengar apa yang dikatakan oleh Barra. Dia bertanya malah ditanya balik. Galih merapatkan dirinya ke Barra, dia ingin bicara soal semalam. Dia ingin tau apa tanggapan dari Barra.

Barra yang melihat Galih merapatkan diri ke arahnya menaikkan alisnya. "Kenapa?" tanya Barra. Galih yang hampir dekat dengan Barra seketika mendengus kesal.

"Kenapa kata lo? Kurang ajar lo ya, bisa-bisanya lo katakan itu pada gue. Gue tanya hubungan lo dan dia bagaimana sudah seperti apa progresnya? Siapa namanya?" tanya Galih.

"Ayang," jawab Barra singkat.

"Iya, Ayang. Apakah kalian sudah itu? Dan apa saja yang dia minta? Gue dapat informasi dari Cantika, kalau dia harus bayar operasi ibunya. Dan, gue dengar juga dia gadis baik-baik, Bar. Gue harap, lo jangan sakiti dia," ucap Galih.

Barra yang memeriksa berkas milik Galih menutup kembali berkas itu. Galih yang melihat Barra menutup berkas itu menaikkan alisnya ke atas.

"Woi, kenapa di tutup, nggak salah tuh? Udah periksanya? Jangan main, tutup aja," omel Galih.

Barra kesal dengan sahabatnya ini, dia benar-benar sahabat yang ngga ada akhlaknya. Bisa-bisanya dia mengatakan woi pada dirinya.

"Nggak sopan ya, gue ini CEO jangan panggil woi, kupret lo," dengus Barra kesal karena Galih mengatakan woi.

Sebenarnya, dia nggak masalah tapi dia sedikit tidak suka kalau Galih bertanya hal itu. "Ya, habis lo itu main tutup aja. Udah belum? Setuju 'kan lo kalau kita kerja sama. Sudah tanda tangan cepat," pinta Galih seenak udilnya.

"Kampret lo," kesal Barra yang akhirnya menandatangani berkas Galih.

Berkas Galih sudah dia pelajari dan sama-sama menguntungkan tidak ada yang dirugikan. Galih tersenyum karena dia berkerja sama lagi dengan Barra.

"Puas lo, maniak?" tanya Barra dengan ketus.

"Puas dunk, masa nggak puas. Orang tiap malam goyang pinggang gue dengan ayang gue, bukan ayang lo yang itu ya," jawab Galih.

Kesabaran Barra luar biasa diuji dengan berteman dengan manusia luknut yang satu ini. Galih memandang Barra yang kesal dan dia mengedipkan matanya. Barra membolakan matanya melihat kelakuan dari Galih.

"Jadi, bagaimana? Dia akan jadi simpanan lo atau istri kedua? Dia cantik, lugu, polos juga dan lihatlah lebih baik dari istri lo yang gitulah," ujar Galih yang saat ini dalam mode serius.

"Hah, gue sudah buat perjanjian dan dia tidak boleh nuntut gue untuk nikahi. Gue mau anak dan nanti diasuh oleh Zanna. Gue sayang dengan Zanna, tidak mungkin gue khianati Zanna. Lagipula, Zanna cinta pertama gue," jawab Barra.

Galih terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Barra. Dia tidak menyangka kalau Barra katakan itu.

"Lo udah mikir akibatnya nanti? Dia bukan anak Zanna, dia anak Ayang dan lo bego. Lo mikir nggak mana ada wanita mau dengan anak dari selingkuhan, apa lagi tipe istri lo yang suka ngerog parah. Yang ada, Ayang jadi mayat. Dan lo mau anak tapi nggak dinikahi itu sama saja anak lo anak haram. Kecuali, kalau untuk senang-senang, it's ok. Gue nggak larang, tapi kalau untuk dapatkan anak dan ibunya lo buang sama aja lo kejam. Tidak ada salahnua lo nikahi dia, jadikan dia yang kedua. Tapi, lo rahasiakan saja, paling tidak dia punya hak nantinya, itu saran gue ya," jawab Galih dengan lugas.

Barra terdiam mendengar perkataan dari Galih. Ayang pernah berkata juga seperti itu. Tapi, dia menolaknya dan perjanjian yang dia buat juga ingin dia rubah ke yang baru tapi mampukah dia.

Galih pamit pulang, Barra melanjutkan pekerjaan dan dia melihat ponselnya, tidak ada telpon atau pesan dari Zanna. Sudah siang, apakah dia masih tidur? Atau memang dia sudah tidak romantis seperti dulu.

Barra meraih ponselnya dan mengirim pesan kepada istrinya, dia ingin menunjukkan kalau dia masih sayang dan cinta dengan istrinya itu. Pesan dikirim, Barra menghubungi kembali Arya.

"Arya, kita pergi sekarang," ucap Barra.

Barra mengakhiri panggilan telpon dan segera bangun dari kursi kebesarannya menuju keluar. Arya sudah menunggunya. Barra berjalan menuju ke lift bersama dengan Arya.

"Apa sudah kamu bawa semuanya?" tanya Barra.

"Sudah, Tuan. Perubahan yang Anda minta juga sudah saya kerjakan," jawab Arya.

Barra menganggukkan kepala mendengar jawaban dari Arya. Sampai di lantai bawah, Barra keluar dan langsung ke parkiran. Arya membuka pintu mobil dan mempersilahkan Barra masuk ke dalam mobil. Barra duduk dengan tenang. Arya memberikan map yang sudah dikerjakan.

Barra membaca ulang dan mengangguk pelan. Mobil segera menuju ke apartemen. Dirinya ingin bertemu dengan Ayang. Sedangkan, Ayang yang di apartemen mencari makanan yang ingin dia makan. Semalaman dia nggak makan sama sekali, jadi paginya dia terbangun dan mencari makanan.

"Mewah seperti ini kenapa tidak ada makanan sama sekali. Kulkas saja kosong, hanya ada air minum. Kalau aku minum ini bisa gembung seperti ikan gembung yang digoreng pakai bumbu saset. Duh, kok aku pengen ya," gumam Ayang tersenyum kecil saat mengingat keinginan dia untuk makan ikan gembung tersebut.

Ayang tidak menemukan sama sekali makanan dan akhirnya dia hanya minum. Selesai, minum Ayang duduk di sofa, tidak ada kegiatan sama sekali yang dia lakukan. Ayang tiba-tiba terkejut mendengar suara pintu terbuka. Dirinya segera berdiri dan terdiam saat sosok yang dingin, datar masuk bersama rombongan.

"Ada apa ini? Kenapa ramai sekali?" tanya Ayang dalam hati.

Barra dan rombongan masuk ke apartemen. Barra melirik Arya memberikan kode untuk menjalankan apa yang sudah dia tugaskan. Arya yang sudah tau mendekati Ayang dan menundukkan kepala.

"Nona Ayang, silahkan ikut mereka ke kamar," ucap Arya meminta kepada Ayang untuk ikut ke tiga wanita yang dia tunjuk.

Ayang melihat ketiga wanita tersebut berpenampilan cantik dengan membawa kotak hitam. Siapa dia? Tanpa menunggu lama karena saat ini wajah Barra sudah terlihat horor jadi dirinya pergi mengikuti ketiga wanita tersebut. Satu jam, akhirnya Ayang selesai di rias dan Ayang yang melihat wajahnya berubah hanya bisa terpaku.

"Nona cantik sekali. Ayo silahkan kita keluar sekarang, Pak penghulu sudah menunggu lama," ucap salah satu wanita tersebut mengatakan penghulu sudah siap.

"Pe-penghulu, apa?" tanya Ayang dengan gagap.

Dirinya menatap ke arah ketiganya dengan raut wajah gugup. Ketiganya terdiam saat Ayang bertanya pada mereka. Saat hendak membuka suara, pintu diketuk.

"Jika sudah selesai, cepat keluar!" seru Arya dari luar.

Ayang terkejut dia mulai keringat dingin, gugup melanda dirinya. Apakah dia akan menikah? Tapi, kenapa dia memutuskan sepihak? Dia harus minta izin ibunya yang dia yakini kalau ibunya sudah bangun. Ayang ditarik keluar, terlihat Barra sudah berpakaian rapi dan duduk berhadapan dengan pria paruh baya yang dia yakini adalah penghulu.

"Silahkan duduk, Nona dan tanda tangani surat nikah ini." Arya meminta Ayang untuk menandatangani surat nikah tersebut.

"Su-surat nikah? Maksudnya?" tanya Ayang lagi karena dia bingung kenapa tiba-tiba menikah dan ada apa ini pikirnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status