"Apanya, bagaimana?" tanya Barra dengan suara datar.
Galih menghela napas mendengar apa yang dikatakan oleh Barra. Dia bertanya malah ditanya balik. Galih merapatkan dirinya ke Barra, dia ingin bicara soal semalam. Dia ingin tau apa tanggapan dari Barra. Barra yang melihat Galih merapatkan diri ke arahnya menaikkan alisnya. "Kenapa?" tanya Barra. Galih yang hampir dekat dengan Barra seketika mendengus kesal. "Kenapa kata lo? Kurang ajar lo ya, bisa-bisanya lo katakan itu pada gue. Gue tanya hubungan lo dan dia bagaimana sudah seperti apa progresnya? Siapa namanya?" tanya Galih. "Ayang," jawab Barra singkat. "Iya, Ayang. Apakah kalian sudah itu? Dan apa saja yang dia minta? Gue dapat informasi dari Cantika, kalau dia harus bayar operasi ibunya. Dan, gue dengar juga dia gadis baik-baik, Bar. Gue harap, lo jangan sakiti dia," ucap Galih. Barra yang memeriksa berkas milik Galih menutup kembali berkas itu. Galih yang melihat Barra menutup berkas itu menaikkan alisnya ke atas. "Woi, kenapa di tutup, nggak salah tuh? Udah periksanya? Jangan main, tutup aja," omel Galih. Barra kesal dengan sahabatnya ini, dia benar-benar sahabat yang ngga ada akhlaknya. Bisa-bisanya dia mengatakan woi pada dirinya. "Nggak sopan ya, gue ini CEO jangan panggil woi, kupret lo," dengus Barra kesal karena Galih mengatakan woi. Sebenarnya, dia nggak masalah tapi dia sedikit tidak suka kalau Galih bertanya hal itu. "Ya, habis lo itu main tutup aja. Udah belum? Setuju 'kan lo kalau kita kerja sama. Sudah tanda tangan cepat," pinta Galih seenak udilnya. "Kampret lo," kesal Barra yang akhirnya menandatangani berkas Galih. Berkas Galih sudah dia pelajari dan sama-sama menguntungkan tidak ada yang dirugikan. Galih tersenyum karena dia berkerja sama lagi dengan Barra. "Puas lo, maniak?" tanya Barra dengan ketus. "Puas dunk, masa nggak puas. Orang tiap malam goyang pinggang gue dengan ayang gue, bukan ayang lo yang itu ya," jawab Galih. Kesabaran Barra luar biasa diuji dengan berteman dengan manusia luknut yang satu ini. Galih memandang Barra yang kesal dan dia mengedipkan matanya. Barra membolakan matanya melihat kelakuan dari Galih. "Jadi, bagaimana? Dia akan jadi simpanan lo atau istri kedua? Dia cantik, lugu, polos juga dan lihatlah lebih baik dari istri lo yang gitulah," ujar Galih yang saat ini dalam mode serius. "Hah, gue sudah buat perjanjian dan dia tidak boleh nuntut gue untuk nikahi. Gue mau anak dan nanti diasuh oleh Zanna. Gue sayang dengan Zanna, tidak mungkin gue khianati Zanna. Lagipula, Zanna cinta pertama gue," jawab Barra. Galih terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Barra. Dia tidak menyangka kalau Barra katakan itu. "Lo udah mikir akibatnya nanti? Dia bukan anak Zanna, dia anak Ayang dan lo bego. Lo mikir nggak mana ada wanita mau dengan anak dari selingkuhan, apa lagi tipe istri lo yang suka ngerog parah. Yang ada, Ayang jadi mayat. Dan lo mau anak tapi nggak dinikahi itu sama saja anak lo anak haram. Kecuali, kalau untuk senang-senang, it's ok. Gue nggak larang, tapi kalau untuk dapatkan anak dan ibunya lo buang sama aja lo kejam. Tidak ada salahnua lo nikahi dia, jadikan dia yang kedua. Tapi, lo rahasiakan saja, paling tidak dia punya hak nantinya, itu saran gue ya," jawab Galih dengan lugas. Barra terdiam mendengar perkataan dari Galih. Ayang pernah berkata juga seperti itu. Tapi, dia menolaknya dan perjanjian yang dia buat juga ingin dia rubah ke yang baru tapi mampukah dia. Galih pamit pulang, Barra melanjutkan pekerjaan dan dia melihat ponselnya, tidak ada telpon atau pesan dari Zanna. Sudah siang, apakah dia masih tidur? Atau memang dia sudah tidak romantis seperti dulu. Barra meraih ponselnya dan mengirim pesan kepada istrinya, dia ingin menunjukkan kalau dia masih sayang dan cinta dengan istrinya itu. Pesan dikirim, Barra menghubungi kembali Arya. "Arya, kita pergi sekarang," ucap Barra. Barra mengakhiri panggilan telpon dan segera bangun dari kursi kebesarannya menuju keluar. Arya sudah menunggunya. Barra berjalan menuju ke lift bersama dengan Arya. "Apa sudah kamu bawa semuanya?" tanya Barra. "Sudah, Tuan. Perubahan yang Anda minta juga sudah saya kerjakan," jawab Arya. Barra menganggukkan kepala mendengar jawaban dari Arya. Sampai di lantai bawah, Barra keluar dan langsung ke parkiran. Arya membuka pintu mobil dan mempersilahkan Barra masuk ke dalam mobil. Barra duduk dengan tenang. Arya memberikan map yang sudah dikerjakan. Barra membaca ulang dan mengangguk pelan. Mobil segera menuju ke apartemen. Dirinya ingin bertemu dengan Ayang. Sedangkan, Ayang yang di apartemen mencari makanan yang ingin dia makan. Semalaman dia nggak makan sama sekali, jadi paginya dia terbangun dan mencari makanan. "Mewah seperti ini kenapa tidak ada makanan sama sekali. Kulkas saja kosong, hanya ada air minum. Kalau aku minum ini bisa gembung seperti ikan gembung yang digoreng pakai bumbu saset. Duh, kok aku pengen ya," gumam Ayang tersenyum kecil saat mengingat keinginan dia untuk makan ikan gembung tersebut. Ayang tidak menemukan sama sekali makanan dan akhirnya dia hanya minum. Selesai, minum Ayang duduk di sofa, tidak ada kegiatan sama sekali yang dia lakukan. Ayang tiba-tiba terkejut mendengar suara pintu terbuka. Dirinya segera berdiri dan terdiam saat sosok yang dingin, datar masuk bersama rombongan. "Ada apa ini? Kenapa ramai sekali?" tanya Ayang dalam hati. Barra dan rombongan masuk ke apartemen. Barra melirik Arya memberikan kode untuk menjalankan apa yang sudah dia tugaskan. Arya yang sudah tau mendekati Ayang dan menundukkan kepala. "Nona Ayang, silahkan ikut mereka ke kamar," ucap Arya meminta kepada Ayang untuk ikut ke tiga wanita yang dia tunjuk. Ayang melihat ketiga wanita tersebut berpenampilan cantik dengan membawa kotak hitam. Siapa dia? Tanpa menunggu lama karena saat ini wajah Barra sudah terlihat horor jadi dirinya pergi mengikuti ketiga wanita tersebut. Satu jam, akhirnya Ayang selesai di rias dan Ayang yang melihat wajahnya berubah hanya bisa terpaku. "Nona cantik sekali. Ayo silahkan kita keluar sekarang, Pak penghulu sudah menunggu lama," ucap salah satu wanita tersebut mengatakan penghulu sudah siap. "Pe-penghulu, apa?" tanya Ayang dengan gagap. Dirinya menatap ke arah ketiganya dengan raut wajah gugup. Ketiganya terdiam saat Ayang bertanya pada mereka. Saat hendak membuka suara, pintu diketuk. "Jika sudah selesai, cepat keluar!" seru Arya dari luar. Ayang terkejut dia mulai keringat dingin, gugup melanda dirinya. Apakah dia akan menikah? Tapi, kenapa dia memutuskan sepihak? Dia harus minta izin ibunya yang dia yakini kalau ibunya sudah bangun. Ayang ditarik keluar, terlihat Barra sudah berpakaian rapi dan duduk berhadapan dengan pria paruh baya yang dia yakini adalah penghulu. "Silahkan duduk, Nona dan tanda tangani surat nikah ini." Arya meminta Ayang untuk menandatangani surat nikah tersebut. "Su-surat nikah? Maksudnya?" tanya Ayang lagi karena dia bingung kenapa tiba-tiba menikah dan ada apa ini pikirnya."Anda sudah menikah dengan dia Nona dan Anda sekarang sah menjadi istri dari Tuan Barra. Sekarang, silahkan tanda tangannya, nanti saksi akan ikut menandatangani semuanya," ucap Pak Penghulu tersebut meminta kepada Ayang untuk mendatangi surat nikahnya dengan Barra. Ayang masih terdiam dia tidak tahu harus berkata apa, ternyata dia dinikahi oleh pria datar dan dingin ini, tidak ada sedikitpun cinta di mata pria itu termasuk dirinya. Apa yang diharapkan saat ini, cinta dari pria bersuami? Busyet! Tidak akan pernah terjadi. Dia hanyalah istri kedua,istri yang tidak dianggap dan tidak di inginkan dan apakah dia pantas untuk mengakui dirinya sebagai istri. Barra yang tidak melihat Ayang menandatangani surat tersebut hingga membuat Pak penghulu dan para saksi yang datang ke rumah mereka lebih tepatnya ke apartemen saling berbisik satu sama lain. Barra tidak ingin dirinya disalahkan karena memaksa menikahi wanita tersebut. Walaupun pada kenyataannya itu benar, tapi balik lagi dia laku
Mendengar perkataan dari Ayang, Barra yang emosi segera merampas map tersebut dan pergi dari hadapan Ayang dengan terburu-buru, dia segera pergi dari apartemen, pintu dibuka dengan paksa dan dibanting hingga suara bantingannya menggelegar.Ayang yang melihat kepergian Barra langsung terduduk dan menangis sejadi-jadinya, dia tidak menyangka akan menjadi boneka dari pria tersebut. Namun, dia harus tetap kuat dan dia tidak boleh lemah. Apapun yang terjadi."Tuan, apa Anda sudah mendengar sesuatu?" tanya Arya yang mendekati Tuannya tersebut."Apa?" tanya Barra dengan suara dingin."Nona Zanna mengamuk, dia menghancurkan semua barang di rumah," ucap sang asisten mengatakan kalau istri dari tuannya ini mengamuk di rumah. Barra yang mendengar perkataan dari asistennya, hanya bisa diam dan menunjukkan raut wajah kesal dan dia ingin marah tapi tidak bisa. Inilah, kelemahan dia, yang selalu nurut dengan istrinya. Sampai, menolak ingin memiliki anak pun dia turuti hingga dia harus melakukan pe
"Cinta katamu, jangan munafik kamu Barra, Mama tau, kamu pasti menginginkan seorang anak bukan? 7 tahun menikah tapi tidak memiliki anak usaha juga tidak ada, setiap diminta untuk memiliki anak istrimu selalu berakting terus seperti ini dan apa kamu pikir Mama tidak tahu yang dilakukan oleh istrimu itu, jangan terus membelanya Barra yang ada nanti kamu akan menderita, camkan itu. Sekarang, ayo kita pulang. Mama sudah tidak ingin lagi berlama-lama di sini," ucap Nyonya Anjani yang segera pulang setelah mengatakan hal itu.Perkataan Nyonya Anjani, membuat Barra bungkam 1000 bahasa, karena apa yang dikatakan oleh ibunya itu benar. Ia menginginkan anak, tapi dia terlalu munafik untuk mengatakannya karena sudah termakan dengan rasa cinta yang begitu besar terhadap istrinya hingga membuat dia menepikan keinginannya dan sekarang dia malah menjilat salivanya sendiri dengan menikahi wanita lain untuk mendapatkan keturunan. Tuan Bagaskara yang melihat pertengkaran antara istri dan anaknya han
Ayang tidak menyangka dengan pesan yang masuk ke ponselnya, dia benar-benar seperti pepatah lama, habis jatuh tertimpa tangga itulah yang dialami Ayang saat ini.Dia dipecat dari kantornya, padahal dia hanya libur dua hari sejak ibunya masuk rumah sakit dan dia hari ini rencananya mau pergi ke kantor untuk memberitahukan masalahnya, namun sayangnya tidak bisa karena dia sudah lebih dulu dipecat."Ya Tuhan, cobaan apalagi ini, kenapa aku harus dipecat bagaimana caranya aku menghasilkan uang, aku tidak ingin tergantung dengan pria arogan itu, aku ingin mendapatkan uang sendiri tanpa harus meminta kepadanya, Tuhan," ucap Ayang yang meneteskan air mata karena dia mendapatkan kabar buruk jika dirinya dipecat.Cukup lama Ayang berdiri sambil menangis dan menundukkan air mata, dia benar-benar tidak menyangka kenapa Tuhan memberikan dia cobaan seperti ini, berat rasanya untuk dia bisa menerima semuanya, namun apalah daya, dia tidak bisa melawan takdir yang sudah Tuhan gariskan kepadanya, dia
Barra yang saat ini tengah menunggu istrinya sadar mendapatkan pesan kalau Ayang berada di rumah sakit, melihat ibunya. Sebenarnya, dia tidak marah karena itu ibunya tapi dia marah dan kesal karena Ayang tidak memberitahukan kepadanya. Namun, lagi-lagi Barra baru menyadari kalau saat ini, dia tidak mempunyai nomor telepon Ayang begitu sebaliknya, pantas saja Ayang tidak memberitahukannya dan bodohnya dia mengatakan jangan hubungi dia, jelas saja tidak dihubungi karena tidak ada nomornya. "Sial, ternyata aku tidak punya nomornya." Barra mengutuk dirinya sendiri karena terlalu bodoh dan terlalu emosi saat melihat wanita itu.Entah kenapa dia terlalu emosi dan marah dengan wanita itu, seolah-olah wanita itu atau Ayang adalah perusak rumah tangganya. Padahal sama sekali Ayang tidak melakukannya. Jika dia mengatakan tidak jelas Ayang pun tidak akan melakukannya, ini dia menurut dan setuju jadi jelas di sini posisi Ayang tidak bersalah. Barra menunggu istrinya sadar, cukup lama dia menu
Barra dan Ayang benar-benar larut dalam gairah namun tiba-tiba Barra menolak Ayang hingga Ayang terjebak dan punggungnya mengenai lemari yang ada di belakang, suara tubrukan punggung Ayang cukup kencang hingga membuat barang-barang yang ada di atas lemari berjatuhan beruntung hanya buah dan nasib baik hampir saja pisau yang ada di dekat buah menancap di tangannya.Ayang terkejut dan gemetar tidak menyangka jika Barra memperlakukan dirinya seperti itu, bukan mau dia melakukan semuanya. Namun, tetap saja dirinya hanya bisa diam dan menangis, tangannya gemetar karena melihat pisau tersebut berada tepat di sisi tangannya. Barra memandang ke arah Ayang, napasnya naik turun. Entah kenapa dia melihat Ayang sangat membenci wanita tersebut. "berani sekali kamu merayuku, lancang kamu, Ayang! Sudah kukatakan jangan berani mendekatiku, kenapa kamu mendekatiku!" teriak kencang Barra dengan cukup kencang. Terlihat raut wajah penuh amarah dan bisa Ayang lihat kebencian di dua bola mata Barra terh
"Iya, Sayang. Sepertinya aku tidak pulang, tidak apa-apa kamu di rumah temanmu saja, hati-hati ya, Sayang. Sampai ketemu besok, aku mencintaimu juga," ucap Barra dengan cukup lembut dan saat ini Ayang hanya bisa diam.Dia membuang wajahnya, ke samping melihat jalanan. Marah! jawabannya tidak, cemburu juga tidak, dia hanya istri rahasia dari pria ini jadi buat apa dia marah dan cemburu dan melarang pria yang ada di sampingnya ini berlaku mesra dengan wanita lain, bukan hak dia walaupun saat ini dia memiliki hak yang sama dengan istri pertama. Tapi, tetap saja dia tidak akan melangkahi batasannya seperti yang dikontrak. Barra mengakhiri panggilannya, dia menoleh ke arah Ayang yang tidak lagi memandangnya, ada rasa kesal karena Ayang tidak melihatnya. Entah kenapa dirinya merasa jika Ayang tidak lagi memperhatikannya. Barra pun segera pergi ke suatu tempat, dia berhenti dan keluar tanpa mengajak Ayang. Ayang hanya bisa diam dan melihat kepergian dari Barra, Ayang menarik napasnya dan
Ayang terus mengeluarkan suara nakalnya, dia mencoba untuk menahannya namun tidak bisa karena Barra terus memberikan permainan yang cukup membuat Ayang kehilangan akal sehatnya, ia meliuk-liukkan tubuhnya, merasakan getaran yang cukup hebat. Ini pertama kali dia melakukan ini dan itu dengan suami sahnya, walaupun hanya istri kedua. Namun, sudah menjadi kewajiban dia melakukan hal ini."Bagaimana, Sayang, apakah kita bisa memulainya karena aku tidak akan pernah bisa melepaskanmu. Ini pertama kalinya kita melakukannya dan ini adalah malam pertama kita, malam yang panas dan aku pastikan kamu akan sangat suka dengan apa yang akan aku lakukan. Tenang saja, aku akan hati-hati dan pelan-pelan sehingga kamu tidak akan pernah bisa merasakan sakitnya," ucap Barra yang langsung memberikan kecupan hangat di kening. Ayang mendengar perkataan dari Barra membuat Ayang menganggukkan kepala, dia akan menyerahkan semuanya kepada pria arogan ini sebagai baktinya dan ini adalah malam pertama mereka tid