Share

BAB 3 BU RUKMINI

"Assalamualaikum, Mas … Mbak …" Rini adik dari Rudi datang pagi-pagi sekali.

Sudah hampir tiga bulan Rudi tidak berkunjung ke rumah orang tuanya, meski rasa kangen yang tersimpan di hati orang tua Rudi. Namun, Rudi enggan pergi menjenguknya.

Alasan terlalu sibuk serta ini dan itu membuat Rudi jarang melihat keadaan kedua orang tuanya yang dulu telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang.

"Wa'alaikumsalam, Rini?" jawab Siska dengan terkejut.

Tidak biasanya Rini akan menyambangi rumahnya, dan ini pagi-pagi sekali tiba-tiba datang dengan wajah yang kusut. Siska melirik tajam dari ujung kaki hingga ujung rambut.

"Mau apa?" tanya Siska dengan mata menelisik.

"Mas Rudi ada?"

"Ti …."

"Siapa, Ma? Oh, Rini. Ada apa pagi-pagi begini datang ke sini, Rin?" tanya Rudi yang sudah siap berangkat kerja.

Netra Rini mengembun, di pandangnya lelaki tegak dengan badan kekar di depannya dengan penuh hati yang rindu. Rindu yang membuncah membuat Rini seketika menghambur ke pelukan sang kakak.

Dirangkulnya Rini saat dalam dekapan Rudi, dengan sangat penuh kerinduan dan kasih sayang serta diciumnya pucuk rambut Rini.

"Ibu sakit, Mas, beliau kangen sama Mas Rudi yang sudah lama tiada kabar. Kapan Mas Rudi main ke rumah bapak?" cerca Rini dengan tangisnya.

"Pekan depan kita main ke sana, ya? Sekarang Mas mau kerja dulu, takutnya telat nanti malah dimarahi sama bos. Kamu sama siapa kesini?" ujar Rudi merenggangkan pelukannya.

Rini mengusap buliran bening yang seketika tumpah ruah itu.

"Sendirian."

"Ya sudah, kalau kamu mau main sama kakak iparkmu silahkan. Tapi, aku harus pergi dulu kerja, ya. Ma … aku pergi dulu," pamit Rudi sama Siska.

Setelah berpamitan kepada adik serta istrinya, Rudi gegas berlari kecil karena taksi online pesanannya sudah sampai.

Dilambaikan tangan dengan senyum manis terukir di bibir mereka dengan wajah yang entahlah.

"Nggak masuk, Rin? Memangnya ibu sakit apa?" Siska memegang pundak Rini yang masih sesenggukan menahan tangis.

"Mungkin cuma kangen, Mbak. Sudah lama 'kan, Mas Rudi tidak main ke rumah, Bapak," jawab Rini dengan menyeka air mata yang masih tersisa.

Siska menggandeng lengan Rini untuk diajak masuk ke dalam, namun, Rini enggan. Bergeming dalam posisinya tanpa sedikitpun bergeser.

"Kenapa?"

"Saya mau balik saja, Mbak. Takut ibu nanti berharap, permisi."

"Tunggu, kamu ada uang tidak buat pulang?" tanya Siska dengan raut wajah khawatir.

Rini mengangguk, lalu menyalami kakak iparnya itu dan berlalu pulang dengan naik angkot.

Sepanjang perjalanan, Rini memikirkan sifat Kakaknya. Kakak lelaki satu-satunya, saudara satu-satunya yang kini telah berumah tangga telah berkurang rasa sayangnya kepada keluarga.

Dulu saat masih bersama, bapaknya bekerja keras untuk bisa membiayai pendidikan anak-anak mereka agar bisa menikmati hidup yang lebih baik dari orang tuanya.

Namun, saat sudah berkeluarga seakan lupa terhadap orang tua yang selalu membanggakannya. Uang bulanan tidak pernah keluar sepeserpun.

Padahal dulu, sebelum menikah, Rudi selalu memberikan segalanya buat orang tuanya itu. Siska? Tidak mungkin jahat, sebab kalau sedang bertandang ke rumah mertuanya selalu membawa bahan pokok lebih dari cukup.

"Mbak, sudah sampai," ucap sang kondektur yang membuat lamunan Rini buyar seketika. Disekanya air mata yang keluar tanpa permisi itu dengan kasar lalu mengulurkan uang kepada sopir. Rini mencoba menghirup udara dalam-dalam supaya bisa tersenyum kembali ketika dia berhadapan dengan orang tuanya nanti.

Dalam hati wanita itu mengucapkan kalimat BISMILLAH, berharap semuanya baik-baik saja.

❤️❤️

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status