Share

BAB 7 MENGALAH

"Lho, kamu masak, Sil?" tanya Rudi dengan wajah keheranan.

Sisil mengangguk dan tersenyum manis, aduk iparnya itu memang rajin. Jika sedang main ke rumah mereka selalu saja membersihkan rumah, masak dan mencuci baju.

Sedang Siska menikmati hari-harinya dengan menata tubuhnya yang semakin sintal. Wajah cantiknya membuat sang suami selalu mengambil alih semua pekerjaan rumah jika dia enggan bergerak.

Makanan sudah tertata rapi di meja makan, membuat perut yang kosong semakin bertambah riuh meminta untuk diisi. Senyum Rudi mengembang saat sang istri datang dengan rambut yang dililit dengan handuk.

"Sarapan, Ma!" ajak Rudi.

"Iya, sini aku ambilin. Oh, ya, Pa aku …" Suara Siska terhenti karena aca bel rumah sedang berbunyi.

"Siapa yang pagi-pagi begini bertamu?" guman Siska dengan melangkah menuju pintu.

Mata Siska terbelalak melihat iparnya datang dengan pakaian yang sangat rapi dan seperti sedang hendak pergi melamar kerja. Dipandanginya dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Siska menggelengkan kepalanya berkali-kali berharap itu semua hanyalah mimpi.

"Mbak, Mas Rudi ada?"

"Oh, a-a-ada," jawab Siska terbata-bata dengan menunjuk ke arah belakang.

Rini pun masuk setelah mengucap salam dan mencium punggung tangan kakak iparnya tersebut. Mendapati Kakaknya yang masih makan, Rini berbalik arah ingin menunggu di depan saja.

Namun, kakinya terhenti saat Rudi memanggilnya untuk mengajaknya sarapan bersama.

"Rini, sini kita sarapan dulu. Apakah surat lamaran kami sudah lengkap?" tanya Rudi yang membuat Rini membalikkannya tubuhnya dan Siska memandang kakak beradik itu dengan heran.

"Sudah, Mas."

"Memangnya Rini mau kerja di mana, Mas?" tanya Siska mengeluarkan unek-uneknya yang sedari tadi ditahan.

Matanya memindai dari menuju Rudi suaminya, Rini juga sang adik Sisil yang masih sibuk dengan aktivitas paginya. Memasak.

"E …" Rudi ingin menjawab, namun, sudah didahului oleh Rini.

"Kemarin ada lowongan pekerjaan di kantor Mas Rudi, Mbak. Lalu saya diminta untuk segera melamar," ujar Rini dengan senyum terukir manis di bibirnya yang tipis.

"Mas, nggak bisa gitu dong. Aku yang sudah bertanya duluan sama kamu supaya Sisil bisa bekerja di kantor kamu, tapi … kata kamu kemarin nggak ada lowongan? Bagaimana sih, Mas?" Siska menghentakkan kakinya di lantai dengan keras.

Kursi si meja makan di tariknya dengan kasar, seolah menandakan kalau amarahnya benar-benar memuncak. Siska tah habis pikir dengan apa yang ada di otak suaminya itu, seharusnya yang ikut bekerja iti Sisil, adiknya bukan Rini.

Rini yang melihat kemarahan dari sang Kakak ipar merasa kebingungan.

"Ma, dengerin aku. Lowongan ini sudah dari seminggu yang lalu, dan kamu tanya tentang lowongan'kan baru saja." Rudi berusaha memberikan alasan kepada istrinya supaya tidak bertambah amarahnya.

"Nggak bisa, Rini. Kamu nggak bisa merebut begitu dong, jelas ini pekerjaan untuk Sisil, bukan kamu!" pekik Siska menatap nyalang ke arah iparnya itu.

Rini yang mengerti akan sebab dari pertikaian kakak dan kakak iparnya itu langsung menunduk. Mencoba mencari jalan terbaik agar mereka tidak saling melempar kata.

"Ya sudahlah, mungkin bukan rezeki Rini bekerja di kantor, Mas. Nggak apa Rini mundur saja, silahkan Mbak Sisil masuk saja ke kantor Mas Rudi," ucao Rini dengan senyum ikhlasnya.

Rini pun mendekati kakaknya hendak mencium punggung tangannya, dan meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuat keluarga Rudi menjadi tegang.

"Rini pulang dulu, Mas, Mbak, assalamualaikum."

"Hem," desis Siska.

Rini berjalan dengan langkah sedikit gontai, cita-citanya yang ingin bekerja di kantor dan menghasilkan uang yang akan dibuat untuk membantu orang tuanya kandas.

Air matanya seketika luruh, dia yang berharap akan dikejar sang kakak lalu di hibur hanyalah omong kosong belaka. Nyatanya Rudi tidak beranjak sedikitpun dari duduknya.

❤️❤️❤️❤️

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status