Seorang anak yang dibesarkan oleh seorang wanita di dalam hutan. Identitas keduanya cukup misterius. Setelah beberapa tahun kemudian, anak tersebut menemukan alasannya berada di dunia ini. Dia memutuskan untuk mengambil jalan hidupnya sendiri tanpa terikat oleh siapapun.
View MoreSuasana ceria dan riang gembira memenuhi udara di Desa Miru. Gelak tawa yang riang mengalun dari penduduknya, memperlihatkan betapa mereka menikmati pagi itu dengan sepenuh hati. Bahkan seorang remaja berusia sepuluh tahun, yang dikenal sebagai Adam, turut menyumbangkan keceriaan dengan leluconnya yang selalu mengundang tawa.
"Adam, leluconmu sungguh menghibur, hahaha..."
"Ya, betul sekali! Kau selalu menghadirkan keceriaan setiap kali datang ke sini."
Pujian dari beberapa warga terus mengalir, namun Adam tetap tenang dengan ekspresi khasnya yang penuh keceriaan. Baginya, menyenangkan hati warga desa adalah sebuah kebiasaan yang tidak pernah dia hiraukan, karena itulah cara terbaik baginya untuk berinteraksi dengan mereka yang kadang tertutup.
"Sepertinya saatnya aku kembali ke hutan. Terima kasih atas pagi yang menyenangkan ini," ucap Adam dengan senyuman tulus.
Adam melangkah meninggalkan desa menuju kedalaman hutan. Di sana, sebuah gubuk yang kokoh berdiri di antara pepohonan yang rimbun, menunggu kedatangannya.
Melintasi jembatan panjang yang melintasi sungai, Adam mengiringi langkahnya dengan senandung ringan, ditemani oleh kicauan riang burung-burung penghuni hutan. Udara segar hutan seolah menyapu kelelahan dari tubuhnya, memberinya kenyamanan yang tak tergantikan. Adam benar-benar menikmati setiap momen yang dihabiskannya di lingkungan itu.
Sampai di depan pintu gubuk, Adam segera berlari masuk untuk menemui sosok yang ditunggunya.
"Ma'am, aku sudah kembali! Mari kita lanjutkan latihan terakhir kita dengan semangat!" serunya penuh antusias.
Namun, tak ada jawaban yang menyambutnya. Adam mencoba lagi, kali ini dengan suara yang lebih tenang, "Ma'am, apakah kau ada di dalam kamar?"
Namun, tetap tidak ada jawaban. Mulai merasa kebingungan, Adam membuka pintu kamar dengan hati-hati.
"Permisi..."
Namun, kamar itu kosong. Hanya tempat tidur dan lemari yang terdapat di dalamnya. Adam merasa kebingungan, biasanya wanita yang ia panggil 'Ma'am' tidak pernah meninggalkan gubuk tanpa memberi kabar sebelumnya. Mencari kesana-kemari di sekitar gubuk, namun Adam tak berhasil menemukannya. Rasa gelisah mulai menyelinap, sebab sudah hampir empat tahun dia menjalin hubungan erat dengan wanita itu, sehingga baginya, wanita itu seperti keluarganya sendiri.
"Ma'am, di mana kau? Ini tidak seperti biasanya..." desisnya pelan sambil melangkah keluar dari gubuk.
Krek...
"Siapa di sana?" teriak Adam, namun hanya hening yang membalas.
Waspadai berbagai kemungkinan, Adam segera meraih belati yang terselip di saku celananya. Dengan mata tertutup, dia merasakan keberadaan seseorang di sekitarnya, menemukan aura aneh yang mencolok di satu titik.
"Aura ini..."
Ketika Adam membuka mata dengan terkejut, dia secara refleks mundur dua langkah setelah merasakan ancaman yang tajam dari arah kirinya. Berhasil menghindari serangan itu, Adam melihat siapa yang menyerangnya. Seorang individu bertopi dan memakai jubah coklat yang lusuh, menggenggam curit dengan tajam di tangannya. Wajahnya tersembunyi dalam bayangan jubah.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Adam dengan hati-hati, tetapi penuh dengan keberanian.
Mendengar pertanyaan Adam, individu itu berhenti dan menjawab dengan suara yang aneh, "Membunuhmu."
Terkejut dengan jawaban itu, Adam bersiap untuk bertarung. Dia tidak ingin mati sebelum menemukan keberadaan wanita yang dicarinya.
"Jangan harap!" teriak Adam, siap untuk menghadapi ancaman yang mengintai.
Dia berlari ke arah individu tersebut, memainkan peran sebagai murid yang lincah dan cepat. Namun, semua gerakannya dapat dengan mudah diprediksi oleh mata terlatih sang pembunuh. Mengarahkan curitnya menuju Adam, pembunuh itu siap mengakhiri hidupnya. Tapi Adam tangkas mengelak dan berhasil menangkis serangan itu menggunakan belatinya, kemudian membalikkan serangan.
Pertarungan mereka menjadi semakin sengit dan berkelanjutan. Tidak ada yang menyerah atau menunjukkan tanda-tanda kelemahan, keduanya memiliki stamina yang melimpah.
"Jangan memaksakan dirimu, Adam. Serahkan dirimu padaku," desak pembunuh dengan suaranya yang aneh.
"Aku tidak akan menyerah sebelum menemukannya!" balas Adam dengan tegas, fokus pada tujuannya.
"Siapa yang ingin kau temui? Aku mungkin bisa membantumu sebelum mengakhiri nyawamu," sela pembunuh dengan nada misterius.
"Itu bukan urusanmu! Hyatt..." Adam melemparkan beberapa jarum beracun ke arahnya, memaksanya menghindar. Mengejar peluang itu, Adam berusaha mendapatkan keunggulan dengan manuver cepat dan cerdik.
Namun, si pembunuh berhasil menghindari serangan itu dengan kekakuan. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Adam menghilang dari pandangannya, lalu muncul di belakangnya.
"Skak mat," ucap Adam dengan belati diarahkan ke leher pembunuh, bersiap untuk menyelesaikan pertarungan.
"Haha... Siapa yang bilang?" sahut pembunuh, yang tiba-tiba berubah menjadi boneka. Pembunuh sejati, yang ternyata telah berpindah posisi, sekarang berada di belakang Adam. Keadaan telah berbalik.
"Skak mat, Adam," ucap pembunuh dengan suara yang dikenali Adam.
Dengan hati-hati, Adam memutar badannya dan mengangkat tangan, menatap tajam ke arah pembunuh yang sekarang terlihat jelas. Merasa dilihat dan dicurigai, pembunuh itu akhirnya membuka tudung jubahnya, mengungkapkan identitas yang selama ini dicari Adam.
Ternyata, pembunuh itu adalah wanita yang dicarinya.
"Ma'am! Akhirnya aku menemukanmu," seru Adam dengan suara penuh kelegaan.
"Hm? Ternyata yang ingin kau temui itu aku. Haha, pikiranmu sangat sempit, Adam," ejek wanita itu dengan nada mengejek.
"Maksud Ma'am?" tanya Adam, kebingungan tergambar jelas di wajahnya.
"Kau selalu melihat sisi baikku dan mengabaikan sisi jahatku. Apakah kau yakin nyawamu akan aman bersamaku? Apakah kau yakin aku tidak akan memanfaatkanmu?" tanya wanita itu dengan tajam.
Adam terdiam, merenungkan kata-katanya. "Aku tidak bodoh. Aku hanya setia kepada mereka yang telah membantuku," jawab Adam dengan mantap.
"Oh, begitu. Aku merasa tersentuh. Padahal aku hanya tertarik padamu karena bakatmu," ujar wanita itu dengan nada merendahkan.
Adam merasa keanehan merayap di dalam dirinya, tetapi dia menahannya. "Kenapa? Apakah kau marah?" tanya wanita itu dengan penasaran.
"Aku tidak tahu," jawab Adam.
"Benar! Kau hanya mengerti sedih dan bahagia. Itu membuatku semakin senang. Aku bisa membuatmu bahagia lalu menyakitimu tanpa kau sadari! Haha..." kata wanita itu dengan kejam.
Adam hanya meremas jari-jarinya, tetap diam. "Kalau begitu, bunuh aku saja," ucapnya dengan mantap.
"Hm? Itu niatku, Adam. Oh ya, sebelum kau mati, aku akan memberitahumu tentang identitasmu dan keluargamu," ucap wanita itu tiba-tiba.
Adam terkejut. "Apa itu?" tanyanya dengan penasaran yang memuncak.
Namun, sebelum wanita itu bisa menjelaskan lebih lanjut, seseorang tiba-tiba melompat dari atas pohon dengan menggunakan jubah hitam. Wajahnya tertutup, hanya dua mata yang terlihat.
"Sudahlah, jangan terlalu dramatis. Segera katakan saja," ucap sosok misterius itu dengan nada datar.
"Ah kau mengacaukan saja! Apa kau tidak bisa membaca suasana?" jawab wanita itu.
"Kau memperlambat waktu saja. Kalau ingin drama seperti itu, lebih baik kau saja yang mengantarnya."
Adam, yang tengah kebingungan dengan situasi yang tak terduga, diam-diam melihat sosok yang tiba-tiba muncul dari atas pohon dengan pakaian hitam. Sosok itu, yang kemudian memperkenalkan diri sebagai Jack, mengaku sebagai teman dari wanita yang ia sebut sebagai "wanita drama".
"Siapa yang kau sebut wanita drama?!" interupsi wanita itu, yang bernama Frey.
"A.. Iya, aku Adam. Senang bertemu denganmu, Paman Jack?" kata Adam dengan rasa bingung yang tak tersembunyi.
"Aku masih belum begitu tua! Umurku baru 20 tahun, kau bisa memanggilku kakak," kata Jack.
"Hei, umurmu 27 loh," sahut Frey, memotong.
"Diam kau, Frey! Yah terserah kau ingin memanggilku apa," kata Jack sambil memutar matanya.
Adam memperhatikan mereka berdua berdebat, lalu dia teringat pada pembicaraannya dengan Frey sebelumnya tentang keluarganya. Apakah Frey benar-benar tahu tentang keluarganya?
"Uhm.. Maaf Ma'am, tentang pembicaraan sebelumnya.." coba Adam, takut mengganggu perdebatan mereka, tapi dia merasa itu tak apa.
Setelah mendengar Adam, Jack dan Frey saling memandang, kemudian mereka teruskan dengan perdebatan mereka.
"Hey nak, lupakan yang dikatakan wanita itu. Kau tau, dia hidup penuh drama jadi yang tadi dikatakan dia hanya skenario," kata Jack kepada Adam.
Adam tidak sepenuhnya yakin dengan orang yang baru saja ia temui, tapi dia memandang Frey dengan tatapan permintaan penjelasan.
"Huh.. Untuk kali ini aku mengakuinya. Memang tadi hanya sebuah permainan. Adam, sebenarnya aku hanya ingin memberitahumu sesuatu," kata Frey, yang kemudian menjelaskan kepada Adam bahwa itu hanya sebuah ujian kemampuan. Jika Adam mampu bertahan dengan serangan Frey, maka Frey akan memutuskan untuk menyerahkan Adam kepada Jack.
Adam merasa protes dengan keputusan itu. Bagaimana mungkin Frey, yang selama ini merawatnya, menyerahkannya kepada Jack yang baru saja ia temui? Dia tidak ingin meninggalkan Frey yang telah merawatnya dengan baik.
Namun, Frey menjelaskan bahwa dia menyerahkan Adam kepada Jack agar Adam bisa mendapatkan lebih banyak pengetahuan tentang dunia luar. Jack akan membimbingnya selama tiga tahun ke depan, sementara Frey akan mengunjungi Adam sekali setahun.
Setelah Adam diyakinkan dengan penjelasan Frey, dia akhirnya setuju untuk pergi bersama Jack. Frey pun menyiapkan beberapa pakaian dan buku untuk Adam, termasuk buku tentang ilmu bela diri dari tingkat dasar hingga lanjutan.
"Ma'am, aku... Aku akan pergi sekarang atas keinginanmu," ucap Adam dengan sedih.
"Ya, hati-hati selama masa pendidikanmu, Adam. Ingat ini, kau harus lebih waspada terhadap sekitarmu, jangan mudah percaya pada orang lain, dan jangan terlalu mudah mengasihani," pesan Frey dengan serius.
Meskipun Adam tidak tahu alasan di balik pesan-pesan itu, dia yakin bahwa itu semua demi kebaikannya. "Baik, aku akan mengingatnya," jawabnya mantap.
"Apakah sudah selesai perpisahannya? Kalau begitu, kami akan pergi," kata Jack, menunggu di samping.
"Jack, aku mempercayakannya padamu," ujar Frey tiba-tiba, dengan nada yang sedikit lebih lembut dari biasanya. Itu pertama kalinya Adam melihat Frey berbicara dengan lembut kepada Jack. Jack mengerti maksud di balik kata-kata itu, dia hanya mengangguk dan melambaikan tangannya pada Frey. Kemudian, mereka berdua pergi meninggalkan Frey seorang diri.
Frey, yang kini sendirian, tersenyum sendiri.
Kembali ke hari di mana Vero membuat janji akan bertemu dengan Dika dan Yoga. Hari itu mereka membuat janji akan bertemu di suatu tempat saat jam istirahat. Vero menyetujui itu karena penasaran dengan apa yang akan mereka lakukan. Sudah menjadi rahasia umum kalau mereka merupakan anggota suatu organisasi di akademi yang sering menindas. "Kamu mau kemana?" tanya Allya melihat Vero keluar kelas dan berjalan beda arah. "Aku ada urusan," ucap Vero singkat mengabaikan Allya. Dengan jawaban singkat seperti itu membuat Allya curiga dengannya, dia berniat mengikuti Vero namun tiba - tiba seseorang menyapanya. "Allya, kenapa kau berdiri di depan pintu seperti ini? Kau menunggu seseorang?" "... Aku hanya bingung mau ke kantin dengan siapa." "Kalau kau bingung begitu, kenapa tidak bersama denganku? Ayo kita ke kantin bersama." "Eh, tapi—" "Ayolah, Reyna juga pasti lagi
Sekarang adalah hari di mana mereka akan diseleksi kembali. Peserta yang berhasil mencapai 20 besar akan melakukan pertandingan dengan peraturan baru. Kali ini murid tahun pertama akan melawan murid tahun kedua. Tidak peduli apakah mereka baru menjadi murid di akademi, karena hasil seleksi dari ajang ini memerlukan seseorang yang memiliki kekuatan. Sama seperti sebelumnya, mereka akan mengambil nomor urut secara bergiliran. "Vero! Kali ini aku berharap kita akan mendapatkan nomor yang sama." "Rei, kau tidak pernah menyerah huh." "Tentu saja!" "Tapi sayangnya kali ini tahun pertama akan melawan tahun kedua." "Ah kenapa peraturan konyol seperti itu ada?!" Seperti biasa, Reito kesal dengan sesuatu yang tidak berjalan sesuai rencananya. Mereka maju satu persatu dan kembali ke tempat duduk masing-masing. Petugas kali ini tidak mengumumkan siapa yang akan menjadi lawan m
Di tengah malam gelap gulita, seseorang keluar dari penginapan. Dia keluar layaknya seorang pencuri yang mengendap-endap. Orang itu pergi mengunjungi sebuah rumah yang berjarak enam rumah dari penginapan palapa. Tok tok... Pintu rumah yang diketuk itu kemudian terbuka menampilkan ruangan terang benerang. "Kau kembali?" "Aku ingin bertemu ketua." "Ketua saat ini istirahat, kau sampaikan saja kepadaku." "... Kalau begitu aku akan kembali besok." Pria yang diajak berbicara membuat muka masam. Pasalnya orang di depannya itu terlihat mencurigai dirinya. "Ketua ada di dalam, dia menunggumu." Pria itu membuka suara ketika orang tadi hampir sepenuhnya keluar dari pintu. "Aku tambah mencurigaimu," balasnya sambil melewati pria tersebut. Di balik pintu itu duduk seorang pria tua dengan sebuah buku di tangannya. "Apa ada yang ingin kau sampaikan malam-malam begini?"
Sudah sehari terlewat semenjak pertandingan Vero dengan Ferry. Pertandingan keduanya bisa dikatakan sangat menarik perhatian satu akademi. Saat hampir semua murid membicarakan pertandingan keduanya di asrama, Vero saat ini berada penginapan. Menjalani kegiatan rutinnya. "Biarkan aku juga membantumu memasak," tawar Allya di depan pintu dapur. "Kau lebih baik jangan mengacau. Jadilah anak baik." "Nak Vero, jangan seperti itu. Allya berniat baik untuk menolong kita di dapur. Setidaknya jawab dia dengan baik." "Kalau ibu bilang begitu... Kau bisa membantuku menyiapkan makanan. Yui, tolong urus dia." Yui yang mendengar itu tentu terlihat antusias namun tidak menunjukkannya secara terang-terangan. Dia merasa tertolong dengan bantuan Allya. Allya secara cepat beradaptasi dengan suasana dapur. Tidak ada kesalahan yang diperbuat olehnya. Berkat dirinya pekerjaan terasa lebih ringan dari biasanya. "K
Hari ini merupakan babak penyisihan empat puluh besar. Mereka yang berhasil lolos hingga tahap ini akan diseleksi kembali menjadi dua puluh besar. "Kuharap kita bisa bertanding, Vero." "Kuharap tidak." "Ayolah, kali ini aku akan serius menghadapimu." "Kau tidak bosan kalah dariku, Rei?" Di bangku ruang tunggu, Reito terus berbicara dengan Vero. Dia ingin sekali menantang Vero bertanding. Namun, kali ini pertandingan dilakukan dengan pengundian. Setiap peserta akan menulis nama mereka masing-masing di atas sebuah lembar kertas. Lembaran-lembaran itu dikumpulkan menjadi satu dalam sebuah kotak. Terdapat dua petugas yang akan mengambil masing-masing satu lembaran itu, kemudian nama yang muncul akan bertanding satu sama lain. "Baik, sekarang kami akan mengambil nama kalian. Apapun hasilnya, tidak dapat diganggu gugat." Dua petugas maju ke depan kotak. Mereka mengambil masing-m
Hari seleksi pertama sudah berlalu dengan lancar. Tidak ada kecelakaan apapun yang terjadi. "Hei, bukankah hari ini giliranmu?" tanya Elvina di kursi penonton. "Ya, dan itu bukan urusanmu," jawab Vero dengan menutup matanya. Elvina yang melihat reaksi jawaban dari Vero merasa amat kesal. Dia kesal karena sikap yang diberikan kepadanya berbeda dengan sikap yang diberikan kepada Allya. "Kamu mendapat nomor urut ke berapa?" balas Allya mendengar percakapan keduanya. "Kenapa? Aku mendapat nomor tiga puluh enam," jawab Vero dengan menghadap ke arah Allya. Sebenarnya Vero hanya mengerjai Elvina dengan berperilaku seperti itu karena merasa bosan. "Sekarang sudah urutan tiga puluh, sebaiknya kau bersiap sekarang juga sana!" kesal Elvina. "Kau bisa diam tidak? Aku sudah tau itu, Elvina." Elvina membuang muka dengan raut wajah kesalnya. Dia benar-benar kesal dengan Vero saat ini. Saat mereka bertiga mengobrol, s
Pagi hari itu menjadi begitu sangat ramai. Semua murid akademi berkumpul di lapangan. Mereka duduk di kursi penonton untuk menyaksikan pertandingan yang akan dimulai pada hari pertama. Semua kursi yang disediakan hampir terisi penuh, para guru juga menyaksikan siapa bibit unggul tahun ini. "Baiklah dengan ini aku menyatakan bahwa seleksi pertama dimulai!" teriak Mazumi dari tempat duduknya. Sorakan terdengar riuh di stadium menyambut pengumuman kepala akademi. Dengan demikian, pertandingan pertama akan segera dimulai. "Bagi yang mendapatkan nomor urut pertama silakan maju. Sekali lagi, bagi yang mendapat nomor urut pertama silakan memasuki arena!" MC mengumumkan melalui speaker agar peserta segera memasuki arena. Pintu masuk arena terbuka dan seketika semua perhatian tertuju kepadanya. "A-ah, I-ini terlalu me-menakutkan.." gumam pemuda berkacamata yang saat ini berjalan menuju arena. Di
Mengejutkan. Di penginapan, Vero terkejut dengan keberadaan seorang gadis yang dia tidak pernah perkirakan akan tinggal di sana juga. Gadis itu adalah Allya. "Kenapa kau ada di sini?" tanya Vero di depan meja resepsionis. "Kamu juga kenapa di sini?" tanya Allya balik dengan muka polos. "Aku tinggal di sini." "Kamu tinggal di sini juga? Astaga aku tak menyangka kita akan sepenginapan," ucapnya dengan senyuman. "Oh.. Tu-tunggu, apa maksudmu?!" "Haha.. Jangan terkejut seperti itu, mukamu yang biasanya kaku terlihat lucu saat ini." "Tidak. Aku serius bertanya, kenapa kau tidak tinggal saja di asrama akademi atau apakah kau tidak punya tempat tinggal?" tanya Vero panjang lebar. "Rumahku dari akademi cukup jauh dan tinggal di asrama sedikit kurang nyaman karena itu bukan akademi asalku." "Setidaknya ada banyak penginapan lain!" Walaupun Vero mengeluh dengan kehadiran
Hai, mohon maaf sebelumnya. Saya selaku penulis novel ini ingin mengabarkan bahwa novel ini update satu Chapter per minggu dikarenakan kesibukan. Sangat disayangkan memang namun saya harus memprioritaskan urusan pribadi. Saya juga merasa seperti tidak ada yang membaca novel ini karena selama ini hanya satu respon atau dukungan yang saya terima, itu membuat saya ragu apakah ada yang membaca cerita ini atau tidak hingga sekarang. Namun, saya akan tetap menyelesaikan novel ini hingga tamat sesuai kontrak. Kemungkinan novel ini update setiap hari sabtu atau minggu. Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca cerita ini. Mohon maaf bila ada kata yang salah.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments