Kerajaan Quella dikenal dengan kerajaan yang damai, di sana berbagai macam ras ada dan saling mengayomi. Tak ada yang namanya budak, mereka saling bahu membahu bila ada yang kesusahan. Itu semua berkat sang raja.
Raja Reyland Quella merupakan raja keenam dari Kerajaan Quella. Memiliki seorang istri dan tiga orang anak, dua di antaranya seorang putri yang cantik dan anggun. Anak keduanya merupakan seorang putra yang kuat dan berwibawa. Mereka bertiga memiliki kepribadian yang berbeda namun tak ada perselisihan yang terjadi.
Airi Quella, anak sulung dari Raja Reyland. Dia seorang putri yang pintar dan ramah. Rambut pirang dan mata biru menjadi ciri khasnya karena perpaduan antara rambut pirang sang raja dan mata biru sang ratu. Saat ini umurnya menginjak 23 tahun dan sudah memiliki tunangan. Airi dikenal dengan kepintarannya dalam hal ekonomi, oleh karena itu dia dipercaya memegang urusan ekonomi wilayah Foren. Wilayah terbesar kedua di Kerajaan Quella.
Anak kedua dan satu-satunya putra mahkota, Louis Quella. Empat tahun lebih muda dari Putri Airi. Seorang pangeran yang terampil dalam ilmu berpedang dan bijaksana dalam memutuskan masalah. Pangeran Louis sangat mirip dengan ayahnya, Raja Reyland. Memiliki rambut pirang dan mata berwarna merah. Louis menjadi kapten dari salah satu pasukan kerajaan, dia memimpin dalam menangani beberapa bandit dan kejahatan lainnya. Memang Kerajaan Quella dikenal kerajaan damai namun tak dipungkiri masih ada kejahatan di balik bayangan.
Terakhir, putri kedua bernama Reyna Quella. Selisih umur antara dia dan Pangeran Louis adalah tiga tahun. Reyna memiliki paras yang berbeda dari kedua saudaranya. Dia memiliki rambut biru keperakan dan mata biru seperti ibunya. Orang-orang menjulukinya dengan nama Putri Salju dikarenakan hal itu dan kepribadiannya yang sangat dingin ke orang sekitar. Hanya keluarganyalah yang sangat mengenal dia.
Reyna sangat jarang berbicara dengan orang lain namun berbeda saat bersama keluarganya. Dia adalah orang yang banyak tersenyum dan ramah di dalam kastil. Oleh karena itu, para maid dan kesatria di kastil mengetahui jika senyuman Reyna merupakan senyuman yang sangat mahal.
Selama kekuasaan Raja Reyland, Kerajaan Quella mengalami kemajuan yang pesat. Istrinya, Ileana Roland pun menjadi faktor penting dalam keberhasilan Reyland. Ileana membantu dalam mengambil keputusan yang akan diambil oleh raja. Jadi, tak heran rakyat Kerajaan Quella sangat menghormati keluarga kerajaan.
"Ibunda dan ayahanda, aku meminta izin untuk melakukan perjalanan ke kerajaan tetangga selama sebulan lebih."
Louis yang tiba-tiba datang memasuki ruangan raja langsung berlutut meminta izin keduanya. Reyland dan Ileana mengerti tujuan Louis mengunjungi Kerajaan Sirus, untuk itu mereka memberi izin kepadanya dengan membawa beberapa pengawal.
"Ayah menyetujuinya namun kamu harus membawa Kevin dan beberapa prajurit bintang lima dalam perjalanan."
Kevin merupakan salah satu pengawal pribadi kerajaan. Dia sudah dilatih menjadi pengawal sedari kecil oleh orang tuanya yang juga menjadi pengawal pribadi raja. Kevin memiliki kemampuan bertarung yang tak kalah hebat dari ayahnya, untuk itu dia akan bertugas mengawal Louis dalam melakukan perjalanan.
"Baik, Ayahanda."
"Lui.. Ibu percaya kamu akan berhasil untuk membangun persahabatan dengan Kerajaan Sirus. Untuk itu, silakan kembali dengan selamat."
"Baiklah, kamu akan memulai perjalanan mulai besok pagi bersama Kevin dan beberapa pengawal. Jadi, siapkan dirimu hari ini," ucap Reyland.
"Aku pasti akan kembali dengan selamat, Bu. Kalau begitu aku undur diri."
Louis meninggalkan ruangan dan menuju ke kamarnya untuk mempersiapkan beberapa hal. Saat sudah dekat dengan kamarnya, Dia bertemu dengan Kevin.
"Pangeran."
"Oh Kevin, apa kau sudah tau tentang perjalanan besok?" tanya Louis.
"Sudah. Para prajurit juga sudah mengetahuinya dan saat ini sedang mempersiapkan diri."
"Berapa orang yang dikirim raja?"
"Empat orang prajurit dengan bintang lima dan sebelas sisanya prajurit bintang tiga dan empat," jelas Kevin.
"Baiklah, aku harap besok berjalan lancar," balas Louis meninggalkan Kevin.
Prajurit Kerajaan Quella dibagi menjadi lima kelas berdasarkan bintang. Bintang satu bertugas dalam patroli di desa-desa, mereka di sebar merata dalam menjaga keamanan. Bintang dua bertugas dalam patroli di kota-kota kecil. Selanjutnya, bintang tiga berpatroli di lima kota besar kerajaan. Prajurit bintang empat bertugas di sekitar kastil. Terakhir, prajurit bintang lima ditugaskan hanya untuk keadaan darurat seperti perang dan semacamnya.
Bintang tersebut dibagi berdasarkan kekuatan dan keahlian mereka dalam menangani masalah. Jika mereka ingin mengajukan kenaikan bintang maka akan dilakukan tes tiap setahun sekali. Biasanya bintang lima merupakan prajurit yang setara dengan petualang peringkat A hingga S.
Akan tetapi, kekuatan militer Kerajaan Quella tidak hanya sampai di situ. Mereka memiliki puluhan komandan yang kekuatannya melebihi prajurit bintang lima. Salah satu komandan itu adalah Kevin.
Di sisi lain, Putri Reyna saat ini berada di dalam ruangan pribadinya. Dia sedang melakukan beberapa penelitian mengenai sihir. Sudah menjadi hal biasa bagi seseorang menjadi magician namun job sorcerer sendiri sangat sedikit dibanding job lainnya. Reyna salah satu orang yang dapat menggunakan sihir air dan angin.
Reyna membaca banyak buku sejarah karena penasaran dengan jenis sihir apa saja yang ada di dunianya. Dikarenakan keluarganya memiliki sihir angin, air, api, dan cahaya dia sudah mengetahui karakteristik dari keempat sihir itu. Sampai saat ini dia baru mengetahui tujuh macam sihir, yaitu air, api, angin, cahaya, kegelapan, tanah, dan petir.
"Apa tidak ada hal baru yang dapat kupelajari..." keluhnya tak menemukan jenis sihir yang baru.
Dia bangun dari kursinya dan menuju perpustakaan kerajaan. Sesampainya di sana, dia mengelilingi rak buku bagian sihir namun semua buku itu sama seperti biasanya dia lihat. Reyna berjalan menuju penjaga perpustakaan karena sudah lelah mencari buku yang diinginkan.
"Um..."
"Ah Putri Reyna, seperti biasa Anda sering membaca buku. Apa yang bisa saya bantu?" tanya penjaga perpustakaan dengan ramah.
"Aku mencari buku sihir yang baru, maksudku kecuali tujuh macam sihir yang biasanya. Apa masih ada jenis sihir yang lain?"
"Jenis sihir yang lain... Tunggu sebentar, sepertinya ada satu buku yang disimpan di tempat lain."
Perempuan penjaga perpustakaan itu pergi ke ruangan lain meninggalkan Reyna. Setelah beberapa saat, dia keluar dengan membawa buku biru tua yang tipis. Mungkin hanya sepuluh lembar.
"Buku ini ditaruh di ruangan khusus koleksi agar tidak hilang. Sebenarnya, buku ini hanya memuat sebagian kecil informasi sihir teleportasi karena itulah ditempatkan di ruangan itu."
Reyna yang mendengar tentang sihir teleportasi mulai penasaran. Dia merasa pernah mendengar sihir itu dari ibunya saat masih kecil.
"Apa aku boleh meminjamnya, Kak Tya?" tanya Reyna.
"Tentu boleh. Tapi, tolong jangan memanggilku 'Kak Tya', Putri. Karena Anda adalah seorang putri maka cukup panggil aku Tyana."
"Tidak. Aku sudah menganggap kamu sebagai kakakku juga, jadi biarkan aku memanggilmu seperti itu."
Tyana yang sudah tau akan jawaban itu pasrah untuk membujuk Reyna.
Mereka berdua sudah sangat dekat. Reyna yang sering mengunjungi perpustakaan sejak umur sepuluh tahun selalu bertemu Tyana. Karena Reyna yang masih kecil dan baru pertama kali masuk perpustakaan, Tyana membantu mencari buku yang ingin dibacanya bahkan mereka sering berbincang satu sama lain. Dari sanalah mereka dekat dan Reyna sudah menganggapnya sebagai saudara.
Setelah menerima buku itu, Reyna kembali ke ruangannya. Dia sangat penasaran dengan sihir teleportasi itu. Hanyut dengan isi dari buku itu membuat Reyna lupa jika sudah waktunya makan malam.
Pintunya pun diketuk oleh seorang maid, mengingatkannya jika semua orang sudah berkumpul di ruang makan. Reyna menjawabnya segera untuk menunggu sebentar lagi dan membaca halaman terakhir dari buku itu.
Di meja makan, sudah ada orang tuanya dan kedua kakaknya. Reyna lalu duduk dan meminta maaf karena terlambat datang.
"Hei Reyn, aku tebak kamu pasti asik membaca buku," ucap Louis.
"Lui, kamu menebak hal yang sudah pasti," sahut Airi.
"Kalian berdua mengejekku, humph."
Reyland dan Ileana terwata melihat kelakuan anak-anak mereka.
"Sudah, mari kita makan dulu. Selesai makan, ayah akan mengatakan sesuatu ke kalian," ucap Ileana dengan lembut.
Mereka mendengarkan perkataan Ileana. Ruang makan menjadi sunyi dengan mereka bertiga memikirkan apa yang akan dikatakan oleh Reyland. Reyland tersenyum mengetahui mereka bertiga hanyut dalam pikiran masing-masing.
"Ekhem."
Semua mata tertuju ke arah Reyland. Mereka sudah selesai makan dan menunggu ayahnya memulai pembicaraan.
"Jadi, setelah ayah dan ibu berdiskusi... Kami memutuskan beberapa hal untuk dibicarakan kepada kalian."
Reyland menjelaskan rencananya kepada mereka bertiga. Dia bersama istrinya memutuskan ketiga anaknya akan diberi tugas. Louis, seperti yang sudah diketahui akan melakukan perjalanan politik ke Kerajaan Sirus selama sebulan lebih, dia akan ditemani oleh Kevin dan Penasihat William. Airi yang selama ini dipercayai mengurus ekonomi wilayah Foren akan melakukan perjalanan ke beberapa kota untuk mengumpulkan informasi ekonomi dan memberi saran jika diperlukan. Sementara Reyna akan mengikuti akademi kerajaan yang dimulai bulan depan selama dua tahun.
Mereka bertiga mendengarkan keputusan ayah dan ibunya dengan baik. Tentu mereka sudah mengira ini akan terjadi.
"Wah, Kak Lui akan pergi selama itu?" sedih Reyna.
"Kapan kamu berangkat, Lui?" tanya Airi.
"Besok kami sudah melakukan perjalanan."
"Tunggu! Kenapa begitu cepat?" tanya Reyna.
"Tenang Reyn, kakak hanya pergi kurang dari dua bulan atau mungkin sebulan. Dan bukannya kamu juga akan berada di akademi saat aku pulang? Jadi, fokuslah dengan kehidupan akademimu." Louis menenangkan Reyna yang terlihat cemberut. Begitulah Reyna di keluarganya berbeda dengan Reyna di luar istana.
Mereka berlima menghabiskan waktu dengan tertawa bersama dan membicarakan masa depan.
Keesokan harinya, Louis Quella bersama Kevin, William dan beberapa prajurit meninggalkan istana. Kepergian Louis dihadiri oleh raja, ratu, kedua saudaranya dan para petinggi kerajaan. Mereka berharap untuk keselamatan Sang Pangeran dan semua prajurit.
Perjalan dari Kerajaan Quella menuju Kerajaan Sirus memakan waktu lima hari. Dari istana ke dermaga pun menghabiskan waktu dua hari perjalanan dengan berkuda.
Sudah sebulan lebih waktu berjalan, Louis pun telah kembali dengan membawa kabar gembira. Persahabatan antara kedua kerajaan semakin erat dan memiliki kerjasama di berbagai sektor. Tahun pelajaran baru akademi kerajaan juga sudah mulai dibuka. Bagi mereka yang berusia 16 hingga 18 tahun diperbolehkan mendaftar dan akan mengikuti seleksi masuk. Seleksi masuk terdiri dari dua tes. Pertama, seleksi pengetahuan umum dan kemampuan strategi, baik strategi dalam perang maupun bidang lainnya. Kedua, seleksi kemampuan dalam pertarungan. Diperbolehkan menggunakan semua jenis serangan dan sihir yang dimiliki masing-masing peserta. Akademi kerajaan membagi kelas berdasarkan hasil nilai yang keluar. Mereka tidak melihat dari status sosial para peserta. Jika nilai tes seleksi pertama lebih unggul dari seleksi kedua maka mereka akan dimasukkan ke dalam kelas putih, kelas yang lebih fokus dalam kemampuan seperti ekonomi, politik, strategi dan sejenisnya. Apabila hasil seleksi kedua yang lebih unggu
Pagi harinya, Vero berada di dapur penginapan. Dia saat ini sedang memasak untuk sarapan. Saat kemarin sore dia sudah meminta izin Hilma untuk menggunakan dapur. "Kakak mau masak apa?" tanya Bima penasaran. "Hanya makanan sederhana," jawabnya. Suara khas dari penggorengan terdengar di sekitar dapur, beberapa rempah yang sudah digiling dimasukkan ke dalam wajan seperti bawang putih, bawang merah, cabai, garam, lada, dan sebagainya. Kemudian, dia memasukkan potongan daging hingga setengah matang. Bima yang memperhatikan Vero memasukkan daging lalu nasi mengerti jika dia berencana membuat nasi goreng daging sapi. "Kelihatannya sangat lezat!" ujar Bima. "Belum saatnya menilai kalau belum dicoba." Setelah beberapa saat, nasi goreng itu diletakkan di atas mangkuk besar. Cukup untuk beberapa porsi, pikirnya. Wangi dari masakan itu menyebar hingga lantai dua membuat para penghuni keluar kamar. Mereka penasaran darimana aroma makanan itu datang. "Rupanya Nak Vero pandai memasak. Aroma m
Terdapat sekitar tiga ratus calon peserta yang mengikuti tes masuk, yang dibagi menjadi enam kelas dengan masing-masing menghadirkan lima puluh peserta. Vero, yang memiliki nomor tes empat puluh sembilan, ditugaskan di ruangan pertama. Saat memasuki ruangan tersebut, Vero melihat hampir seluruh bangku telah terisi. Ia mencari tempat duduk sesuai dengan nomor urutnya dan menemukannya di pojok paling belakang. Beberapa menit kemudian, ruangan tersebut telah penuh dan pengawas ujian memberikan sepuluh lembar pertanyaan kepada peserta. Setiap lembar soal terdiri dari lima belas pertanyaan. Setiap jawaban benar akan memberikan dua poin, jawaban yang dianggap kurang tepat diberikan satu poin, sementara jawaban yang salah akan dikenai poin minus satu. Dengan demikian, untuk memenuhi passing grade, peserta harus menjawab minimal tujuh puluh lima soal dengan benar. "Diberikan waktu satu setengah jam untuk mengerjakan soal. Jangan harap ada kesempatan untuk menyontek!" tegas pengawas. Atmosf
"Sejak kapan ada bangku-bangku ini?!""Aku juga tidak tahu, penginapan ini terkunci saat malam.""Mungkin saja tukang mebelnya datang pagi-pagi sebelum kita semua bangun," duga Ken. Mereka saling bertatapan, bingung dengan kehadiran bangku-bangku tersebut. Mendengar keributan, Hilma keluar dari kamarnya. "Apa yang terjadi? Sudah pagi-pagi begini ribut?" tanya Hilma. "Gini Bu, kita sebenarnya ingin merapikan ruangan lagi sebelum dibuka, tapi tiba-tiba ada banyak bangku yang sudah tersusun rapi padahal pintunya belum dibuka," jelaskan Yui. Hilma yang mendengar penjelasan Yui segera memeriksa keadaan. Dia juga terkejut melihat banyaknya bangku yang telah tersusun rapi di dalam penginapan. "Oh, begitu ya... Tadi sebelum kalian turun, aku membuka pintunya, dan pada saat itulah mereka membawa bangku-bangku ini masuk," jawab Hilma, mencoba menutupi kebenaran Vero. "Hmm... mereka benar-benar pekerja keras," komentar Niki, percaya dengan alasan Hilma. Pagi itu, mereka melanjutkan members
Pagi ini aula akademi kerajaan dipenuhi oleh para murid baru karena acara pembukaan dialihkan ke sini. Mereka memakai seragam yang sudah dibagikan dan duduk di masing-masing kelas. Kelas hitam berada di sisi kanan dan kelas putih berada di sisi kiri. Setiap sisi terdapat bangku yang diatur sedemikian rupa. Bangku-bangku itu diatur menjadi lima belas baris dan setiap baris berisi sepuluh bangku. Vero yang sudah datang dari awal berada di kursi barisan kedua. Memakai seragam putih dan rambut peraknya menjadi perhatian murid di sekitar. Vero sudah tak mempermasalahkan tatapan itu dan melanjutkan aktivitasnya namun tiba-tiba seseorang masuk. Seorang siswa kelas hitam, memiliki mata tajam, rambut merah, dan wajah rupawan. Di sampingnya berdiri seorang siswa kelas hitam juga, dia mengikuti siswa berambut merah. Saat dua orang itu melewati bangku-bangku belakang, aroma khas tercium. "Hei, bukannya mereka dari Sirius?" bisik seseorang ke teman di sebelahnya. "Darimana kau tau?" "Lihat la
Biasanya, para murid menghabiskan jam istirahat mereka di kantin, lapangan, tempat latihan, atau perpustakaan. Namun, Vero termasuk siswa yang memilih tempat lain. Dia berada di bawah pohon yang dapat ditemukan melalui jendela perpustakaan. Saat ini, dia tertidur pulas dengan buku menutup wajahnya. Kicauan burung di dahan pohon terdengar merdu, sementara suara dentingan pedang yang beradu di lapangan terdengar sampai ke tempatnya. Angin sepoi menambah rasa kantuk dalam diri Vero. Tuk. Tuk. Tuk. Waktu santainya terganggu, Vero bangun dari tidur setelah merasakan sesuatu pada tubuhnya. Dia melihat ada tiga butir kacang di dekatnya lalu melihat sekeliling. Tak ada orang. Kemudian, dia melihat ke atas pohon. "Rupanya kau," kata Vero. "Ah, aku ketahuan ya," balas Reito. Seseorang itu turun dari pohon dan ikut duduk di dekatnya. "Ada apa sampai harus mengganggu tidurku?" tanya Vero. "Aku hanya iseng melihat kau tidur dengan pulas," jawab Reito. Mendengar itu, Vero memutar matanya deng
"Apa yang kau lakukan?" tanya Vero, membalikkan kepalanya untuk melihat Reito yang mengikutinya. "Aku?" Reito mengernyitkan keningnya. "Cepat katakan. Kenapa kau mengikutiku?" "Siapa juga yang mengikutimu, aku hanya ingin mengunjungi Kedai Palapa itu." "Terserah kau saja." Vero sudah tidak mempedulikan dirinya yang diikuti oleh Reito sejak pulang dari akademi. Dia meneruskan jalannya menuju penginapan. Sebenarnya, Reito mengikuti Vero karena penasaran dengan kehidupan Vero. Apa saja yang dilakukannya hingga bisa seperti itu. Rasa penasaran Reito semakin menjadi setelah mereka melakukan latihan tanding. *** Dua orang pemuda berada di dalam ruang latihan. Mereka berdiri di atas arena latih tanding dengan perlengkapan yang lengkap. Kedua pemuda itu menggunakan pelindung dada dan sarung tangan. "Ternyata kau benar datang ke sini ya," kata Reito kepada Vero. Vero hanya terdiam, fokus pada persiapan dirinya untuk latihan. Dia menganggap seolah-olah tidak ada orang di depannya dan te
"Ada apa ini?" Vero bingung ketika baru sampai akademi karena melihat banyak orang berkumpul di depan papan pengumuman. Mereka melihat sebuah informasi terpasang di papan tersebut. Menyipitkan matanya, dia melihat dengan jarak lima meter dari papan itu. "Apa maksudnya ini?" Tak habis pikir dengan informasi yang dibacanya, Vero mengerutkan keningnya. Informasi yang dibacanya memang sedikit mengejutkan. Akademi baru saja menerima murid baru sehari yang lalu namun saat ini akan mengadakan pertukaran pelajar. Pertukaran pelajar dengan akademi nomor dua di Kerajaan Quella ini. Kabarnya, siswa tahun pertamalah yang akan menjadi peserta dalam kegiatan tersebut. Akademi Xerrn merupakan akademi terbesar kedua di Kerajaan Quella. Akademi ini tidak kalah megah dan istimewa. Perbedaan keduanya hanyalah dari sejarah dan pencapaian lulusan terhadap kerajaan. Sebelumnya, mereka tidak pernah mengadakan hal semacam itu membuat sebag
Kembali ke hari di mana Vero membuat janji akan bertemu dengan Dika dan Yoga. Hari itu mereka membuat janji akan bertemu di suatu tempat saat jam istirahat. Vero menyetujui itu karena penasaran dengan apa yang akan mereka lakukan. Sudah menjadi rahasia umum kalau mereka merupakan anggota suatu organisasi di akademi yang sering menindas. "Kamu mau kemana?" tanya Allya melihat Vero keluar kelas dan berjalan beda arah. "Aku ada urusan," ucap Vero singkat mengabaikan Allya. Dengan jawaban singkat seperti itu membuat Allya curiga dengannya, dia berniat mengikuti Vero namun tiba - tiba seseorang menyapanya. "Allya, kenapa kau berdiri di depan pintu seperti ini? Kau menunggu seseorang?" "... Aku hanya bingung mau ke kantin dengan siapa." "Kalau kau bingung begitu, kenapa tidak bersama denganku? Ayo kita ke kantin bersama." "Eh, tapi—" "Ayolah, Reyna juga pasti lagi
Sekarang adalah hari di mana mereka akan diseleksi kembali. Peserta yang berhasil mencapai 20 besar akan melakukan pertandingan dengan peraturan baru. Kali ini murid tahun pertama akan melawan murid tahun kedua. Tidak peduli apakah mereka baru menjadi murid di akademi, karena hasil seleksi dari ajang ini memerlukan seseorang yang memiliki kekuatan. Sama seperti sebelumnya, mereka akan mengambil nomor urut secara bergiliran. "Vero! Kali ini aku berharap kita akan mendapatkan nomor yang sama." "Rei, kau tidak pernah menyerah huh." "Tentu saja!" "Tapi sayangnya kali ini tahun pertama akan melawan tahun kedua." "Ah kenapa peraturan konyol seperti itu ada?!" Seperti biasa, Reito kesal dengan sesuatu yang tidak berjalan sesuai rencananya. Mereka maju satu persatu dan kembali ke tempat duduk masing-masing. Petugas kali ini tidak mengumumkan siapa yang akan menjadi lawan m
Di tengah malam gelap gulita, seseorang keluar dari penginapan. Dia keluar layaknya seorang pencuri yang mengendap-endap. Orang itu pergi mengunjungi sebuah rumah yang berjarak enam rumah dari penginapan palapa. Tok tok... Pintu rumah yang diketuk itu kemudian terbuka menampilkan ruangan terang benerang. "Kau kembali?" "Aku ingin bertemu ketua." "Ketua saat ini istirahat, kau sampaikan saja kepadaku." "... Kalau begitu aku akan kembali besok." Pria yang diajak berbicara membuat muka masam. Pasalnya orang di depannya itu terlihat mencurigai dirinya. "Ketua ada di dalam, dia menunggumu." Pria itu membuka suara ketika orang tadi hampir sepenuhnya keluar dari pintu. "Aku tambah mencurigaimu," balasnya sambil melewati pria tersebut. Di balik pintu itu duduk seorang pria tua dengan sebuah buku di tangannya. "Apa ada yang ingin kau sampaikan malam-malam begini?"
Sudah sehari terlewat semenjak pertandingan Vero dengan Ferry. Pertandingan keduanya bisa dikatakan sangat menarik perhatian satu akademi. Saat hampir semua murid membicarakan pertandingan keduanya di asrama, Vero saat ini berada penginapan. Menjalani kegiatan rutinnya. "Biarkan aku juga membantumu memasak," tawar Allya di depan pintu dapur. "Kau lebih baik jangan mengacau. Jadilah anak baik." "Nak Vero, jangan seperti itu. Allya berniat baik untuk menolong kita di dapur. Setidaknya jawab dia dengan baik." "Kalau ibu bilang begitu... Kau bisa membantuku menyiapkan makanan. Yui, tolong urus dia." Yui yang mendengar itu tentu terlihat antusias namun tidak menunjukkannya secara terang-terangan. Dia merasa tertolong dengan bantuan Allya. Allya secara cepat beradaptasi dengan suasana dapur. Tidak ada kesalahan yang diperbuat olehnya. Berkat dirinya pekerjaan terasa lebih ringan dari biasanya. "K
Hari ini merupakan babak penyisihan empat puluh besar. Mereka yang berhasil lolos hingga tahap ini akan diseleksi kembali menjadi dua puluh besar. "Kuharap kita bisa bertanding, Vero." "Kuharap tidak." "Ayolah, kali ini aku akan serius menghadapimu." "Kau tidak bosan kalah dariku, Rei?" Di bangku ruang tunggu, Reito terus berbicara dengan Vero. Dia ingin sekali menantang Vero bertanding. Namun, kali ini pertandingan dilakukan dengan pengundian. Setiap peserta akan menulis nama mereka masing-masing di atas sebuah lembar kertas. Lembaran-lembaran itu dikumpulkan menjadi satu dalam sebuah kotak. Terdapat dua petugas yang akan mengambil masing-masing satu lembaran itu, kemudian nama yang muncul akan bertanding satu sama lain. "Baik, sekarang kami akan mengambil nama kalian. Apapun hasilnya, tidak dapat diganggu gugat." Dua petugas maju ke depan kotak. Mereka mengambil masing-m
Hari seleksi pertama sudah berlalu dengan lancar. Tidak ada kecelakaan apapun yang terjadi. "Hei, bukankah hari ini giliranmu?" tanya Elvina di kursi penonton. "Ya, dan itu bukan urusanmu," jawab Vero dengan menutup matanya. Elvina yang melihat reaksi jawaban dari Vero merasa amat kesal. Dia kesal karena sikap yang diberikan kepadanya berbeda dengan sikap yang diberikan kepada Allya. "Kamu mendapat nomor urut ke berapa?" balas Allya mendengar percakapan keduanya. "Kenapa? Aku mendapat nomor tiga puluh enam," jawab Vero dengan menghadap ke arah Allya. Sebenarnya Vero hanya mengerjai Elvina dengan berperilaku seperti itu karena merasa bosan. "Sekarang sudah urutan tiga puluh, sebaiknya kau bersiap sekarang juga sana!" kesal Elvina. "Kau bisa diam tidak? Aku sudah tau itu, Elvina." Elvina membuang muka dengan raut wajah kesalnya. Dia benar-benar kesal dengan Vero saat ini. Saat mereka bertiga mengobrol, s
Pagi hari itu menjadi begitu sangat ramai. Semua murid akademi berkumpul di lapangan. Mereka duduk di kursi penonton untuk menyaksikan pertandingan yang akan dimulai pada hari pertama. Semua kursi yang disediakan hampir terisi penuh, para guru juga menyaksikan siapa bibit unggul tahun ini. "Baiklah dengan ini aku menyatakan bahwa seleksi pertama dimulai!" teriak Mazumi dari tempat duduknya. Sorakan terdengar riuh di stadium menyambut pengumuman kepala akademi. Dengan demikian, pertandingan pertama akan segera dimulai. "Bagi yang mendapatkan nomor urut pertama silakan maju. Sekali lagi, bagi yang mendapat nomor urut pertama silakan memasuki arena!" MC mengumumkan melalui speaker agar peserta segera memasuki arena. Pintu masuk arena terbuka dan seketika semua perhatian tertuju kepadanya. "A-ah, I-ini terlalu me-menakutkan.." gumam pemuda berkacamata yang saat ini berjalan menuju arena. Di
Mengejutkan. Di penginapan, Vero terkejut dengan keberadaan seorang gadis yang dia tidak pernah perkirakan akan tinggal di sana juga. Gadis itu adalah Allya. "Kenapa kau ada di sini?" tanya Vero di depan meja resepsionis. "Kamu juga kenapa di sini?" tanya Allya balik dengan muka polos. "Aku tinggal di sini." "Kamu tinggal di sini juga? Astaga aku tak menyangka kita akan sepenginapan," ucapnya dengan senyuman. "Oh.. Tu-tunggu, apa maksudmu?!" "Haha.. Jangan terkejut seperti itu, mukamu yang biasanya kaku terlihat lucu saat ini." "Tidak. Aku serius bertanya, kenapa kau tidak tinggal saja di asrama akademi atau apakah kau tidak punya tempat tinggal?" tanya Vero panjang lebar. "Rumahku dari akademi cukup jauh dan tinggal di asrama sedikit kurang nyaman karena itu bukan akademi asalku." "Setidaknya ada banyak penginapan lain!" Walaupun Vero mengeluh dengan kehadiran
Hai, mohon maaf sebelumnya. Saya selaku penulis novel ini ingin mengabarkan bahwa novel ini update satu Chapter per minggu dikarenakan kesibukan. Sangat disayangkan memang namun saya harus memprioritaskan urusan pribadi. Saya juga merasa seperti tidak ada yang membaca novel ini karena selama ini hanya satu respon atau dukungan yang saya terima, itu membuat saya ragu apakah ada yang membaca cerita ini atau tidak hingga sekarang. Namun, saya akan tetap menyelesaikan novel ini hingga tamat sesuai kontrak. Kemungkinan novel ini update setiap hari sabtu atau minggu. Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca cerita ini. Mohon maaf bila ada kata yang salah.