Pagi ini aula akademi kerajaan dipenuhi oleh para murid baru karena acara pembukaan dialihkan ke sini. Mereka memakai seragam yang sudah dibagikan dan duduk di masing-masing kelas. Kelas hitam berada di sisi kanan dan kelas putih berada di sisi kiri.
Setiap sisi terdapat bangku yang diatur sedemikian rupa. Bangku-bangku itu diatur menjadi lima belas baris dan setiap baris berisi sepuluh bangku.
Vero yang sudah datang dari awal berada di kursi barisan kedua. Memakai seragam putih dan rambut peraknya menjadi perhatian murid di sekitar. Vero sudah tak mempermasalahkan tatapan itu dan melanjutkan aktivitasnya namun tiba-tiba seseorang masuk.
Seorang siswa kelas hitam, memiliki mata tajam, rambut merah, dan wajah rupawan. Di sampingnya berdiri seorang siswa kelas hitam juga, dia mengikuti siswa berambut merah. Saat dua orang itu melewati bangku-bangku belakang, aroma khas tercium.
"Hei, bukannya mereka dari Sirius?" bisik seseorang ke teman di sebelahnya.
"Darimana kau tau?"
"Lihat lambang di lengannya."
"Ah, itu lambang bangsawan."
"Bukan itu saja, dia merupakan pangeran ketiga Kerajaan Sirius," sahut teman lainnya.
"Kau bercanda? Kenapa mereka di akademi kita?"
"Aku tak tau."
Bisikan terus berlanjut, sementara dua orang itu duduk di bangku barisan pertama. Vero melihat dua siswa itu dengan alis berkerut.
Acara pembukaan segera dimulai, semua murid yang diterima sudah berada di aula. Mereka duduk dengan rapi. Vero melihat Reito, Bella, Yoshi, dan Roy juga duduk di barisan depan. Tak ada yang berbicara saat lampu dimatikan.
Setelah menunggu beberapa menit, lampu ruangan kembali menyala dan menyoroti panggung di depan mereka. Di sana sudah berdiri seorang wanita berambut sebahu.
"Selamat pagi para murid baru Kerajaan Quella!" Sapa wanita itu diikuti tepuk tangan seluruh aula.
"Perkenalkan, saya Helen selaku wakil dari kepala akademi. Saya memegang kelas untuk pelajaran sihir."
Helen terus melanjutkan pidatonya, dia menjelaskan susunan acara pembukaan itu dimulai dari dirinya lalu sambutan kepala akademi hingga perwakilan murid baru. Mereka mendengarkan semua yang dikatakan Helen.
Beberapa poin yang didapat, yaitu pertama, mereka akan dibagi menjadi dua bagian tiap kelasnya. Jadi, setiap kelas akan berisi dua puluh lima murid paling banyak. Poin kedua, pembelajaran akan dimulai dari jam delapan pagi hingga tengah hari. Setiap hari ada tiga mata pelajaran yang harus diikuti. Mereka yang ingin kelas tambahan bisa mengajukan ke wali kelas masing-masing. Kemudian poin ketiga, ujian akan dilakukan setiap dua bulan sekali untuk menilai pertumbuhan mereka.
Setelah selesai menjelaskan, Helen memanggil kepala akademi untuk naik ke panggung.
Kepala akademi bernama Mazumi. Seorang pria tinggi dengan bahu lebar, memiliki aura yang membuat orang disekitarnya segan. Dia terlihat masih muda namun umurnya sudah menginjak empat puluh tahun.
"Selamat datang di Akademi Kerajaan Quella! Saya harap kalian memanfaatkan waktu selama di akademi ini."
Seperti biasa, pidato dari seorang kepala akademi itu memakan waktu lama. Pidato yang berisi sambutan dan motivasi bagi murid baru.
"Tahun ini sepertinya akan menjadi tahun yang menarik..." ujarnya.
Semua murid yang tadinya bosan, sekarang dibuat penasaran dengan ucapannya. Mereka kembali memperhatikan dengan mata yang tertarik.
"Wah, kalian langsung segar mendengarnya ya? Mungkin lebih baik ini dirahasiakan agar kalian mengalaminya langsung."
Beberapa murid terdengar kecewa. Mazumi tersenyum melihat reaksi mereka.
"Satu yang pasti, kita mendapat banyak murid berbakat dan juga ada perwakilan Kerajaan Sirius, Pangeran Hans dan temannya."
Mata Mazumi mengarah ke murid dengan rambut merah tadi. Seketika semua perhatian menuju ke arah Hans, Pangeran Sirius.
"Baiklah, sampai di sini sambutan dari saya. Selanjutnya perwakilan dari murid dengan nilai tertinggi."
Seorang gadis memakai seragam hitam maju dari samping panggung. Rambut biru keperakan dan aura elegan yang dipancarkan membuat semua mata tertuju ke arahnya, tak terkecuali Hans yang matanya terus menatap gadis itu.
"Bukannya itu Putri Reyna?"
"Iya, Kau benar."
"Sungguh?! Aku tak percaya akan se-akademi dengannya."
"Ya ampun.. Baru kali ini aku melihatnya secara langsung."
"Aku ingin menjadi temannya!"
Semua murid ribut dengan kemunculan Reyna. Mereka tak mengalihkan pandangan darinya.
"Oh, dia seorang putri.." gumam seseorang.
Seseorang itu merupakan Vero. Dia baru pertama kalinya melihat Reyna. Sejauh ini dia hanya melihat raja, ratu, dan Louis. Dua putri lainnya tak pernah Ia lihat.
"Kau baru melihatnya?" tanya seseorang.
Di sebelah Vero, duduk seorang gadis cantik dengan rambut pirang keemasan. Vero yang diajak bicara hanya menganggukkan kepalanya. Gadis itu menaikkan sebelah alisnya melihat reaksi Vero seperti itu.
Reyna yang saat ini sudah di atas panggung mulai berbicara.
"Selamat pagi semua. Saya Reyna Quella sebagai perwakilan dari murid baru tahun ini mengucapkan rasa bangga sekaligus bersyukur. Rasa bangga menjadi siswa akademi kerajaan yang berprestasi ini. Rasa syukur menjadi salah satu bagian dari akademi karena banyak orang di luar sana yang menginginkan posisi ini. Kami berjanji akan menjadi murid teladan dan berprestasi serta menjadi lulusan yang terhormat. Tak ada perbedaan kedudukan yang akan saya lakukan, semua orang memiliki posisi yang sama di mata saya. Jadi, saya harap kalian juga memiliki pandangan yang sama. Mari kita menuntut ilmu dengan giat dan damai. Sekian yang dapat saya sampaikan, terima kasih atas perhatiannya."
Ucapan singkat yang dikatakan Reyna membuat seisi ruangan terdiam. Mereka kagum mendengarkan Reyna berbicara seperti itu. Tepuk tangan langsung terdengar di seluruh ruangan.
"Kalimat yang tepat untuk seorang putri," ucap Vero.
Setelah ruangan mereda dengan tepuk tangan, Helen mengambil alih kembali. Dia membacakan nama-nama murid hingga empat kelompok. Pertama, kelas hitam dibagi menjadi dua, yaitu kelas Hitam A dan Hitam B dengan masing-masing berisi dua puluh tiga murid. Kedua, kelas putih juga dibagi seperti kelas hitam dengan jumlah siswa dua puluh lima setiap kelasnya.
"Baik, sekarang kalian bisa bubar dan menuju kelas masing-masing. Ikuti saja jalan keluar itu dan kalian akan menemukan masing-masing kelas." Helen menunjuk pintu keluar.
Semua orang di dalam aula bersiap menuju ruang kelas mereka. Vero menunggu pintu keluar sepi, dia tidak mau jalan menumpuk seperti lainnya.
"Hum.. Kau di kelas apa?" tanya gadis tadi.
"... A."
"Kalau begitu kita sekelas! Perkenalkan namaku Elvina. Kau bisa memanggilku Elvi."
"Aku Vero."
Vero mengakhiri pembicaraan dengan berdiri lalu berjalan menuju pintu keluar. Elvina yang melihat itu menghembuskan nafasnya kemudian mengikuti Vero untuk mencari kelasnya.
Di dalam ruangan sudah banyak murid yang duduk di bangku mereka. Susunan mejanya ialah 4×4, satu meja untuk dua orang. Itu berarti ada satu orang yang duduk sendiri.
Saat Vero masuk dan diikuti Elvina, semua orang melihat ke arah mereka. Tatapan yang sudah biasa mereka temui. Tatapan terpesona. Mungkin tatapan itu lebih ke arah Elvina, sedangkan untuk Vero adalah tatapan penasaran.
Vero kemudian duduk di barisan paling belakang. Barisan yang tidak ada orang mendudukinya.
"..."
"..."
Canggung. Itulah yang terjadi saat ini karena Elvina duduk di sebelah Vero. Vero sendiri juga heran dengan gadis di sampingnya, dia tidak menduga kalau gadis itu memilih duduk bersamanya.
"Kenapa kau duduk di sebelahku?" tanya Vero dengan tatapan mengarah ke luar jendela.
"Kau berbicara denganku?" tanya Elvina balik.
"Tidak. Aku sedang berbicara dengan makhluk halus di sampingku."
"Haha... Kau lucu."
".. Kau belum menjawabnya."
"Aku hanya ingin duduk di bangku belakang dan kebetulan aku mengenalmu, apa itu tidak boleh?"
"Sejak kapan kita saling mengenal? Jika kau ingin duduk di belakang silakan, aku akan pindah di meja lainnya."
Mendengar itu Elvina membuat raut wajah kesal. Baru kali ini ada orang yang mencampakkannya seperti itu.
"Aku hanya bercanda. Kau bisa duduk sendiri."
Elvina yang dikenal sebagai putri seorang duke sebenarnya memiliki kepribadian periang. Kebalikan dari Putri Reyna yang jarang berbicara. Dia suka membuka topik pembicaraan kepada seseorang. Tak hanya itu, jika dia tertarik dengan seseorang, dia akan mendekatinya sebisa mungkin.
Vero melihat Elvina pindah duduk ke depan mejanya. Dia langsung berbicara dengan siswi di sampingnya.
"Orang yang merepotkan," pikirnya.
Setelah beberapa saat, seorang guru perempuan masuk ke kelas mereka.
"..."
Ruangan sunyi.
"Hai! Selamat pagi anak-anak.."
""Pagi.""
"Ibu langsung saja perkenalannya. Nama ibu adalah Alma dan mulai dari sekarang ibu akan menjadi wali kelas kalian selama dua tahun kedepan. Mohon kerja samanya."
Dua tahun itu berarti hingga kelulusan mereka.
Alma merupakan guru yang memiliki kemampuan Alchemy sama seperti Vero. Dia berusia dua puluh tujuh tahun dan memakai kacamata.
Alchemist sendiri merupakan Job yang memiliki empat puluh persen peluang untuk didapatkan oleh orang-orang di dunia itu. Mereka biasanya bergelut di dunia herbal seperti membuat potion maupun poison. Mereka juga biasanya membuat suatu mahakarya.
"Hari ini kita akan membahas mengenai tanaman apa saja yang bisa dijadikan bahan potion dan ciri-cirinya.. Tapi sebelum itu, silakan perkenalkan diri kalian mulai dari pojok belakang."
Semua mata tertuju ke arah Vero. Sedangkan dia yang menjadi perhatian hanya menghela nafas.
"Perkenalkan namaku Vero, Job Alchemist."
"Ah! Jadi kamu yang bernama Vero, memiliki nilai dua ratus di ujian pertama."
Alma langsung membalas perkenalan Vero dengan perkataan itu. Terdengar jelas ada penekanan di kata dua ratus tersebut namun hanya Vero yang mengerti.
"Iya, itu saya," balas Vero dengan tatapan mata langsung menuju ke arah Alma.
"Baiklah, silakan dilanjutkan."
Mendapat tatapan itu, Alma menyuruh siswa lainnya untuk melanjutkan perkenalan. Dia merasa akan menjadi suatu masalah jika membalas ucapan Vero.
Perkenalan terus dilanjutkan. Ada saatnya Elvina memperkenalkan diri yang membuat seisi kelas terpaku dengan keanggunannya dalam berbicara. Memang darah bangsawan tidak boleh diragukan.
Di kelas itu sendiri memiliki keseimbangan jumlah antara bangsawan dan penduduk biasa. Kemungkinan pihak akademi sengaja mengatur hal ini.
Pembelajaran pun dimulai. Alma menjelaskan materi dari dasar mengenai nama-nama tumbuhan dan ciri-ciri mereka. Semua murid mendengarkan penjelasannya dan menulis beberapa hal penting.
"Sebelum pelajaran berakhir, aku akan memberikan satu pertanyaan."
Perhatian seluruh murid semakin fokus dengan apa yang akan ditanyakan olehnya.
"Apa perbedaan secara fisik dari tanaman Exro dan Enro?"
Mendengar pertanyaan itu, Elvina mengangkat tangannya kemudian Alma mempersilakan dirinya.
"Tanaman Exro memiliki daun yang menggulung ke bawah sedangkan Enro menggulung ke atas."
"Benar, masih ada lagi yang ingin menjawab? Ya, silakan kamu." tunjuk Alma ke anak lelaki lainnya.
"Exro sendiri memiliki daun menyirip dan terdapat bulu halus di permukaan daunnya."
"Jawaban kalian berdua benar. Tanaman Exro biasanya dijumpai di pinggiran hutan, sebaliknya tanaman Endo berada di kedalaman hutan. Karena tanaman Endo berada di dalam hutan, permintaan dan khasiat darinya lebih banyak dari tanaman Exro sendiri."
Vero memperhatikan semua penjelasan dan tanya jawab Alma walaupun dia sudah mengetahui itu semua. Dia hanya tak ingin membuat masalah jika tidak memperhatikan penjelasannya.
Meskipun Vero merasakan firasat yang tidak mengenakkan sejak awal, pertanyaan tak terduga dari Alma membuatnya tetap terkejut. Namun, dia tetap berusaha menjawab dengan jujur meskipun jawabannya mungkin tidak diharapkan.
"Ah satu pertanyaan lagi, tapi ini untuk Vero," ujar Alma.
Benar saja firasat yang dirasakan Vero. Dia sudah menduga akan terjadi seperti ini sejak awal perkenalan.
"Kamu menjadi seorang Alchemist dan memiliki modal yang sedikit. Apa yang akan kamu lakukan dengan permintaan untuk membuat potion dari bahan yang langka?" tanya Alma dengan pertanyaan tak terduga.
Elvina dan lainnya tak menyangka dengan pertanyaan itu. Mereka pikir, Alma akan menanyakan mengenai tanaman herbal seperti sebelumnya.
Vero yang ditanya diam sebentar. Dia mengingat jika pertanyaan itu pernah dia baca. Setelah mengingat di mana dia pernah membacanya, Vero mengeluarkan suara tawa kecil.
"Aku tidak tau," jawab Vero.
Jawaban yang tak terduga membuat ruangan sunyi.
"Kenapa kau tidak tau?" tanya Alma kembali.
"Aku menjawab tidak tau karena memang tidak tau. Mungkin jika aku berada di posisi itu sekarang, aku akan menemukan jawabannya. Maksudku itu, aku akan melihat situasi dan kondisiku dalam mengambil keputusan sesuai keadaan."
".. Jadi jawabannya tergantung situasi yang kamu hadapi?"
"Ya, karena semuanya akan berbeda tergantung situasinya."
"..."
"Oke, itu salahku membuat pertanyaan yang kurang jelas."
Dengan begitu, pelajaran pertama berakhir. Alma keluar ruangan dengan pikiran rumit sementara mereka dapat beristirahat selama satu jam.
Elvina kemudian menghadap ke arah Vero.
"Aku tak percaya dengan jawabanmu."
"Ya benar, aku juga tidak menduganya."
Dua orang di depan Vero mengajaknya berbicara, sedangkan Vero bersiap untuk keluar ruangan.
"Hei! Kalau diajak berbicara itu dijawab dong."
Perempuan di sebelah Elvina menegur Vero yang sudah berjalan.
"Ah.. Iya, maafkan aku. Kalau begitu aku duluan," ucap Vero dengan senyuman.
Melihat Vero meminta maaf dengan senyuman yang jarang dilihat membuat Elvina dan beberapa orang di kelas terdiam. Mereka baru kali ini melihat Vero tersenyum dengan sangat menawan.
Elvina lah yang pertama kali tersadar dan langsung keluar mengejar Vero. Namun Vero sudah tidak ada dalam pandangannya.
Biasanya, para murid menghabiskan jam istirahat mereka di kantin, lapangan, tempat latihan, atau perpustakaan. Namun, Vero termasuk siswa yang memilih tempat lain. Dia berada di bawah pohon yang dapat ditemukan melalui jendela perpustakaan. Saat ini, dia tertidur pulas dengan buku menutup wajahnya. Kicauan burung di dahan pohon terdengar merdu, sementara suara dentingan pedang yang beradu di lapangan terdengar sampai ke tempatnya. Angin sepoi menambah rasa kantuk dalam diri Vero. Tuk. Tuk. Tuk. Waktu santainya terganggu, Vero bangun dari tidur setelah merasakan sesuatu pada tubuhnya. Dia melihat ada tiga butir kacang di dekatnya lalu melihat sekeliling. Tak ada orang. Kemudian, dia melihat ke atas pohon. "Rupanya kau," kata Vero. "Ah, aku ketahuan ya," balas Reito. Seseorang itu turun dari pohon dan ikut duduk di dekatnya. "Ada apa sampai harus mengganggu tidurku?" tanya Vero. "Aku hanya iseng melihat kau tidur dengan pulas," jawab Reito. Mendengar itu, Vero memutar matanya deng
"Apa yang kau lakukan?" tanya Vero, membalikkan kepalanya untuk melihat Reito yang mengikutinya. "Aku?" Reito mengernyitkan keningnya. "Cepat katakan. Kenapa kau mengikutiku?" "Siapa juga yang mengikutimu, aku hanya ingin mengunjungi Kedai Palapa itu." "Terserah kau saja." Vero sudah tidak mempedulikan dirinya yang diikuti oleh Reito sejak pulang dari akademi. Dia meneruskan jalannya menuju penginapan. Sebenarnya, Reito mengikuti Vero karena penasaran dengan kehidupan Vero. Apa saja yang dilakukannya hingga bisa seperti itu. Rasa penasaran Reito semakin menjadi setelah mereka melakukan latihan tanding. *** Dua orang pemuda berada di dalam ruang latihan. Mereka berdiri di atas arena latih tanding dengan perlengkapan yang lengkap. Kedua pemuda itu menggunakan pelindung dada dan sarung tangan. "Ternyata kau benar datang ke sini ya," kata Reito kepada Vero. Vero hanya terdiam, fokus pada persiapan dirinya untuk latihan. Dia menganggap seolah-olah tidak ada orang di depannya dan te
"Ada apa ini?" Vero bingung ketika baru sampai akademi karena melihat banyak orang berkumpul di depan papan pengumuman. Mereka melihat sebuah informasi terpasang di papan tersebut. Menyipitkan matanya, dia melihat dengan jarak lima meter dari papan itu. "Apa maksudnya ini?" Tak habis pikir dengan informasi yang dibacanya, Vero mengerutkan keningnya. Informasi yang dibacanya memang sedikit mengejutkan. Akademi baru saja menerima murid baru sehari yang lalu namun saat ini akan mengadakan pertukaran pelajar. Pertukaran pelajar dengan akademi nomor dua di Kerajaan Quella ini. Kabarnya, siswa tahun pertamalah yang akan menjadi peserta dalam kegiatan tersebut. Akademi Xerrn merupakan akademi terbesar kedua di Kerajaan Quella. Akademi ini tidak kalah megah dan istimewa. Perbedaan keduanya hanyalah dari sejarah dan pencapaian lulusan terhadap kerajaan. Sebelumnya, mereka tidak pernah mengadakan hal semacam itu membuat sebag
Suasana di dalam ruang latihan sedikit mencekam, terutama bagi mereka kelas putih. Jika membandingkan masing-masing dari perwakilan, mereka merasa akan kalah. Robin menyadari akan hal itu namun dia membiarkan para muridnya merasa tidak berdaya. Dia hanya ingin membuat mereka terinovasi dengan siapa pun pemenangnya. "Baiklah, pertandingan pertama antara Reyna dan Vira." Keduanya maju menuju arena. "Mari buat ini menjadi pertandingan yang menarik, Putri Reyna," ucap Vira. "Aku juga berharap begitu." Mereka berdua mengenakan pelindung badan. Reyna yang pandai dalam sihir hanya memakai sebuah belati. Sedangkan Vira menggunakan pedang pendek. Kemudian mereka saling bersiap untuk melawan. Vira yang pertama kali maju menyerang Reyna. Dia berlari dan melompat ke titik buta lawannya dengan cepat namun Reyna lebih dulu mengetahuinya. Serangan Vira ditahannya menggunakan belati kemudian mundur menjaga jarak.
Hari itu menjadi hari yang panjang sekaligus menakjubkan bagi mereka semua, kelas putih dan hitam. Walaupun pemenang dari pertandingan itu adalah kelas hitam namun mereka tidak peduli. Saat ini mereka hanya bisa terkagum dan mempelajari ketiga pertandingan itu. Salah satu yang membuat itu menjadi tambah menarik ialah kejutan dari pertandingan ketiga, Reito melawan Vero. Tidak ada yang menyangka dengan hasil pertandingan itu. Mereka juga dibuat heran dengan Vero yang tiba-tiba menghilang dari pandangan. Vero sendiri tidak sepenuhnya menghilang, dia hanya melakukan gerakan biasa dengan kecepatan tidak normal. Berpindah ke sana kemari sebelum Reito menemukan dan menyerangnya lalu berniat langsung melancarkan serangan terakhir. Namun suara Reyna mengganggu rencananya. "Hei manusia dingin! Aku tidak menyangka kau bisa menang melawan Reito." "..." "Ha.. Aku sudah lelah mengajakmu berbicara. Vero, jawablah sekali jika orang berbicara deng
Malam itu merupakan malam yang sangat panjang bagi mereka berenam. Bangsawan yang menyewa kedai ternyata berasal dari keluarga kerajaan. Tidak ada yang mengetahui itu karena itu sebuah kerahasiaan untuk keselamatan mereka. "Aku tidak menyangka sudah bertemu..." "Ji-jika aku tahu itu dari keluarga kerajaan, aku pasti akan bersiap-siap dengan sangat baik." "Sayangnya tidak ada Pangeran Louis..." "Putri Reyna sangat cantik!" "Ibu, aku ingin menjadi kesatria kerajaan!" Mereka berlima masih diam dengan kejutan yang tiba-tiba datang malam itu. "Ayo kita segera bereskan meja. Ini sudah malam" "Hei Vero, apa kau tidak merasa terkejut dengan itu semua?!" "Apa? Aku juga terkejut dengan kedatangan mereka. Lalu apa lagi setelah itu?" Dari semua orang di kedai, Vero lah yang paling merasa terkejut dengan kehadiran mereka. Terutama dengan kehadiran Elvina dan Reyna yang membuatnya tidak bebas bergera
Sudah dua minggu terlewat sejak kunjungan keluarga kerajaan ke Kedai Palapa. Ada beberapa hal yang terjadi baik bagi Vero maupun akademi.Sesuai rumor yang beredar, akademi akan melakukan sebuah ujian untuk memilih siapa dari tahun pertama dan tahun kedua yang akan berpartisipasi dalam kontes yang akan diadakan oleh kerajaan. Mereka akan diseleksi berdasarkan peringkat. Lima orang teratas akan menjadi perwakilan dari akademi.Kontes itu akan diadakan kurang dari enam bulan dimulai dari hari ini. Oleh karena itu, pihak akademi akan membuat beberapa penyisihan ketat.Penyisihan pertama berdasarkan tingkat kelas mereka. Kemudian, penyisihan kedua akan bercampur antara tingkat satu dan tingkat dua. Dua puluh orang teratas di masing-masing tingkat akan memasuki babak kedua tersebut.Perlu diketahui bahwa kontes tarung ini menjadi ajang bagi seluruh akademi di Kerajaan Quella untuk menunjukkan kehebatan mereka. Setiap tahunnya mere
Seminggu kemudian, semua murid yang sudah mendaftar langsung berkumpul di ruang aula. Vero yang awalnya tidak ingin mengikuti seleksi itu terpaksa harus mengikuti karena dorongan dari akademi. Dia mendapat surat berisi perintah yang mengharuskan dirinya ikut serta dalam kompetisi itu. "Dasar orang-orang sok berkuasa," umlat Vero. Ruang aula sudah penuh dengan mereka yang mendaftar. Hampir tidak ada kursi kosong tersisa. Seorang pria muncul di atas panggung. Pria itu merupakan kepala akademi kerajaan tersebut. Dia melihat ke semua murid dengan senyuman cerah. "Selamat pagi semua! Saya harap hari kalian menyenangkan. Seperti yang sudah kalian tau, hari ini adalah acara pembukaan untuk seleksi kontes kerajaan." Mazumi terus menjelaskan mengenai informasi seleksi tersebut yang sebagian besar mereka sudah tau. Hampir tiga puluh menit ia berpidato hingga akhirnya sebuah ucapan keluar dari mulutnya, ucapan yang membuat merek
Kembali ke hari di mana Vero membuat janji akan bertemu dengan Dika dan Yoga. Hari itu mereka membuat janji akan bertemu di suatu tempat saat jam istirahat. Vero menyetujui itu karena penasaran dengan apa yang akan mereka lakukan. Sudah menjadi rahasia umum kalau mereka merupakan anggota suatu organisasi di akademi yang sering menindas. "Kamu mau kemana?" tanya Allya melihat Vero keluar kelas dan berjalan beda arah. "Aku ada urusan," ucap Vero singkat mengabaikan Allya. Dengan jawaban singkat seperti itu membuat Allya curiga dengannya, dia berniat mengikuti Vero namun tiba - tiba seseorang menyapanya. "Allya, kenapa kau berdiri di depan pintu seperti ini? Kau menunggu seseorang?" "... Aku hanya bingung mau ke kantin dengan siapa." "Kalau kau bingung begitu, kenapa tidak bersama denganku? Ayo kita ke kantin bersama." "Eh, tapi—" "Ayolah, Reyna juga pasti lagi
Sekarang adalah hari di mana mereka akan diseleksi kembali. Peserta yang berhasil mencapai 20 besar akan melakukan pertandingan dengan peraturan baru. Kali ini murid tahun pertama akan melawan murid tahun kedua. Tidak peduli apakah mereka baru menjadi murid di akademi, karena hasil seleksi dari ajang ini memerlukan seseorang yang memiliki kekuatan. Sama seperti sebelumnya, mereka akan mengambil nomor urut secara bergiliran. "Vero! Kali ini aku berharap kita akan mendapatkan nomor yang sama." "Rei, kau tidak pernah menyerah huh." "Tentu saja!" "Tapi sayangnya kali ini tahun pertama akan melawan tahun kedua." "Ah kenapa peraturan konyol seperti itu ada?!" Seperti biasa, Reito kesal dengan sesuatu yang tidak berjalan sesuai rencananya. Mereka maju satu persatu dan kembali ke tempat duduk masing-masing. Petugas kali ini tidak mengumumkan siapa yang akan menjadi lawan m
Di tengah malam gelap gulita, seseorang keluar dari penginapan. Dia keluar layaknya seorang pencuri yang mengendap-endap. Orang itu pergi mengunjungi sebuah rumah yang berjarak enam rumah dari penginapan palapa. Tok tok... Pintu rumah yang diketuk itu kemudian terbuka menampilkan ruangan terang benerang. "Kau kembali?" "Aku ingin bertemu ketua." "Ketua saat ini istirahat, kau sampaikan saja kepadaku." "... Kalau begitu aku akan kembali besok." Pria yang diajak berbicara membuat muka masam. Pasalnya orang di depannya itu terlihat mencurigai dirinya. "Ketua ada di dalam, dia menunggumu." Pria itu membuka suara ketika orang tadi hampir sepenuhnya keluar dari pintu. "Aku tambah mencurigaimu," balasnya sambil melewati pria tersebut. Di balik pintu itu duduk seorang pria tua dengan sebuah buku di tangannya. "Apa ada yang ingin kau sampaikan malam-malam begini?"
Sudah sehari terlewat semenjak pertandingan Vero dengan Ferry. Pertandingan keduanya bisa dikatakan sangat menarik perhatian satu akademi. Saat hampir semua murid membicarakan pertandingan keduanya di asrama, Vero saat ini berada penginapan. Menjalani kegiatan rutinnya. "Biarkan aku juga membantumu memasak," tawar Allya di depan pintu dapur. "Kau lebih baik jangan mengacau. Jadilah anak baik." "Nak Vero, jangan seperti itu. Allya berniat baik untuk menolong kita di dapur. Setidaknya jawab dia dengan baik." "Kalau ibu bilang begitu... Kau bisa membantuku menyiapkan makanan. Yui, tolong urus dia." Yui yang mendengar itu tentu terlihat antusias namun tidak menunjukkannya secara terang-terangan. Dia merasa tertolong dengan bantuan Allya. Allya secara cepat beradaptasi dengan suasana dapur. Tidak ada kesalahan yang diperbuat olehnya. Berkat dirinya pekerjaan terasa lebih ringan dari biasanya. "K
Hari ini merupakan babak penyisihan empat puluh besar. Mereka yang berhasil lolos hingga tahap ini akan diseleksi kembali menjadi dua puluh besar. "Kuharap kita bisa bertanding, Vero." "Kuharap tidak." "Ayolah, kali ini aku akan serius menghadapimu." "Kau tidak bosan kalah dariku, Rei?" Di bangku ruang tunggu, Reito terus berbicara dengan Vero. Dia ingin sekali menantang Vero bertanding. Namun, kali ini pertandingan dilakukan dengan pengundian. Setiap peserta akan menulis nama mereka masing-masing di atas sebuah lembar kertas. Lembaran-lembaran itu dikumpulkan menjadi satu dalam sebuah kotak. Terdapat dua petugas yang akan mengambil masing-masing satu lembaran itu, kemudian nama yang muncul akan bertanding satu sama lain. "Baik, sekarang kami akan mengambil nama kalian. Apapun hasilnya, tidak dapat diganggu gugat." Dua petugas maju ke depan kotak. Mereka mengambil masing-m
Hari seleksi pertama sudah berlalu dengan lancar. Tidak ada kecelakaan apapun yang terjadi. "Hei, bukankah hari ini giliranmu?" tanya Elvina di kursi penonton. "Ya, dan itu bukan urusanmu," jawab Vero dengan menutup matanya. Elvina yang melihat reaksi jawaban dari Vero merasa amat kesal. Dia kesal karena sikap yang diberikan kepadanya berbeda dengan sikap yang diberikan kepada Allya. "Kamu mendapat nomor urut ke berapa?" balas Allya mendengar percakapan keduanya. "Kenapa? Aku mendapat nomor tiga puluh enam," jawab Vero dengan menghadap ke arah Allya. Sebenarnya Vero hanya mengerjai Elvina dengan berperilaku seperti itu karena merasa bosan. "Sekarang sudah urutan tiga puluh, sebaiknya kau bersiap sekarang juga sana!" kesal Elvina. "Kau bisa diam tidak? Aku sudah tau itu, Elvina." Elvina membuang muka dengan raut wajah kesalnya. Dia benar-benar kesal dengan Vero saat ini. Saat mereka bertiga mengobrol, s
Pagi hari itu menjadi begitu sangat ramai. Semua murid akademi berkumpul di lapangan. Mereka duduk di kursi penonton untuk menyaksikan pertandingan yang akan dimulai pada hari pertama. Semua kursi yang disediakan hampir terisi penuh, para guru juga menyaksikan siapa bibit unggul tahun ini. "Baiklah dengan ini aku menyatakan bahwa seleksi pertama dimulai!" teriak Mazumi dari tempat duduknya. Sorakan terdengar riuh di stadium menyambut pengumuman kepala akademi. Dengan demikian, pertandingan pertama akan segera dimulai. "Bagi yang mendapatkan nomor urut pertama silakan maju. Sekali lagi, bagi yang mendapat nomor urut pertama silakan memasuki arena!" MC mengumumkan melalui speaker agar peserta segera memasuki arena. Pintu masuk arena terbuka dan seketika semua perhatian tertuju kepadanya. "A-ah, I-ini terlalu me-menakutkan.." gumam pemuda berkacamata yang saat ini berjalan menuju arena. Di
Mengejutkan. Di penginapan, Vero terkejut dengan keberadaan seorang gadis yang dia tidak pernah perkirakan akan tinggal di sana juga. Gadis itu adalah Allya. "Kenapa kau ada di sini?" tanya Vero di depan meja resepsionis. "Kamu juga kenapa di sini?" tanya Allya balik dengan muka polos. "Aku tinggal di sini." "Kamu tinggal di sini juga? Astaga aku tak menyangka kita akan sepenginapan," ucapnya dengan senyuman. "Oh.. Tu-tunggu, apa maksudmu?!" "Haha.. Jangan terkejut seperti itu, mukamu yang biasanya kaku terlihat lucu saat ini." "Tidak. Aku serius bertanya, kenapa kau tidak tinggal saja di asrama akademi atau apakah kau tidak punya tempat tinggal?" tanya Vero panjang lebar. "Rumahku dari akademi cukup jauh dan tinggal di asrama sedikit kurang nyaman karena itu bukan akademi asalku." "Setidaknya ada banyak penginapan lain!" Walaupun Vero mengeluh dengan kehadiran
Hai, mohon maaf sebelumnya. Saya selaku penulis novel ini ingin mengabarkan bahwa novel ini update satu Chapter per minggu dikarenakan kesibukan. Sangat disayangkan memang namun saya harus memprioritaskan urusan pribadi. Saya juga merasa seperti tidak ada yang membaca novel ini karena selama ini hanya satu respon atau dukungan yang saya terima, itu membuat saya ragu apakah ada yang membaca cerita ini atau tidak hingga sekarang. Namun, saya akan tetap menyelesaikan novel ini hingga tamat sesuai kontrak. Kemungkinan novel ini update setiap hari sabtu atau minggu. Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca cerita ini. Mohon maaf bila ada kata yang salah.