Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung

Ditandai Sebagai Tumbal Saat Pulang Kampung

last updateLast Updated : 2022-06-24
By:  Li NaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
16 ratings. 16 reviews
62Chapters
26.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Suci masih menatap Nilam lurus. “Semua gadis yang diinginkannya akan sulit lepas. Mereka pasti menghilang. Kamu bisa jadi korban selanjutnya,” ceracau gadis itu dengan bibir bergetar. “Aku? Korban siapa? Apa maksudmu, Ci? Aku nggak paham.” Nilam terus bertanya bersamaan dengan jantungnya mulai berdebar. “Ki Arya ....” Suci bergumam, setengah berbisik. Sorot matanya berkilat aneh.

View More

Chapter 1

1. Kepulangan Membawa Petaka

Mata lamur wanita tua itu membelalak, melihat siapa di depan pintu. Tatapannya melekat pada anak gadis yang sudah lama tak ditemui itu dengan raut khawatir.

“Mak, gimana kabar, Mak?” Nilam menyerbu tubuh kurusnya, memeluk.

“Kenapa pulang, Nduk? Cepat balik sana,” kata Mak sedikit mendorong tubuhnya.

“Mak kenapa?” Mata bulat gadis itu menatap heran, ia lupa teman lelaki di sampingnya juga mengernyit dahi.

“O ya, Mak ini kenalin teman Nilam, namanya Juju. Dia ngantar Nilam ke sini karena khawatir.”

Pemuda berbibir tipis itu senyum lebar, meraih tangan Mak, sedikit menunduk menempelkan di keningnya.

Saat Nilam akan ke kamar wanita tua itu kembali mendorong ranselnya. Bahkan sedikit memaksa meminta si gadis segera kembali saja ke kota.

“Bukannya Mak ndak suka kamu pulang, Nilam. Cuma kampung ini lagi ndak aman untukmu,” katanya setengah bergumam, seolah takut akan ada yang mendengar ucapannya.

Mereka sedikit berdebat di ruang tamu.

“Nilam baru aja datang, Mak. Capek. Masa disuruh balik lagi. Perjalanan Nilam ke sini setengah hari, Mak …,” gerutu gadis itu terlihat sedikit kesal, lalu menerobos masuk ke bilik. Juju sedikit bingung, ia disuruh mak duduk dan akan dibikinkan teh.

Nilam segera merebahkan diri pada ranjang kayu yang mengeluarkan suara berderit. Kaki ia naikkan ke penghalang ujung ranjang. Cara itu cukup membuatnya bisa mengistirahatkan badan yang lelah.

Duduk selama delapan jam di bus tadi malam. Lanjut naik ojek satu jam baru ia tiba di kampung kelahirannya ini.

“Minum dulu tehnya, mumpung hangat.” Mak menyuguhkan penganan kecil untuk Juju. Ngobrol sebentar wanita tua itu masuk bilik Nilam, membawa segelas besar teh.

Langsung disodorkan ke tangan Nilam. Gadis dua puluh empat tahun itu bangun, meraih gelas langsung meminumnya tandas.

“Pemuda ganteng itu teman apa teman?” kata mak sempatnya menggoda.

“Teman, Mak. Dia maksa ikut.”

“Ohh.” Mak mengangguk-angguk.

“Mak kenapa, sih, khawatir banget Nilam pulang. Apa nggak kangen sama anak?” tanyanya dengan bibir maju.

“Bukan begitu, nanti kamu juga paham apa maksud Mak. Pokoknya hari ini juga kamu berdua harus balik.”

Mak kembali menampakkan raut wajah serius. Pias dari wajah berkeriput itu semakin tampak, saat mereka duduk bersisian.

Ia terharu melihat anak gadisnya ini tumbuh begitu cantik. Kulitnya yang dulu legam akibat bermain di bawah terik matahari sekarang putih mulus, pipinya pun bening mengkilap.

Telah lima tahun tak bersua, setelah lulus sekolah menengah atas gadis pandai ini merantau ke kota.

Namun, di antara rasa bangga itu menumbuh kekhawatiran yang sangat kini di hati Mak. Bukan saat tepat Nilam pulang sekarang.

“Mak ini aneh. Nilam sudah lima tahun nggak pulang, pingin liat kondisi Mak di sini, malah disuruh balik. Pokoknya Nilam balik setelah keliling-keliling, mengenang tempat Nilam dan kawan-kawan bermain dulu, Mak. Sudah terlanjur ambil cuti seminggu,” kata gadis bersweater rajut berwarna merah muda itu panjang-lebar sambil turun dari dipan.

“Nilam mau ke rumah Suci,” katanya lagi, sambil berjalan keluar kamar menuju ruang depan.

“Jangan!” bentak Mak sedikit keras menahan langkahnya. Tubuh kurus Mak menghalangi Nilam yang akan membuka pintu.

Juju yang tadi setengah berbaring di kursi bingung melihat ibu anak itu. Ia berdiri, memandang heran.

“Kenapa, Ni?”

“Tau nih Mak, bingungin aja.” Dua tangannya menggaruk-garuk kepala yang tak gatal.

“Nilam mau ke tempat Suci, dia pasti kaget liat Nilam sekarang,” katanya lagi.

Mak malah menutup pintu, menguncinya. Setelah sempat melirik ke kaca luar, wanita itu melangkah cepat ke kamarnya.

Nilam dan Juju bertatapan, heran. Tak lama wanita itu kembali menemui Nilam dengan membawa baju lebar berlengan panjang, warnanya kubas dan rombeng—baju yang biasa dipakai ke ladang.

“Kalau keluar pakai ini, jangan baju itu.”

Gadis ber-andeng-andeng di batang hidung ini kembali melebarkan mata, bibir penuhnya menganga sempurna. Belum juga tangannya menyentuh baju itu, ia tertawa lebar sampai memegangi perut yang terasa seperti digelitik.

“Mak ini, ada-ada aja. Aneh, tau. Anak udah cantik gini mau disuruh tampil jelek, gimana, sih?” ucapnya di sela tawa.

“Sudah nurut aja, pokoknya baju ini jangan dilepas sampai kamu balik ke rumah!”

Meski merasa lucu, Nilam mengikuti saja kemauan Mak. Juju menahan tawa melihatnya, mendapat pelototan oleh Nilam.

“Gue ikut, Ni.” Juju berdiri bersiap.

“Gak usah, kamu istirahat aja. Aku cuma bentar kok.” Pemuda berambut tebal itu kembali duduk.

Setelah Nilam melapisi pakaian yang dikenakan dengan baju bau deterjen itu, Mak menggosokkan arang ke pipi dan dahinya. Juju langsung menyembur tawa. Nilam sempat menolak, tapi tangannya dipukul Mak. Jadilah Nilam pasrah, sambil membayangkan apa bentuk penampilannya kini.

Ia gadis pecinta semua hal berbau negeri ginseng. Dari ujung kaki hingga kepala sudah persis si idolanya, Bae Suzy. Aktris serba bisa yang menginspirasinya sampai bisa seperti sekarang.

Merasa risih dengan penampilan anehnya, Nilam melepas baju ‘kerja’ Mak itu di tengah jalan. Sebelum kain itu dilempar ke semak, ia menggosok kain itu rata ke wajahnya sampai dirasa sudah bersih.

Jalan setapak yang sepi membuatnya lega, tak ada yang sempat melihat penampilannya tadi. Kalau tidak, ia pasti akan malu dikira orang hilang akal.

Langkah kaki Nilam percepat ke arah Selatan, dua ratus meter ke sana ada rumah yang mau dituju sebelum ke tempat Suci. Setelah melewati beberapa rumah dan tanah kosong pandangannya menyapu rumah sederhana yang terlihat sepi, pintu dan jendelanya tertutup.

“Neni,” panggilnya pada pemilik rumah yang juga salah satu teman masa kecil.

Tak ada jawaban. Rumah beratap genteng tua itu tampak tak terurus. Nilam melihat rumah terdekat di sekitar juga sepi.

Apa keluarga Neni juga merantau? pikirnya sambil melanjutkan langkah menuju rumah Suci, teman akrabnya sejak kecil itu letaknya sedikit ke ujung kampung.

Kampung ini hanya dihuni sekitar lima puluhan rumah. Jarak satu dengan yang lain cukup jauh. Masih banyak lahan kosong yang berumput tinggi, ditanami pohon kelapa atau buah-buahan.

Banyak warga yang pindah ke kota atau kampung lain sebab merasa terisolasi di sini. Kampung tanpa listrik, apalagi sinyal telepon. Jalan menujunya juga setapak, berumput setinggi mata kaki. Melewati hutan panjang yang sebagiannya becek dan licin saat hujan.

Nilam melewati sebuah bangunan panjang dari kayu, tujuh ruangnya terkunci gembok coklat. Cat putih kapur di dindingnya mengelupas sana-sini, rumput di lapangan itu tumbuh rumput setinggi betis anak-anak. Itu sekolah dasarnya dulu.

Hari Minggu begini tak tampak anak-anak yang dulu biasa memakai halamannya sebagai tempat bermain. Sekolah tua itu satu-satunya tempat pendidikan yang dimiliki kampung terpencil ini.

Seingat Nilam, saat masa SD hanya dua guru yang bertugas mengajar siswa yang jumlahnya tak sampai dua puluh orang. Sekolah yang tidak punya jam disiplin, masuk jam tujuh kemudian pulang jam Sembilan pagi. Hanya menghabiskan waktu dengan bermain bersama teman.

Fasilitasnya belum diakui, hingga saat ujian kelulusan siswanya akan bergabung dengan sekolah di kecamatan yang jaraknya ditempuh dua jam perjalanan.

Setelah lulus, Nilam dan beberapa teman melanjutkan SMP dan SMA di kecamatan. Tinggal di rumah saudara sampai tamat. Saat itu sebulan sekali ia pulang menengok Mak.

Kali ini di kepulangannya, ia berharap ibunya mau tinggal bersama di kota. Meski masih mengontrak, ia ingin selalu bisa melihat wajah wanita yang tampak makin tua itu.

Awal mengadu nasib ke ibu kota, Nilam bekerja sebagai tukang keramas di sebuah salon. Suatu saat ia bertemu Juju, berteman akrab dan kemudian pemuda itu yang membawanya bergabung di Komunitas Pecinta Korea. Setelah belajar banyak bahasa dan budaya negeri ginseng itu, gadis pemberani ini akhirnya bisa bekerja di sebuah K-Food sampai sekarang.

Perjalanan beberapa tahun mampu mengubah si gadis dekil dari kampung ini berubah penampilan bak aktris.

Rambut coklat kemerahan Nilam yang licin sesekali menutupi mata karena tersibak angin. Hari yang tadi terlihat cerah berubah mendung dan berhawa dingin. Ia melirik jam di tangan kirinya, masih menunjuk angka sepuluh pagi.

“Suci,” pekiknya girang saat melihat seorang perempuan muda berdaster tengah menyapu selasar.

Orang yang dipanggil melongok heran. Seperti berpikir keras, apa ia tengah bermimpi didatangi bidadari?

“Kok, heran gitu, sih? Ini Nilam. Nilam Kumalasari.” Begitu mendekat gadis itu langsung merangkul teman lamanya.

“Nilam?” Perempuan yang dipeluk bergumam datar, Nilam melonggarkan pelukan. Ditatapnya lekat wajah Suci yang tampak menua. Mungkin sebab bercak hitam dan kerut di bawah matanya mulai muncul.

“Iya, aku Nilam, Ci.” Nilam memegang kedua pundaknya, menatap saksama mata yang terlihat berkaca.

“Suci?” katanya setengah heran melihat perempuan bertubuh sedikit berisi ini langsung meletakkan sapu dan melangkah ke dalam rumah.

Nilam mengikuti langkah kaku temannya itu sampai ke ruang tamu. Suci terlihat tanpa senyum duduk di kursi rotan. Wajahnya bertambah murung. Nilam duduk di sampingnya masih menatap Suci penuh tanya.

“Kenapa kamu pulang?”

Mendengar pertanyaan itu, sontak Nilam menyembur tawa.

“Kok, tanyanya aneh, sih? Mamakku, kan, ada di sini. Masa nggak boleh pulang. Emang kenapa, sih, Ci? Mak tadi juga bersikap aneh. Sama kayak kamu.”

Suci langsung menghadapkan wajah ke arah Nilam, gadis bermata bulat itu ditatapnya saksama.

“Kamu harus cepat pergi dari kampung ini, Nilam. Sekarang kampung kita nggak seperti dulu. Sudah nggak aman,” tegas Suci cepat.

Nilam terpaku sejenak.

“Ada apa memangnya?” tanyanya setengah bergumam. Ia merasa ada yang tak beres melihat reaksi Suci. Gadis yang dulu dikenal cukup ceria ini tampak jauh berubah sekarang.

Suci masih menatapnya lurus. “Semua gadis yang diinginkannya akan sulit lepas. Mereka pasti menghilang. Kamu bisa jadi korban selanjutnya,” ceracau gadis itu dengan bibir bergetar.

“Korban siapa? Apa maksudnya, Ci? Aku nggak paham.” Nilam terus bertanya bersamaan dengan jantungnya mulai berdebar.

Ki Arya ....” Suci bergumam, setengah berbisik. Sorot matanya berkilat aneh.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Zhu Phi
Rumah Kosong di Dusun Angker sudah update lagi ya. Kali ini sampai tamat. Ikuti terus perjalanan Clara.
2022-12-05 00:14:54
1
user avatar
Yuyun Yuningsih
cerita nya bagus,keren,mendidik,.pokok nya kerennnnnn
2022-07-23 22:39:42
2
user avatar
Zhu Phi
Mampir yuk Rumah Kosong di Dusun Angker
2022-06-08 17:02:08
1
user avatar
Hamdana Thaha
ceritanya oke..... tapi syg.... Juju meninggal
2022-02-27 12:44:15
1
user avatar
Hamdana Thaha
ini ceritanya mantap .... Juju dan Nilam memng cocok....️...️...️ sygx..... cerita selnjutx gak bisa terbuka .........
2022-02-25 21:50:32
1
user avatar
Melly Memel
ceritanya bagus, tapi kenapa tidak dilanjutkan yah.. semangat thor ..., ditunggu kelanjutannya ......
2022-02-13 22:30:53
1
user avatar
Ramdani Abdul
Jangan lupa mampir ke ceritaku yang berjudul "Kafan Hitam"
2022-01-05 01:55:47
1
user avatar
Ramdani Abdul
Bagus banget ceritanya
2022-01-05 01:55:02
1
user avatar
Empo uci
lanjut thor jgn kelamaan nanti bisa lupa lgi jalan ceritanya...
2021-12-23 01:10:05
1
user avatar
Dakudaku
Suka ceritanya. Semangat lanjut kan
2021-12-21 16:16:43
1
user avatar
Dakudaku
Bagus. Bikin deg degan
2021-12-21 16:16:13
0
user avatar
Dakudaku
ini ceritanya tegang
2021-12-21 16:15:56
0
user avatar
Dul
Save dulu. Tulisannya bagus.
2021-10-08 13:55:08
0
user avatar
heri saputra
Masuk promosi terus semangat
2021-10-08 09:41:31
0
user avatar
RENA ARIANA
lnjut thor
2021-09-07 14:26:30
1
  • 1
  • 2
62 Chapters
1. Kepulangan Membawa Petaka
Mata lamur wanita tua itu membelalak, melihat siapa di depan pintu. Tatapannya melekat pada anak gadis yang sudah lama tak ditemui itu dengan raut khawatir. “Mak, gimana kabar, Mak?” Nilam menyerbu tubuh kurusnya, memeluk. “Kenapa pulang, Nduk? Cepat balik sana,” kata Mak sedikit mendorong tubuhnya. “Mak kenapa?” Mata bulat gadis itu menatap heran, ia lupa teman lelaki di sampingnya juga mengernyit dahi. “O ya, Mak ini kenalin teman Nilam, namanya Juju. Dia ngantar Nilam ke sini karena khawatir.” Pemuda berbibir tipis itu senyum lebar, meraih tangan Mak, sedikit menunduk menempelkan di keningnya. Saat Nilam akan ke kamar wanita tua itu kembali mendorong ranselnya. Bahkan sedikit memaksa meminta si gadis segera kembali saja ke kota.
last updateLast Updated : 2021-08-27
Read more
2. Bertemu Lelaki Pengincar Nyawa
“Cepat pulang, Ni, sebelum ia ketemu kamu.” Tangan perempuan berparas manis ini dingin dan gemetar, memegang punggung tangan Nilam.Nilam menggigit bibir berusaha menenangkan degup jantung, ia mengangguk patuh pada apa yang dikatakan temannya ini. Meski tak paham sepenuhnya ucapan Suci tadi, Nilam bisa menangkap adanya bahaya yang mengancam.Buru-buru pamit, setengah berlari menyusur kembali jalan setapak menuju rumah. Sesampai di tempat baju Mak dibuang tadi, ia melihat pakaian bermotif kembang itu masih teronggok di semak belukar.Perlahan tangan Nilam menggapai, sedikit sulit sebab terhalang rumput tinggi.Hup!Dapat. Segera Nilam kembali memakainya.Kemudian membungkuk ke tepi jalan setapak itu, ia mengorek tanah kecoklatan yang langsung diusapkan ke sel
last updateLast Updated : 2021-08-27
Read more
3. Usaha Keluar Dusun
Sesampai di pekarangan rumah, Mak Lumpit bergegas turun dari boncengan dan masuk ke rumah. Supri lanjut ke rumah Mardin sekitar 20 rumah ke arah Barat kampung.Di dalam rumah Nilam dan Juju sudah bersiap. Ransel keduanya tergeletak di kursi kayu. Mak langsung ke dapur, menyiapkan makanan untuk Supri.Dua motor bersuara kencang berhenti tepat depan selasar. Supri dan lelaki tinggi berkulit gelap turun, akan masuk ke rumah sejenak tertahan. Tertumbuk pandang pada gadis berkulit bening, mengenakan kaos lengan panjang berwarna putih, berpadu celana panjang skinny biru tua.Cantiknyaaa ....Dalam balutan penampilan yang sederhana, tapi membuat Nilam tampat amat cantik paripurna. Sukses membuat Mardin dan Supri sesaat terpana. Senyum dari pemilik bibir merah alami dan gadis berambut basah itu merekah. Terasa menerbangkan keduanya
last updateLast Updated : 2021-08-27
Read more
4. Dalam Pengaruh Gaib
“Ni … lo kenapa?” Juju bertanya dari tempatnya yang masih terpaku.Mata Nilam menatap kosong, tanpa kedip.Supri dan Mardin mendekat perlahan, pandangan mereka tak lepas dari Nilam. Takut kalau tiba-tiba gadis itu mengamuk mereka bersiap menangkapnya. Ini hutan, kalau sampai Nilam kabur ke dalam hutan bisa jadi ia akan hilang tanpa jejak.Namun, perkiraan mereka berdua salah. detik berikutnya tubuh Nilam melemas layu, lalu jatuh berbaring di tanah. Segera tiga pemuda itu mendekat. Setelah memeriksa kondisi Nilam yang seperti orang tidur, mereka berniat membawa gadis itu kembali ke rumah.“Coba nyalakan lagi motornya,” kata Juju pada Mardin. Segera pemuda itu lakukan, diikuti Supri. Ajaib sekali tekan starter langsung menyala.Juju segera mengangkat tubuh Nilam ke motor M
last updateLast Updated : 2021-08-27
Read more
5. Ditandai Sebagai Tumbal
Malam itu suasana rumah diramaikan suara obrolan antar lelaki di luar, sementara di dalam kamar Mak dan ibu-ibu lain bercerita tentang padi yang sudah mulai menguning. Sebagian jagung juga beberapa sudah panen dan diantar ke pasar di kecamatan.Mak duduk di sisi dipan sambil mengusap-usap dahi Nilam. Sejak tadi, gadis itu tertidur dan masih menggigil begini, Mak tak tega membangunkan. Namun tak lama perlahan Nilam membuka mata. Wanita yang selalu memakai kebaya kutu baru dan jarik ini segera mendekatkan wajahnya.“Nilam?”“Lapar, Mak …,” kata Nilam lemah. Matanya sudah terbuka penuh, menyapu pandang ke langit-langit. Kemudian memandang heran ke arah ibu-ibu yang mengerumuni tempat tidurnya.Semua bergantian menanyakan kondisinya. Nilam menjawab kalau ia kedinginan dan lapar.
last updateLast Updated : 2021-08-27
Read more
6. Rintangan Keluar Dusun
Semua orang yang ada di sana seketika mematung.Dalam hening, hanya erangan Nilam yang terdengar lemah.Mengiringi langkah lelaki berpakaian serba hitam bergerak masuk. Warga mengenalnya sebagai Ki Arya yang tinggal menyendiri di ujung dusun. Ia mendekati Nilam yang menggigil.Kepala gadis itu terkulai lemah, dalam posisi setengah duduk di gotongan dua lelaki berwajah pasi.“Aku dengar anakmu sakit, Mak Lumpit. Kenapa kau tidak memanggilku?” Suara serak dan berat itu bertanya.Pengaruh suaranya seakan-akan menghentikan napas semua yang mendengar. Terlebih Mak Lumpit yang raganya terasa sudah melayang.Tangan kurus Mak bergetar, berusaha kuat dengan mengepal jemari tangan. Melaki berwajah dingin itu kini berdiri sekitar dua meter dengan Nilam, anak gadis yang
last updateLast Updated : 2021-08-30
Read more
7. Kembali Ke Kota
Warga bahu-membahu memukul api dengan ranting pohon basah. Mereka berusaha mematikan titik api yang makin mendekati jalan. Takut mengenai salah satu rumah penduduk lain yang tak jauh dari sini. Penuh perjuangan mereka lakukan sambil meminta pertolongan Tuhan. Beberapa sudah sesak napas dan memilih mundur, menjauh.Seketika mentari yang tadi muncul kembali bersembunyi, tertutup awan gelap. Makin lama makin pekat menggantung di wajah langit. Semua berseru memohon hujan sambil menjauh dari titik api.Kepasrahan tampak dari wajah-wajah lelah, hanya mampu memandang lemah pada jilatan api makin menjalar dari kejauhan.Rintik mulai terasa menetes mengenai tubuh mereka. Puluhan lelaki itu menatap langit, menerima guyuran air jatuh semakin lebat. Semuanya bisa menarik senyum lebar penuh kelegaan, kemudian tawa mulai keluar dari seorang disambut yang lain. Berderai menyamai
last updateLast Updated : 2021-08-30
Read more
8. Ada yang Aneh
Di Dukuh Gelap ….Suara binatang malam bersahutan, seakan-akan membicarakan pertemuan dua orang di tepi telaga.Ada lelaki dan perempuan sedang berhadapan di sana. Wajah mereka tak tampak, sebab tertutup gelapnya malam. Derak ranting yang telah menjadi arang terdengar saat si perempuan melangkah maju.Lelaki itu dalam posisi duduk bersila itu matanya terpejam, tapi bibirnya berucap.“Bagus! Aku sekarang bisa bersamanya, hahahaaa. Kau sudah jalankan perintah dengan baik. Pulanglah, apa yang kujanjikan sudah menunggumu di rumah.” Suara berat dan serak itu mengakhiri pertemuan mereka.Perempuan berperawakan sedang itu berbalik, dalam gelap melangkah cepat menyusuri jalan setapak. Daster lebarnya mengepak tertiup angin malam, mengiringi kibasan rambut yang terurai sepinggang. Ia tampak
last updateLast Updated : 2021-08-30
Read more
9. Nilam yang Berbeda
Dari rumah besar di depan terdengar suara tawa keras dari Babe dan Nyak, menertawakan Pak Min.“Bersihkan sendiri tuh ompol. Udeh tua juga sampe ngucur begitu,” kata Babe terkekeh, sambil menunjuk tetesan air memanjang dari luar hingga ke garasi.Di pojokan Pak Min membungkuk, menutupi celana yang basah. Lutut dan badannya gemetar hebat.Wajahnya pasi tanpa warna, kecamuk rasa bercampur di kepala lelaki paruh baya itu. Rasa malu tertutupi oleh takut luar biasa. Sosok bayangan hitam ia lihat tadi melingkupi tubuh Nilam. Belum lagi suara tawanya ... Iih! Pak Min menggidik sambil memeluk badan.Jantungnya bertalu berusaha menenangkan diri. Dua majikan yang ada di ruang itu tak menyadari apa yang ia rasa. Mereka malah terus tergelak lucu, lalu meninggalkannya ke belakang.Pak min kembali terlo
last updateLast Updated : 2021-08-31
Read more
10. Teror Gaib yang Tak Disadari
Tetes demi tetes darah mengalir dari hidung Nilam membasahi sprei. Bau amis menyengat merebak memenuhi kamar. Tubuh yang belum bisa bergerak membuat Nilam pasrahmemejamkan mata kuat. Merasakan pemilik napas dingin yang tak terlihat itu seakan menghisap darah dari tubuhnya. Semakin banyak keluar Nilam merasa lemah. Sampai kemudian tubuhnya terasa melayang, saat mencoba buka mata pandangannya menggelap. Detik kemudian, wajah Nilam tertelungkup di tempat, basah terkena genangan darah di kasurnya. *** Di Dusun Gelap, seorang lelaki tua duduk tampak duduk bersila, dalam kegelapan. Tiba-tiba ia tersentak mundur. Seketika itu juga mulutnya meringis dengan tangan mengusap dada. “Sial! Apa yang dimiliki anak itu sampai sulit kudapatkan?!” Penuh amarah ia mengamuk, memukul tanah dan menendang rerumputan.
last updateLast Updated : 2021-09-02
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status