Hati Asma sangat hancur ketika mendapati sang suami berselingkuh kembali dengan sang mantan dan lebih memilih wanita selingkuhannya. Asma memutuskan pergi ke kota agar bisa melupakan semuanya. Akan tetapi, di kota Asma tidak merasa lebih baik. Perasaan diabaikan oleh semua orang dan kekhawatirannya pada nasib anak yang sedang berada di kandungannya, membuat dirinya hendak mengambil jalan pintas dengan mencoba bunuh diri. Akan tetapi, aksi Asma digagalkan oleh seorang laki-laki bernama Arya yang sedang berada di lokasi tersebut. Bagaimana kelanjutan hidup Asma? Apakah Asma akan bangkit dari keterpurukannya? Apakah Arya sosok yang akan membawakan kebahagiaan kembali untuk Asma?
View More“Kalau kamu memang ingin bercerai, silakan! Aku akan memenuhi permintaanmu.”
Mendengar ucapan suaminya, Asma yang tengah duduk di kursi menangis sesenggukan. Pernikahan mereka yang sudah berlangsung tiga tahun hancur dalam sekejap.
Suami Asma, Tanto, beberapa jam lalu kepergok berselingkuh. Kini, dia hendak menceraikan Asma. Perselingkuhan Tanto untuk kesekian kalinya, sangat menghancurkan hati Asma dengan kehamilan wanita selingkuhannya.
Hati Asma semakin hancur karena suaminya kepergok mengantarkan wanita itu memeriksakan kehamilannya di klinik yang sama. Sedangkan, ia sudah tidak pernah diantar lagi ke dokter kandungan sejak usia kandungan satu bulan. Usia kehamilannya memasuki bulan ke-6.
“Kamu tega, Mas! Kamu lebih memilih wanita itu. Lalu, bagaimana anak yang ada di dalam kandunganku?” tanya Asma dengan berlinang air mata.
“Kamu sendiri yang meminta berpisah, kamu malah menyalahkan aku?” ucap Tanto dengan nada suara tinggi.
Asma berdiri dari tempat duduknya. Dia mendekati suaminya dan berkata, “Itu juga karena kesalahanmu sendiri yang berselingkuh di belakangku.”
“Kesalahanku?” Tanto mengulang ucapan Asma seraya tertawa. “Bagaimana dengan orang tuamu yang hingga sekarang belum menerimaku sebagai menantunya?”
“Tidak usah membawa-bawa orang tuaku untuk membenarkan perselingkuhanmu. Aku malah menyesal, mengapa dulu tidak mendengarkan ucapan orang tuaku,” balas Asma dengan nada meninggi. “Mengapa aku mau bersama dengan laki-laki bodoh sepertimu, Mas? Kamu sudah dibuang oleh wanita itu, tapi mau saja dipungut lagi. Dan itu bukan satu kali, tetapi berkali-kali. Apa itu namanya tidak bodoh sebagai seorang laki-laki?”
Plak!
Tamparan suaminya membuat Asma terkejut. Dia tidak menyangka bahwa sang suami akan bermain kasar padanya.
“Diam kamu! Perempuan tidak tahu diri! Kalau aku tidak menikahimu, kamu tidak akan pernah merasakan menjadi perempuan berkelas,” bentak Tanto.
Asma tergugu seraya memegang pipi bekas tamparan. Tidak hanya hatinya yang sakit, tetapi raganya juga merasa sakit. Dia mengakui bahwa dirinya bukan siapa-siapa jika tidak menikah dengan Tanto. Keluarganya hanya seorang petani kecil yang menggarap sebidang tanah untuk menghidupi keluarga. Selama ini, dia dibutakan oleh cintanya pada Tanto.
“Baiklah, kalau kamu juga menginginkan perpisahan ini. Aku akan pergi dari sini.” Asma hendak menuju ke kamar dengan linangan air mata.
“Silakan saja! Tapi jangan berharap kamu bisa membawa barang dari sini. Semua ini milikku!” seru Tanto dengan sombong.
Asma menghentikan langkahnya. Dia menengok ke arah sang suami dan tersenyum sinis. “Tepatnya milik orang tuamu. Kamu sendiri tidak punya apa-apa,” sindirnya yang mengetahui jika rumah dan isinya adalah milik sang mertua yang merupakan juragan tanah.
“Lihat saja nanti, memangnya kamu bisa hidup tanpaku,” seru Tanto.
Asma sudah tidak ingin menanggapi ucapan sang suami. Dia segera menuju ke kamar utama untuk mengemasi pakaiannya. Dia hanya akan membawa pakaian yang dibeli sendiri dari usaha pembuatan kue ulang tahun. Dia memasukkannya ke dalam koper dan segera menemui suaminya yang masih di tempat semula.
“Terima kasih atas waktunya selama ini, Mas. Terima kasih juga sudah memberi kesempatan menikmati kekayaan dari orang tuamu,” sindir Asma.
Sesungguhnya, dia berat meninggalkan rumah yang sudah hampir 3 tahun ditempatinya. Walaupun rumah itu bukan miliknya, tetapi banyak kenangan indah bersama sang suami yang tersimpan di dalam memorinya.
Tanto hanya diam melihat kepergian sang istri dari rumah. Dia memang tidak pernah mencintai Asma. Dia berpaling darinya semenjak mantan pacar yang sangat dicintainya hadir kembali dan kini sedang mengandung anaknya. Dia tidak peduli dengan keadaan Asma yang sedang hamil anaknya juga, karena sejak awal Tanto tidak menginginkan anak dari Asma.
Waktu semakin sore ketika Asma pergi meninggalkan rumah sang suami. Dia berjalan ke arah jalan besar dengan membawa sebuah koper dan sebuah tas selempang miliknya. Perutnya yang sudah mulai besar, membuatnya cepat lelah untuk berjalan. Jalan besar masih beberapa meter lagi di depan. Sesekali dia berhenti di pinggir jalan untuk mengatur nafas dan mengusap perutnya agar tidak kram.
Rumah-rumah warga sudah jarang terlihat. Di kanan kiri jalan yang dilaluinya berupa kebun dan pekarangan kosong. Asma duduk di sebuah batu besar yang ada di tepi jalan. Dia mengusap keringat yang ada di dahinya.
“Mau ke mana Asma?” tanya salah satu tetangga yang melihat Asma. Dia pun menghentikan motornya di depan Asma.
“Mau pulang ke rumah ibu, Mbak,” jawab Asma seraya tersenyum getir.
“Kamu berpisah dengan Tanto?” tanya tetangga itu. Senyuman Asma menjawab pertanyaan tersebut.
“Sabar ya, Asma. Tanto pasti suatu saat akan mendapatkan karma.”
Para tetangga sudah mengetahui perselingkuhan Tanto dengan seorang wanita hingga hamil. Banyak tetangga yang merasa kasihan pada Asma. Selama Asma menjadi warga di daerah itu, dikenal sebagai wanita yang ramah dan suka menolong sehingga banyak yang suka dengan kepribadiannya.
“Mari! Saya antar sampai di ujung jalan besar,” tawar tetangganya.
Pada awalnya Asma menolak karena tidak mau merepotkan orang lain. Akan tetapi, tetangganya memaksa dan juga waktu yang hampir magrib membuatnya mengiyakan tawaran tetangganya tersebut.
Asma naik ke atas boncengan motor. Dalam perjalanan menuju ujung jalan besar, tidak ada lagi percakapan diantara mereka.
“Terima kasih, Mbak. Maaf merepotkan,” ucap Asma ketika dia sampai di jalan besar.
“Sama-sama, Asma. Tapi maaf tidak bisa menemanimu menunggu kendaraan,” balas tetangganya tersebut sebelum meninggalkan Asma.
Sepeninggal tetangganya tersebut Asma menunggu kedatangan bus. Dengan hati yang sedang hancur, dia menatap ke arah jalan beraspal di depannya. Ada sebuah angkutan desa tujuan rumah orang tuanya melintas, tetapi dia hanya memandangi angkutan tersebut. Dia masih bingung ke mana tujuannya. Dia merasa malu kepada kedua orang tuanya jika dia pulang ke rumah.
Dari arah seberang jalan, Endang, mantan pacar sang suami yang telah merusak rumah tangganya, menghampiri Asma. Dia menengok ke arah Endang yang memakai pakaian seksi memperlihatkan perutnya yang sudah kelihatan buncit.
“Kasihan yang sudah dibuang suaminya,” cibir Endang pada Asma. “Makanya puaskan suami di ranjang. Jadi, dia tidak mencari di luar.”
Asma tidak menanggapi ucapan Endang. Dia berusaha mengontrol emosinya.
“Kenapa diam? Benarkan ucapanku?“
“Kucing disuguhi ikan asin pasti akan memakannya. Begitu pula seorang pelakor, walaupun naik tahta, tetap saja namanya pelakor. Lebih baik janin itu tidak terlahir, daripada lahir tapi tersemat menjadi anak haram,” ucap Asma dengan nada santai, tetapi membuat Endang meradang.
Asma melihat ada bus yang ke arah kota terlihat di kejauhan sedang menaik turunkan penumpang. Sedangkan di belakang bus itu juga ada sebuah angkutan desa yang biasa melewati arah rumah orang tuanya. Kedua kendaraan itu berhenti tepat di depannya.
“Kasihan sekali nasibmu dan anakmu. Kalian sama-sama tidak diterima keberadaannya.”
“Mas Tanto!” panggil Asma dengan lirih.Tanto, suami yang sudah mengusir dan menalaknya di saat dia sedang hamil, sudah berdiri di depannya.“Apa kabar Asma?” tanya Tanto.“Baik,” jawab Asma dengan datar.Pandangan Tanto beralih ke arah perut Asma. Tanpa memedulikan Tanto, Asma segera mengangkat barang belanjaannya. Akan tetapi, karena banyaknya barang belanjaannya itu membuat Asma kesulitan.“Perlu aku bantu?” tawar Tanto yang mendekati Asma dan tanpa sengaja tangannya menyentuh tangan Asma dan membuat Asma berjengit kaget hingga meletakkan kembali barang belanjaannya itu.“Tidak usah, Mas. Aku akan menelepon seseorang yang datang bareng aku,” tolak Asma.“Kenapa tidak mau aku bantu? Walau bagaimanapun secara hukum negara, kamu itu masih istriku,” ucap Tanto tanpa merasa malu dan bersalah.Asma menatap Tanto. Ada perasaan benci pada laki-laki di hadapannya. Apalagi jika teringat anaknya yang baru berusia satu bulan lebih.Asma tersenyum getir mendengar ucapan Tanto. “Aku tidak salah
Ciiiit!Arya mengerem mobilnya secara mendadak ketika mendengar ucapan Asma. Untung saja Arya sedang melajukan mobilnya dalam keadaan pelan.“Maaf!” ucapnya dan menengok ke arah Asma yang sedikit terdorong ke depan. “Kamu dan Randi baik-baik saja?” tanyanya dengan rasa khawatir.Kebetulan Randi sedang tiduran di atas jok mobil yang beralaskan kasur kecil dan Asma sempat menahannya agar tidak terdorong ke depan.“Alhamdulillah, kami baik-baik saja,” jawab Asma yang sudah kembali ke posisinya. Randi juga masih terlelap di atas kasurnya. “Mbak Khansa bagaimana?”“Aku tidak apa-apa kok. Untung saja Arya mengendarai mobilnya tidak kencang,” ujar Khansa.“Maaf! Aku terkejut dengan ucapan Asma. Apa maksudmu Asma? Apa yang kamu ucapkan tadi menandakan bahwa kamu bersedia menjadi istriku?”Arya bertanya secara beruntun tentang ucapan Asma dan dibalas senyuman manis yang terukir di bibir Asma. Senyuman dan anggukan Asma sudah menjawab pertanyaannya.“Baiklah, nanti aku akan bicara langsung deng
“Mengapa kamu tidak menghubungi sendiri?” tanya Khansa heran.Bukan bermaksud dia menolak permintaan tolong dari Asma, dia hanya merasa heran dengan permintaan itu. “Ehm, aku merasa tidak enak padanya, Mbak. Kemarin aku sudah menolak untuk mengantarku,” jawab Asma dengan ragu.Khansa tersenyum melihat wajah Asma yang terlihat malu.“Loh, kenapa sekarang berubah pikiran?” tanya Khansa semakin penasaran.“Tidak apa-apa, Mbak. Aku merasa tidak enak mengecewakan Arya. Padahal, dia sudah terlalu banyak membantuku,” jawab Asma.“Jadi, kamu hanya ingin membalas budi padanya?”Asma menggeleng-gelengkan kepalanya. “Bukan, bukan seperti itu, Mbak. Maksudku, barangkali dia ingin bertemu orang tuaku dan ada yang ingin dikatakan pada mereka. Selain itu, keluarganya juga ada yang di sana.”“Apa kamu ingin Arya bertemu dengan orang tuamu untuk menunjukkan keseriusannya?” tanya Khansa dengan nada menggoda Asma.“Eh.” Asma terkejut dengan ucapan Khansa walaupun memang seperti itu adanya yang ada di b
“Hah! Bagaimana maksudnya, Mbak?” tanya Milla yang bingung dengan pertanyaan Asma.“Apa kamu menyukai Arya sehingga kamu kecewa jika dia sudah mempunyai calon istri?” tanya Asma sekali lagi.Milla terkekeh mendengar pertanyaan Asma. Walaupun Milla belum pernah merasakan jatuh cinta kepada laki-laki, tetapi dia adalah wanita yang beranjak dewasa yang tentu mengetahui bagaimana seseorang yang cemburu.“Kamu kok malah terkekeh?” tanya Asma.“Mbak Asma cemburu ya?” godanya sambil mengerlingkan mata menatap Asma.“Kenapa aku harus cemburu?” tanya Asma.“Mbak, aku memang menyukai Mas Arya. Tetapi, dia sudah kami anggap sebagai pengganti orang tua kami. Kami sudah menganggapnya sebagai kakak,” ucap Milla.Asma menghela nafas lega mendengar ucapan Milla. Dan tanpa disadari hal tersebut terdengar oleh Milla.“Merasa lega ya, Mbak? Kalau Mbak Asma dan Mas Arya sudah saling mencintai, kenapa sih Mbak Asma tidak segera menikah dengan Mas Arya saja. Setahu aku, masa iddah perempuan yang bercerai s
“Calon istri?” tanya Arya dengan mengernyitkan dahi.Sebelum berbicara dengan Asma, Arya meminta wanita yang bersamanya untuk mengambil barang yang dibutuhkannya.Milla sedang memilih barang yang sudah dicatat Asma di sebuah kertas. Sedangkan, Asma mencari pernik-pernik pelengkap hiasan kue yang juga tersedia di toko itu.Asma menjadi serba salah dengan pertanyaannya. Apalagi menanyakannya tepat di depan wanita yang dia kira calon istri Arya. Padahal, dia tidak bermaksud bertanya hal tersebut.“Tidak jadi,” sahut Asma sesegera mungkin sebelum Arya mengajukan pertanyaan lanjutan.“Maksudmu dia?” tanya Arya seraya menunjuk wanita yang bersamanya tadi. “Kenapa kamu menebaknya sebagai calon istriku? Padahal kamu tahu bahwa kamulah wanita yang aku harapkan sebagai istriku.”Tanpa disadari, pipi Asma bersemu mendengar ucapan Arya. Walaupun dia sering mendengar pernyataan Arya, tetapi selalu saja membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan pipinya terasa memanas.“Tidak usah dipikirkan, Arya
"Perkenalkan, saya Arif, pengacara yang diminta mendampingi proses perceraian Mbak Asma,” ujar Arif mengenalkan diri dan menjabat tangan Uki.“Uki, kakak dari Asma,” balas Uki.Mereka pun duduk berhadapan di ruang tamu.“Terima kasih Pak Arif mau membantu mengurus perceraian adik saya,” ujar Uki membuka obrolan mereka.“Sama-sama. Tapi sebelumnya, panggil saja Arif, Mas. Saya masih terlalu muda untuk dipanggil pak,” ucap Arif dengan tersenyum lebar.“Mas Arif kali ya. Mungkin saya yang sudah terlihat tua ya, Mas,” seloroh Uki sambil tersenyum.“Mas Uki belum terlalu tua untuk ukuran laki-laki yang sudah mempunyai anak satu,” balas Arif.Mendengar ucapan Arif, Uki bengong sesaat.“Anak? Bagaimana saya bisa punya anak, Mas. Nikah saja belum,” ujar Uki sambil terkekeh.Kini giliran Arif yang bengong. “Loh, tadi bukan anak dan istri Mas Uki?” tanyanya memastikan.“Bukan Mas Arif. Perempuan tadi adik sepupu saya, sedangkan bayi tadi ponakan saya, anaknya Asma,” jawab Uki.“Syukurlah!” ucap
“Assalamualaikum,” salam Laila sambil membuka pintu yang sudah tidak terkunci.Laila meletakkan barang bawaannya yang berupa kardus dan juga plastik besar di meja ruang tamu.“Waalaikumsalam,” jawab Asma dan Uki yang masih berada di dapur.Uki sedang membantu menata kue-kue ke tempatnya sebelum di bawa ke toko yang berada di bagian depan rumah.Laila sudah muncul di depan Asma dan Uki sebelum mereka menghampiri Laila ke ruang tamu.“Loh, La! Kamu kok sudah balik ke sini? Katanya liburnya sampai besok pagi?” tanya Asma ketika melihat Laila yang datang.Laila menyalami kedua kakak sepupunya.“Bakda Zuhur nanti, aku harus mengisi kajian remaja putri di salah satu masjid,” jawab Laila sambil menggeser kursi yang ada di ruang makan untuk didudukinya.“Jam segini sudah sampai di kota, memangnya kamu dari desa jam berapa, La?” tanya Uki yang melihat jam dinding di dapur masih menunjukkan pukul 5.30.“Bakda Subuh langsung berangkat. Bus berangkat paling pagi kan bakda subuh,” jawab Laila samb
"Mas, apa yang harus aku lakukan?” tanya Asma pada Uki setelah mengakhiri panggilan videonya dengan ibunya.“Tenang, Asma. Apa kamu ingin memenuhi panggilan itu? Setahu aku, proses perceraian akan cepat jika yang bersangkutan tidak hadir. Apalagi Tanto belum mengetahui keberadaanmu,” ucap Uki yang melihat kesedihan di wajah Asma.Asma tidak menjawab pertanyaan Uki. Dia sendiri masih bingung dengan dirinya. Jika diantara mereka tidak ada Randi, mungkin dia akan langsung menyetujui perceraian ini.“Asma, apakah di dalam benakmu ada keinginan untuk bersatu kembali dengan Tanto?” tanya Uki dengan memperhatikan Asma yang tertunduk.Melihat gelagat Asma, Uki sudah bisa menyimpulkannya. “Astagfirullah, Asma! Kamu itu sudah diselingkuhi. Bahkan perselingkuhannya dilakukan secara terang-terangan. Jika masih ada bersitan untuk kembali dengannya, akal sehatmu mana?” tanya Uki dengan geram.“Mas, aku sudah kecewa dengannya. Hatiku mungkin sudah mati untuknya. Tetapi, nasib Randi bagaimana? Dia ju
Kabar Dari Desa“Mas, apa yang harus aku lakukan dengan harapan Ibu Intan? Dia memang tidak memaksaku untuk menerima Arya, tetapi secara tersirat dia berharap aku bisa menjadi menantunya,” ujar Asma pada Uki saat Ibu Intan dan Arya sudah pergi meninggalkan rumahnya.Setelah melaksanakan shalat Zuhur, Arya dan ibu Intan berpamitan pada Asma dan Uki. Mereka akan berkunjung ke panti asuhan terlebih dahulu.Asma dan Uki sedang duduk di atas kasur yang ada di ruang tengah sambil menjaga Randi yang sedang bermain.“Ibu Intan dan Arya adalah orang yang baik. Mereka sudah mengenalmu dengan baik juga. Kamu juga sudah dekat dengan mereka sejak dulu. Kami akan merasa tenang jika kamu bersama dengan orang yang tepat dan salah satunya Arya. Tetapi, kami tidak akan memaksamu untuk mengambil keputusan dalam waktu dekat. Kami hanya minta untukmu agar jangan sampai kegagalanmu dalam rumah tangga, membuatmu trauma untuk menikah kembali. Bagaimanapun Randi tetap butuh sosok ayah yang menemaninya sehari-
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments