Share

Tempat Baru Asma

"Hai...."

Arya menyapa Asma yang terkejut dengannya. Dia mendekati mereka dan menyerahkan kantong plastik berisi bubur ayam yang dibeli di depan klinik kepada Khansa. 

“Mbak, sarapan dulu saja. Apa dokter sudah datang, Mbak?”

“Belum. Kemungkinan jam  7 pagi,” jawab Khansa seraya menerima bungkusan dari Arya. Dia pun menyingkir ke arah kursi tunggu yang ada di depan ruangan. 

Arya membuka bungkusan lain yang ditujukan untuk Asma. Dia mengambil sesendok bubur di styrofoam dan menyuapkan kepada Asma. 

“Kamu sarapan dulu. Ayo, buka mulutmu,” ucap Arya dan sesendok bubur sudah di depan mulut Asma. 

Semula Asma menolak disuapi, tetapi Arya memaksa sehingga dia tidak bisa berkutik. Asma menghabiskan satu porsi bubur ayam bersamaan dengan Khansa yang juga sudah menyelesaikan makannya. 

Beberapa menit kemudian, dokter datang ke ruangan Asma untuk memeriksa kondisinya. Asma sudah diperbolehkan pulang. 

Arya mengurus administrasi di klinik, sedangkan Asma dan Khansa menunggu di ruangan. Sejak kedatangan Arya, Asma hanya diam. Dia sedang berpikir kemana dia akan pergi setelah dari klinik. Khansa melihat Asma termenung, mencoba mengajak Asma untuk mengobrol. 

“Asma ngekos dimana?” tanya Khansa membuka suara. 

Asma bingung menjawab pertanyaan Khansa. Apa yang harus dijawabnya. Apakah dia harus jujur tentang dirinya. 

“Ehm, saya baru tiba di kota kemarin sore, Mbak. Saya belum tahu akan tinggal dimana,” jawab Asma dengan ragu. 

Arya yang baru saja masuk ke dalam ruangan, menyahut ucapan Asma. 

“Kamu ikut kami saja ke panti. Mbak Khansa ini punya panti asuhan.”

Khansa pun ikut mengajak Asma untuk tinggal di panti asuhan miliknya dan Arya. 

Asma menatap Arya dan Khansa. Akhirnya dia mengiyakan ajakan mereka karena dia juga belum tahu akan pergi kemana. 

Arya menyerahkan obat Asma kepada Khansa. Dia pun mengajak kedua wanita itu untuk meninggalkan klinik. Dengan dibantu Khansa, Asma turun dari ranjang. 

Mobil yang dikemudikan Arya menuju ke sebuah bangunan sederhana di jalan yang dilewati Asma semalam. Arya memberhentikan mobil tepat di halaman rumah yang ditumbuhi beberapa pohon buah. Sebuah plang tertulis nama panti asuhan tersebut. 

“Ayo,” ajak Khansa pada Asma yang terlihat ragu untuk melangkah masuk ke dalam rumah sederhana tetapi terlihat besar. 

“Assalamualaikum,” salam Khansa tepat di depan pintu rumah yang masih tertutup. 

Dari dalam rumah terdengar kunci pintu dibuka dan muncullah seorang wanita paruh baya. Dia menyambut Khansa, Asma  dan Arya.

Beberapa anak menyusul menghampiri Khansa. Mereka menyalami Khansa bahkan beberapa anak balita bergelayut manja pada Khansa. Semua itu tidak luput dari pengamatan Asma. 

“Kalian ditinggal semalam saja kayak ditinggal berbulan-bulan,” ucap Khansa melihat anak-anak asuhnya mengerubungi. 

“Kak Arya bawa pesanan kami nggak?” tanya salah satu anak laki-laki sekitar berumur 11 tahun seraya mendekati Arya. 

“Tuh di bagasi mobil. Jangan lupa dibagi ya, tapi maaf sudah agak dingin,” ucap Arya. 

Anak laki-laki tersebut mengajak temannya untuk mengambil pesanan yang terletak di mobil. Kedekatan Arya dengan anak-anak itu juga tidak luput dari pengamatan Asma. 

Asma diajak duduk di salah satu kursi yang ada di ruang tamu.  Anak yang mengambil pesanan berupa bubur ayam sudah membagikan kepada teman-temannya. Anak-anak pun menikmati bubur ayam yang dibelikan oleh Arya. 

“Mereka tidak mengetahui siapa ayah dan ibunya, tetapi mereka juga berhak mendapatkan kasih sayang walaupun bukan dari orang tua kandungnya,” ucap Arya sembari duduk di samping Asma yang memperhatikan tingkah anak-anak itu. 

Asma menengok ke arah Arya. Dia menatap perutnya yang membuncit. Di dalam perutnya, ada anak yang berhak merasakan kehidupan dunia. Dia teringat dirinya semalam yang tanpa memikirkan anaknya yang juga berhak untuk melihat dunia sehingga berpikiran sangat pendek dengan memutuskan bunuh diri. 

Anak-anak sudah menyelesaikan sarapan dengan bubur ayam yang dibelikan Arya. Mereka segera melakukan aktivitas masing-masing. Khansa yang sudah rapi telah berada di ruangan itu kembali. Dia pun mendekati Asma dan Arya yang sedang saling diam. 

“Asma, bagaimana keadaanmu?” Khansa mendekati Asma yang terlihat termenung tanpa banyak bicara. 

“Alhamdulillah lebih baik,” jawab Asma dengan tersenyum. 

“Asma, ini adalah tempat tinggal Mbak. Mereka adalah anak asuh Mbak yang tidak mengetahui siapa orang tuanya. Apakah orang tuanya masih hidup atau tidak, mereka tidak tahu. Akan tetapi, mereka saling menguatkan dan saling memberi kasih sayang dan juga saling melengkapi.”

Khansa menjelaskan sedikit tentang penghuni panti asuhan yang dikelolanya. Sebenarnya dia sangat menyesalkan tindakan Asma semalam. Asma tertunduk di tempat duduknya. Dia merasa menjadi ibu yang sangat jahat hingga ingin menghilangkan nyawanya dan anak yang dikandungnya. 

Arya hanya memperhatikan  Asma yang terlihat menahan tangis. Arya melihat bahwa Asma seperti menanggung beban berat sehingga dia memutuskan untuk bunuh diri. 

“Kalau kamu memang belum mempunyai tempat tinggal, kamu boleh tinggal di sini,” ucap Khansa. Asma segera menatap Khansa. Orang yang baru di kenalnya beberapa jam lalu tetapi sudah sangat baik padanya. 

Asma merenung dan mempertimbangkan tawaran Khansa. Dia memang belum mempunyai tempat tujuan di kota ini. Dia tidak mempunyai kenalan di kota dan termasuk sebuah pertolongan dari Allah ketika dia dipertemukan dengan Arya, sahabat semasa sekolah dulu. 

“Iya, Asma. Kamu tinggal di sini saja. Kebetulan masih ada satu kamar kosong,” sahut Arya. 

Arya dan Khansa menunggu jawaban dari Asma. Mereka tulus mengajak Asma tinggal di panti asuhan. Asma menatap Arya dan Khansa secara bergantian dan tiba-tiba air matanya tidak bisa terbendung. Khansa pun memeluk Asma. 

“Mbak, aku menyesal dengan tindakanku tadi malam. Aku hendak membunuh anakku sendiri, padahal dia juga berhak untuk terlahir ke dunia,” ujar Asma disela isak tangisnya. 

“Kamu mau kan tinggal di panti ini?” tanya Khansa seraya memeluk Asma. 

Asma tidak kuasa mengucapkan apapun. Dia hanya mengangguk mengiyakan tawaran Khansa dan Arya. Asma melepas pelukannya pada Khansa. Dia menghapus sisa air mata yang berada di pipinya. 

“Mbak Khansa, Arya, aku mengucapkan banyak terima kasih. Jika tidak ada kalian, mungkin aku akan menyesal di alam kubur,” ucap Asma seraya menatap Khansa dan Arya. 

“Semua itu pertolongan dari Allah, As,” ucap Arya seraya tersenyum pada Asma. 

Khansa mengantar Asma ke kamar yang akan ditempatinya. Asma agak terkejut karena koper yang dibawanya sudah berada di kamar itu. Koper yang berisi pakaiannya terlihat masih tertutup rapat, hanya bentuknya saja yang sudah peyot. 

Asma duduk di atas kasur dan mengamati kamar yang berukuran 3x3 itu. Di dalam kamar sudah tersedia lemari, meja kecil dan juga sebuah tempat tidur. 

Setelah Khansa menunjukkan barang-barang yang bisa dipakai, dia duduk di samping Asma dan bertanya, “Kalau boleh tahu, apa yang menyebabkanmu ke kota ini tanpa tujuan dan berniat bunuh diri?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status