Berarti ada kemungkinan bukan Asma pelakunya, Ar? Ibu tidak yakin jika Asma akan melakukan pencurian itu,” tanya Ibu Intan.Arya melihat sang ibu yang terlihat khawatir. Ibunya memang sudah mengenal Asma sejak mereka masih duduk di bangku SMA.“Insya Allah nanti kita akan tahu, Bu, siapa pelaku sebenarnya. Ibu percaya kalau Asma melakukan pencurian?” tanya Arya seraya menatap ibunya.“Ibu tidak mungkin percaya kalau Asma sampai melakukan pencurian. Ibu sudah mengenal Asma sejak dulu. Ibu juga mengenal orang tuanya. Jika saja, Asma tidak melarang untuk memberitahukan keberadaannya pada orang tuanya, ibu sudah memberitahukannya. Agar sekalian ibu bisa melamar Asma,” jawab sang ibu seraya tersenyum lebar menatap Arya.“Kenapa bicaranya sampai lamar-lamaran. Asma tuh lagi hamil. Arya juga belum memikirkan untuk menikah lagi. Kami hanya sahabat, Bu,” elak Arya.Arya tidak mau merusak kembali persahabatan yang baru saja terjalin kembali. Dia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama hanya k
"Apa maksudmu, Arya?” tanya Khansa memicingkan matanya.Arya menarik nafas sebelum mengemukakan apa yang terjadi di toko yang terpantau lewat CCTV. Dia menatap sang ibu, Asma dan Khansa secara bergantian.“Sebenarnya aku sudah mengetahui siapa yang mengambil uang di kasir.”“Apa?!” pekik Ibu Intan menatap tajam sang anak. “Kamu sudah mengetahuinya, tapi kenapa kamu tidak mengatakannya saat kita masih di toko?” lanjutnya dengan nada kesal.Asma juga terkejut dengan ucapan Arya. Ada perasaan kecewa di dalam hatinya karena Arya tidak mengungkapkan orang yang telah mencurinya sehingga dia yang menjadi tertuduh.“Maafkan aku, Asma. Aku tidak bermaksud membuatmu terpojok di depan karyawan yang lain. Tetapi, aku sendiri belum yakin bahwa dia bekerja sendiri dalam menjebakmu. Kalau kamu sudah melihat rekaman CCTV-nya, kamu pasti menerima apa yang aku lakukan padamu.” Arya menjelaskan alasannya pada Asma karena dia melihat wajah kecewanya.Arya pun mengambil ponselnya yang tersimpan di dalam t
“Katakanlah, Lin!”Lina masih menundukkan pandangannya ke meja yang ada di depannya. Arya masih menunggu Lina membuka suara, menjelaskan apa yang terjadi.“Lin, aku yakin kamu bukan orang yang jahat. Katakanlah! Kalau kamu berbicara jujur, aku tidak akan memecatmu,” ucap Arya.“Tolong! Saya jangan dipecat, Pak,” ucap Lina dengan nada memelas. “Saya harus menghidupi adik dan anak saya, Pak.”Arya menghela nafas. Dia bukan orang yang akan tega memecat orang. “Kalau begitu, katakanlah!”Lina mengangkat wajahnya dan menatap Arya. Wajah takut tercetak dalam raut wajahnya.“Tapi, tolong jangan pecat saya, Pak.” Lina memastikan kembali jika dia tidak akan dipecat.Lina menarik nafasnya. “Sa-saya disuruh Purwanto, Pak.”Lina pun menceritakan semuanya. Dia diancam oleh Purwanto. Purwanto akan menyebarkan masa lalunya yang kelam jika dia tidak mau melakukan pencurian itu.“Maafkan saya, Pak. Saya terpaksa melakukannya. Pak Arya sudah tahu kan masa lalu saya yang bekerja di dunia malam. Purwanto
"Ada apa, Asma?” tanya Khansa heran dengan tingkah laku Asma.Asma langsung membalikkan badan ketika dia melihat mantan suaminya dari kejauhan. Dia akan melangkah meninggalkan halaman klinik tersebut, tetapi Khansa menahan tangan Asma.“Ada apa? Kenapa malah pergi?” tanyanya.“Ehm..., i-itu..., kita batalkan saja ya, Mbak,” ucap Asma dengan gagap.“Loh, kok dibatalkan. Kita sudah sampai sini, loh.”Asma terlihat bingung untuk menjelaskan kepada Khansa. Matanya juga terlihat gelisah dan sesekali melirik ke arah teras klinik. Khansa mengikuti arah lirikan Asma.“Yuk, kita duduk dulu di halte itu.” Khansa mengajak Asma menuju ke halte yang berada di depan klinik.Mereka duduk di halte depan klinik. Kebetulan halte tidak dalam keadaan ramai, hanya terlihat dua orang sedang menunggu kendaraan yang akan ditumpanginya dan berada jauh dari posisi Khansa dan Asma.“Ceritalah! Ada apa sebenarnya?” tanya Khansa seraya menggenggam tangan Asma yang sangat dingin.Asma menghela nafas panjang sebelu
“Benarkah ini kamu, Asma?”Arya menanyakan kembali, padahal Asma sudah menganggukkan kepala. Khansa tersenyum melihat Arya tidak percaya dengan penampilan Asma.Ketika Asma akan membuka suaranya, dia mengurungkan diri. Tanto dan Endang keluar dari ruangan dokter dengan wajah sumringah.Arya mengikuti arah pandang Asma, dia terkejut dengan kehadiran Tanto. Dia memang mengenal Tanto. Arya menatap Asma yang menatap Tanto dengan tatapan kecewa. Arya pun paham mengapa penampilan Asma bercadar.“Kamu baik-baik saja?” bisik Arya. Asma hanya menganggukkan kepala.Endang menyapa Khansa ketika melewatinya. Asma menatap Tanto dan tatapan mereka bertemu, tetapi Asma segera menundukkan kembali pandangannya.Perutnya tiba-tiba terasa kencang saat Tanto melewatinya. Anak yang di dalam kandungannya, seolah merasakan kehadiran sang ayah melalui tendangan.“Sssss,” desis Asma seraya meringis. Dia pun mengusap perutnya untuk mengurangi rasa sakitnya. Anak di dalam kandungannya pun tenang kembali.“Mas,
"Pur, apa aku punya salah padamu?” tanya Asma sekali lagi karena Purwanto tidak menjawab pertanyaan Asma.Asma berusaha menahan emosi, dia tidak menyangka bahwa salah satu temannya sengaja menjebak dan memfitnahnya.“Lebih baik ke ruangan Arya dulu. Ayo, Asma!” ajak Khansa yang melihat Purwanto terdiam dan hanya berdiri saja.Khansa menggandeng Asma untuk masuk ke dalam toko, sedangkan Purwanto mengikuti di belakangnya.“Mbak Asma,” panggil Anis yang melihat kedatangannya. Asma membalas dengan senyuman.Selain Anis, Bowo dan Usma juga menyapa Asma. Mereka hendak meminta maaf.“Mbak Khansa!” pekik Siska yang baru keluar dari gudang saat melihat Khansa. Dia pun mendekati Khansa yang tersenyum pada Siska.“Bagaimana kabarnya, Sis?” tanya Khansa setelah Siska menyalami dan memeluknya. Asma bergeming di samping Khansa. Dia tersenyum pada Siska tetapi tidak dihiraukan olehnya.“Tidak terlalu baik. Apalagi, semenjak kehadiran seseorang yang akan merebut posisiku,” jawab Siska seraya melirik
“Asma, tolong! Kembalilah bekerja di toko lagi,” ujar Arya dengan tatapan yang penuh harap.Siska melihat tatapan Arya yang begitu berharap agar Asma bersedia bekerja kembali, menyalahkan artikan tatapan itu. Dia cemburu pada Asma.Asma menatap Arya dengan tatapan ragu. “Sebenarnya aku tidak ingin kembali bekerja setelah apa yang terjadi. Aku ingin mencari pekerjaan di tempat lain. Aku takut kemurahan hatimu padaku disalah artikan oleh karyawan lain,” jawabnya.“Asma, pikirkan lagi. Kamu sedang hamil, jarang ada yang mau menerima pekerja dalam kondisi hamil. Kamu butuh biaya untuk persalinan nanti.” Khansa juga mencoba membujuk Asma.Asma merasa bingung. Dia tidak ingin kembali bekerja di toko itu. Namun, dia juga tidak ingin membuat Arya kecewa.“Kenapa enggak kerja dari panti saja,” celetuk Siska.Celetukan Siska mengalihkan atensi mereka. Mereka menengok ke arah Siska.“Siska benar, Arya. Kamu butuh orang untuk membantumu dalam manajemen keuangan toko. Asma bisa tuh diperkerjakan d
“Kenapa Asma?” tanya Khansa seraya mendekati Asma yang langsung menghapus air matanya.“Tidak ada apa-apa, Mbak.” Asma tersenyum dan menengok ke arah Khansa. “Sudah mau shalat Magrib berjamaah ya, Mbak?”Khansa tidak bisa bertanya lebih lanjut kepada Asma. “Belum azan magrib, kok. Tapi, sudah ditunggu karena ada kajian sebelum shalat Magrib.”“Baik, Mbak. Aku nyusul, ya. Aku mau ganti baju dulu,” ucap Asma.Khansa meninggalkan kamar Asma. Sepeninggal Khansa, Asma segera berganti baju dan menuju ke mushala. Ternyata, semua penghuni sudah berkumpul di mushala dan kajian sudah dibuka dengan membaca Al-Quran oleh salah satu anak panti.“Hati-hati Mbak Asma! Enggak usah terburu-buru. Kajiannya baru dimulai, kok,” ucap Ibu Asih, salah satu ibu penghuni panti yang berada di barisan belakang memperingatkan Asma yang berjalan terburu-buru.Asma tersenyum mendengar teguran dari Ibu Asih. Dia pun duduk di sampingnya. “He... He... He... Iya, Bu. Asma takut telat.”Semua penghuni panti mendengarka
“Mas Tanto!” panggil Asma dengan lirih.Tanto, suami yang sudah mengusir dan menalaknya di saat dia sedang hamil, sudah berdiri di depannya.“Apa kabar Asma?” tanya Tanto.“Baik,” jawab Asma dengan datar.Pandangan Tanto beralih ke arah perut Asma. Tanpa memedulikan Tanto, Asma segera mengangkat barang belanjaannya. Akan tetapi, karena banyaknya barang belanjaannya itu membuat Asma kesulitan.“Perlu aku bantu?” tawar Tanto yang mendekati Asma dan tanpa sengaja tangannya menyentuh tangan Asma dan membuat Asma berjengit kaget hingga meletakkan kembali barang belanjaannya itu.“Tidak usah, Mas. Aku akan menelepon seseorang yang datang bareng aku,” tolak Asma.“Kenapa tidak mau aku bantu? Walau bagaimanapun secara hukum negara, kamu itu masih istriku,” ucap Tanto tanpa merasa malu dan bersalah.Asma menatap Tanto. Ada perasaan benci pada laki-laki di hadapannya. Apalagi jika teringat anaknya yang baru berusia satu bulan lebih.Asma tersenyum getir mendengar ucapan Tanto. “Aku tidak salah
Ciiiit!Arya mengerem mobilnya secara mendadak ketika mendengar ucapan Asma. Untung saja Arya sedang melajukan mobilnya dalam keadaan pelan.“Maaf!” ucapnya dan menengok ke arah Asma yang sedikit terdorong ke depan. “Kamu dan Randi baik-baik saja?” tanyanya dengan rasa khawatir.Kebetulan Randi sedang tiduran di atas jok mobil yang beralaskan kasur kecil dan Asma sempat menahannya agar tidak terdorong ke depan.“Alhamdulillah, kami baik-baik saja,” jawab Asma yang sudah kembali ke posisinya. Randi juga masih terlelap di atas kasurnya. “Mbak Khansa bagaimana?”“Aku tidak apa-apa kok. Untung saja Arya mengendarai mobilnya tidak kencang,” ujar Khansa.“Maaf! Aku terkejut dengan ucapan Asma. Apa maksudmu Asma? Apa yang kamu ucapkan tadi menandakan bahwa kamu bersedia menjadi istriku?”Arya bertanya secara beruntun tentang ucapan Asma dan dibalas senyuman manis yang terukir di bibir Asma. Senyuman dan anggukan Asma sudah menjawab pertanyaannya.“Baiklah, nanti aku akan bicara langsung deng
“Mengapa kamu tidak menghubungi sendiri?” tanya Khansa heran.Bukan bermaksud dia menolak permintaan tolong dari Asma, dia hanya merasa heran dengan permintaan itu. “Ehm, aku merasa tidak enak padanya, Mbak. Kemarin aku sudah menolak untuk mengantarku,” jawab Asma dengan ragu.Khansa tersenyum melihat wajah Asma yang terlihat malu.“Loh, kenapa sekarang berubah pikiran?” tanya Khansa semakin penasaran.“Tidak apa-apa, Mbak. Aku merasa tidak enak mengecewakan Arya. Padahal, dia sudah terlalu banyak membantuku,” jawab Asma.“Jadi, kamu hanya ingin membalas budi padanya?”Asma menggeleng-gelengkan kepalanya. “Bukan, bukan seperti itu, Mbak. Maksudku, barangkali dia ingin bertemu orang tuaku dan ada yang ingin dikatakan pada mereka. Selain itu, keluarganya juga ada yang di sana.”“Apa kamu ingin Arya bertemu dengan orang tuamu untuk menunjukkan keseriusannya?” tanya Khansa dengan nada menggoda Asma.“Eh.” Asma terkejut dengan ucapan Khansa walaupun memang seperti itu adanya yang ada di b
“Hah! Bagaimana maksudnya, Mbak?” tanya Milla yang bingung dengan pertanyaan Asma.“Apa kamu menyukai Arya sehingga kamu kecewa jika dia sudah mempunyai calon istri?” tanya Asma sekali lagi.Milla terkekeh mendengar pertanyaan Asma. Walaupun Milla belum pernah merasakan jatuh cinta kepada laki-laki, tetapi dia adalah wanita yang beranjak dewasa yang tentu mengetahui bagaimana seseorang yang cemburu.“Kamu kok malah terkekeh?” tanya Asma.“Mbak Asma cemburu ya?” godanya sambil mengerlingkan mata menatap Asma.“Kenapa aku harus cemburu?” tanya Asma.“Mbak, aku memang menyukai Mas Arya. Tetapi, dia sudah kami anggap sebagai pengganti orang tua kami. Kami sudah menganggapnya sebagai kakak,” ucap Milla.Asma menghela nafas lega mendengar ucapan Milla. Dan tanpa disadari hal tersebut terdengar oleh Milla.“Merasa lega ya, Mbak? Kalau Mbak Asma dan Mas Arya sudah saling mencintai, kenapa sih Mbak Asma tidak segera menikah dengan Mas Arya saja. Setahu aku, masa iddah perempuan yang bercerai s
“Calon istri?” tanya Arya dengan mengernyitkan dahi.Sebelum berbicara dengan Asma, Arya meminta wanita yang bersamanya untuk mengambil barang yang dibutuhkannya.Milla sedang memilih barang yang sudah dicatat Asma di sebuah kertas. Sedangkan, Asma mencari pernik-pernik pelengkap hiasan kue yang juga tersedia di toko itu.Asma menjadi serba salah dengan pertanyaannya. Apalagi menanyakannya tepat di depan wanita yang dia kira calon istri Arya. Padahal, dia tidak bermaksud bertanya hal tersebut.“Tidak jadi,” sahut Asma sesegera mungkin sebelum Arya mengajukan pertanyaan lanjutan.“Maksudmu dia?” tanya Arya seraya menunjuk wanita yang bersamanya tadi. “Kenapa kamu menebaknya sebagai calon istriku? Padahal kamu tahu bahwa kamulah wanita yang aku harapkan sebagai istriku.”Tanpa disadari, pipi Asma bersemu mendengar ucapan Arya. Walaupun dia sering mendengar pernyataan Arya, tetapi selalu saja membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan pipinya terasa memanas.“Tidak usah dipikirkan, Arya
"Perkenalkan, saya Arif, pengacara yang diminta mendampingi proses perceraian Mbak Asma,” ujar Arif mengenalkan diri dan menjabat tangan Uki.“Uki, kakak dari Asma,” balas Uki.Mereka pun duduk berhadapan di ruang tamu.“Terima kasih Pak Arif mau membantu mengurus perceraian adik saya,” ujar Uki membuka obrolan mereka.“Sama-sama. Tapi sebelumnya, panggil saja Arif, Mas. Saya masih terlalu muda untuk dipanggil pak,” ucap Arif dengan tersenyum lebar.“Mas Arif kali ya. Mungkin saya yang sudah terlihat tua ya, Mas,” seloroh Uki sambil tersenyum.“Mas Uki belum terlalu tua untuk ukuran laki-laki yang sudah mempunyai anak satu,” balas Arif.Mendengar ucapan Arif, Uki bengong sesaat.“Anak? Bagaimana saya bisa punya anak, Mas. Nikah saja belum,” ujar Uki sambil terkekeh.Kini giliran Arif yang bengong. “Loh, tadi bukan anak dan istri Mas Uki?” tanyanya memastikan.“Bukan Mas Arif. Perempuan tadi adik sepupu saya, sedangkan bayi tadi ponakan saya, anaknya Asma,” jawab Uki.“Syukurlah!” ucap
“Assalamualaikum,” salam Laila sambil membuka pintu yang sudah tidak terkunci.Laila meletakkan barang bawaannya yang berupa kardus dan juga plastik besar di meja ruang tamu.“Waalaikumsalam,” jawab Asma dan Uki yang masih berada di dapur.Uki sedang membantu menata kue-kue ke tempatnya sebelum di bawa ke toko yang berada di bagian depan rumah.Laila sudah muncul di depan Asma dan Uki sebelum mereka menghampiri Laila ke ruang tamu.“Loh, La! Kamu kok sudah balik ke sini? Katanya liburnya sampai besok pagi?” tanya Asma ketika melihat Laila yang datang.Laila menyalami kedua kakak sepupunya.“Bakda Zuhur nanti, aku harus mengisi kajian remaja putri di salah satu masjid,” jawab Laila sambil menggeser kursi yang ada di ruang makan untuk didudukinya.“Jam segini sudah sampai di kota, memangnya kamu dari desa jam berapa, La?” tanya Uki yang melihat jam dinding di dapur masih menunjukkan pukul 5.30.“Bakda Subuh langsung berangkat. Bus berangkat paling pagi kan bakda subuh,” jawab Laila samb
"Mas, apa yang harus aku lakukan?” tanya Asma pada Uki setelah mengakhiri panggilan videonya dengan ibunya.“Tenang, Asma. Apa kamu ingin memenuhi panggilan itu? Setahu aku, proses perceraian akan cepat jika yang bersangkutan tidak hadir. Apalagi Tanto belum mengetahui keberadaanmu,” ucap Uki yang melihat kesedihan di wajah Asma.Asma tidak menjawab pertanyaan Uki. Dia sendiri masih bingung dengan dirinya. Jika diantara mereka tidak ada Randi, mungkin dia akan langsung menyetujui perceraian ini.“Asma, apakah di dalam benakmu ada keinginan untuk bersatu kembali dengan Tanto?” tanya Uki dengan memperhatikan Asma yang tertunduk.Melihat gelagat Asma, Uki sudah bisa menyimpulkannya. “Astagfirullah, Asma! Kamu itu sudah diselingkuhi. Bahkan perselingkuhannya dilakukan secara terang-terangan. Jika masih ada bersitan untuk kembali dengannya, akal sehatmu mana?” tanya Uki dengan geram.“Mas, aku sudah kecewa dengannya. Hatiku mungkin sudah mati untuknya. Tetapi, nasib Randi bagaimana? Dia ju
Kabar Dari Desa“Mas, apa yang harus aku lakukan dengan harapan Ibu Intan? Dia memang tidak memaksaku untuk menerima Arya, tetapi secara tersirat dia berharap aku bisa menjadi menantunya,” ujar Asma pada Uki saat Ibu Intan dan Arya sudah pergi meninggalkan rumahnya.Setelah melaksanakan shalat Zuhur, Arya dan ibu Intan berpamitan pada Asma dan Uki. Mereka akan berkunjung ke panti asuhan terlebih dahulu.Asma dan Uki sedang duduk di atas kasur yang ada di ruang tengah sambil menjaga Randi yang sedang bermain.“Ibu Intan dan Arya adalah orang yang baik. Mereka sudah mengenalmu dengan baik juga. Kamu juga sudah dekat dengan mereka sejak dulu. Kami akan merasa tenang jika kamu bersama dengan orang yang tepat dan salah satunya Arya. Tetapi, kami tidak akan memaksamu untuk mengambil keputusan dalam waktu dekat. Kami hanya minta untukmu agar jangan sampai kegagalanmu dalam rumah tangga, membuatmu trauma untuk menikah kembali. Bagaimanapun Randi tetap butuh sosok ayah yang menemaninya sehari-