“Hah! Bagaimana maksudnya, Mbak?” tanya Milla yang bingung dengan pertanyaan Asma.“Apa kamu menyukai Arya sehingga kamu kecewa jika dia sudah mempunyai calon istri?” tanya Asma sekali lagi.Milla terkekeh mendengar pertanyaan Asma. Walaupun Milla belum pernah merasakan jatuh cinta kepada laki-laki, tetapi dia adalah wanita yang beranjak dewasa yang tentu mengetahui bagaimana seseorang yang cemburu.“Kamu kok malah terkekeh?” tanya Asma.“Mbak Asma cemburu ya?” godanya sambil mengerlingkan mata menatap Asma.“Kenapa aku harus cemburu?” tanya Asma.“Mbak, aku memang menyukai Mas Arya. Tetapi, dia sudah kami anggap sebagai pengganti orang tua kami. Kami sudah menganggapnya sebagai kakak,” ucap Milla.Asma menghela nafas lega mendengar ucapan Milla. Dan tanpa disadari hal tersebut terdengar oleh Milla.“Merasa lega ya, Mbak? Kalau Mbak Asma dan Mas Arya sudah saling mencintai, kenapa sih Mbak Asma tidak segera menikah dengan Mas Arya saja. Setahu aku, masa iddah perempuan yang bercerai s
“Mengapa kamu tidak menghubungi sendiri?” tanya Khansa heran.Bukan bermaksud dia menolak permintaan tolong dari Asma, dia hanya merasa heran dengan permintaan itu. “Ehm, aku merasa tidak enak padanya, Mbak. Kemarin aku sudah menolak untuk mengantarku,” jawab Asma dengan ragu.Khansa tersenyum melihat wajah Asma yang terlihat malu.“Loh, kenapa sekarang berubah pikiran?” tanya Khansa semakin penasaran.“Tidak apa-apa, Mbak. Aku merasa tidak enak mengecewakan Arya. Padahal, dia sudah terlalu banyak membantuku,” jawab Asma.“Jadi, kamu hanya ingin membalas budi padanya?”Asma menggeleng-gelengkan kepalanya. “Bukan, bukan seperti itu, Mbak. Maksudku, barangkali dia ingin bertemu orang tuaku dan ada yang ingin dikatakan pada mereka. Selain itu, keluarganya juga ada yang di sana.”“Apa kamu ingin Arya bertemu dengan orang tuamu untuk menunjukkan keseriusannya?” tanya Khansa dengan nada menggoda Asma.“Eh.” Asma terkejut dengan ucapan Khansa walaupun memang seperti itu adanya yang ada di b
Ciiiit!Arya mengerem mobilnya secara mendadak ketika mendengar ucapan Asma. Untung saja Arya sedang melajukan mobilnya dalam keadaan pelan.“Maaf!” ucapnya dan menengok ke arah Asma yang sedikit terdorong ke depan. “Kamu dan Randi baik-baik saja?” tanyanya dengan rasa khawatir.Kebetulan Randi sedang tiduran di atas jok mobil yang beralaskan kasur kecil dan Asma sempat menahannya agar tidak terdorong ke depan.“Alhamdulillah, kami baik-baik saja,” jawab Asma yang sudah kembali ke posisinya. Randi juga masih terlelap di atas kasurnya. “Mbak Khansa bagaimana?”“Aku tidak apa-apa kok. Untung saja Arya mengendarai mobilnya tidak kencang,” ujar Khansa.“Maaf! Aku terkejut dengan ucapan Asma. Apa maksudmu Asma? Apa yang kamu ucapkan tadi menandakan bahwa kamu bersedia menjadi istriku?”Arya bertanya secara beruntun tentang ucapan Asma dan dibalas senyuman manis yang terukir di bibir Asma. Senyuman dan anggukan Asma sudah menjawab pertanyaannya.“Baiklah, nanti aku akan bicara langsung deng
“Mas Tanto!” panggil Asma dengan lirih.Tanto, suami yang sudah mengusir dan menalaknya di saat dia sedang hamil, sudah berdiri di depannya.“Apa kabar Asma?” tanya Tanto.“Baik,” jawab Asma dengan datar.Pandangan Tanto beralih ke arah perut Asma. Tanpa memedulikan Tanto, Asma segera mengangkat barang belanjaannya. Akan tetapi, karena banyaknya barang belanjaannya itu membuat Asma kesulitan.“Perlu aku bantu?” tawar Tanto yang mendekati Asma dan tanpa sengaja tangannya menyentuh tangan Asma dan membuat Asma berjengit kaget hingga meletakkan kembali barang belanjaannya itu.“Tidak usah, Mas. Aku akan menelepon seseorang yang datang bareng aku,” tolak Asma.“Kenapa tidak mau aku bantu? Walau bagaimanapun secara hukum negara, kamu itu masih istriku,” ucap Tanto tanpa merasa malu dan bersalah.Asma menatap Tanto. Ada perasaan benci pada laki-laki di hadapannya. Apalagi jika teringat anaknya yang baru berusia satu bulan lebih.Asma tersenyum getir mendengar ucapan Tanto. “Aku tidak salah
“Kalau kamu memang ingin bercerai, silakan! Aku akan memenuhi permintaanmu.”Mendengar ucapan suaminya, Asma yang tengah duduk di kursi menangis sesenggukan. Pernikahan mereka yang sudah berlangsung tiga tahun hancur dalam sekejap. Suami Asma, Tanto, beberapa jam lalu kepergok berselingkuh. Kini, dia hendak menceraikan Asma. Perselingkuhan Tanto untuk kesekian kalinya, sangat menghancurkan hati Asma dengan kehamilan wanita selingkuhannya.Hati Asma semakin hancur karena suaminya kepergok mengantarkan wanita itu memeriksakan kehamilannya di klinik yang sama. Sedangkan, ia sudah tidak pernah diantar lagi ke dokter kandungan sejak usia kandungan satu bulan. Usia kehamilannya memasuki bulan ke-6.“Kamu tega, Mas! Kamu lebih memilih wanita itu. Lalu, bagaimana anak yang ada di dalam kandunganku?” tanya Asma dengan berlinang air mata.“Kamu sendiri yang meminta berpisah, kamu malah menyalahkan aku?” ucap Tanto dengan nada suara tinggi.Asma berdiri dari tempat duduknya. Dia mendekati suami
"Selamat menikmati hidup bersama dengan bekasku!" ucap Asma sebelum meninggalkan Endang. Asma pun segera naik ke dalam bus yang berhenti tepat di depannya. Dia merasa malu jika harus kembali ke rumah orang tua. Dia juga tidak mau orang tuanya malu karena perceraiannya dengan Tanto yang merupakan anak juragan tanah. Sejak awal para tetangga memang banyak yang mencibir pernikahannya.Di dalam bus tujuan kota, Asma duduk di samping jendela. Asma menatap lampu-lampu yang menerangi jalan. Air matanya tidak kuasa untuk tidak keluar dari mata indah miliknya ketika dia mengingat perselingkuhan sang suami.Bus semakin jauh meninggalkan desa tempat tinggalnya. Hati yang terluka mengiringi perjalanannya menuju ke kota. Sepanjang perjalanan, air mata menggenangi matanya. Dia tidak peduli dengan penumpang lain yang melihatnya dengan tatapan aneh.“Terminal..., terminal..., terakhir...!”Kondektur bus mengingatkan tujuan akhir bus. Asma tersadar jika dia sudah sampai ke tempat tujuan.Asma segera
Brak! Suara benda tertabrak mobil terdengar di telinga Asma. Sedangkan dia merasa tubuhnya ditarik oleh seseorang dan membentur dada bidang seseorang. “Lepaskan aku!” pekik Asma seraya meronta dari pelukan orang tersebut. “Biarkan aku mati.”Orang itu masih memeluk tubuh Asma yang masih meronta hendak menuju ke jalan. “Jangan bodoh, Mbak. Memangnya kalau Mbak mati akan menyelesaikan masalah?”Asma tidak mendengarkan ucapan orang itu. Dia terus meronta seraya menceracau. “Aku ingin mati! Semua orang sudah tidak peduli padaku!”Tiba-tiba Asma jatuh pingsan di pelukan orang yang telah menolongnya. Orang itu pun panik dan terkejut. Dia mengambil HP yang ada di saku kemejanya dan menghubungi seseorang. [“Mbak Khansa, tolong! Ada wanita pingsan. Aku di tepi jalan tidak jauh dari panti,”] ucap orang itu. Tidak lama kemudian, seorang wanita berjilbab menghampiri orang itu dan Asma yang masih pingsan. “Apa yang terjadi, Arya?” tanya wanita itu seraya berjongkok di samping orang yang dip
"Hai...."Arya menyapa Asma yang terkejut dengannya. Dia mendekati mereka dan menyerahkan kantong plastik berisi bubur ayam yang dibeli di depan klinik kepada Khansa. “Mbak, sarapan dulu saja. Apa dokter sudah datang, Mbak?”“Belum. Kemungkinan jam 7 pagi,” jawab Khansa seraya menerima bungkusan dari Arya. Dia pun menyingkir ke arah kursi tunggu yang ada di depan ruangan. Arya membuka bungkusan lain yang ditujukan untuk Asma. Dia mengambil sesendok bubur di styrofoam dan menyuapkan kepada Asma. “Kamu sarapan dulu. Ayo, buka mulutmu,” ucap Arya dan sesendok bubur sudah di depan mulut Asma. Semula Asma menolak disuapi, tetapi Arya memaksa sehingga dia tidak bisa berkutik. Asma menghabiskan satu porsi bubur ayam bersamaan dengan Khansa yang juga sudah menyelesaikan makannya. Beberapa menit kemudian, dokter datang ke ruangan Asma untuk memeriksa kondisinya. Asma sudah diperbolehkan pulang. Arya mengurus administrasi di klinik, sedangkan Asma dan Khansa menunggu di ruangan. Sejak ke
“Mas Tanto!” panggil Asma dengan lirih.Tanto, suami yang sudah mengusir dan menalaknya di saat dia sedang hamil, sudah berdiri di depannya.“Apa kabar Asma?” tanya Tanto.“Baik,” jawab Asma dengan datar.Pandangan Tanto beralih ke arah perut Asma. Tanpa memedulikan Tanto, Asma segera mengangkat barang belanjaannya. Akan tetapi, karena banyaknya barang belanjaannya itu membuat Asma kesulitan.“Perlu aku bantu?” tawar Tanto yang mendekati Asma dan tanpa sengaja tangannya menyentuh tangan Asma dan membuat Asma berjengit kaget hingga meletakkan kembali barang belanjaannya itu.“Tidak usah, Mas. Aku akan menelepon seseorang yang datang bareng aku,” tolak Asma.“Kenapa tidak mau aku bantu? Walau bagaimanapun secara hukum negara, kamu itu masih istriku,” ucap Tanto tanpa merasa malu dan bersalah.Asma menatap Tanto. Ada perasaan benci pada laki-laki di hadapannya. Apalagi jika teringat anaknya yang baru berusia satu bulan lebih.Asma tersenyum getir mendengar ucapan Tanto. “Aku tidak salah
Ciiiit!Arya mengerem mobilnya secara mendadak ketika mendengar ucapan Asma. Untung saja Arya sedang melajukan mobilnya dalam keadaan pelan.“Maaf!” ucapnya dan menengok ke arah Asma yang sedikit terdorong ke depan. “Kamu dan Randi baik-baik saja?” tanyanya dengan rasa khawatir.Kebetulan Randi sedang tiduran di atas jok mobil yang beralaskan kasur kecil dan Asma sempat menahannya agar tidak terdorong ke depan.“Alhamdulillah, kami baik-baik saja,” jawab Asma yang sudah kembali ke posisinya. Randi juga masih terlelap di atas kasurnya. “Mbak Khansa bagaimana?”“Aku tidak apa-apa kok. Untung saja Arya mengendarai mobilnya tidak kencang,” ujar Khansa.“Maaf! Aku terkejut dengan ucapan Asma. Apa maksudmu Asma? Apa yang kamu ucapkan tadi menandakan bahwa kamu bersedia menjadi istriku?”Arya bertanya secara beruntun tentang ucapan Asma dan dibalas senyuman manis yang terukir di bibir Asma. Senyuman dan anggukan Asma sudah menjawab pertanyaannya.“Baiklah, nanti aku akan bicara langsung deng
“Mengapa kamu tidak menghubungi sendiri?” tanya Khansa heran.Bukan bermaksud dia menolak permintaan tolong dari Asma, dia hanya merasa heran dengan permintaan itu. “Ehm, aku merasa tidak enak padanya, Mbak. Kemarin aku sudah menolak untuk mengantarku,” jawab Asma dengan ragu.Khansa tersenyum melihat wajah Asma yang terlihat malu.“Loh, kenapa sekarang berubah pikiran?” tanya Khansa semakin penasaran.“Tidak apa-apa, Mbak. Aku merasa tidak enak mengecewakan Arya. Padahal, dia sudah terlalu banyak membantuku,” jawab Asma.“Jadi, kamu hanya ingin membalas budi padanya?”Asma menggeleng-gelengkan kepalanya. “Bukan, bukan seperti itu, Mbak. Maksudku, barangkali dia ingin bertemu orang tuaku dan ada yang ingin dikatakan pada mereka. Selain itu, keluarganya juga ada yang di sana.”“Apa kamu ingin Arya bertemu dengan orang tuamu untuk menunjukkan keseriusannya?” tanya Khansa dengan nada menggoda Asma.“Eh.” Asma terkejut dengan ucapan Khansa walaupun memang seperti itu adanya yang ada di b
“Hah! Bagaimana maksudnya, Mbak?” tanya Milla yang bingung dengan pertanyaan Asma.“Apa kamu menyukai Arya sehingga kamu kecewa jika dia sudah mempunyai calon istri?” tanya Asma sekali lagi.Milla terkekeh mendengar pertanyaan Asma. Walaupun Milla belum pernah merasakan jatuh cinta kepada laki-laki, tetapi dia adalah wanita yang beranjak dewasa yang tentu mengetahui bagaimana seseorang yang cemburu.“Kamu kok malah terkekeh?” tanya Asma.“Mbak Asma cemburu ya?” godanya sambil mengerlingkan mata menatap Asma.“Kenapa aku harus cemburu?” tanya Asma.“Mbak, aku memang menyukai Mas Arya. Tetapi, dia sudah kami anggap sebagai pengganti orang tua kami. Kami sudah menganggapnya sebagai kakak,” ucap Milla.Asma menghela nafas lega mendengar ucapan Milla. Dan tanpa disadari hal tersebut terdengar oleh Milla.“Merasa lega ya, Mbak? Kalau Mbak Asma dan Mas Arya sudah saling mencintai, kenapa sih Mbak Asma tidak segera menikah dengan Mas Arya saja. Setahu aku, masa iddah perempuan yang bercerai s
“Calon istri?” tanya Arya dengan mengernyitkan dahi.Sebelum berbicara dengan Asma, Arya meminta wanita yang bersamanya untuk mengambil barang yang dibutuhkannya.Milla sedang memilih barang yang sudah dicatat Asma di sebuah kertas. Sedangkan, Asma mencari pernik-pernik pelengkap hiasan kue yang juga tersedia di toko itu.Asma menjadi serba salah dengan pertanyaannya. Apalagi menanyakannya tepat di depan wanita yang dia kira calon istri Arya. Padahal, dia tidak bermaksud bertanya hal tersebut.“Tidak jadi,” sahut Asma sesegera mungkin sebelum Arya mengajukan pertanyaan lanjutan.“Maksudmu dia?” tanya Arya seraya menunjuk wanita yang bersamanya tadi. “Kenapa kamu menebaknya sebagai calon istriku? Padahal kamu tahu bahwa kamulah wanita yang aku harapkan sebagai istriku.”Tanpa disadari, pipi Asma bersemu mendengar ucapan Arya. Walaupun dia sering mendengar pernyataan Arya, tetapi selalu saja membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan pipinya terasa memanas.“Tidak usah dipikirkan, Arya
"Perkenalkan, saya Arif, pengacara yang diminta mendampingi proses perceraian Mbak Asma,” ujar Arif mengenalkan diri dan menjabat tangan Uki.“Uki, kakak dari Asma,” balas Uki.Mereka pun duduk berhadapan di ruang tamu.“Terima kasih Pak Arif mau membantu mengurus perceraian adik saya,” ujar Uki membuka obrolan mereka.“Sama-sama. Tapi sebelumnya, panggil saja Arif, Mas. Saya masih terlalu muda untuk dipanggil pak,” ucap Arif dengan tersenyum lebar.“Mas Arif kali ya. Mungkin saya yang sudah terlihat tua ya, Mas,” seloroh Uki sambil tersenyum.“Mas Uki belum terlalu tua untuk ukuran laki-laki yang sudah mempunyai anak satu,” balas Arif.Mendengar ucapan Arif, Uki bengong sesaat.“Anak? Bagaimana saya bisa punya anak, Mas. Nikah saja belum,” ujar Uki sambil terkekeh.Kini giliran Arif yang bengong. “Loh, tadi bukan anak dan istri Mas Uki?” tanyanya memastikan.“Bukan Mas Arif. Perempuan tadi adik sepupu saya, sedangkan bayi tadi ponakan saya, anaknya Asma,” jawab Uki.“Syukurlah!” ucap
“Assalamualaikum,” salam Laila sambil membuka pintu yang sudah tidak terkunci.Laila meletakkan barang bawaannya yang berupa kardus dan juga plastik besar di meja ruang tamu.“Waalaikumsalam,” jawab Asma dan Uki yang masih berada di dapur.Uki sedang membantu menata kue-kue ke tempatnya sebelum di bawa ke toko yang berada di bagian depan rumah.Laila sudah muncul di depan Asma dan Uki sebelum mereka menghampiri Laila ke ruang tamu.“Loh, La! Kamu kok sudah balik ke sini? Katanya liburnya sampai besok pagi?” tanya Asma ketika melihat Laila yang datang.Laila menyalami kedua kakak sepupunya.“Bakda Zuhur nanti, aku harus mengisi kajian remaja putri di salah satu masjid,” jawab Laila sambil menggeser kursi yang ada di ruang makan untuk didudukinya.“Jam segini sudah sampai di kota, memangnya kamu dari desa jam berapa, La?” tanya Uki yang melihat jam dinding di dapur masih menunjukkan pukul 5.30.“Bakda Subuh langsung berangkat. Bus berangkat paling pagi kan bakda subuh,” jawab Laila samb
"Mas, apa yang harus aku lakukan?” tanya Asma pada Uki setelah mengakhiri panggilan videonya dengan ibunya.“Tenang, Asma. Apa kamu ingin memenuhi panggilan itu? Setahu aku, proses perceraian akan cepat jika yang bersangkutan tidak hadir. Apalagi Tanto belum mengetahui keberadaanmu,” ucap Uki yang melihat kesedihan di wajah Asma.Asma tidak menjawab pertanyaan Uki. Dia sendiri masih bingung dengan dirinya. Jika diantara mereka tidak ada Randi, mungkin dia akan langsung menyetujui perceraian ini.“Asma, apakah di dalam benakmu ada keinginan untuk bersatu kembali dengan Tanto?” tanya Uki dengan memperhatikan Asma yang tertunduk.Melihat gelagat Asma, Uki sudah bisa menyimpulkannya. “Astagfirullah, Asma! Kamu itu sudah diselingkuhi. Bahkan perselingkuhannya dilakukan secara terang-terangan. Jika masih ada bersitan untuk kembali dengannya, akal sehatmu mana?” tanya Uki dengan geram.“Mas, aku sudah kecewa dengannya. Hatiku mungkin sudah mati untuknya. Tetapi, nasib Randi bagaimana? Dia ju
Kabar Dari Desa“Mas, apa yang harus aku lakukan dengan harapan Ibu Intan? Dia memang tidak memaksaku untuk menerima Arya, tetapi secara tersirat dia berharap aku bisa menjadi menantunya,” ujar Asma pada Uki saat Ibu Intan dan Arya sudah pergi meninggalkan rumahnya.Setelah melaksanakan shalat Zuhur, Arya dan ibu Intan berpamitan pada Asma dan Uki. Mereka akan berkunjung ke panti asuhan terlebih dahulu.Asma dan Uki sedang duduk di atas kasur yang ada di ruang tengah sambil menjaga Randi yang sedang bermain.“Ibu Intan dan Arya adalah orang yang baik. Mereka sudah mengenalmu dengan baik juga. Kamu juga sudah dekat dengan mereka sejak dulu. Kami akan merasa tenang jika kamu bersama dengan orang yang tepat dan salah satunya Arya. Tetapi, kami tidak akan memaksamu untuk mengambil keputusan dalam waktu dekat. Kami hanya minta untukmu agar jangan sampai kegagalanmu dalam rumah tangga, membuatmu trauma untuk menikah kembali. Bagaimanapun Randi tetap butuh sosok ayah yang menemaninya sehari-