Dalam dunia gangster yang keras dan penuh intrik, Rama, seorang pemuda yang tumbuh di bawah asuhan bos gangster, menjalani hidup yang gelap dan penuh risiko. Namun, hidupnya berubah ketika ia tanpa sengaja menolong Angel, seorang gadis misterius yang tampak biasa, tetapi sebenarnya adalah arwah yang terjebak di antara kehidupan dan kematian. Angel memiliki rahasia besar, ia terperangkap dalam masalah rumit yang melibatkan kelompok sesat, dan memiliki hubungan erat dengan petinggi pemerintah. Ketika Rama berusaha membantu Angel keluar dari cengkeraman kelompok tersebut, ia menyadari bahwa gadis itu bukan sekadar korban biasa. Hubungan spiritual Angel mengungkapkan berbagai misteri yang dapat mengguncang kehidupan Rama. Perjalanan mereka menjadi lebih dari sekadar pelarian, tapi ini adalah pencarian jati diri dan kebenaran. Setiap perjalan yang akan mereka lalui bersama, keduanya harus menemukan jalan untuk menghadapi takdir mereka, sembari berjuang untuk memahami arti kehidupan dan kematian.
View More"Sudah lama menunggu?" tanya seorang wanita yang datang tergesa-gesa, nafasnya sedikit terengah. Rambutnya yang sedikit berantakan menunjukkan bahwa ia telah bergegas untuk sampai di sana.Rama menoleh, menatapnya sejenak dengan senyum tipis sebelum menjawab. "Lumayan," katanya santai. "Duduklah, aku akan memesankanmu minuman. Apa yang kamu mau?"Wanita itu menghela napas pelan, kemudian duduk di kursi di depannya. "Kopi saja, yang hitam," jawabnya singkat sambil merapikan rambutnya yang terurai.Rama mengangguk dan melambaikan tangan ke arah pelayan. "Satu kopi hitam dan satu teh hangat, tolong," katanya sebelum kembali menatap wanita di depannya."Kamu terlihat lelah," ujarnya pelan.Wanita itu tersenyum lemah. "Banyak urusan tadi. Maaf kalau aku terlambat.""Tak apa," Rama menjawab sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. "Yang penting kamu di sini sekarang."Percakapan mereka terhenti sejenak ketika pelayan datang membawa pesanan mereka. Kopi hitam dan teh hangat diletakkan di mej
BAB 14Di salah satu gudang tua yang terletak di ujung pelabuhan, Rama duduk di kursi kayu dengan wajah serius. Ia mengenakan jaket kulit hitam yang sudah sedikit lusuh, menandakan pengabdian panjangnya dalam dunia kelam yang digelutinya. Di hadapannya, beberapa anak buahnya berdiri tegak, menunggu perintah."Kita tidak punya waktu banyak. Barang ini harus sampai ke pembeli sebelum fajar," ucap Rama dengan suara datar penuh wibawa. Ia memandang tajam pria di depannya, seorang perantara bisnis senjata api ilegal yang sedang dalam negosiasi penting malam itu."Tapi harga yang kalian tawarkan terlalu tinggi, Rama," jawab pria itu, mencoba menawar.Sebelum Rama bisa merespons, ponselnya bergetar di dalam saku jaket. Ia mengerutkan kening, heran. Jarang ada yang menghubunginya di tengah pertemuan seperti ini, apalagi nomor pribadinya yang hanya diketahui oleh sedikit orang."Sebentar," katanya singkat, mengambil ponsel dan melihat nama pengirim pesan.Sebuah nomor baru. Dengan hati-hati, Ra
Langkah kaki Rama tergesa-gesa menyusuri lorong rumah sakit, matanya terus memandang ke arah pintu ICU yang telah hangus terbakar. Asap masih samar-samar mengepul dari celah-celah pintu yang kini tertutup rapat oleh garis polisi. "Angel... di mana kau?" bisiknya lirih, rasa putus asa mulai menyelimuti hatinya. Pencariannya yang baru saja menemukan secercah harapan kini kembali terhenti oleh musibah ini. Namun, di balik kekalutannya, tekadnya tidak goyah. Dia tahu, dia harus menemukan Angel, apapun caranya.Rama duduk kembali di halaman rumah sakit, memperhatikan lalu lalang manusia yang sibuk dengan pikiran masing-masing. Suasana hatinya masih kacau, mencoba mencerna kejadian yang baru saja dialami di bangsal ICU.Tiba-tiba, seorang wanita mendekatinya dengan membawa dua kaleng minuman dingin. Dengan senyum ramah, dia menyodorkan satu kaleng ke arah Rama."Minum, mungkin bisa sedikit menenangkan," katanya dengan suara lembut.Rama menoleh sejenak, menatap wanita itu tanpa ekspresi seb
"Angel!" panggil Rama dengan keras.Suaranya terdengar panik dan kalut. Langkahnya tergesa, dan pandangannya tidak berhenti mencari ke setiap sudut ruangan. Apa yang diharapkannya tidak terjadi. Sungguh, ini begitu menyakitkan baginya. Belum sempat dia mengatakan apa pun pada gadis itu. Dia merasa sangat bersalah karena tidak bisa membantunya menemukan identitas asli Angel dengan cepat.Rama menghentikan langkahnya, dan seketika tubuhnya ambruk. Tanpa bisa menahan beban yang tiba-tiba begitu berat, ia berlutut. Kepalanya mulai berdenyut hebat, dan tangannya tanpa sadar meremas rambutnya, mencoba mengusir rasa sakit yang datang.Dia menahan tangis. Bibirnya gemetar, namun air mata tidak bisa berhenti mengalir. Setiap tetesnya menyiratkan penyesalan yang begitu dalam. Dunia seakan memudar di sekelilingnya; hanya ada hampa dan kegelisahan yang mencekam.Pandangannya mulai kabur, berputar, dan dunia di sekelilingnya seolah-olah meluncur menjauh. Tanpa sadar, tubuhnya terjatuh, tak lagi mam
“Apa kamu baik-baik saja?" tanya Angel, tatkala melihat Rama yang sedari tadi diam, bahkan beberapa jam setelah mereka pulang.“Hemh, aku baik-baik saja,” jawab Rama singkat, terlihat tidak semangat.“Sepertinya aku tahu tujuan laki-laki tadi mengikuti kita. Lebih tepatnya, mengikutimu,” gumam Angel setengah berbisik.Rama menatapnya sebelum kemudian bertanya, “Bagaimana kamu bisa tahu?”Angel tersenyum kecil. “Karena aku bisa memperhatikan orang lain tanpa mereka sadari,” jawabnya, seolah itu hal yang biasa.Rama tertawa pelan. “Aku bahkan tidak tahu, apakah aku harus takut atau kagum padamu setelah mendengar alasanmu,” ujar Rama sambil memandang Angel dengan ekspresi aneh.Angel mengernyitkan dahinya, merasa bingung dengan ucapan Rama. “Apa maksudmu?” tanyanya heran.“Bisa jadi selama ini kamu memperhatikanku saat di kamar mandi,” jawab Rama sekenanya.Angel terkikik, sambil menggelengkan kepala. “Oh, jadi menurutmu aku memperhatikanmu saat mandi? Aku rasa imajinasimu lebih liar dari
"Pak Darmawan!" serunya hangat, sambil menjabat tangan bosnya. "Sungguh luar biasa bisa bertemu Anda lagi setelah kejadian yang menimpa Anda beberapa waktu lalu."Pak Darmawan tampak sedikit terkejut melihatnya, dan Rama menangkap ekspresi gugup yang sekilas melintas di wajah bosnya sebelum semua orang menyadarinya. Dengan senyum yang dipaksakan, Pak Darmawan membalas, "Senang bertemu Anda kembali, Dokter.""Saya masih tidak percaya, Anda bisa kembali sehat seperti sedia kala setelah dinyatakan mati otak," kata dokter itu, nadanya penuh kekaguman, tapi juga bertanya-tanya.Rama mendengarnya, dan ia merasa bulu kuduknya meremang. "Apa?" bisiknya pada dirinya sendiri. Apa maksud dokter itu? Mati otak? Pikiran Rama berpacu, menghubungkan potongan-potongan informasi yang mulai terasa janggal.Dokter itu terus bicara, menatap Pak Darmawan dengan perasaan penuh rasa syukur. Pak Darmawan tampak semakin canggung, senyumnya hampir hilang. Namun, ia masih mencoba mempertahankan kendali.Pak Darm
"Rama! Pergi!" teriak seorang lelaki yang tergeletak di lantai, bersimbah darah, suaranya dipenuhi dengan ketakutan. Di sampingnya, seorang perempuan bermata teduh melihat Rama dengan tatapan penuh harap."Rama, cepat lari nak, aku mohon pergilah!" Perempuan itu berbisik, suaranya lembut namun penuh tekanan.Rama terpaku, tubuhnya seolah beku. "Ayah... Ibu..." Hanya itu yang bisa terucap, meski suaranya serak. Kepalanya berdenyut nyeri, rasa sakit di hatinya menjalar seperti ribuan jarum menusuk."Rama, pergi! Sekarang!" teriak ayahnya menggema, mendesaknya untuk segera bergerak.Namun, Rama tidak bisa bergerak, seolah waktu telah berhenti dan membuatnya membeku. "Tidak, aku tidak bisa meninggalkan kalian!" jawabnya setengah terisak.Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi. "Akhhh!" teriaknya dengan keras, saat kegelapan mulai menyelimuti pandangannya. Suara-suara itu memudar, dan semuanya terasa melayang.Dengan satu tarikan napas yang dalam, Rama terbangun. Keringat bercucuran di dah
Rama membuka pintu rumah dengan hati-hati, mencoba menghindari sesuatu yang sudah dia perhitungkan sebelumnya. Setelah berhari-hari tidak pulang, dia bisa membayangkan betapa rumitnya pertanyaan yang akan muncul dari gadis itu. Sebetulnya, bukan hanya pekerjaan yang menahannya tidak pulang, tetapi dia merasa membutuhkan waktu untuk tidak bertemu dengan Angel setelah mimpi aneh yang dia alami bersama gadis itu.Baru saja kakinya melangkah masuk, Rama harus berhenti karena sebuah panggilan yang tidak bisa dihindari.“Rama!” panggilnya, sambil melayang mendekati Rama yang terlihat seperti sedang menyusup.Angel melayang tepat di belakang Rama, dia tidak menyadari posisinya terlalu dekat. Sedangkan Rama spontan memutar tubuh, ingin segera memberi alasan kenapa sikapnya seperti itu. Namun tidak sengaja, wajahnya hampir menyentuh wajah Angel yang sedang melayang di belakang tubuhnya.Jantungnya berdegup tidak beraturan, Rama merasa suasana di ruangannya sangat panas, pipinya memerah. Sedang
Rama melajukan mobilnya menembus jalanan yang lenggang, namun tidak dengan pikirannya yang terasa lebih sesak. Tidak seperti biasanya, Rama mulai merasa takut dengan apa yang akan dihadapi di masa depan. Akhirnya, dia tiba di sebuah gedung tua yang selama ini digunakan untuk berkumpul dengan teman-temannya, merencanakan maupun merayakan sesuatu. "Halo, Bos!" sapanya dengan hormat. "Oh, hei! Sejak kapan kamu tiba di sini?" tanya bosnya, tidak menyadari kehadiran Rama. Rama menjawabnya hanya dengan seulas senyum tanpa berniat menjelaskan. Dia langsung mengambil posisi duduk berhadapan dengan Sang Bos dan mengambil minuman yang sudah tersedia di depannya. "Apakah terjadi sesuatu, Rama?" Sang Bos menatap tangan kanan kesayangannya itu dengan intens. "Sejauh ini masih aman, tenang saja," jawabnya setelah menenggak setengah gelas bir. "Aku mengenalmu lebih dari siapapun, Rama," ucap Sang Bos menegaskan. Hanya senyum tipis yang bisa Rama berikan untuk menjawab perkataan Bosnya. Dia
“Sial, sepertinya aku sudah gila!” geram Rama sembari memukul setir mobil dengan keras. Napasnya memburu, dadanya naik turun, dan pelipisnya berdenyut kencang.Malam itu, Rama mengemudikan mobilnya di jalanan yang sepi. Mesinnya menderu dengan stabil, sementara pikirannya sibuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Rama memukul setir sekali lagi, amarahnya belum juga mereda.Tiba-tiba, matanya menangkap sesuatu dari kejauhan. Tepatnya di atas jembatan penyeberangan, seseorang tampak menarik paksa seorang gadis menuju tepi pagar pembatas, seolah-olah hendak mendorongnya ke bawah.“Brengsek! Sedang apa mereka?” desisnya, matanya terbelalak. "Apa yang akan mereka lakukan pada gadis itu?”Kakinya refleks menginjak rem, suara decitan ban beradu dengan aspal yang kasar. Tanpa berpikir panjang, ia keluar dari mobil dan berlari menuju jembatan. Namun, belum sempat mencapai tangga, sebuah sepeda motor datang melaju dari arah yang tak terduga.“Brak!”Tubuh Rama terpental ke aspal, menghantam de...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments