Setelah menerima pesan dari bosnya, Rama tampak gelisah. Dia berdiri di ruang tamu, memandangi ponselnya yang masih menampilkan pesan tadi. Angel berada di dekat Rama, memerhatikan dengan wajah serius, tapi ada keraguan yang jelas di matanya. Mereka berdua sama-sama diam, seolah-olah tak ada yang tahu harus memulai dari mana.
"Apa mungkin kamu pernah mengenalnya? Atau... mungkin bos pernah melihatmu sebelumnya?" tanyanya sambil berjalan mondar-mandir.
Angel menggoyang-goyangkan kepala, ekspresinya semakin bingung.
“Aku tidak ingat! Aku cuma ingat saat-saat setelah kecelakaan itu. Sebelum itu... aku bahkan tidak tahu siapa diriku. Setiap kali mencoba mengingatnya, selalu ada kabut yang muncul di pikiranku Rama,” sesalnya.
Angel meremas jemarinya, merasa tidak berdaya. “Apakah ini semua cuma kebetulan? Atau ada sesuatu yang lebih besar yang tidak aku ingat?”
Rama berhenti di depan Angel, menatapnya dalam-dalam. “Aku tidak percaya pada kebetulan sebesar ini. Sudah jelas ada sesuatu. Bos tidak mungkin asal bicara tentang ini,” timpalnya sembari menggelengkan kepala.
Matanya berubah menjadi lebih curiga. Tatapannya menjadi tajam dan itu membuat Angel merasa tidak nyaman.
“Kamu meragukan aku sekarang?” Wajahnya tampak terkejut, seakan tidak percaya Rama bisa meragukannya.
Suara Angel gemetar, terasa sakit melihat Rama mulai ragu. Dia mundur selangkah, ekspresinya menunjukan rasa kecewa.
“Entahlah, aku tidak tahu siapa yang bisa aku percaya sekarang. Bosku, kamu, bahkan diriku sendiri.” Suara Rama melemah, menunjukkan sisi rapuhnya yang jarang dia tunjukkan.
“Aku tidak punya alasan untuk berbohong. Tidak ada yang bisa kulakukan saat ini karna aku tidak tahu alasanku menjadi seperti ini. Kalau aku tahu sesuatu, aku pasti sudah memberitahumu,” jawab Angel kali ini dengan suara yang lebih yakin.
Rama menatap Angel lama, seolah mencari kejujuran di matanya. Ketegangan di antara mereka mulai mereda, meskipun rasa ragu masih menggantung di hati Rama.
“Ya, aku tahu... Tapi kita harus berhati-hati. Ini bisa jadi lebih besar dari yang kita kira,” sahut Rama sembari menarik napas dalam, mencoba mengendalikan emosi.
“Oke, mari kita selidiki ini. Kita mulai dari mana?” lanjut Angel dengan semangat, sorot matanya kini memancarkan tekad yang kuat.
***
Rama memutuskan untuk menemui bosnya, di sebuah gedung tersembunyi di pinggir kota yang dikenal sebagai markas dari bisnis mereka. Ketika Rama tiba di sana, suasana berubah. Para penjaga di depan gerbang tampak lebih waspada daripada biasanya. Rama berjalan melewati mereka dengan santai.
“Bos sedang keluar Mas Rama. Mau titip pesan atau bagaimana?” sambut seseorang yang berjaga di dalam.
Rama tetap bersikap tenang meski pikirannya terus berpacu.
“Tidak perlu, aku hanya mau melihat sesuatu di ruangan Bos,” ujar Rama dengan tenang. Walaupun hatinya sedikit tegang saat mencari alasan.
Joko yang berjaga malam itu hanya mengangkat bahu, lalu membuka pintu gerbang untuk Rama.
“Silahkan, Mas Rama” ucapnya mempersilahkan.
Rama melangkah memasuki ruangan arsip. Ruang itu penuh dengan berkas-berkas yang selama ini digunakan bosnya untuk mengatur bisnis mereka. Dia tahu, di sinilah kemungkinan besar ada jejak tentang siapa gadis yang sedang dicari oleh bosnya.
“Rama... apa kamu yakin ada yang bisa kita temukan di sini? Ini tempat yang sangat menyeramkan,” tanya Angel dengan pelan.
Rama tetap fokus mencari petunjuk dengan serius. Harapan nya kali ini tergantung dari petunjuk yang dia temukan disana. Karena akan sulit mencari kesempatan seperti ini lagi
“Kalau ingin mencari sesuatu tentang kamu, pasti ada di sini. Jangan khawatir, mereka percaya padaku tidak ada yang akan curiga. Dan juga kenapa kamu harus berbisik, mereka tidak akan mendengarmu,” jawab Rama tanpa memandang Angel, karena masih sibuk mencari sesuatu.
“Oh iya, kau benar juga,” ujar Angel merasa konyol.
Setelah beberapa saat, Rama akhirnya menemukan sebuah berkas yang tampaknya berbeda dari yang lain. Di dalamnya, ada foto seorang perempuan yang wajahnya sangat mirip dengan Angel. Rambutnya tergerai panjang, dengan seulas senyum yang terekam di dalam foto hitam-putih itu. Di bawahnya tertulis "Proyek LIRA".
“Proyek? Apa maksudnya?” tanya Rama dalam hati.
Angel menatap foto itu dengan bingung. "Itu... aku? Mirip sekali...”
Rama merasa kepalanya mulai berdenyut, perasaannya sedikit gelisah. Dia menyadari bahwa semua ini jauh lebih rumit daripada yang dia duga.
"Kamu lihat ini? Bosku pasti tahu sesuatu tentang kamu atau mungkinkah orang lain yang sangat mirip denganmu?”
Rama menatap Angel dengan serius. Angel menggeleng pelan, tampak ketakutan.
“Aku tidak ingat apapun, Rama. Aku benar-benar tidak tahu. Tapi kalau ini benar... apa yang mereka inginkan dariku?”
Rama menggenggam berkas itu erat-erat, wajahnya semakin terlihat serius dan penuh dengan tekad.
“Kita akan cari tahu. Bosku tidak akan berhenti sebelum dia mendapatkan apa yang dia inginkan.”
Tiba-tiba, suara pintu terbuka dari kejauhan, dan langkah kaki berat terdengar mendekat. Rama tahu dia harus cepat bertindak. Dia menyimpan berkas itu di dalam jaketnya dan bergegas keluar.
***
Rama mulai membuka flash disk yang dia temukan bersama dokumen lain di kamarnya. Di dalamnya terdapat beberapa video tanpa judul. Ia segera membuka salah satunya, dan ketika komputer mulai memutarnya, pemandangan pertama yang terlihat langsung menusuk hati Rama.
Dalam video yang buram, seorang gadis terbaring di lantai sebuah ruangan yang hampir tanpa cahaya. Tangan dan kakinya terikat, wajahnya dipenuhi luka lebam. Matanya memohon ampunan, tetapi tidak ada yang mendengarnya.
Rama terbelalak tidak percaya, darahnya seakan berhenti mengalir saat melihat cuplikan dalam video itu. Gadis itu, dia mengenalnya. Angel mendekat, matanya melebar saat melihat gambar di layar. Mereka berdua terdiam, menyadari bahwa kebenaran ini jauh lebih rumit dan lebih berbahaya daripada yang mereka bayangkan.
Rama tidak bisa bernapas sejenak. Pemandangan dalam video itu membuat darahnya berdesir dingin, ini sangat menjijikan lebih dari apa pun yang pernah ia alami selama ini. Di dalam video, gadis itu dikelilingi oleh beberapa pria asing. Mereka berbicara dalam nada rendah, seperti sedang memutuskan sesuatu yang mengerikan.“Siapa mereka?” desisnya marah.Tubuhnya bergetar, kepalan tangannya semakin mengeras saat para pria di dalam video mulai mendekati gadis yang tak berdaya itu. Mereka tertawa kecil, menikmati penderitaannya dan mempermainkan gadis itu. Mereka mengikat lebih erat tali di pergelangan tangan dan kakinya, memperlakukan tubuh lemah itu dengan biadab tanpa belas kasih.Suara tawa mereka terasa lebih kejam. Rama tak sanggup melihatnya lebih jauh. Dengan cepat ia menghentikan video itu. Napasnya terengah-engah, jiwanya dilanda kebingungan antara amarah dan rasa bersalah.“Kenapa bosku memiliki video ini?” gumamnya dalam hati. “Apakah dia terlibat bersama orang-orang itu?”Rama
Dalam perjalanan pulang, Rama terus memikirkan informasi yang baru saja didapatnya. Angel tidak hanya seorang gadis yang terjebak dalam dunia gelap ini, dia adalah kunci dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang bahkan tidak sepenuhnya dipahami guntur. Dia mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang sudah dia kumpulkan. Angel tidak ikut bersamanya kali ini. Mungkin lebih baik Angel tidak mendengar semua hal menyakitkan itu.Tiba-tiba, suara keras terdengar dari depan, sesuatu terjatuh dengan keras diatas kap mobilnya. Spontan dia menginjak rem dengan cepat, membuat mobil berhenti mendadak.“Sialan!” desis Rama, terkejut. Dia menatap lurus ke depan. “Apa-apaan ini?”Jalanan sepi, tidak ada kendaraan lain atau suara manusia. Namun, sesuatu tampak tergeletak di depan mobilnya. Rama menghela napas berat, hatinya berdegup kencang. Dengan ragu, ia keluar dari mobil untuk memastikan.Di depan mobilnya, seorang pria tampak tertelungkup di jalanan tidak bergerak.“Siapa ini?” Rama men
"Tempat apa ini?" desisnya, sambil melangkah maju, matanya berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya."Rama... kemarilah," panggil seseorang dengan lembut.Rama menajamkan pendengarannya, mencari dari mana suara itu berasal. Terdengar sayup-sayup seseorang bersenandung lemah, bergema di antara suara percikan air."Angel?" panggilnya, sedikit ragu.Gadis itu tampak sedang berendam di jacuzzi, dengan posisi membelakangi Rama. Sedikit merasa janggal karena di tempat asing ini, ia bisa melihat Angel menyentuh sesuatu. Namun, ia yakin jika yang memanggilnya adalah suara Angel."Kamu sudah datang, Rama?" tanya gadis itu sambil berbalik.Rama seketika terdiam, apa yang dilihatnya membuat otaknya berhenti bekerja sejenak. Wajahnya memanas, matanya segera berpaling."Apa yang kamu lakukan?" tanya Rama terkejut."Kemarilah Rama, bantu menggosok punggungku!" jawab Angel dengan suara mendayu, seolah sengaja menggoda Rama."Tidak... lakukanlah sendiri. Aku akan segera keluar," sanggah Rama cepat.T
Rama melajukan mobilnya menembus jalanan yang lenggang, namun tidak dengan pikirannya yang terasa lebih sesak. Tidak seperti biasanya, Rama mulai merasa takut dengan apa yang akan dihadapi di masa depan. Akhirnya, dia tiba di sebuah gedung tua yang selama ini digunakan untuk berkumpul dengan teman-temannya, merencanakan maupun merayakan sesuatu. "Halo, Bos!" sapanya dengan hormat. "Oh, hei! Sejak kapan kamu tiba di sini?" tanya bosnya, tidak menyadari kehadiran Rama. Rama menjawabnya hanya dengan seulas senyum tanpa berniat menjelaskan. Dia langsung mengambil posisi duduk berhadapan dengan Sang Bos dan mengambil minuman yang sudah tersedia di depannya. "Apakah terjadi sesuatu, Rama?" Sang Bos menatap tangan kanan kesayangannya itu dengan intens. "Sejauh ini masih aman, tenang saja," jawabnya setelah menenggak setengah gelas bir. "Aku mengenalmu lebih dari siapapun, Rama," ucap Sang Bos menegaskan. Hanya senyum tipis yang bisa Rama berikan untuk menjawab perkataan Bosnya. Dia
“Sial, sepertinya aku sudah gila!” geram Rama sembari memukul setir mobil dengan keras. Napasnya memburu, dadanya naik turun, dan pelipisnya berdenyut kencang.Malam itu, Rama mengemudikan mobilnya di jalanan yang sepi. Mesinnya menderu dengan stabil, sementara pikirannya sibuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Rama memukul setir sekali lagi, amarahnya belum juga mereda.Tiba-tiba, matanya menangkap sesuatu dari kejauhan. Tepatnya di atas jembatan penyeberangan, seseorang tampak menarik paksa seorang gadis menuju tepi pagar pembatas, seolah-olah hendak mendorongnya ke bawah.“Brengsek! Sedang apa mereka?” desisnya, matanya terbelalak. "Apa yang akan mereka lakukan pada gadis itu?”Kakinya refleks menginjak rem, suara decitan ban beradu dengan aspal yang kasar. Tanpa berpikir panjang, ia keluar dari mobil dan berlari menuju jembatan. Namun, belum sempat mencapai tangga, sebuah sepeda motor datang melaju dari arah yang tak terduga.“Brak!”Tubuh Rama terpental ke aspal, menghantam de
“Siapa kau?” teriak Rama, merasakan adrenalin yang mengalir deras di seluruh tubuhnya. Dia berusaha mencari sesuatu untuk melawan, tetapi tidak ada yang bisa dijadikan senjata. Dengan langkah mundur, ia mencoba menghindari pria itu, sambil mencari celah untuk bertahan atau melarikan diri.“Kau tidak bisa bersembunyi, Rama!” ujarnya dengan suara yang mengancam.Mendengar namanya dipanggil dengan nada seperti itu, Rama merasa mulai tertantang. Namun, ia tidak bisa bersikap gegabah saat ini.“Baiklah, majulah kalau begitu!” tantang Rama dengan tenang.Orang itu berlari, mengarahkan tinjunya pada Rama. Namun Rama berhasil menghindarinya. Mengantisipasi gerakan berikutnya, dengan cepat Rama membalikkan tubuh menangkap tangan pria itu dan membantingnya sebelum dia sempat menyerang lagi. Rama mencengkramnya dengan kuat, membuat pria itu tidak bisa bergerak dengan bebas.“Apa yang kau inginkan dariku?” tanya Rama tajam, suaranya dingin dan penuh peringatan.“Dengar, aku tidak ingin melukaim