Rama tidak bisa bernapas sejenak. Pemandangan dalam video itu membuat darahnya berdesir dingin, ini sangat menjijikan lebih dari apa pun yang pernah ia alami selama ini. Di dalam video, gadis itu dikelilingi oleh beberapa pria asing. Mereka berbicara dalam nada rendah, seperti sedang memutuskan sesuatu yang mengerikan.
“Siapa mereka?” desisnya marah.
Tubuhnya bergetar, kepalan tangannya semakin mengeras saat para pria di dalam video mulai mendekati gadis yang tak berdaya itu. Mereka tertawa kecil, menikmati penderitaannya dan mempermainkan gadis itu. Mereka mengikat lebih erat tali di pergelangan tangan dan kakinya, memperlakukan tubuh lemah itu dengan biadab tanpa belas kasih.
Suara tawa mereka terasa lebih kejam. Rama tak sanggup melihatnya lebih jauh. Dengan cepat ia menghentikan video itu. Napasnya terengah-engah, jiwanya dilanda kebingungan antara amarah dan rasa bersalah.
“Kenapa bosku memiliki video ini?” gumamnya dalam hati. “Apakah dia terlibat bersama orang-orang itu?”
Rama berbalik ingin melihat kondisi Angel, tanpa sadar tangannya menggapai tangan pucat itu tapi tidak bisa menyentuhnya.
“Angel...” panggil Rama dengan pelan.
Terlihat Angel yang sedang berdiri tak bergeming menatap layar di depannya. Tampak dengan jelas dimatanya tersimpan ketakutan dan trauma yang tidak bisa di jelaskan. Tubuh Angel gemetar. Meski ingatannya kabur, kilasan video itu membuatnya merasakan kembali trauma yang pernah ia alami.
"Apa itu benar-benar aku Rama?” tanyanya dengan suara parau, hampir tidak terdengar.
Rama menatap Angel dengan perasaan bersalah. Dia ingin mengatakan sesuatu untuk menenangkannya, tapi apa yang bisa ia katakan? Penderitaan yang Angel alami ini adalah sesuatu yang tidak bisa ia bayangkan.
"Aku akan mencari tahu, siapa yang bertanggung jawab atas semua kejadian yang menimpamu. Aku berjanji, Angel,” tekadnya meyakinkan Angel.
***
Rama akhirnya menemukan petunjuk mengenai identitas salah satu pria dalam video tersebut. Namanya Guntur, seorang anggota dari geng rival yang dikenal dengan kebrutalannya. Anggota geng itu memiliki catatan kriminal yang mengerikan, termasuk perdagangan manusia dan pelecehan. Rama tahu bahwa Guntur bisa menjadi kunci untuk menggali lebih dalam tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Angel.
Malam itu, dia menyusup ke dalam wilayah musuh. Setelah berhasil menghindari beberapa penjaga, Rama akhirnya sampai di ruang pertemuan di mana Guntur biasanya berkumpul dengan anggotanya. Dia mengintip dari balik pintu, melihat Guntur dikelilingi oleh beberapa orang yang sedang tertawa dan merayakan sesuatu. Dengan hati hati Rama memasuki ruangan itu.
“Guntur!” panggilnya dengan keras.
Guntur menoleh, terkejut sejenak sebelum tersenyum sinis.
“Oh, lihat siapa yang datang. Si kecil yang berani. Apa yang kau lakukan disini, kau tidak tahu ini wilayah kami?”
Menanggapi ucapan Guntur, Rama hanya tertawa kecil. Melihat Rama tertawa, beberapa pria merasa tersinggung dan mencoba mengeroyoknya tanpa ampun. Namun, pada akhirnya tidak ada satu pun dari mereka yang mampu menyentuh Rama.
“Sialan… apa maumu kali ini? Bukankah kita tidak pernah terlibat masalah?” umpatnya dengan kesal, melihat Rama membuat keonaran di markasnya.
“Aku tidak ingin membuat masalah, tapi jika kamu menolak bekerjasama, maka aku pastikan akan terjadi masalah disini” jawab Rama tegas.
“Cih…sombong sekali tingkahmu. Ingat Rama, ini wilayah kami kamu bisa hilang tanpa jejak jika aku mau,” ancam Guntur dengan keras.
“Kelompokku akan dengan mudah melacak posisi terakhirku disini jika aku tiba-tiba hilang. Dan kau tahu, apa yang akan terjadi selanjutnya jika itu terjadi?” tanya Rama sambil menyeringai.
Guntur hanya mendengus kesal mendengar kata-kata Rama. Ada kemarahan yang jelas di balik tatapannya, namun dia tahu Rama bukan orang yang bisa dianggap remeh. Setiap orang di lingkaran dunia gelap ini tahu reputasi Rama, dia adalah manusia yang nyaris tidak memiliki rasa takut, bahkan ketika di bawah tekanan sekalipun. Meskipun begitu, ancaman dari Guntur bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja.
”Tidak selamanya nasib baik akan selalu memihakmu. Aku bisa membuatmu lenyap kapan saja, dan kali ini kau tak akan beruntung,” ancam Guntur lagi. Kali ini dia mengatakannya dengan dingin, sementara beberapa anak buahnya mulai merapat, siap menyerang jika perintah itu diberikan.
“Kau selalu suka bicara besar, Guntur. Kita tahu bagaimana dunia ini bekerja. Kau bisa mencobanya, tapi aku yakin kau juga yang lebih tahu akibatnya,” jawabnya tanpa gentar.
Rama hanya tersenyum samar, melihat gelagat orang-orang di sekelilingnya. Guntur tampak bimbang sejenak dalam menimbang pilihan. Dia tahu bahwa berurusan dengan Rama bukanlah hal yang sederhana. Rama menatap Guntur dengan tajam, ekspresinya berubah lebih serius daripada sebelumnya.
“"Aku datang bukan untuk bercanda kali ini, Guntur,” ucapnya perlahan, namun penuh ancaman. “Aku ingin mencari tahu informasi tentang seseorang. Kau tahu siapa yang kumaksud.”
Guntur mengangkat alisnya dengan tatapan penuh teka-teki. “Seseorang? Siapa yang kau cari?”
“Seseorang yang menjadi korban dalam proyek LIRA,” jawab Rama tanpa ragu memotong jeda dramatis Guntur.
“Aku tahu kau terlibat dengan orang-orang besar di kota ini, dan aku juga tahu kau masih menjalankan perdagangan manusia yang kotor itu. Kalau kau tidak mau bekerja sama dan memberitahu apa yang kau tahu tentang proyek itu, kupastikan bisnismu hancur dalam waktu singkat.”
Guntur tertawa sinis. “Kau mengancamku, Rama? Lucu sekali. Kau pikir aku takut pada ancaman kosongmu?”
Rama mendekat, tatapannya semakin dingin. “Ini bukan ancaman kosong, Guntur. Aku punya bukti atas bisnis gelapmu. Data perdagangan manusia yang kau lakukan. Aku hanya perlu melakukan satu langkah saja, dan ketika seluruh dunia tahu bahkan orang-orang besar di belakangkmu tidak akan mampu melindungi bisnismu. Dalam hitungan jam, kau akan melihat bisnismu runtuh.”
Guntur terdiam, rahangnya mengatup rapat. Dia tahu Rama tidak main-main.
“Apa yang kau inginkan?” tanya dia akhirnya. Nada suaranya berubah, lebih lembut dan berhati-hati.
Rama melipat tangannya, bersandar santai di depan meja Guntur.
“Informasi tentang perempuan bernama Angel. Aku tahu dia terlibat dalam sesuatu yang besar. Dan kau salah satu yang tahu lebih banyak dari siapa pun.”
Guntur mendesah, akhirnya menyerah. “Baiklah. Tapi kau tidak akan suka dengan apa yang kau dengar.”
“Katakan saja semua yang kau tahu,” perintah Rama tegas.
“Terakhir kali aku melihatnya, dia dalam kondisi buruk. Tapi tenang saja, mereka tidak akan membunuhnya.”
“Kenapa tidak? Apa yang membuatnya begitu penting?” tanyanya dengan dahi mengernyit.
“Ada orang-orang besar di belakang ini semua, Rama.” Guntur mulai menjelaskan dengan suara yang rendah.
"Angel bukan gadis biasa. Dia adalah kunci bagi sesuatu yang sedang mereka incar. Aku tidak tahu apa tepatnya, tapi mereka tidak akan membiarkannya mati begitu saja... setidaknya tidak sampai mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan."
Rama terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi itu.
“Jadi, di mana dia sekarang?” tanya Rama penasaran.
Guntur menggeleng pelan. “Aku tidak tahu. Mungkin dia sedang disembunyikan, menunggu sampai waktunya tiba. Ketika dia tidak berguna lagi, mereka mungkin akan menyingkirkannya.”
Rama mengepalkan tinjunya, jantungnya berdegup kencang.
“Angel... apa mungkin dia sudah mati?” lirihnya dalam hati, teringat bahwa Angel yang ia kenal sekarang hanyalah arwah. Tapi kunci apa yang dimaksud? Kenapa Angel begitu penting?
Setelah beberapa saat hening, Guntur menghela napas.
"Itu semua yang kutahu. Jika kau ingin mencari lebih banyak, kau harus mendekati orang-orang di atas sana. Mereka yang menarik tali di balik layar," jelas Guntur menegaskan.
Rama tidak menjawab. Dia hanya menatap tajam, lalu berbalik meninggalkan ruangan.
"Terima kasih, Guntur. Untuk kali ini," ucapnya dengan dingin sebelum keluar dari markas.
Dalam perjalanan pulang, Rama terus memikirkan informasi yang baru saja didapatnya. Angel tidak hanya seorang gadis yang terjebak dalam dunia gelap ini, dia adalah kunci dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang bahkan tidak sepenuhnya dipahami guntur. Dia mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang sudah dia kumpulkan. Angel tidak ikut bersamanya kali ini. Mungkin lebih baik Angel tidak mendengar semua hal menyakitkan itu.Tiba-tiba, suara keras terdengar dari depan, sesuatu terjatuh dengan keras diatas kap mobilnya. Spontan dia menginjak rem dengan cepat, membuat mobil berhenti mendadak.“Sialan!” desis Rama, terkejut. Dia menatap lurus ke depan. “Apa-apaan ini?”Jalanan sepi, tidak ada kendaraan lain atau suara manusia. Namun, sesuatu tampak tergeletak di depan mobilnya. Rama menghela napas berat, hatinya berdegup kencang. Dengan ragu, ia keluar dari mobil untuk memastikan.Di depan mobilnya, seorang pria tampak tertelungkup di jalanan tidak bergerak.“Siapa ini?” Rama men
"Tempat apa ini?" desisnya, sambil melangkah maju, matanya berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya."Rama... kemarilah," panggil seseorang dengan lembut.Rama menajamkan pendengarannya, mencari dari mana suara itu berasal. Terdengar sayup-sayup seseorang bersenandung lemah, bergema di antara suara percikan air."Angel?" panggilnya, sedikit ragu.Gadis itu tampak sedang berendam di jacuzzi, dengan posisi membelakangi Rama. Sedikit merasa janggal karena di tempat asing ini, ia bisa melihat Angel menyentuh sesuatu. Namun, ia yakin jika yang memanggilnya adalah suara Angel."Kamu sudah datang, Rama?" tanya gadis itu sambil berbalik.Rama seketika terdiam, apa yang dilihatnya membuat otaknya berhenti bekerja sejenak. Wajahnya memanas, matanya segera berpaling."Apa yang kamu lakukan?" tanya Rama terkejut."Kemarilah Rama, bantu menggosok punggungku!" jawab Angel dengan suara mendayu, seolah sengaja menggoda Rama."Tidak... lakukanlah sendiri. Aku akan segera keluar," sanggah Rama cepat.T
Rama melajukan mobilnya menembus jalanan yang lenggang, namun tidak dengan pikirannya yang terasa lebih sesak. Tidak seperti biasanya, Rama mulai merasa takut dengan apa yang akan dihadapi di masa depan. Akhirnya, dia tiba di sebuah gedung tua yang selama ini digunakan untuk berkumpul dengan teman-temannya, merencanakan maupun merayakan sesuatu. "Halo, Bos!" sapanya dengan hormat. "Oh, hei! Sejak kapan kamu tiba di sini?" tanya bosnya, tidak menyadari kehadiran Rama. Rama menjawabnya hanya dengan seulas senyum tanpa berniat menjelaskan. Dia langsung mengambil posisi duduk berhadapan dengan Sang Bos dan mengambil minuman yang sudah tersedia di depannya. "Apakah terjadi sesuatu, Rama?" Sang Bos menatap tangan kanan kesayangannya itu dengan intens. "Sejauh ini masih aman, tenang saja," jawabnya setelah menenggak setengah gelas bir. "Aku mengenalmu lebih dari siapapun, Rama," ucap Sang Bos menegaskan. Hanya senyum tipis yang bisa Rama berikan untuk menjawab perkataan Bosnya. Dia
“Sial, sepertinya aku sudah gila!” geram Rama sembari memukul setir mobil dengan keras. Napasnya memburu, dadanya naik turun, dan pelipisnya berdenyut kencang.Malam itu, Rama mengemudikan mobilnya di jalanan yang sepi. Mesinnya menderu dengan stabil, sementara pikirannya sibuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Rama memukul setir sekali lagi, amarahnya belum juga mereda.Tiba-tiba, matanya menangkap sesuatu dari kejauhan. Tepatnya di atas jembatan penyeberangan, seseorang tampak menarik paksa seorang gadis menuju tepi pagar pembatas, seolah-olah hendak mendorongnya ke bawah.“Brengsek! Sedang apa mereka?” desisnya, matanya terbelalak. "Apa yang akan mereka lakukan pada gadis itu?”Kakinya refleks menginjak rem, suara decitan ban beradu dengan aspal yang kasar. Tanpa berpikir panjang, ia keluar dari mobil dan berlari menuju jembatan. Namun, belum sempat mencapai tangga, sebuah sepeda motor datang melaju dari arah yang tak terduga.“Brak!”Tubuh Rama terpental ke aspal, menghantam de
“Siapa kau?” teriak Rama, merasakan adrenalin yang mengalir deras di seluruh tubuhnya. Dia berusaha mencari sesuatu untuk melawan, tetapi tidak ada yang bisa dijadikan senjata. Dengan langkah mundur, ia mencoba menghindari pria itu, sambil mencari celah untuk bertahan atau melarikan diri.“Kau tidak bisa bersembunyi, Rama!” ujarnya dengan suara yang mengancam.Mendengar namanya dipanggil dengan nada seperti itu, Rama merasa mulai tertantang. Namun, ia tidak bisa bersikap gegabah saat ini.“Baiklah, majulah kalau begitu!” tantang Rama dengan tenang.Orang itu berlari, mengarahkan tinjunya pada Rama. Namun Rama berhasil menghindarinya. Mengantisipasi gerakan berikutnya, dengan cepat Rama membalikkan tubuh menangkap tangan pria itu dan membantingnya sebelum dia sempat menyerang lagi. Rama mencengkramnya dengan kuat, membuat pria itu tidak bisa bergerak dengan bebas.“Apa yang kau inginkan dariku?” tanya Rama tajam, suaranya dingin dan penuh peringatan.“Dengar, aku tidak ingin melukaim
Setelah menerima pesan dari bosnya, Rama tampak gelisah. Dia berdiri di ruang tamu, memandangi ponselnya yang masih menampilkan pesan tadi. Angel berada di dekat Rama, memerhatikan dengan wajah serius, tapi ada keraguan yang jelas di matanya. Mereka berdua sama-sama diam, seolah-olah tak ada yang tahu harus memulai dari mana."Apa mungkin kamu pernah mengenalnya? Atau... mungkin bos pernah melihatmu sebelumnya?" tanyanya sambil berjalan mondar-mandir.Angel menggoyang-goyangkan kepala, ekspresinya semakin bingung.“Aku tidak ingat! Aku cuma ingat saat-saat setelah kecelakaan itu. Sebelum itu... aku bahkan tidak tahu siapa diriku. Setiap kali mencoba mengingatnya, selalu ada kabut yang muncul di pikiranku Rama,” sesalnya.Angel meremas jemarinya, merasa tidak berdaya. “Apakah ini semua cuma kebetulan? Atau ada sesuatu yang lebih besar yang tidak aku ingat?”Rama berhenti di depan Angel, menatapnya dalam-dalam. “Aku tidak percaya pada kebetulan sebesar ini. Sudah jelas ada sesuatu. Bos