"Tempat apa ini?" desisnya, sambil melangkah maju, matanya berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya.
"Rama... kemarilah," panggil seseorang dengan lembut. Rama menajamkan pendengarannya, mencari dari mana suara itu berasal. Terdengar sayup-sayup seseorang bersenandung lemah, bergema di antara suara percikan air. "Angel?" panggilnya, sedikit ragu. Gadis itu tampak sedang berendam di jacuzzi, dengan posisi membelakangi Rama. Sedikit merasa janggal karena di tempat asing ini, ia bisa melihat Angel menyentuh sesuatu. Namun, ia yakin jika yang memanggilnya adalah suara Angel. "Kamu sudah datang, Rama?" tanya gadis itu sambil berbalik. Rama seketika terdiam, apa yang dilihatnya membuat otaknya berhenti bekerja sejenak. Wajahnya memanas, matanya segera berpaling. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Rama terkejut. "Kemarilah Rama, bantu menggosok punggungku!" jawab Angel dengan suara mendayu, seolah sengaja menggoda Rama. "Tidak... lakukanlah sendiri. Aku akan segera keluar," sanggah Rama cepat. Terdengar gemericik air semakin jelas, suara langkah kaki yang semakin mendekat menghampiri tubuh Rama yang masih terbujur kaku. Tidak bisa dipungkiri bagi Rama, tubuh Angel begitu indah dan menawan. Namun, baginya tidak pantas menyentuhnya jika mereka tidak memiliki hubungan yang lebih. Rama tidak ingin melukai Angel seperti orang-orang sebelumnya.Wangi mawar, semerbak menusuk hidung Rama, yang masih terdiam tanpa kata. Angel menyentuh punggungnya, membelai tubuh Rama dengan lembut. "Apa yang kamu lakukan, Angel?" tanya Rama gugup. "Ssst," potong Angel, dia mengarahkan telunjuknya ke bibir Rama, memberi tahu agar tidak berbicara apa pun. "Diamlah, Rama. Ikuti saja aku, aku tahu kamu juga akan menyukainya," ajak Angel dengan senyum manis. "Tapi..." ujar Rama, terpotong. Angel mengecup bibir Rama dengan hangat dan penuh gairah, lidahnya menelusup menelusuri setiap ruang dalam rongga mulutnya, membuat semua pikiran di kepalanya lenyap begitu saja. Dadanya bergemuruh, napasnya tertahan. Dia bahkan tak sempat berpikir untuk menyelesaikan kalimatnya, semuanya tenggelam dalam keheningan yang mendadak terasa lebih dalam daripada apa pun yang ingin ia katakan. Aroma bunga mawar semakin kuat, membuatnya kehilangan kendali. Tangan Rama meraih Angel, mulai menyentuh kulitnya yang lembut. “Hentikan…” sentaknya sembari mendorong gadis itu dengan kasar. "Rama..., ah, apa yang kamu lakukan?" rintih Angel, dia mencoba bangkit perlahan. “Kamu bukan Angel!” tuding Rama dengan keras. Suara cekikikan tawa seorang wanita terdengar menggema diseluruh ruangan itu. Rama semakin yakin bahwa manusia di depannya bukanlah Angel. Kemudian gadis itu berdiri dan menatap Rama dengan intens. Wajah Angel, yang tadinya terlihat lembut, perlahan berubah menjadi sesuatu yang menakutkan. Matanya yang sayu membulat hampir menonjol keluar, rambutnya yang hitam menjadi putih, dan kukunya menjadi lebih panjang. Rama terkejut dengan perubahan yang sedang dia lihat, kakinya mulai melangkah mundur mencoba keluar dari ruangan itu. "Rama!" teriaknya dengan suara serak. Makhluk itu terbang mendekati Rama dan mencengkeram lehernya. "Tidak!" jerit Rama, tubuhnya terangkat dan napasnya tercekat. "Kenapa kamu menghindar, sayang? Bukankah kamu menyukainya?" tanya makhluk itu, terkekeh. "Makhluk apa kamu?" tanya Rama dengan panik. Rama melawan, berusaha melepaskan diri, tapi makhluk itu semakin kuat. Bahkan tubuhnya dilemparkan jauh hingga menabrak tembok. Rama harus merasakan tubuhnya kesakitan. Dalam keadaan lemah, Rama lari keluar dari ruangan itu, melarikan diri dari cengkeraman makhluk mengerikan tadi. Hal lebih mengejutkan terjadi begitu Rama berhasil keluar. Perubahan yang terjadi dengan suasana sebelumnya membuat dia merasa putus asa. Dia merasa ini bukan dunianya. Tak ada angin yang berembus, bahkan suara kicauan burung pun tidak terdengar di sekitarnya. Sungguh sangat hening dan menakutkan. "Rama! Tunggu!" Suara lembut Angel muncul dari kejauhan, tetapi kali ini dia yakin itu adalah tipuan dari makhluk menyeramkan itu. Rama menggigit bibirnya, tak berani menoleh. Kakinya terus melangkah cepat, berusaha menjauh dari suara itu. Rama tiba-tiba terjatuh, tanpa sadar kakinya terjerat akar pohon yang berserakan di tanah. Dalam kepanikan, ia merasa kakinya ditaris sesuatu dari belakang. Dengan cepat, ia berusaha merangkak menjauh, tetapi ada tangan-tangan yang muncul dari kegelapan, terus meraihnya. "Tidak!" teriaknya, berjuang untuk melepaskan diri. Dalam keadaan setengah sadar, suasana di sekitarnya berubah. Rama berdiri dan melihat sekeliling. Dari kejauhan, ia melihat sekelompok orang berjubah putih berdiri mengelilingi sesuatu. Lantunan doa yang lebih mirip seperti nyanyian terdengar di telinganya. Ia mengintip dari jauh, memperhatikan apa yang sedang mereka lakukan. Di ujung pandangannya, tepat di depan orang-orang itu, terlihat sebuah lukisan yang tidak asing baginya. "Bukankah gambar di lukisan itu seperti tato yang aku lihat pada mayat pria yang aku temui kemarin?" gumamnya pelan. Saat dia masih fokus melihat apa yang dilakukan orang-orang berjubah itu, tiba-tiba seseorang memegang pundaknya dari belakang. Dia terkejut dan melihat sosok makhluk wanita tadi tersenyum menyeramkan. "Rama..." panggilnya terkekeh. "Jangan ganggu aku, pergilah!" teriaknya, lalu berlari. Tetapi tanpa disadari, tempat dia berdiri telah berubah kembali. Kali ini dia berada tepat di tengah orang-orang berjubah tadi. Ia merasakan putus asa yang luar biasa, meski selama ini tidak ada hal yang bisa membuatnya merasa takut.Suara nyanyian yang mereka lakukan menggema di kepala Rama, dan merasakan seolah bumi berputar dalam pandangannya. Semua terasa semakin gelap dan tidak bisa dihindari. "Rama..." panggil seseorang lembut. "Rama, bangunlah," ujarnya sekali lagi. Akhirnya, dengan satu napas dalam-dalam, Rama membuka matanya. Dia terbangun dengan keringat membasahi pelipisnya, detak jantungnya berdegup kencang. Di sekelilingnya, cahaya pagi menerangi kamar yang tenang, tetapi hati dan pikirannya masih terjebak dalam mimpi yang menakutkan. "Angel..." dia berbisik, menatapnya memastikan. Rasa lega dan ketakutan bercampur aduk di dalam dirinya. Dia menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. "Itu hanya mimpi," ujarnya sambil mengusap wajahnya. "Kamu tidak apa-apa kan, Rama?" tanyanya Angel menelisik. "Sepanjang malam kamu bersuara, aku khawatir," lanjutnya menjelaskan. Rama hanya mengangguk, tidak ingin membahas yang baru saja ia alami. "Aku tidak apa-apa, Angel," jawabnya sambil beranjak keluar kamar. Angel mengikutinya dari belakang, memperhatikan sikap Rama yang sedari malam tampak dingin padanya. "Apakah dia masih marah?" gumamnya dalam hati. Mereka duduk di meja makan, hening sejenak. Rama mencoba fokus pada rasa kopi yang dinikmatinya, tetapi pikirannya kembali melayang ke mimpi yang mengganggu. "Rama, apakah kamu baik-baik saja? Kamu terlihat... tidak seperti biasanya." Angel mengamati dengan cermat. "Ya, aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah," jawab Rama, berusaha terlihat baik. Namun, jauh di dalam hatinya, Rama mulai merasa gelisah dan ragu akan sesuatu yang akan dia hadapi. Ponse Rama tiba-tiba berbunyi. Pesan dari Bos muncul di layar, Rama beranjak dari kursinya dan segera bersiap-siap. "Aku harus pergi," katanya sambil meraih jaket. "Ke mana?" tanya Angel sambil berlari mendekatinya. "Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan hari ini," jelas Rama sambil berlalu. "Apakah aku boleh ikut?" tanya Angel sambil menyusul langkah kaki Rama yang cepat. Rama menghentikan langkahnya ketika mendengar pertanyaan Angel yang tiba-tiba. “Kau mau ikut?” tanya Rama memastikan. Angel hanya mengangguk sambil tersenyum, berharap Rama mengizinkannya. Rama berpaling dan melanjutkan langkahnya, kemudian berkata, “Jangan ikut. Aku akan pergi bekerja, bukan ke taman bermain,” tukas Rama dingin. “Kenapa tidak boleh? Aku tidak akan mengganggumu, aku hanya bosan tinggal di sini,” jawab Angel, cemberut karena kesal. Tidak ada jawaban dari Rama. Terlihat dia pergi tanpa memperhatikan permintaan Angel. Suara mobilnya terdengar semakin menjauh. “Tega sekali dia. Dasar manusia kejam,” cibir Angel dengan marah.Rama melajukan mobilnya menembus jalanan yang lenggang, namun tidak dengan pikirannya yang terasa lebih sesak. Tidak seperti biasanya, Rama mulai merasa takut dengan apa yang akan dihadapi di masa depan. Akhirnya, dia tiba di sebuah gedung tua yang selama ini digunakan untuk berkumpul dengan teman-temannya, merencanakan maupun merayakan sesuatu. "Halo, Bos!" sapanya dengan hormat. "Oh, hei! Sejak kapan kamu tiba di sini?" tanya bosnya, tidak menyadari kehadiran Rama. Rama menjawabnya hanya dengan seulas senyum tanpa berniat menjelaskan. Dia langsung mengambil posisi duduk berhadapan dengan Sang Bos dan mengambil minuman yang sudah tersedia di depannya. "Apakah terjadi sesuatu, Rama?" Sang Bos menatap tangan kanan kesayangannya itu dengan intens. "Sejauh ini masih aman, tenang saja," jawabnya setelah menenggak setengah gelas bir. "Aku mengenalmu lebih dari siapapun, Rama," ucap Sang Bos menegaskan. Hanya senyum tipis yang bisa Rama berikan untuk menjawab perkataan Bosnya. Dia
“Sial, sepertinya aku sudah gila!” geram Rama sembari memukul setir mobil dengan keras. Napasnya memburu, dadanya naik turun, dan pelipisnya berdenyut kencang.Malam itu, Rama mengemudikan mobilnya di jalanan yang sepi. Mesinnya menderu dengan stabil, sementara pikirannya sibuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Rama memukul setir sekali lagi, amarahnya belum juga mereda.Tiba-tiba, matanya menangkap sesuatu dari kejauhan. Tepatnya di atas jembatan penyeberangan, seseorang tampak menarik paksa seorang gadis menuju tepi pagar pembatas, seolah-olah hendak mendorongnya ke bawah.“Brengsek! Sedang apa mereka?” desisnya, matanya terbelalak. "Apa yang akan mereka lakukan pada gadis itu?”Kakinya refleks menginjak rem, suara decitan ban beradu dengan aspal yang kasar. Tanpa berpikir panjang, ia keluar dari mobil dan berlari menuju jembatan. Namun, belum sempat mencapai tangga, sebuah sepeda motor datang melaju dari arah yang tak terduga.“Brak!”Tubuh Rama terpental ke aspal, menghantam de
“Siapa kau?” teriak Rama, merasakan adrenalin yang mengalir deras di seluruh tubuhnya. Dia berusaha mencari sesuatu untuk melawan, tetapi tidak ada yang bisa dijadikan senjata. Dengan langkah mundur, ia mencoba menghindari pria itu, sambil mencari celah untuk bertahan atau melarikan diri.“Kau tidak bisa bersembunyi, Rama!” ujarnya dengan suara yang mengancam.Mendengar namanya dipanggil dengan nada seperti itu, Rama merasa mulai tertantang. Namun, ia tidak bisa bersikap gegabah saat ini.“Baiklah, majulah kalau begitu!” tantang Rama dengan tenang.Orang itu berlari, mengarahkan tinjunya pada Rama. Namun Rama berhasil menghindarinya. Mengantisipasi gerakan berikutnya, dengan cepat Rama membalikkan tubuh menangkap tangan pria itu dan membantingnya sebelum dia sempat menyerang lagi. Rama mencengkramnya dengan kuat, membuat pria itu tidak bisa bergerak dengan bebas.“Apa yang kau inginkan dariku?” tanya Rama tajam, suaranya dingin dan penuh peringatan.“Dengar, aku tidak ingin melukaim
Setelah menerima pesan dari bosnya, Rama tampak gelisah. Dia berdiri di ruang tamu, memandangi ponselnya yang masih menampilkan pesan tadi. Angel berada di dekat Rama, memerhatikan dengan wajah serius, tapi ada keraguan yang jelas di matanya. Mereka berdua sama-sama diam, seolah-olah tak ada yang tahu harus memulai dari mana."Apa mungkin kamu pernah mengenalnya? Atau... mungkin bos pernah melihatmu sebelumnya?" tanyanya sambil berjalan mondar-mandir.Angel menggoyang-goyangkan kepala, ekspresinya semakin bingung.“Aku tidak ingat! Aku cuma ingat saat-saat setelah kecelakaan itu. Sebelum itu... aku bahkan tidak tahu siapa diriku. Setiap kali mencoba mengingatnya, selalu ada kabut yang muncul di pikiranku Rama,” sesalnya.Angel meremas jemarinya, merasa tidak berdaya. “Apakah ini semua cuma kebetulan? Atau ada sesuatu yang lebih besar yang tidak aku ingat?”Rama berhenti di depan Angel, menatapnya dalam-dalam. “Aku tidak percaya pada kebetulan sebesar ini. Sudah jelas ada sesuatu. Bos
Rama tidak bisa bernapas sejenak. Pemandangan dalam video itu membuat darahnya berdesir dingin, ini sangat menjijikan lebih dari apa pun yang pernah ia alami selama ini. Di dalam video, gadis itu dikelilingi oleh beberapa pria asing. Mereka berbicara dalam nada rendah, seperti sedang memutuskan sesuatu yang mengerikan.“Siapa mereka?” desisnya marah.Tubuhnya bergetar, kepalan tangannya semakin mengeras saat para pria di dalam video mulai mendekati gadis yang tak berdaya itu. Mereka tertawa kecil, menikmati penderitaannya dan mempermainkan gadis itu. Mereka mengikat lebih erat tali di pergelangan tangan dan kakinya, memperlakukan tubuh lemah itu dengan biadab tanpa belas kasih.Suara tawa mereka terasa lebih kejam. Rama tak sanggup melihatnya lebih jauh. Dengan cepat ia menghentikan video itu. Napasnya terengah-engah, jiwanya dilanda kebingungan antara amarah dan rasa bersalah.“Kenapa bosku memiliki video ini?” gumamnya dalam hati. “Apakah dia terlibat bersama orang-orang itu?”Rama
Dalam perjalanan pulang, Rama terus memikirkan informasi yang baru saja didapatnya. Angel tidak hanya seorang gadis yang terjebak dalam dunia gelap ini, dia adalah kunci dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang bahkan tidak sepenuhnya dipahami guntur. Dia mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang sudah dia kumpulkan. Angel tidak ikut bersamanya kali ini. Mungkin lebih baik Angel tidak mendengar semua hal menyakitkan itu.Tiba-tiba, suara keras terdengar dari depan, sesuatu terjatuh dengan keras diatas kap mobilnya. Spontan dia menginjak rem dengan cepat, membuat mobil berhenti mendadak.“Sialan!” desis Rama, terkejut. Dia menatap lurus ke depan. “Apa-apaan ini?”Jalanan sepi, tidak ada kendaraan lain atau suara manusia. Namun, sesuatu tampak tergeletak di depan mobilnya. Rama menghela napas berat, hatinya berdegup kencang. Dengan ragu, ia keluar dari mobil untuk memastikan.Di depan mobilnya, seorang pria tampak tertelungkup di jalanan tidak bergerak.“Siapa ini?” Rama men