Share

DESA KALIPASIR

Author: Sabhana Pena
last update Last Updated: 2024-10-23 08:38:52

Rama melajukan mobilnya menembus jalanan yang lenggang, namun tidak dengan pikirannya yang terasa lebih sesak. Tidak seperti biasanya, Rama mulai merasa takut dengan apa yang akan dihadapi di masa depan.

Akhirnya, dia tiba di sebuah gedung tua yang selama ini digunakan untuk berkumpul dengan teman-temannya, merencanakan maupun merayakan sesuatu.

"Halo, Bos!" sapanya dengan hormat.

"Oh, hei! Sejak kapan kamu tiba di sini?" tanya bosnya, tidak menyadari kehadiran Rama.

Rama menjawabnya hanya dengan seulas senyum tanpa berniat menjelaskan. Dia langsung mengambil posisi duduk berhadapan dengan Sang Bos dan mengambil minuman yang sudah tersedia di depannya.

"Apakah terjadi sesuatu, Rama?"

Sang Bos menatap tangan kanan kesayangannya itu dengan intens.

"Sejauh ini masih aman, tenang saja," jawabnya setelah menenggak setengah gelas bir.

"Aku mengenalmu lebih dari siapapun, Rama," ucap Sang Bos menegaskan.

Hanya senyum tipis yang bisa Rama berikan untuk menjawab perkataan Bosnya. Dia tahu, tidak ada yang bisa mengenalnya sejauh orang yang merawatnya selama ini. Dia juga tahu, tidak akan bisa mengelabui orang yang ada di depannya saat ini. Dia sangat bersyukur memilikinya; dialah satu-satunya keluarga yang dia miliki di dunia yang kejam ini.

"Apa tugasku kali ini?" tanyanya, mengalihkan pembicaraan.

"Baiklah, tugasmu kali ini hanya mengikuti orang ini!" tutur Sang Bos, sambil menunjukkan sebuah foto.

Rama menatap seorang pria yang tampak tak asing.

"Maksudmu aku harus menguntitnya?" tanya Rama memastikan.

"Hahahahaha..." suara tawa Sang Bos pecah ketika mendengar pertanyaan Rama.

"Maksudku, kamu jadi penjaganya. Bukan jadi penguntit," ucapnya menjelaskan.

Rama mengangguk, tanda sudah mengerti. Mungkin orang ini bukan orang biasa, hingga dia meminta penjagaan dari orang-orang seperti mereka.

"Siapa dia?" tanya Rama penasaran.

"Dia salah satu kandidat calon walikota di kota ini," jelasnya lagi. Tangannya masih sibuk menghitung tumpukan uang yang ada di depannya.

Bisa dipahami, kenapa orang-orang itu selalu meminta bantuan mereka untuk menjadi penjaganya. Di dunia politik ini memang sangat mengerikan. Tak jarang kandidat yang berakhir tragis sebelum pemilihan dimulai. Persis seperti kejadian lima tahun lalu, kematian calon kandidat yang masih menjadi misteri hingga saat ini. Namun keluarganya memilih untuk diam dan meninggalkan kota kelahirannya ini.

***

Rama tiba di kediaman sang calon walikota pada pagi hari. Udara dingin masih menyelimuti kota. Mobil hitam berhenti di depan rumah besar yang megah namun penuh dengan ornamen sederhana, menandakan kesederhanaan pemiliknya. Pintu terbuka, dan dari dalam muncul Pak Darmawan, sang calon walikota, dengan senyum ramah yang menjadi ciri khasnya.

"Selamat pagi, Pak," sapanya dengan tegas seperti biasa.

"Terima kasih sudah datang, Rama. Hari ini kita akan ke desa Kalipasir. Mereka sedang mengalami masalah air bersih dan wabah penyakit kulit. Sangat memprihatinkan, kita harus segera melihatnya," ucapnya memberi arahan.

Rama mengangguk, wajahnya tetap tenang. Ini bukan pertama kalinya ia mengawal seseorang ke daerah yang mengalami masalah. Meskipun situasinya terdengar aneh.

Pak Darmawan adalah sosok yang sudah dikenal luas di kalangan masyarakat, terutama di kota tempat ia tinggal dan bekerja selama bertahun-tahun. Sebagai seorang politisi yang kharismatik, ia telah menjabat sebagai walikota selama satu periode dan kini tengah mencalonkan diri kembali untuk masa jabatan kedua.

Mobil melaju melewati jalan-jalan kota yang sibuk menuju wilayah pedesaan. Semakin jauh mereka pergi, semakin sepi dan tandus pemandangan di sekitar. Rama duduk di kursi depan, sesekali melirik ke kaca spion untuk memastikan keadaan aman.

"Desa ini tidak jauh dari kota, kan, Pak? Anehnya, desa lain di sekitar sini masih hujan," ujar Rama membuka pembicaraan.

"Ya, itulah yang menjadi pertanyaan. Sumur-sumur di desa itu tiba-tiba mengering, dan sekarang mereka bahkan kesulitan untuk sekadar mandi atau minum air bersih. Padahal desa di sebelahnya masih normal."

Rama mengerutkan dahi. Tanda-tanda ini tidak bisa diabaikan begitu saja, namun dia tetap bersikap profesional. Sedangkan Pak Darmawan hanya tersenyum tipis, menatap Rama dengan mimik yang sulit diartikan.

Warga desa berdiri berjajar di sepanjang jalan utama, menatap mereka dengan tatapan kosong dan kaku. Pak Darmawan turun dari mobil dan disambut kepala desa, seorang pria tua dengan wajah yang lelah.

"Selamat datang, Pak Darmawan. Kami sangat berterima kasih atas bantuan yang anda berikan, Pak,” sambut kepala desa dengan hangat.

"Saya sangat senang bisa membantu, Pak Aji. Jangan sungkan," ucap Pak Darmawan dengan nada percaya diri, seolah-olah ingin meyakinkan.

"Air di sini tiba-tiba saja kering, padahal sungai seharusnya masih mengalir. Dan juga, tiba-tiba seminggu ini penyakit kulit mulai menjangkiti warga. Kami tidak tahu apa yang sedang terjadi pada kami," keluh Kepala Desa dengan suara bergetar, sambil meremas tangan di dadanya dengan cemas.

Rama menyipitkan matanya, menyimak ucapan kepala desa itu dengan seksama. Terasa sangat aneh memang, dia bilang kejadiannya sangat tiba-tiba, dan penyakitnya baru datang seminggu.

Rama berkata, sambil mengerutkan dahi. “Ada yang aneh, Pak. Desa ini kering, tetapi kita baru saja melewati daerah yang penuh air. Penyakit ini juga menyebar dengan sangat cepat... sepertinya bukan penyakit biasa.”

Pak Darmawan hanya tersenyum, seolah tidak terpengaruh oleh kekhawatiran Rama.

"Kita di sini untuk membantu, Rama. Jangan terlalu memikirkan hal-hal yang tidak perlu," ucap Pak Darmawan dengan senyuman tenang, meskipun matanya menyiratkan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan.

Namun, Rama tak bisa menyingkirkan perasaan aneh yang terus menghantuinya. Setiap langkah yang diambil di desa itu terasa seperti menyusuri tempat yang berbeda dari biasanya. Suara-suara samar terdengar dari kejauhan, dan beberapa kali Rama merasa ada sesuatu yang mengintai dari balik pohon-pohon kering di pinggir jalan.

Saat Pak Darmawan berbicara dengan warga setempat, Rama menyempatkan diri untuk berjalan-jalan di sekitar desa. Suasana sunyi yang aneh meliputi tempat ini. Biasanya, desa-desa dipenuhi dengan suara kehidupan seperti suara anak-anak bermain, orang-orang bercakap-cakap di halaman. Tapi di sini, semua tampak suram. Bahkan hewan ternak tampak diam dan lesu.

"Kamu merasa aneh dengan desa ini, kan?" bisik Rama dengan suara rendah, seolah takut ada yang mendengar. Seorang pemuda yang kebetulan berdiri di dekatnya menoleh, lalu mengangguk lemah.

"Iya, Pak. Semua tiba-tiba berubah beberapa minggu lalu. Sumur kami mengering, anak-anak mulai sakit, dan beberapa orang tua bahkan mulai terkena penyakit kulit," terangnya. “Baru Pak Darmawan yang berani datang ke mari, karena orang lain tidak mau ke sini, mereka takut tertular penyakit kami,” lanjutnya lagi.

Rama hanya diam, mencerna penjelasan orang itu. Berbagai pikiran berkelindan di benaknya. Ia merasa ada sesuatu yang lebih dalam di balik situasi ini, namun belum bisa mengungkapkan apa. Tatapannya menelusuri wajah-wajah pucat penduduk desa yang berkumpul di sekitar mereka, wajah-wajah yang dipenuhi keputusasaan.

Rama mendekati sebuah rumah kecil di mana seorang wanita tua sedang duduk di beranda, mengelus-ngelus lengan yang penuh bercak merah.

"Sejak kapan masalah ini mulai terasa seperti ini?" tanya Rama, mengangkat alisnya dengan rasa ingin tahu.

"Dua minggu lalu, Nak," jawab Kepala Desa dengan nada lesu. "Tiba-tiba saja. Kami bahkan tidak bisa mandi lagi. Air bersih sudah tidak ada."

Rama diam, memperhatikan sekeliling. Kondisi ini aneh, tapi tidak ada tanda-tanda mistis atau supranatural. Semuanya hanya tampak... salah.

Saat Pak Darmawan mulai memberikan pidato singkat kepada warga, tiba-tiba seorang pria muncul dari kerumunan, berlari cepat sambil membawa ember berisi air kotor. Tanpa peringatan, pria itu menyiramkan air kotor ke arah Pak Darmawan, menyebabkan warga berteriak dan mundur karena terkejut.

"Berhenti!" suara Rama menggema di antara kerumunan, menarik perhatian semua orang yang sedang panik.

Pria itu berlari melalui gang-gang kecil, mencoba meloloskan diri. Rama bergerak cepat, mengejar dengan langkah mantap, tapi pria itu terlalu cepat dan menghilang di balik tumpukan rumah-rumah kecil di desa itu. Ia kembali dengan wajah serius, menghela napas panjang.

Pak Darmawan menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. "Tak apa, Rama. Mungkin ini ulah seseorang yang sedang frustrasi karena situasi di desa saat ini."

Rama tidak begitu yakin. Serangan itu terasa terlalu mendadak dan terencana. Meski Pak Darmawan adalah sosok yang dihormati, ada sesuatu yang terasa salah dengan cara orang-orang memperlakukannya. Mengapa seseorang yang datang untuk membantu mendapatkan perlakuan seperti itu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lusia Sudarti
keren neng, semakin seru
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   MULAI JATUH HATI

    Rama membuka pintu rumah dengan hati-hati, mencoba menghindari sesuatu yang sudah dia perhitungkan sebelumnya. Setelah berhari-hari tidak pulang, dia bisa membayangkan betapa rumitnya pertanyaan yang akan muncul dari gadis itu. Sebetulnya, bukan hanya pekerjaan yang menahannya tidak pulang, tetapi dia merasa membutuhkan waktu untuk tidak bertemu dengan Angel setelah mimpi aneh yang dia alami bersama gadis itu.Baru saja kakinya melangkah masuk, Rama harus berhenti karena sebuah panggilan yang tidak bisa dihindari.“Rama!” panggilnya, sambil melayang mendekati Rama yang terlihat seperti sedang menyusup.Angel melayang tepat di belakang Rama, dia tidak menyadari posisinya terlalu dekat. Sedangkan Rama spontan memutar tubuh, ingin segera memberi alasan kenapa sikapnya seperti itu. Namun tidak sengaja, wajahnya hampir menyentuh wajah Angel yang sedang melayang di belakang tubuhnya.Jantungnya berdegup tidak beraturan, Rama merasa suasana di ruangannya sangat panas, pipinya memerah. Sedang

    Last Updated : 2024-11-04
  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   JEJAK YANG KEMBALI

    "Rama! Pergi!" teriak seorang lelaki yang tergeletak di lantai, bersimbah darah, suaranya dipenuhi dengan ketakutan. Di sampingnya, seorang perempuan bermata teduh melihat Rama dengan tatapan penuh harap."Rama, cepat lari nak, aku mohon pergilah!" Perempuan itu berbisik, suaranya lembut namun penuh tekanan.Rama terpaku, tubuhnya seolah beku. "Ayah... Ibu..." Hanya itu yang bisa terucap, meski suaranya serak. Kepalanya berdenyut nyeri, rasa sakit di hatinya menjalar seperti ribuan jarum menusuk."Rama, pergi! Sekarang!" teriak ayahnya menggema, mendesaknya untuk segera bergerak.Namun, Rama tidak bisa bergerak, seolah waktu telah berhenti dan membuatnya membeku. "Tidak, aku tidak bisa meninggalkan kalian!" jawabnya setengah terisak.Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi. "Akhhh!" teriaknya dengan keras, saat kegelapan mulai menyelimuti pandangannya. Suara-suara itu memudar, dan semuanya terasa melayang.Dengan satu tarikan napas yang dalam, Rama terbangun. Keringat bercucuran di dah

    Last Updated : 2024-11-12
  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   PERTANDA APA

    "Pak Darmawan!" serunya hangat, sambil menjabat tangan bosnya. "Sungguh luar biasa bisa bertemu Anda lagi setelah kejadian yang menimpa Anda beberapa waktu lalu."Pak Darmawan tampak sedikit terkejut melihatnya, dan Rama menangkap ekspresi gugup yang sekilas melintas di wajah bosnya sebelum semua orang menyadarinya. Dengan senyum yang dipaksakan, Pak Darmawan membalas, "Senang bertemu Anda kembali, Dokter.""Saya masih tidak percaya, Anda bisa kembali sehat seperti sedia kala setelah dinyatakan mati otak," kata dokter itu, nadanya penuh kekaguman, tapi juga bertanya-tanya.Rama mendengarnya, dan ia merasa bulu kuduknya meremang. "Apa?" bisiknya pada dirinya sendiri. Apa maksud dokter itu? Mati otak? Pikiran Rama berpacu, menghubungkan potongan-potongan informasi yang mulai terasa janggal.Dokter itu terus bicara, menatap Pak Darmawan dengan perasaan penuh rasa syukur. Pak Darmawan tampak semakin canggung, senyumnya hampir hilang. Namun, ia masih mencoba mempertahankan kendali.Pak Darm

    Last Updated : 2024-11-12
  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   MENGHILANG

    “Apa kamu baik-baik saja?" tanya Angel, tatkala melihat Rama yang sedari tadi diam, bahkan beberapa jam setelah mereka pulang.“Hemh, aku baik-baik saja,” jawab Rama singkat, terlihat tidak semangat.“Sepertinya aku tahu tujuan laki-laki tadi mengikuti kita. Lebih tepatnya, mengikutimu,” gumam Angel setengah berbisik.Rama menatapnya sebelum kemudian bertanya, “Bagaimana kamu bisa tahu?”Angel tersenyum kecil. “Karena aku bisa memperhatikan orang lain tanpa mereka sadari,” jawabnya, seolah itu hal yang biasa.Rama tertawa pelan. “Aku bahkan tidak tahu, apakah aku harus takut atau kagum padamu setelah mendengar alasanmu,” ujar Rama sambil memandang Angel dengan ekspresi aneh.Angel mengernyitkan dahinya, merasa bingung dengan ucapan Rama. “Apa maksudmu?” tanyanya heran.“Bisa jadi selama ini kamu memperhatikanku saat di kamar mandi,” jawab Rama sekenanya.Angel terkikik, sambil menggelengkan kepala. “Oh, jadi menurutmu aku memperhatikanmu saat mandi? Aku rasa imajinasimu lebih liar dari

    Last Updated : 2024-11-14
  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   HAMPA

    "Angel!" panggil Rama dengan keras.Suaranya terdengar panik dan kalut. Langkahnya tergesa, dan pandangannya tidak berhenti mencari ke setiap sudut ruangan. Apa yang diharapkannya tidak terjadi. Sungguh, ini begitu menyakitkan baginya. Belum sempat dia mengatakan apa pun pada gadis itu. Dia merasa sangat bersalah karena tidak bisa membantunya menemukan identitas asli Angel dengan cepat.Rama menghentikan langkahnya, dan seketika tubuhnya ambruk. Tanpa bisa menahan beban yang tiba-tiba begitu berat, ia berlutut. Kepalanya mulai berdenyut hebat, dan tangannya tanpa sadar meremas rambutnya, mencoba mengusir rasa sakit yang datang.Dia menahan tangis. Bibirnya gemetar, namun air mata tidak bisa berhenti mengalir. Setiap tetesnya menyiratkan penyesalan yang begitu dalam. Dunia seakan memudar di sekelilingnya; hanya ada hampa dan kegelisahan yang mencekam.Pandangannya mulai kabur, berputar, dan dunia di sekelilingnya seolah-olah meluncur menjauh. Tanpa sadar, tubuhnya terjatuh, tak lagi mam

    Last Updated : 2024-11-15
  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   PERSEMBUNYIAN

    Langkah kaki Rama tergesa-gesa menyusuri lorong rumah sakit, matanya terus memandang ke arah pintu ICU yang telah hangus terbakar. Asap masih samar-samar mengepul dari celah-celah pintu yang kini tertutup rapat oleh garis polisi. "Angel... di mana kau?" bisiknya lirih, rasa putus asa mulai menyelimuti hatinya. Pencariannya yang baru saja menemukan secercah harapan kini kembali terhenti oleh musibah ini. Namun, di balik kekalutannya, tekadnya tidak goyah. Dia tahu, dia harus menemukan Angel, apapun caranya.Rama duduk kembali di halaman rumah sakit, memperhatikan lalu lalang manusia yang sibuk dengan pikiran masing-masing. Suasana hatinya masih kacau, mencoba mencerna kejadian yang baru saja dialami di bangsal ICU.Tiba-tiba, seorang wanita mendekatinya dengan membawa dua kaleng minuman dingin. Dengan senyum ramah, dia menyodorkan satu kaleng ke arah Rama."Minum, mungkin bisa sedikit menenangkan," katanya dengan suara lembut.Rama menoleh sejenak, menatap wanita itu tanpa ekspresi seb

    Last Updated : 2025-01-16
  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   RAHASIA

    BAB 14Di salah satu gudang tua yang terletak di ujung pelabuhan, Rama duduk di kursi kayu dengan wajah serius. Ia mengenakan jaket kulit hitam yang sudah sedikit lusuh, menandakan pengabdian panjangnya dalam dunia kelam yang digelutinya. Di hadapannya, beberapa anak buahnya berdiri tegak, menunggu perintah."Kita tidak punya waktu banyak. Barang ini harus sampai ke pembeli sebelum fajar," ucap Rama dengan suara datar penuh wibawa. Ia memandang tajam pria di depannya, seorang perantara bisnis senjata api ilegal yang sedang dalam negosiasi penting malam itu."Tapi harga yang kalian tawarkan terlalu tinggi, Rama," jawab pria itu, mencoba menawar.Sebelum Rama bisa merespons, ponselnya bergetar di dalam saku jaket. Ia mengerutkan kening, heran. Jarang ada yang menghubunginya di tengah pertemuan seperti ini, apalagi nomor pribadinya yang hanya diketahui oleh sedikit orang."Sebentar," katanya singkat, mengambil ponsel dan melihat nama pengirim pesan.Sebuah nomor baru. Dengan hati-hati, Ra

    Last Updated : 2025-01-17
  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   RAHASIA 2

    "Sudah lama menunggu?" tanya seorang wanita yang datang tergesa-gesa, nafasnya sedikit terengah. Rambutnya yang sedikit berantakan menunjukkan bahwa ia telah bergegas untuk sampai di sana.Rama menoleh, menatapnya sejenak dengan senyum tipis sebelum menjawab. "Lumayan," katanya santai. "Duduklah, aku akan memesankanmu minuman. Apa yang kamu mau?"Wanita itu menghela napas pelan, kemudian duduk di kursi di depannya. "Kopi saja, yang hitam," jawabnya singkat sambil merapikan rambutnya yang terurai.Rama mengangguk dan melambaikan tangan ke arah pelayan. "Satu kopi hitam dan satu teh hangat, tolong," katanya sebelum kembali menatap wanita di depannya."Kamu terlihat lelah," ujarnya pelan.Wanita itu tersenyum lemah. "Banyak urusan tadi. Maaf kalau aku terlambat.""Tak apa," Rama menjawab sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. "Yang penting kamu di sini sekarang."Percakapan mereka terhenti sejenak ketika pelayan datang membawa pesanan mereka. Kopi hitam dan teh hangat diletakkan di mej

    Last Updated : 2025-01-18

Latest chapter

  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   SALAH FAHAM

    Dalam ruangan yang sunyi, hanya suara detik jam yang pelan menyelinap di antara dinding-dinding yang dingin. Rama duduk di kursi, matanya terpaku pada meja besar di depannya. Wajahnya datar, tetapi ada kilatan tajam di matanya. Dia sudah duduk di sana selama satu jam, namun pikirannya terus berputar. Pintu akhirnya berderit, membuka jalan bagi seorang pria paruh baya dengan tatapan yang tegas. “Kau menungguku?” tanya pria paruh baya itu saat mendekat menuju tempat Rama berdiam. Rama tidak bergeming, tetap duduk terpaku tanpa menyambut pria itu. Ada perasaan aneh yang dirasakan pria paruh baya yang baru saja tiba, melihat Rama yang tidak seramah biasanya. Kali ini Rama terlihat sangat dingin dan kejam. Dia berjalan ke belakang meja dan duduk di depan Rama. “Katakanlah, ada apa?” tanyanya penasaran, saat melihat Rama yang hanya tertunduk tanpa ekpresi. “Jika aku mengatakannya, apakah kamu akan menjawab semua pertanyaan untukku?” sahut Rama seraya megangkat pandangannya pada pria di

  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   RAHASIA 2

    "Sudah lama menunggu?" tanya seorang wanita yang datang tergesa-gesa, nafasnya sedikit terengah. Rambutnya yang sedikit berantakan menunjukkan bahwa ia telah bergegas untuk sampai di sana.Rama menoleh, menatapnya sejenak dengan senyum tipis sebelum menjawab. "Lumayan," katanya santai. "Duduklah, aku akan memesankanmu minuman. Apa yang kamu mau?"Wanita itu menghela napas pelan, kemudian duduk di kursi di depannya. "Kopi saja, yang hitam," jawabnya singkat sambil merapikan rambutnya yang terurai.Rama mengangguk dan melambaikan tangan ke arah pelayan. "Satu kopi hitam dan satu teh hangat, tolong," katanya sebelum kembali menatap wanita di depannya."Kamu terlihat lelah," ujarnya pelan.Wanita itu tersenyum lemah. "Banyak urusan tadi. Maaf kalau aku terlambat.""Tak apa," Rama menjawab sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. "Yang penting kamu di sini sekarang."Percakapan mereka terhenti sejenak ketika pelayan datang membawa pesanan mereka. Kopi hitam dan teh hangat diletakkan di mej

  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   RAHASIA

    BAB 14Di salah satu gudang tua yang terletak di ujung pelabuhan, Rama duduk di kursi kayu dengan wajah serius. Ia mengenakan jaket kulit hitam yang sudah sedikit lusuh, menandakan pengabdian panjangnya dalam dunia kelam yang digelutinya. Di hadapannya, beberapa anak buahnya berdiri tegak, menunggu perintah."Kita tidak punya waktu banyak. Barang ini harus sampai ke pembeli sebelum fajar," ucap Rama dengan suara datar penuh wibawa. Ia memandang tajam pria di depannya, seorang perantara bisnis senjata api ilegal yang sedang dalam negosiasi penting malam itu."Tapi harga yang kalian tawarkan terlalu tinggi, Rama," jawab pria itu, mencoba menawar.Sebelum Rama bisa merespons, ponselnya bergetar di dalam saku jaket. Ia mengerutkan kening, heran. Jarang ada yang menghubunginya di tengah pertemuan seperti ini, apalagi nomor pribadinya yang hanya diketahui oleh sedikit orang."Sebentar," katanya singkat, mengambil ponsel dan melihat nama pengirim pesan.Sebuah nomor baru. Dengan hati-hati, Ra

  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   PERSEMBUNYIAN

    Langkah kaki Rama tergesa-gesa menyusuri lorong rumah sakit, matanya terus memandang ke arah pintu ICU yang telah hangus terbakar. Asap masih samar-samar mengepul dari celah-celah pintu yang kini tertutup rapat oleh garis polisi. "Angel... di mana kau?" bisiknya lirih, rasa putus asa mulai menyelimuti hatinya. Pencariannya yang baru saja menemukan secercah harapan kini kembali terhenti oleh musibah ini. Namun, di balik kekalutannya, tekadnya tidak goyah. Dia tahu, dia harus menemukan Angel, apapun caranya.Rama duduk kembali di halaman rumah sakit, memperhatikan lalu lalang manusia yang sibuk dengan pikiran masing-masing. Suasana hatinya masih kacau, mencoba mencerna kejadian yang baru saja dialami di bangsal ICU.Tiba-tiba, seorang wanita mendekatinya dengan membawa dua kaleng minuman dingin. Dengan senyum ramah, dia menyodorkan satu kaleng ke arah Rama."Minum, mungkin bisa sedikit menenangkan," katanya dengan suara lembut.Rama menoleh sejenak, menatap wanita itu tanpa ekspresi seb

  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   HAMPA

    "Angel!" panggil Rama dengan keras.Suaranya terdengar panik dan kalut. Langkahnya tergesa, dan pandangannya tidak berhenti mencari ke setiap sudut ruangan. Apa yang diharapkannya tidak terjadi. Sungguh, ini begitu menyakitkan baginya. Belum sempat dia mengatakan apa pun pada gadis itu. Dia merasa sangat bersalah karena tidak bisa membantunya menemukan identitas asli Angel dengan cepat.Rama menghentikan langkahnya, dan seketika tubuhnya ambruk. Tanpa bisa menahan beban yang tiba-tiba begitu berat, ia berlutut. Kepalanya mulai berdenyut hebat, dan tangannya tanpa sadar meremas rambutnya, mencoba mengusir rasa sakit yang datang.Dia menahan tangis. Bibirnya gemetar, namun air mata tidak bisa berhenti mengalir. Setiap tetesnya menyiratkan penyesalan yang begitu dalam. Dunia seakan memudar di sekelilingnya; hanya ada hampa dan kegelisahan yang mencekam.Pandangannya mulai kabur, berputar, dan dunia di sekelilingnya seolah-olah meluncur menjauh. Tanpa sadar, tubuhnya terjatuh, tak lagi mam

  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   MENGHILANG

    “Apa kamu baik-baik saja?" tanya Angel, tatkala melihat Rama yang sedari tadi diam, bahkan beberapa jam setelah mereka pulang.“Hemh, aku baik-baik saja,” jawab Rama singkat, terlihat tidak semangat.“Sepertinya aku tahu tujuan laki-laki tadi mengikuti kita. Lebih tepatnya, mengikutimu,” gumam Angel setengah berbisik.Rama menatapnya sebelum kemudian bertanya, “Bagaimana kamu bisa tahu?”Angel tersenyum kecil. “Karena aku bisa memperhatikan orang lain tanpa mereka sadari,” jawabnya, seolah itu hal yang biasa.Rama tertawa pelan. “Aku bahkan tidak tahu, apakah aku harus takut atau kagum padamu setelah mendengar alasanmu,” ujar Rama sambil memandang Angel dengan ekspresi aneh.Angel mengernyitkan dahinya, merasa bingung dengan ucapan Rama. “Apa maksudmu?” tanyanya heran.“Bisa jadi selama ini kamu memperhatikanku saat di kamar mandi,” jawab Rama sekenanya.Angel terkikik, sambil menggelengkan kepala. “Oh, jadi menurutmu aku memperhatikanmu saat mandi? Aku rasa imajinasimu lebih liar dari

  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   PERTANDA APA

    "Pak Darmawan!" serunya hangat, sambil menjabat tangan bosnya. "Sungguh luar biasa bisa bertemu Anda lagi setelah kejadian yang menimpa Anda beberapa waktu lalu."Pak Darmawan tampak sedikit terkejut melihatnya, dan Rama menangkap ekspresi gugup yang sekilas melintas di wajah bosnya sebelum semua orang menyadarinya. Dengan senyum yang dipaksakan, Pak Darmawan membalas, "Senang bertemu Anda kembali, Dokter.""Saya masih tidak percaya, Anda bisa kembali sehat seperti sedia kala setelah dinyatakan mati otak," kata dokter itu, nadanya penuh kekaguman, tapi juga bertanya-tanya.Rama mendengarnya, dan ia merasa bulu kuduknya meremang. "Apa?" bisiknya pada dirinya sendiri. Apa maksud dokter itu? Mati otak? Pikiran Rama berpacu, menghubungkan potongan-potongan informasi yang mulai terasa janggal.Dokter itu terus bicara, menatap Pak Darmawan dengan perasaan penuh rasa syukur. Pak Darmawan tampak semakin canggung, senyumnya hampir hilang. Namun, ia masih mencoba mempertahankan kendali.Pak Darm

  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   JEJAK YANG KEMBALI

    "Rama! Pergi!" teriak seorang lelaki yang tergeletak di lantai, bersimbah darah, suaranya dipenuhi dengan ketakutan. Di sampingnya, seorang perempuan bermata teduh melihat Rama dengan tatapan penuh harap."Rama, cepat lari nak, aku mohon pergilah!" Perempuan itu berbisik, suaranya lembut namun penuh tekanan.Rama terpaku, tubuhnya seolah beku. "Ayah... Ibu..." Hanya itu yang bisa terucap, meski suaranya serak. Kepalanya berdenyut nyeri, rasa sakit di hatinya menjalar seperti ribuan jarum menusuk."Rama, pergi! Sekarang!" teriak ayahnya menggema, mendesaknya untuk segera bergerak.Namun, Rama tidak bisa bergerak, seolah waktu telah berhenti dan membuatnya membeku. "Tidak, aku tidak bisa meninggalkan kalian!" jawabnya setengah terisak.Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi. "Akhhh!" teriaknya dengan keras, saat kegelapan mulai menyelimuti pandangannya. Suara-suara itu memudar, dan semuanya terasa melayang.Dengan satu tarikan napas yang dalam, Rama terbangun. Keringat bercucuran di dah

  • CINTA DIAMBANG KEMATIAN   MULAI JATUH HATI

    Rama membuka pintu rumah dengan hati-hati, mencoba menghindari sesuatu yang sudah dia perhitungkan sebelumnya. Setelah berhari-hari tidak pulang, dia bisa membayangkan betapa rumitnya pertanyaan yang akan muncul dari gadis itu. Sebetulnya, bukan hanya pekerjaan yang menahannya tidak pulang, tetapi dia merasa membutuhkan waktu untuk tidak bertemu dengan Angel setelah mimpi aneh yang dia alami bersama gadis itu.Baru saja kakinya melangkah masuk, Rama harus berhenti karena sebuah panggilan yang tidak bisa dihindari.“Rama!” panggilnya, sambil melayang mendekati Rama yang terlihat seperti sedang menyusup.Angel melayang tepat di belakang Rama, dia tidak menyadari posisinya terlalu dekat. Sedangkan Rama spontan memutar tubuh, ingin segera memberi alasan kenapa sikapnya seperti itu. Namun tidak sengaja, wajahnya hampir menyentuh wajah Angel yang sedang melayang di belakang tubuhnya.Jantungnya berdegup tidak beraturan, Rama merasa suasana di ruangannya sangat panas, pipinya memerah. Sedang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status