“Siapa kau?” teriak Rama, merasakan adrenalin yang mengalir deras di seluruh tubuhnya. Dia berusaha mencari sesuatu untuk melawan, tetapi tidak ada yang bisa dijadikan senjata. Dengan langkah mundur, ia mencoba menghindari pria itu, sambil mencari celah untuk bertahan atau melarikan diri.
“Kau tidak bisa bersembunyi, Rama!” ujarnya dengan suara yang mengancam.
Mendengar namanya dipanggil dengan nada seperti itu, Rama merasa mulai tertantang. Namun, ia tidak bisa bersikap gegabah saat ini.
“Baiklah, majulah kalau begitu!” tantang Rama dengan tenang.
Orang itu berlari, mengarahkan tinjunya pada Rama. Namun Rama berhasil menghindarinya. Mengantisipasi gerakan berikutnya, dengan cepat Rama membalikkan tubuh menangkap tangan pria itu dan membantingnya sebelum dia sempat menyerang lagi. Rama mencengkramnya dengan kuat, membuat pria itu tidak bisa bergerak dengan bebas.
“Apa yang kau inginkan dariku?” tanya Rama tajam, suaranya dingin dan penuh peringatan.
“Dengar, aku tidak ingin melukaimu, tapi aku tidak punya pilihan!” teriak pria itu berusaha melepaskan diri dari cengkraman Rama, tetapi tidak berhasil.
"Kau... harus menyerahkan buku itu!" Tunjuknya pada benda berwarna biru muda yang tergeletak di dekat Rama.
Buku? Rama teringat pada buku yang baru saja dia temukan di dalam tasnya. Dia tidak tahu apa hubungannya buku itu dengan pria ini, tapi sudah jelas benda itu penting baginya.
“Ada apa dengan buku itu?” tanya Rama tanpa mengendurkan cengkeramannya.
Pria itu terdiam, pandangan matanya berubah seolah-olah ada sesuatu yang ia sembunyikan.
“Kau tidak akan mengerti... tapi aku tidak punya waktu untuk menjelaskannya sekarang.”
Rama sangat marah dan merasa dibodohi, nyaris tinjunya mendarat pada wajah pria itu. Namun tiba-tiba suara dentuman dari jalan terdengar sangat keras. Rama terkejut dan melepaskan cengkramannya. Merasa memiliki celah pria itu berlari menjauh dari Rama.
“Ini tidak akan berakhir dengan mudah, Rama. Kamu tidak tahu masalah apa yang akan kamu hadapi setelah ini. Aku hanya memperingatkanmu, kamu harus mencari tahu sendiri,” ucapnya dengan nada serius sebelum pergi.
Rama menatapnya dengan tajam tanpa menjawab apapun. Pria itu menghilang di antara bayangan malam. Tidak ada hal lain yang terlintas dalam pikirannya saat ini. Dia hanya penasaran dengan buku yang dia pegang, bertanya-tanya mengapa dia harus mempertahankannya. Bahkan, dia bisa saja menyerahkan buku itu dengan sukarela.
Drrrt.... Drrrt….
Tiba-tiba, panggilan masuk pada telepon genggamnya. Dengan wajah datar, Rama memperhatikan nama di layar benda pipih itu “My Bos.”
“Iya Bos,” ucapnya dengan nada hormat. “Baiklah, besok aku kerjakan,” jawabnya lagi setelah beberapa saat menyimak perintah dari seberang.
Dia menutup telepon dan segera mengunci pintu rumahnya dengan rapat. Kekhawatiran masih meliputi pikirannya, takut jika malam ini masih ada bahaya yang mengintai.
“Apa sebenarnya yang ada dalam buku ini?” gumamnya sembari melangkah masuk ke dalam kamar.
Dia mencoba menemukan posisi ternyaman saat hendak duduk di kursi kerjanya, dia mulai membuka buku biru muda itu dengan penasaran.Rama tertegun sejenak memandangi nama "Angel" yang tertulis di cover buku. Ia membuka buku itu perlahan, dan tiba-tiba sebuah foto jatuh ke lantai, meluncur pelan seperti pesan rahasia yang menanti untuk ditemukan.
Dengan hati-hati, Rama memungut foto itu dan mengamatinya. Terlihat seorang gadis dalam foto tersebut tampak biasa saja tidak ada yang istimewa. Namun, saat ia membalik foto itu, jantungnya seakan berhenti sesaat. Di baliknya, tergores tulisan tangan yang membuatnya menambah daftar pertanyaan dalam pikiran Rama.
"Aku akan menemukan pembunuhmu, Lily."
“Apa maksudnya dia menulis seperti ini?” gumamnya heran, jari-jarinya membolak-balik halaman buku dengan cepat. “Seharusnya dia menyerah saja. Kenapa harus membahayakan diri sendiri?”
Perasaan tidak nyaman mulai menjalari tubuhnya, Rama segera bangkit dan bergegas menuju tempat tidur. Setelah pergulatan batin dan fisik yang baru saja terjadi, rasa sakit mulai menyebar di beberapa bagian tubuhnya. Dia berharap bisa melupakan semua itu sejenak dan tenggelam dalam tidur.
Namun, baru saja ia mulai terlelap sesuatu yang aneh terjadi, selimutnya terasa seperti ditarik pelan dari ujung kaki. Rama terperanjat dan napasnya tertahan sejenak. Dalam kondisi setengah sadar, matanya bergerak cepat memperhatikan sekeliling kamar yang gelap. Kemudian, dia melihat seorang gadis dengan wajah pucat berdiri di sudut ruangan. Matanya menatap tajam ke arah Rama, suasana di sekitarnya terasa dingin menusuk kulit.
“Aku muak jika terus-terusan seperti ini. Jujur saja, aku tidak takut denganmu, tapi jika kamu diam dan muncul tiba-tiba seperti ini, aku bisa mati karena serangan jantung!” teriak Rama dengan wajah kesal.
“Katakanlah, mau mu apa? Jangan diam berdiri lalu menghilang seperti itu,” serunya lagi.
Tiba-tiba suara isak tangis terdengar dari gadis itu.
“Aku tidak bermaksud menakutimu,” ucapnya pelan dan sedikit begetar.
“Kalau begitu, kenapa kamu selalu muncul dan menghilang tiba-tiba?” tanya Rama, suaranya sedikit melunak.
Gadis itu mengusap air mata di pipinya, dan menghindari tatapan Rama.
“Aku tidak bisa memilih kapan aku muncul,” jawabnya lemah. “Aku terjebak"
“Terjebak?” Rama mengulang perkataannya, mencoba memahami apa yang dia maksud. Dia mengangguk pelan.
“Aku ingin mengingat siapa aku dan darimana asalku, siapa keluargaku. Tapi ingatanku kabur, dan aku merasa seperti tidak memiliki kendali atas diriku sendiri.”
“Lalu, apa hubungannya dengan buku itu?” Rama menunjuk buku biru yang tergeletak di dekatnya. “Kenapa buku itu tiba-tiba ada padaku?”
Gadis itu menggeleng pelan, wajahnya menunjukkan keraguan.
“Aku... aku juga tidak tahu. Tapi aku selalu berada di dekat buku itu sejak aku terbangun”
Rama berusaha mencerna semua yang dia dengar.
“Ini tidak masuk akal, tiba tiba saja buku ini ada bersamaku setelah kejadian malam itu, apa kamu tahu alasannya?”
Gadis itu mendekat, dan menatap Rama dengan intens.
“Saat ini, aku tidak tahu alasannya. Tapi buku itu sudah ada denganmu sejak aku terbangun di Rumah Sakit.”
Rama mengernyit, bingung. “Bagaimana mungkin, ini sangat janggal. Apa ini alasanmu terus muncul di dekatku?” tanyanya dengan nada skeptis.
Angel hanya mengangguk pasrah. Wajahnya terlihat sangat menyesal karena sudah membuat Rama merasa bingung. Walaupun sebenarnya dirinya yang mungkin lebih merasa bingung dan penasaran tentang jati dirinya.
“Aku yakin pasti ada alasannya,” jawab Angel penuh keyakinan. “Mulailah dengan melihat isi buku itu. Mungkin ada petunjuk yang bisa mengarahkan kita pada teka-teki ini.”
“Apa kau yakin? Bagaimana jika itu sesuatu yang tidak boleh aku cari tahu?” potong Rama ragu.
Rama menatap buku biru itu dengan tajam, bertanya-tanya apa yang akan dia temukan di dalamnya.
“Kita tidak akan tahu sampai kita mencobanya,” jawab Angel tegas. “Setiap petunjuk kecil bisa membawa kita pada jawaban yang sedang kita cari.”
Rama menghela napas berat, merasa seolah langkah berikutnya sangat menentukan. Dia meraih buku biru itu dan membukanya perlahan, berharap menemukan jawaban yang dia cari.
Drrrt….. Drrrt….
Rama meraih telepon genggamnya di atas nakas. Terlihat pesan yang diterima berasal dari bosnya. Saat dibuka, dia melihat foto seorang wanita. Di bawahnya tertulis perintah untuk pekerjaan dia selanjutnya. Seketika, wajah Rama berubah menjadi tegang.
“Temukan gadis ini sebelum orang lain menemukannya! Dia adalah umpan yang berharga,” perintah dari sang bos tertulis dalam pesan itu.
Rama dan Angel saling beradu pandang situasi aneh di antara mereka terasa canggung. Hal-hal yang semakin rumit mulai menambah banyak pertanyaan di dalam benak Rama.
Setelah menerima pesan dari bosnya, Rama tampak gelisah. Dia berdiri di ruang tamu, memandangi ponselnya yang masih menampilkan pesan tadi. Angel berada di dekat Rama, memerhatikan dengan wajah serius, tapi ada keraguan yang jelas di matanya. Mereka berdua sama-sama diam, seolah-olah tak ada yang tahu harus memulai dari mana."Apa mungkin kamu pernah mengenalnya? Atau... mungkin bos pernah melihatmu sebelumnya?" tanyanya sambil berjalan mondar-mandir.Angel menggoyang-goyangkan kepala, ekspresinya semakin bingung.“Aku tidak ingat! Aku cuma ingat saat-saat setelah kecelakaan itu. Sebelum itu... aku bahkan tidak tahu siapa diriku. Setiap kali mencoba mengingatnya, selalu ada kabut yang muncul di pikiranku Rama,” sesalnya.Angel meremas jemarinya, merasa tidak berdaya. “Apakah ini semua cuma kebetulan? Atau ada sesuatu yang lebih besar yang tidak aku ingat?”Rama berhenti di depan Angel, menatapnya dalam-dalam. “Aku tidak percaya pada kebetulan sebesar ini. Sudah jelas ada sesuatu. Bos
Rama tidak bisa bernapas sejenak. Pemandangan dalam video itu membuat darahnya berdesir dingin, ini sangat menjijikan lebih dari apa pun yang pernah ia alami selama ini. Di dalam video, gadis itu dikelilingi oleh beberapa pria asing. Mereka berbicara dalam nada rendah, seperti sedang memutuskan sesuatu yang mengerikan.“Siapa mereka?” desisnya marah.Tubuhnya bergetar, kepalan tangannya semakin mengeras saat para pria di dalam video mulai mendekati gadis yang tak berdaya itu. Mereka tertawa kecil, menikmati penderitaannya dan mempermainkan gadis itu. Mereka mengikat lebih erat tali di pergelangan tangan dan kakinya, memperlakukan tubuh lemah itu dengan biadab tanpa belas kasih.Suara tawa mereka terasa lebih kejam. Rama tak sanggup melihatnya lebih jauh. Dengan cepat ia menghentikan video itu. Napasnya terengah-engah, jiwanya dilanda kebingungan antara amarah dan rasa bersalah.“Kenapa bosku memiliki video ini?” gumamnya dalam hati. “Apakah dia terlibat bersama orang-orang itu?”Rama
Dalam perjalanan pulang, Rama terus memikirkan informasi yang baru saja didapatnya. Angel tidak hanya seorang gadis yang terjebak dalam dunia gelap ini, dia adalah kunci dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang bahkan tidak sepenuhnya dipahami guntur. Dia mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang sudah dia kumpulkan. Angel tidak ikut bersamanya kali ini. Mungkin lebih baik Angel tidak mendengar semua hal menyakitkan itu.Tiba-tiba, suara keras terdengar dari depan, sesuatu terjatuh dengan keras diatas kap mobilnya. Spontan dia menginjak rem dengan cepat, membuat mobil berhenti mendadak.“Sialan!” desis Rama, terkejut. Dia menatap lurus ke depan. “Apa-apaan ini?”Jalanan sepi, tidak ada kendaraan lain atau suara manusia. Namun, sesuatu tampak tergeletak di depan mobilnya. Rama menghela napas berat, hatinya berdegup kencang. Dengan ragu, ia keluar dari mobil untuk memastikan.Di depan mobilnya, seorang pria tampak tertelungkup di jalanan tidak bergerak.“Siapa ini?” Rama men
"Tempat apa ini?" desisnya, sambil melangkah maju, matanya berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya."Rama... kemarilah," panggil seseorang dengan lembut.Rama menajamkan pendengarannya, mencari dari mana suara itu berasal. Terdengar sayup-sayup seseorang bersenandung lemah, bergema di antara suara percikan air."Angel?" panggilnya, sedikit ragu.Gadis itu tampak sedang berendam di jacuzzi, dengan posisi membelakangi Rama. Sedikit merasa janggal karena di tempat asing ini, ia bisa melihat Angel menyentuh sesuatu. Namun, ia yakin jika yang memanggilnya adalah suara Angel."Kamu sudah datang, Rama?" tanya gadis itu sambil berbalik.Rama seketika terdiam, apa yang dilihatnya membuat otaknya berhenti bekerja sejenak. Wajahnya memanas, matanya segera berpaling."Apa yang kamu lakukan?" tanya Rama terkejut."Kemarilah Rama, bantu menggosok punggungku!" jawab Angel dengan suara mendayu, seolah sengaja menggoda Rama."Tidak... lakukanlah sendiri. Aku akan segera keluar," sanggah Rama cepat.T
Rama melajukan mobilnya menembus jalanan yang lenggang, namun tidak dengan pikirannya yang terasa lebih sesak. Tidak seperti biasanya, Rama mulai merasa takut dengan apa yang akan dihadapi di masa depan. Akhirnya, dia tiba di sebuah gedung tua yang selama ini digunakan untuk berkumpul dengan teman-temannya, merencanakan maupun merayakan sesuatu. "Halo, Bos!" sapanya dengan hormat. "Oh, hei! Sejak kapan kamu tiba di sini?" tanya bosnya, tidak menyadari kehadiran Rama. Rama menjawabnya hanya dengan seulas senyum tanpa berniat menjelaskan. Dia langsung mengambil posisi duduk berhadapan dengan Sang Bos dan mengambil minuman yang sudah tersedia di depannya. "Apakah terjadi sesuatu, Rama?" Sang Bos menatap tangan kanan kesayangannya itu dengan intens. "Sejauh ini masih aman, tenang saja," jawabnya setelah menenggak setengah gelas bir. "Aku mengenalmu lebih dari siapapun, Rama," ucap Sang Bos menegaskan. Hanya senyum tipis yang bisa Rama berikan untuk menjawab perkataan Bosnya. Dia
“Sial, sepertinya aku sudah gila!” geram Rama sembari memukul setir mobil dengan keras. Napasnya memburu, dadanya naik turun, dan pelipisnya berdenyut kencang.Malam itu, Rama mengemudikan mobilnya di jalanan yang sepi. Mesinnya menderu dengan stabil, sementara pikirannya sibuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Rama memukul setir sekali lagi, amarahnya belum juga mereda.Tiba-tiba, matanya menangkap sesuatu dari kejauhan. Tepatnya di atas jembatan penyeberangan, seseorang tampak menarik paksa seorang gadis menuju tepi pagar pembatas, seolah-olah hendak mendorongnya ke bawah.“Brengsek! Sedang apa mereka?” desisnya, matanya terbelalak. "Apa yang akan mereka lakukan pada gadis itu?”Kakinya refleks menginjak rem, suara decitan ban beradu dengan aspal yang kasar. Tanpa berpikir panjang, ia keluar dari mobil dan berlari menuju jembatan. Namun, belum sempat mencapai tangga, sebuah sepeda motor datang melaju dari arah yang tak terduga.“Brak!”Tubuh Rama terpental ke aspal, menghantam de