Fiona Isabella Fawzi, seorang gadis muda yang terpaksa menikah dengan seorang pria yang lumpuh sebagai pengantin pengganti. Menikah di usia yang masih terbilang muda adalah mimpi buruk bagi Fiona. Rasa malu karena perbedaan usia dan kondisi suaminya membuat Fiona merasa terjebak dalam pernikahannya. Fiona juga bergabung dengan geng populer bernama "Trio FAM Alliance" yang sering membuat kekacauan dan terkadang melakukan intimidasi. Dengan penuh keberanian, Fiona merancang berbagai rencana licik untuk bisa bercerai dengan suaminya. Akankah Fiona berhasil menjalankan rencananya, atau takdir berkata lain?
View MoreFiona menutup matanya dan menyentuhkan bibirnya pada bibir William. Seketika William membalas ciuman itu semakin dalam. William merengkuh pinggang Fiona, mendekapnya erat seakan tak ingin melepaskannya lagi. Tangan pria itu meraba punggung Fiona, merasakan kehangatan tubuh istrinya yang begitu ia rindukan."Aku juga mencintaimu, William,” gumam Fiona di sela ciuman mereka. Pengakuan itu membuat William semakin kehilangan kendali. Ia menindihnya dengan penuh hasrat.Fiona yang semula masih menolak, kini tidak bisa menahan diri lagi. Dia membiarkan William menyentuhnya, membiarkan pria itu mengklaimnya kembali. Mereka larut dalam gairah, seakan ingin melupakan segala masalah yang ada di antara mereka. ****Di tempat lain, di sebuah kios es krim, Lauren duduk dengan gelisah. Ia sesekali melirik ke arah jam tangan, lalu melihat Ezra yang duduk di sampingnya dengan ekspresi bosan. Anak itu menggoyangkan kakinya dengan tidak sabar."Nenek, kenapa Ibu belum datang juga? Aku ingin pulang,"
Ciuman itu begitu menuntut, seolah William ingin menyalurkan semua emosi yang telah lama ia pendam. Rindu yang bertahun-tahun tertahan, kemarahan karena kepergian Fiona, dan cinta yang tak pernah benar-benar hilang—semuanya meledak dalam satu ciuman yang membius.Fiona mulai kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Jemarinya yang awalnya ingin mendorong William kini justru mencengkeram kemeja pria itu, gemetar di antara genggamannya. Namun, saat pikirannya mulai hanyut dalam perasaan yang bercampur aduk, kesadarannya kembali.Dengan sekuat tenaga, Fiona memukul dada William, memaksa pria itu untuk melepaskan ciumannya."Jangan!" serunya dengan napas memburu.William akhirnya melepaskan Fiona, tetapi tangannya tetap menahan pinggang wanita itu, seakan tidak rela berpisah. Mata mereka bertemu dalam keheningan yang mendebarkan."Dasar mesum," bisik Fiona, matanya berkaca-kaca.William tersenyum miring, jari-jarinya menyentuh bibirnya sendiri, merasakan jejak ciuman mereka. "Benarkah?" t
Setelah lama saling melepas rindu dengan ibunya, Fiona kini berdiri di depan jendela kamar, menatap ke luar dengan pandangan kosong. Kata-kata ibunya masih terngiang di telinganya."Ada banyak orang yang terus mencarimu."Fiona menggigit kuku ibu jarinya, kebiasaan lamanya saat merasa cemas. Dalam hatinya, muncul pertanyaan yang selama ini ia hindari."Apakah William mencariku?"Pikiran itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Bagaimana jika William benar-benar mencarinya? Bagaimana jika dia tahu tentang Ezra? Apakah William akan mencoba mengambil Ezra darinya?Fiona menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran itu. Namun, jauh di dalam hatinya, Fiona tidak bisa menutupi rasa rindunya pada pria itu.Keesok harinya Fiona dan ibunya, Lauren, memutuskan untuk menghabiskan hari dengan berjalan-jalan ke mal. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, Lauren ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan putrinya dan cucunya, Ezra. Sementara itu, di tempat lain, William akhirnya tiba di
Limat tahun kemudian di bandara Italia, Fiona turun dari pesawat dengan seorang anak laki-laki berusia sekitar empat tahun di sampingnya. Wajahnya berseri-seri saat dia menggandeng tangan anaknya, Ezra. Meski sudah menjadi seorang ibu, Fiona masih tampak muda dan cantik, seolah waktu tidak mengubahnya sedikit pun. Bahkan, jika dilihat sekilas, orang mungkin akan mengira Ezra adalah adiknya, bukan anaknya.Fiona dan Ezra berjalan dengan langkah ringan menuju area kedatangan. Perjalanan Fiona ke Italia adalah untuk menemui ibunya, Lauren, yang sudah lama tidak ditemuinya. Fiona merasa sedikit gugup, tapi juga bahagia. Dia ingin memperkenalkan Ezra kepada neneknya dan berharap ibunya bisa menerima mereka dengan hangat, setelah bertahun-tahun tanpa kabar.Saat mereka berjalan di trotoar dekat rumah ibunya, Fiona tiba-tiba melihat sosok Lauren yang baru saja pulang dari suatu tempat, ibunya terlihat sudah mulai menua. Dengan cepat, dia berlutut di samping Ezra dan tersenyum lembut. “Sayan
Alvaro berjalan memasuki kantor William dengan ekspresi serius. Begitu dia sampai di lobi, seorang resepsionis mencoba menahannya, tetapi dia hanya melirik tajam sebelum melanjutkan langkahnya. Hari ini, Alvaro datang bukan untuk urusan bisnis, melainkan untuk sesuatu yang jauh lebih penting. Sesampainya di ruang kantor William yang luas dan mewah, Alvaro duduk di sofa sambil menunggu. Dia menatap sekeliling, memperhatikan desain interior yang elegan dan mahal. Ruangan itu begitu tenang, hanya suara jam dinding yang terdengar samar. Alvaro menghela napas, pikirannya dipenuhi dengan banyak pertanyaan tentang Fiona yang sudah lama tidak dilihatnya di sekolah. Ia baru mengetahuinya jika gadis itu pergi setelah pulang dari rumah sakit. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka. William melangkah masuk dengan setelan jasnya yang rapi, menunjukkan bahwa dia baru saja selesai rapat. Begitu melihat Alvaro, dia mengerutkan kening. "Apa yang membawamu ke sini?" tanyanya, langsung ke intinya sam
William memijat pelipisnya yang berdenyut setelah Azalea pergi dari ruangannya. Ia segera memerintahkan seseorang untuk mengawasi pergerakan Azalea, berharap wanita itu mengetahui keberadaan Fiona.Baru saja ia hendak kembali fokus pada pekerjaannya, ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya."Masuk," ucapnya tanpa mengangkat kepala.Pintu terbuka perlahan, menampilkan seorang wanita yang penampilannya tak jauh berbeda dari Azalea."William, aku dengar istrimu pergi?" Aileen langsung bertanya tanpa basa-basi.William menoleh sekilas dan menatapnya dingin. "Lalu? Apa urusannya denganmu?" ucapnya tajam, membuat Aileen merasa tersinggung."Hm... Aku hanya mengkhawatirkanmu," jawabnya santai. "Aku baru pulang dari luar negeri dan mendengar kabar ini."William tertawa kecil, terdengar meremehkan. "Apa kalian berdua sedang bermain sandiwara? Kau datang ke sini setelah Azalea pergi, seolah ingin membujukku."Aileen mengerutkan kening, tidak mengerti maksud perkataan William. "Apa maksudmu?"
Ketika masih dalam perjalanan ponselnya bergetar. Nama Max tertera di layar. Dengan cepat, William mengangkatnya."Tuan, kami menemukan sesuatu. Fiona membeli tiket di bandara."Jantung William berdegup kencang. "Ke mana?""Tujuan ke Italia, Tuan. Sepertinya dia ingin pergi ke rumah ibunya. Tapi…” Max belum selesai memberitahu William, tetapi teleponnya sudah di matikan lebih dulu.Tanpa membuang waktu lagi William menambah kecepatan tinggi menuju bandara. Di perjalanan, pikirannya dipenuhi perasaan bercampur aduk. Mengapa Fiona tiba-tiba pergi? Apa karena dia? William mengingat kembali kata-katanya sendiri. Apakah itu yang membuat Fiona memilih pergi tanpa memberitahunya? Atau ada alasan lain yang belum diketahui?Sesampainya di bandara, William langsung masuk ke dalam gedung terminal dengan langkah tergesa-gesa. Ia menatap sekeliling, berharap menemukan sosok Fiona di antara kerumunan penumpang yang berlalu-lalang.Matanya mencari dengan panik. Sesekali ia mendekati beberapa wanita
Fiona duduk di dalam taksi, meninggalkan mobilnya di kantor William, pikirannya begitu berkecamuk. Hatinya terasa sesak, seolah dihimpit oleh sesuatu yang tidak terlihat. Azalea telah kembali bersamanya. Jadi, apakah ini akhirnya aku telah bebas? Tetapi kenapa begitu menyakitkan.Tangan Fiona perlahan menyentuh perutnya yang masih rata. Akan ada kehidupan yang segera tumbuh di dalam rahimnya, tetapi sang ayah bahkan belum tahu. Fiona tiba-tiba teringat kembali kata-kata William. "Sampai kakakmu kembali, kita tidak akan bercerai.” Sekarang kakaknya telah kembali, William mungkin akan menceraikannya. Pernikahan mereka memang hanya sebuah kesepakatan. Tidak ada cinta. Tidak ada janji sehidup semati. William tidak pernah mengucapkan kata ‘cinta’ padanya, bahkan setelah semua yang mereka lalui bersama.Air mata Fiona menggenang. Hidupnya terasa begitu menyedihkan. Masalah datang bertubi-tubi tanpa memberinya kesempatan untuk bernapas.Fiona menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri
Fiona merebahkan tubuhnya di ranjang, membiarkan tubuhnya tenggelam dalam kasur yang terasa begitu nyaman. Rasa lelah masih menyelimuti dirinya, dan pikirannya kacau. Ia belum siap menghadapi kenyataan bahwa dirinya tengah mengandung anak William.Pintu kamar terbuka, suara roda kursi William bergeser mendekatinya. Pria itu baru saja pulang kerja, jasnya masih terpasang rapi di tubuhnya, tetapi ekspresi wajahnya menunjukkan sedikit kelelahan. Begitu melihat Fiona yang terbaring diam dengan mata setengah tertutup, William segera memajukan kursi rodanya, mendekati ranjang.“Fiona?” panggilnya, suaranya terdengar datar, tapi ada sedikit kekhawatiran di dalamnya.Fiona tidak langsung menjawab. Ia hanya menarik napas pelan dan menutup matanya sejenak. Ia tak ingin berbicara. Tak ingin menjelaskan apa pun. “Kau sakit?” tanyanya lagi, kini dengan nada yang lebih serius.Fiona menggeleng tanpa membuka matanya. “Aku baik-baik saja, hanya ingin tidur,” jawabnya dengan suara lirih.William diam
Crack! Pranggg!Pecahan kaca berhamburan di lantai."Fiona, hentikan!" ucap pria paruh baya dengan nada tegas."Aku tidak akan menghentikan semua ini sampai Ayah menarik kembali apa yang Ayah katakan. Kau tahu, Ayah! Aku tidak suka dengan leluconmu ini!" teriak seorang gadis yang masih berusia 18 tahun. Dia terlihat sangat marah. Jelas saja, dia begitu marah ketika baru saja bangun tidur dari mimpi indahnya semalam. Namun, saat bangun, dia harus mengalami mimpi buruk.Masa depan yang Fiona bayangkan akan begitu indah setelah lulus sekolah ternyata sia-sia. Dia harus menikah dengan seorang pria yang terpaut umur jauh lebih tua darinya. Bahkan Fiona tidak mengenal pria itu."Ayah tidak bisa menarik apa yang Ayah katakan sebelumnya. Kamu memang telah resmi menikah dengan Tuan William Stefanus Thene. Ayah telah menikahkan kalian berdua semalam. Sekarang, kau pergilah ke rumahnya dan tinggal di sana menjadi istrinya," ucap Fawzi Sanjaya, ayah Fiona, dengan tegas.“Bagaimana bisa Ayah menik...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments