Fiona yang sedang berada di lantai dua, tiba-tiba dikejutkan oleh suara seseorang yang ada di belakangnya.
"Apa kau sedang menyebar pesona?" kata William, membuat Fiona terkejut. "Hah! Kau membuatku terkejut! Bagaimana jika aku terjatuh dari atas balkon ini?!" teriak Fiona dengan suara nyaring. Gadis itu benar-benar terkejut setengah mati karena dia sedang berusaha untuk meraih salah satu buah anggur yang menjalar di atas balkon. Tubuhnya tidak bisa menggapainya, sehingga Fiona mencoba naik ke atas kursi demi meraih buah anggur kesukaannya. Meskipun Fiona sudah memakan beberapa buah anggur itu langsung dari pohonnya, dia ingin meraih buah yang lebih tinggi dan lebih besar. William sama sekali tidak peduli dengan kata-kata Fiona. "Turun!" perintahnya, menyuruh Fiona untuk turun dari atas kursi. William, yang sebelumnya memperhatikan Fiona dari balik CCTV, sangat dikejutkan dengan tingkah istrinya yang seperti anak kecil. Meskipun William tahu bahwa istrinya masih sangat muda, ia khawatir gadis itu akan terjatuh. Sebelumnya, Fiona mencoba mengendap-endap seperti pencuri untuk mencuri buah anggur dan memakannya langsung dari pohon tanpa memperdulikan risiko jatuh dari balkon. Belum lagi pakaian seksi Fiona yang bisa saja terlihat dari lantai bawah oleh penjaga yang ada di sekeliling rumah Stefanus Thene. Hal itu membuat William datang untuk menyuruhnya turun. William bisa saja menyuruh pembantunya untuk menegur Fiona, tetapi pria itu lebih tertarik untuk menyuruhnya turun dengan caranya sendiri. Fiona dengan wajah cemberut, menatap ke arah buah anggur yang hampir saja bisa dimakan olehnya jika tidak dikejutkan William. Dengan terpaksa, Fiona hendak turun dari atas balkon. Matanya membulat saat melihat ketinggian dari atas, membuat kakinya gemetar dan kehilangan keseimbangan. "Ah…" Fiona teriak dengan mata terpejam dan bersiap untuk merasakan tubuhnya yang akan terjatuh. Pluk! Fiona terjatuh ke dalam pangkuan William yang duduk di kursi roda. Gadis itu masih saja terpejam dengan detak jantung yang berdebar kencang, merasakan seperti ada sesuatu yang aneh saat terjatuh dari ketinggian. Fiona mengira jika dirinya terjatuh, tetapi tidak merasakan sakit sedikitpun. "Berapa lama lagi kamu akan terus berada di atas pangkuanku?" bisik William di telinga Fiona. Tubuh Fiona menegang, dan dia membuka matanya melihat tubuhnya sendiri yang ternyata tidak terjatuh ke bawah melainkan ke atas pangkuan William. Dengan refleks, Fiona hendak berdiri, tetapi karena kakinya belum benar-benar tertatah dengan benar, Fiona malah kembali terduduk di atas pangkuan William. Mata William menyipit saat tubuhnya harus tertimpa dengan begitu keras oleh tubuh Fiona. "Ah! Maaf-maaf, aku tidak sengaja," kata Fiona lalu kembali berdiri dari atas tubuh William. Wajah William tampak tidak bersahabat, menatap Fiona dengan tajam. "Masuk!" William menyuruh Fiona untuk masuk. "Untuk apa aku masuk? Apa kau sudah tidak sabar untuk melakukan malam pertama kita?" Fiona berucap dengan nada suara yang berubah. Suaranya seperti dibuat-buat agar terdengar lembut layaknya wanita murahan yang sedang berusaha menggoda mangsanya. "Berbicaralah dengan benar!" William menyuruh Fiona berbicara dengan nada yang sebenarnya. Saat Fiona meminta maaf, suaranya begitu lembut dan mampu menggetarkan hati William. Selain wajahnya yang cantik, suaranya pun begitu enak untuk didengar, tidak seperti yang digunakan saat ini. "Kau menyukai suaraku?" Fiona berucap dengan suara aslinya sambil berjalan mendekati William. Saat langkah kakinya hanya tinggal dua langkah lagi, Fiona memutar tubuhnya sambil tersenyum. William berdecak melihat tingkah Fiona yang terus berusaha menggoda dirinya. Fiona terus berputar sampai kepalanya terasa pusing. Fiona berniat menggoda William dengan gerakan yang biasanya dilakukannya saat berolahraga, seperti gerakan pole dance. Namun, karena tidak ada tiang yang biasa digunakannya, dia hanya berputar seperti orang yang sedang menari. Akibat beberapa kali berputar dengan gaya menggairahkan, Fiona kehilangan keseimbangan tubuhnya, menyebabkan tubuhnya terhuyung ke depan. "Ah!" Brughh… Fiona terjatuh dan berlutut tepat di kaki William yang berada di depannya, membuat setengah tubuh Fiona berada di kursi roda yang diduduki William. Wajah Fiona hampir saja menyentuh bagian lain jika pria itu tidak menahan pundak Fiona. Fiona mendongak sambil tersenyum memperlihatkan gigi putihnya. "Hehe! Maaf-maaf, aku tidak sengaja, lantainya sangat licin!" Fiona berucap sambil hendak berdiri. Saat tangannya berusaha menahan kursi, kursi roda yang diduduki William sedikit bergeser. Fiona lagi-lagi menjatuhkan tubuhnya. William berdecak kesal dan langsung mengangkat tubuh Fiona ke atas kursi rodanya. William begitu mudahnya mengangkat Fiona, walaupun duduk di kursi roda. Tangan William begitu kuat mengangkat Fiona, membuat gadis itu cukup terkejut dengan tindakan William yang membawanya masuk ke dalam kamarnya. "Ah!" Fiona terkejut saat tubuhnya tiba-tiba dilempar ke atas ranjang. "Kau, jangan kurang ajar, ya!" ucap Fiona sambil menunjuk William, dengan satu tangan lagi menutupi tubuhnya. William mengabaikan perkataan Fiona, padahal dia sendiri yang sejak tadi terus bersikap menggoda. "Ganti bajumu." "Hah! Untuk apa aku mengganti bajuku? Apa kau ingin aku…” Fiona menatap William dengan gaya duduk dalam pose tunduk, sengaja dibuat-buat untuk mencoba menggoda William. Fiona tersenyum dengan begitu imut. Mungkin jika William tidak lumpuh dan tidak duduk di kursi roda, tingkah Fiona yang seperti ini akan membuatnya diterkam langsung oleh William, yang kini sedang meremas kedua tangannya, mulai kesal dengan tingkah Fiona yang terus berusaha menggodanya. 'Ck, gadis ini benar-benar minta diberi hukuman!’ William berucap dalam hati. "Kau tidak perlu repot-repot menggodaku, karena aku sama sekali tidak tertarik!" William berkata dengan datar, lalu kembali berbicara. "Ganti bajumu, walaupun aku tidak tertarik padamu, jangan merendahkan dirimu sendiri!" William berucap dengan begitu dingin lalu segera pergi dari hadapan Fiona. "Sial! Mana mungkin dia tidak tertarik padaku? Tapi ini cukup bagus untukku.” Fiona berbicara sendirian. Fiona segera berdiri untuk mengganti pakaiannya, dan masuk ke dalam kamar mandi untuk berendam di air hangat. Setengah jam kemudian, Fiona baru saja selesai keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang telah lengkap. Fiona mengenakan jeans pendek dan t-shirt. William, yang sedang mengerjakan beberapa pekerjaannya di atas meja kerjanya, tak sengaja melihat Fiona yang melintasinya begitu saja. William langsung menutup dokumennya. "Siapkan air hangat untukku," kata William sambil melihat ke arah Fiona yang kini menoleh ke arahnya. "Hah! Apa?" Fiona berpura-pura tidak mendengar dengan jelas perkataan William. "Kau harus memandikan suamimu ini!" ucap William dengan datar. Dengan kedua matanya yang terbelalak, Fiona tampak tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Pria itu baru saja memintanya untuk memandikannya, membuat Fiona cukup terkejut. "Apa kau sudah tidak waras? Aku tidak mau melakukannya," jawab Fiona dengan nada tegas, menolak permintaan William tanpa ragu. “Kamu harus memandikanku! Kau istriku sekarang,” balas William. Fiona memutar kedua bola matanya. "Ya, aku tahu, sekarang aku telah menjadi istrimu! Tetapi menikah denganmu tidak berarti aku harus menuruti pada keinginan anehmu itu," katanya dengan sinis. "Ini bukan tentang keinginan aneh, ini tentang tanggung jawabmu sebagai istriku! Sekarang siapkan air hangat,” desaknya."Hah! Tidak, aku tidak mau memandikanmu. Kamu bukan bayi, untuk apa aku memandikanmu? Kamu juga bukan mayat!" seru Fiona sambil langsung membekap mulutnya, memandang ke arah William yang memperlihatkan wajah tidak senang."Ups!"'Astaga, Fiona, kenapa kamu menyebutnya mayat? Lihatlah tatapannya seperti ingin menerkammu,' pikir Fiona dalam hatinya."Kamu bicara apa tadi? Kemari!" ujar William sambil menggerakkan tangannya, menyuruh Fiona mendekat."Euh… tidak ada, aku tidak bicara apapun! Jika kamu ingin mandi, aku akan memanggil salah satu pembantumu," Fiona hendak berjalan untuk memanggil pembantunya, tetapi William menghentikan langkah kakinya."Cepat kemari!" Suara William mulai terdengar marah."I'm sorry, baby! Perutku tidak dapat dikondisikan untuk saat ini, aku lapar dan harus segera pergi untuk makan," ucap Fiona berbohong, demi menghindari William, karena bagaimana mungkin dia memandikan pria itu.Fiona dibuat gelisah, dia sama sekali tidak menginginkan semua itu terjadi, aka
Fiona masih belum menyadari bahwa keenam pria itu sedang menyapanya karena dia tidak mengenal mereka.“Astaga… Siapa yang kalian sebut 'Nyonya muda'? Aku belum menikah, tidak pantas disebut seperti itu,” tanya Maya.“Aku juga belum,” ucap Adel.Mata keenam pria itu tertuju pada Fiona, yang menatap balik dengan tatapan tajam. Sekarang Fiona menyadari bahwa kedatangan mereka adalah untuk menjemputnya.“Sepertinya kalian keliru, seharusnya memanggilku 'Nona muda', paham?” Fiona ingin memastikan kedua temannya tidak salah paham, sehingga dia segera memperbaiki perkataan keenam anak buah William yang sengaja diperintahkan untuk menjemput Fiona saat jam istirahat. “Maaf, Nona muda. Tuan-” belum selesai salah satu dari mereka berbicara, Fiona segera menghentikan perkataannya.“Stop! Kalian tak perlu mengucapkan apapun lagi, pergilah! Aku akan menyusul kalian nanti,” Fiona menyuruh mereka untuk pergi.“Aku harus pergi, kita akan melanjutkan cerita nanti!” tanpa menunggu jawaban dari Maya dan
Sintia yang dipanggil Adel dengan sebutan Sitong segera menggelengkan kepalanya. Dia ingin mengelak membela dirinya tetapi tatapan Maya membuat Sintia kembali menundukkan kepalanya.Maya adalah orang yang sengaja menggunakan kakinya saat Sintia akan melewati bangku Fiona agar Sintia menumpahkan minuman tersebut ke baju Fiona."Adel, apa aku tadi tidak salah dengar, kamu menyebut namanya Sitong? Astaga, nama macam apa itu! Haha..." ejek Fiona sambil tertawa.Maya ikut tertawa puas mendengar perkataan Fiona, tanpa rasa bersalah sedikitpun."Kamu tidak salah dengar, Fiona," jawab Adel.Mereka bertiga menertawakannya, di saat Sintia memilih untuk pergi dari hadapan ketiga orang itu, Fiona memegangi tangannya."Mau kemana kamu, Sitong? Enak aja, mau pergi tanpa bertanggung jawab! Lihat ini, baju seragamku kotor dan baju ini dibuat khusus dari Italia," Fiona berbicara dengan nada suara yang terdengar bangga dan angkuh."Maaf! Aku akan membersihkan seragammu, apa kamu membawa baju seragam la
Fiona berdiri tepat di hadapan William yang melihatnya dengan tatapan datar. Fiona menundukkan setengah badannya agar sejajar dengan William yang duduk di kursi roda, sambil memainkan dasi merah yang dipakainya."Apakah kamu marah padaku?" tanyanya dengan suara lembut.Hening, tak ada jawaban yang keluar dari mulut William. Dia hanya diam memperhatikan gerak gerik Fiona.Dengan sentuhan lembut, Fiona meraba jas hitam William lalu merubah tangannya menjadi menunjuk tepat di arah detak jantung William.“William, apa kamu masih ingat perkataanku kemarin? Jika lupa, aku akan ingatkan sekali lagi, bahwa kau tidak punya hak untuk melarang apapun yang aku lakukan karena aku tidak suka dilarang, termasuk oleh suamiku sendiri. Apalagi pernikahan kita-" Fiona belum menyelesaikan ucapannya, William telah memotong pembicaraannya."Kau tidak perlu membahasnya lagi! Aku sama sekali tidak tertarik dengan urusanmu," potong William dengan suara dingin, matanya menatap kosong ke arah lain.Fiona terdia
"Satu ... dua ... tiga!" Teriakan itu menggema di malam yang tenang, disambut dengan deru mesin yang meraung keras. Mobil-mobil melaju dengan cepat, meninggalkan jejak debu dan asap di jalanan aspal yang gelap. Seorang pria tampan berada di depan kemudi, memacu mobilnya dengan penuh percaya diri, matanya fokus pada jalan di depan. Cahaya lampu jalanan dan sorot lampu mobil-mobil lainnya memantulkan bayangan wajahnya yang tegang namun penuh determinasi. Di pinggir lintasan, Fiona baru saja tiba di lokasi. Dia memandang pemandangan di depannya dengan tenang, matanya menyapu kerumunan orang yang bersorak-sorai menyemangati para pembalap. Di sampingnya, Maya dan Adel berdiri dengan antusias, mengikuti setiap gerakan mobil-mobil yang berpacu di lintasan. "Wow, lihat dia! Mobilnya benar-benar melaju kencang," seru Maya, matanya berbinar penuh semangat. "Siapa orang yang di dalamnya itu? Dia begitu lihai," tanya Adel dengan nada penasaran, sambil menunjuk ke arah mobil yang mem
William hanya bisa melihat istrinya yang sedang berjongkok seperti anak kecil yang kehilangan induknya melalui CCTV yang terpasang di dalam lift dan terhubung dengan ponselnya. Sebelumnya, saat William baru selesai mengerjakan beberapa dokumen pekerjaannya. Dia mendapati banyak panggilan yang tak terjawab dari nomor dengan nama F, hanya satu huruf singkat dan itu adalah nomor ponsel Fiona. William mengabaikan teleponnya, baru saja dia menyimpan ponselnya kembali ke atas meja, seorang pembantu memberitahu bahwa Fiona terjebak di dalam lift. Sampai beberapa saat pintu lift berhasil dibuka, tetapi Fiona masih berjongkok dengan pikirannya. William mencoba mendekati Fiona dengan kursi rodanya. “Apa kau akan terus berjongkok disini?” ucap William, tetapi tidak ada respon darinya. “Ehmmm...” William berdehem cukup keras, Fiona masih saja tak bergeming. Dengan ragu-ragu, William menarik beberapa helai rambut Fiona cukup kencang lalu berpura-pura seolah-olah dia tidak melakukannya.
Setelah kejadian tadi pagi, seseorang datang ke dalam kelas Fiona dan memberitahunya untuk ke ruang guru.Dengan perasaan kesal, Fiona menuju ruang guru sesuai dengan panggilan yang diterimanya.Di ruang guru, seorang guru BK yang bernama Pak Herman sudah menunggu kedatangan Fiona."Fiona, kamu tahu mengapa kamu dipanggil ke sini?" tanya Pak Herman dengan nada tegas.Fiona mengangguk perlahan. "Iya, Pak."Pak Herman menatapnya tajam. "Jika kamu tahu, kenapa harus ada percekcokan, bahkan sampai bertengkar dan membuat tangan Juwita terluka?"Fiona terkejut mendengar apa yang baru saja dikatakan Pak Herman. “Tapi, Pak, itu bukan kesalahan saya.”“Kamu ini, masih saja membantah. Jangan mentang-mentang keluargamu orang berada sehingga bisa membantah aturan sekolah. Apalagi dengan membawa begitu banyak alat make-up seperti ini. Kamu datang ke sekolah untuk belajar atau pamer kecantikanmu? Membawa alat-alat make-up seperti itu,
Namun, pikiran Fiona seketika buyar setelah mendengar perkataan William.“Make-up yang dipakai olehmu sangat berantakan, terlihat jelek. Aku akan bantu menghapusnya,” ujar William sambil menggunakan tangan satunya lagi untuk menghapus lipstik di bibir Fiona hingga berantakan di sekitar bibirnya.“William, kenapa kamu menghapusnya?” seru Fiona, berusaha melepaskan tangannya yang digenggam erat oleh William.William tidak menghiraukan perkataan Fiona. “Dan, merah-merah di pipimu sangat buruk, seperti orang yang habis terkena pukulan. Aku akan menghapusnya lagi,” katanya sambil kembali menghapus blush on yang sengaja dipakai Fiona.“Ahh… William, jangan! Hentikan,” teriak Fiona mencoba menghentikan tangan William yang terus menghapus make-up-nya.“Selesai,” gumam William sambil melepaskan tangannya lalu menjauh dari hadapan Fiona yang setengah tubuhnya masih berada di atas meja.Fiona merengut kesal, wajahnya terlihat memerah. Matan