Home / Romansa / BENIH PRESDIR LUMPUH / Bab 3 I’m Sorry Baby

Share

Bab 3 I’m Sorry Baby

Author: Simbaradiffa
last update Last Updated: 2024-06-22 16:36:55

"Hah! Tidak, aku tidak mau memandikanmu. Kamu bukan bayi, untuk apa aku memandikanmu? Kamu juga bukan mayat!" seru Fiona sambil langsung membekap mulutnya, memandang ke arah William yang memperlihatkan wajah tidak senang.

"Ups!"

'Astaga, Fiona, kenapa kamu menyebutnya mayat? Lihatlah tatapannya seperti ingin menerkammu,' pikir Fiona dalam hatinya.

"Kamu bicara apa tadi? Kemari!" ujar William sambil menggerakkan tangannya, menyuruh Fiona mendekat.

"Euh… tidak ada, aku tidak bicara apapun! Jika kamu ingin mandi, aku akan memanggil salah satu pembantumu," Fiona hendak berjalan untuk memanggil pembantunya, tetapi William menghentikan langkah kakinya.

"Cepat kemari!" Suara William mulai terdengar marah.

"I'm sorry, baby! Perutku tidak dapat dikondisikan untuk saat ini, aku lapar dan harus segera pergi untuk makan," ucap Fiona berbohong, demi menghindari William, karena bagaimana mungkin dia memandikan pria itu.

Fiona dibuat gelisah, dia sama sekali tidak menginginkan semua itu terjadi, akan sangat menggelikan jika dia melakukannya.

Fiona memilih untuk pergi dari kamar William, namun suara yang begitu keras membuatnya terperanjat kaget.

"Fiona!" Panggil William dengan begitu keras, saat melihat Fiona hendak pergi keluar.

Fiona tidak menyangka, William akan secepat itu mengetahui namanya.

Fiona yang sudah membelakangi William, meremas tangannya dengan begitu erat sambil menghela nafasnya, lalu membalikkan badan dengan senyum yang terpaksa di bibirnya sampai terlihat gigi putihnya itu.

"Ya, ada apa? Rupanya kamu sudah tahu namaku," ucap Fiona mencoba berjalan satu langkah maju ke depan William.

“Cepat kemari, atau dalam hitungan menit perusahaan ayahmu akan mengalami kerugian!” ancam William. Fiona merengutkan wajah cemberut dengan ancaman William.

“Oh, baby, kenapa kamu sangat kejam sekali dengan ayah mertua sendiri! Kamu tidak perlu melakukannya, aku akan segera menghampirimu.” Fiona kembali menambah beberapa langkah untuk mendekati William, sampai jarak Fiona hanya tersisa beberapa langkah lagi dengan William yang ada di hadapannya.

William berdecak kesal, dengan gerakan cepat pria itu telah berhasil menarik Fiona ke dalam pangkuannya, walaupun dia menggunakan kursi roda. Tangan William yang panjang, cukup mudah menarik Fiona yang hanya terhalang beberapa langkah darinya.

“Hei… Apa yang kamu lakukan?” Fiona mencoba berontak, apalagi posisi mereka begitu dekat.

“Melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh para pengantin baru,” bisik William membuat tubuh Fiona menegang seketika.

“Tidak-tidak! Aku-, aku belum siap melakukannya sekarang! Bagaimana jika lain kali saja,” Fiona mendadak gelagapan karena perkataan William.

“Bukannya sejak tadi kamu menggodaku? Aku pikir kamu memang telah menginginkannya, jadi aku akan melakukannya padamu sebelum aku mandi. Sedikit olahraga sebelum mandi akan lebih baik untuk menambah kesehatan kakiku,” perkataan William membuat mata Fiona membulat.

Fiona berpikir sangat keras untuk mencoba menolak permintaan William secara halus. Dia tetap bersikap tenang, tanpa memperlihatkan bahwa dirinya sedang ketakutan.

‘Pria itu lumpuh, Fiona, jadi tenanglah, dia tidak akan mungkin melakukannya padamu,’ Fiona berbicara pada dirinya sendiri.

“Aku menggodamu bukan berarti aku menginginkannya. Lagi pula, saat ini aku sedang datang bulan, memangnya aku tidak boleh menggoda suamiku sendiri? Kalau memang tidak boleh, aku akan mencari pria lain. Lagi pula, pernikahan ini bukan keinginanku, aku masih kecil dan tidak seharusnya berbicara seperti itu padaku. Sekarang lepaskan tanganmu.” kata-kata yang diucapkan Fiona sungguh berani. Dia tidak peduli dengan perubahan mimik wajah William.

Fiona segera berdiri dari atas pangkuannya.

William terdiam mendengar perkataan Fiona dan melepaskan tubuhnya begitu saja.

Fiona menoleh ke belakang sebelum beranjak pergi, “Kamu harus ingat baik-baik! Pernikahan ini bukan keinginanku, aku harap kamu mengerti, dan mulai besok aku ingin pergi ke sekolah. Kamu harus mengurus semua keperluanku, dan satu hal lagi, kamu tidak boleh banyak melarangku untuk apapun. Aku tidak suka banyak dilarang oleh siapapun, termasuk kamu, suamiku. Jika kamu tidak suka, maka ceraikan aku saja! Lagipula aku bukan wanita yang kamu inginkan,” ucap Fiona segera pergi.

****

Fiona baru saja turun dari lantai atas dengan pakaian lengkap, memakai seragam SMA.

William benar-benar menuruti apa yang Fiona katakan kemarin. Dia telah mengurus perpindahan sekolah Fiona ke sekolah barunya.

Fiona melihat sekeliling ruang makan, tak ada sosok William di sana.

“Pagi, Nyonya,” sapa beberapa pembantu dengan kepala menunduk. Fiona hanya diam tanpa menjawab sapaan pembantu tersebut, dan melewatinya begitu saja. Hingga mereka berbisik diam-diam di belakang Fiona.

“Kalian, hobby sekali membicarakan orang lain!” Perkataan Fiona membuat para pembantu itu segera meminta maaf padanya.

****

Di sekolah, saat Fiona baru keluar dari mobilnya, beberapa pasang mata terus tertuju pada Fiona yang membawa mobil keluaran terbaru.

Sebelumnya, William telah menyiapkan mobil beserta sopir pribadi untuk Fiona, namun Fiona memilih membawa mobil itu sendirian.

Gadis itu berjalan dengan percaya diri di koridor sekolah. Ada banyak pasang mata yang menatap kecantikannya. Fiona memakai pakaian cukup pas di badannya. Belum lagi rok sekolah yang terlihat sangat pendek dipakai, padahal sebelumnya William telah memerintahkan asistennya untuk membelikan baju yang sedikit kebesaran untuk istrinya itu. Namun, Fiona menyuruh pembantu untuk membelikan yang baru.

Brugh!

Seseorang yang sedang berlari dikejar salah satu temannya tidak sengaja menyenggol pundak Fiona, hingga gadis itu terduduk di lantai.

“Maaf! Tidak sengaja,” ucapnya.

Fiona menatap uluran tangan dari suara yang telah meminta maaf padanya. Namun, Fiona memilih berdiri sendiri dan pergi begitu saja melewatinya.

Setelah insiden tidak sengaja di koridor, Fiona merapikan pakaiannya dan melangkah dengan percaya diri menuju kelas barunya. Saat dia memasuki ruang kelas, semua mata tertuju padanya.

Dengan percaya diri dan penuh keberanian, Fiona berdiri di depan kelas.

“Silakan perkenalkan dirimu pada teman-teman baru,” kata Pak Guru, meminta Fiona untuk memperkenalkan dirinya sebagai murid baru di depan kelas.

“Namaku Fiona Isabella Fawzi, panggil saja Fiona,” ucapnya dengan suara yang terdengar angkuh.

Beberapa siswa merespon sambutannya dengan anggukan, sementara yang lain terlihat penasaran dan berbisik-bisik dengan sinis memperhatikan penampilan Fiona yang memakai perlengkapan sekolah yang bermerek mahal, dari mulai jam tangan, tas, hingga sepatu yang dipakainya bukanlah barang biasa, melainkan barang limited edition.

Fiona, silakan duduk di sebelah Adelia!” Pak Guru menunjuk ke bangku kosong di samping seorang gadis yang terlihat senang dengan kehadiran Fiona.

Saat Fiona duduk di bangku kosong tersebut, beberapa teman barunya mulai mendekat dan memperkenalkan diri satu per satu.

“Namaku Adelia Kristiana Putri, panggil saja Adel,” kata Adelia.

“Sudah tahu!” jawab Fiona, lalu membalas uluran tangan dari salah satu orang yang duduk di bangku depan.

“Aku Maya Sadega, panggil aku May atau Maya juga boleh!” ucap Maya sambil kembali berbicara, “Dan ini Azka, panggil saja Zaskia, haha…”

Azka menoyor kepala Maya yang sedang menertawakannya.

“Aw… Sakit, tahu!” kata Maya sambil mencoba membalas perbuatan Azka.

Fiona hanya menggeleng kecil melihat tingkah laku teman-teman barunya, tiba-tiba ponselnya bergetar sedikit mengejutkannya.

Fiona menautkan dahinya saat melihat pesan dari nomor yang tidak dikenal.

“Jam istirahat, seseorang akan menjemputmu,” pesan tersebut membuat Fiona terkejut. Namun, sebelum ia bisa merespons pesan tersebut, Adel, teman sebangkunya, menyenggol tangannya.

“Jangan main ponsel di jam pelajaran, nanti ponselmu akan diambil guru,” bisik Adel, memberitahu Fiona tentang peraturan sekolah.

****

Saat jam istirahat tiba, beberapa pria berpakaian serba hitam dan mengenakan kacamata hitam yang menutupi mata mereka tiba di sekolah, menimbulkan rasa penasaran di seluruh sekolah terhadap keenam orang yang berjalan di koridor menuju kelas baru Fiona.

Beberapa siswa dari kelas lain diam-diam mengikuti mereka dari belakang sambil berbisik-bisik.

Di dalam kelas, Fiona yang sedang mendengarkan cerita dari Maya bersama Adel, terkejut melihat kedatangan keenam pria yang berbaris rapi di sebelah bangku Fiona.

Maya dan Adel terlihat ketakutan melihat para pria tersebut, terutama karena tubuh mereka terlihat besar dan gagah.

“Selamat siang, Nyonya muda,” ucap salah satu dari keenam pria tersebut pada Fiona.

"What?!" serentak gadis-gadis itu berseru sambil saling melempar tatapan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
hahahaaa diskakmat langsung Fiona sama orang2nya Williams dengan panggilan nyonya muda,gmn fi msh mau sombong m temen2 km
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 4 Meminta Pada Suami Orang

    Fiona masih belum menyadari bahwa keenam pria itu sedang menyapanya karena dia tidak mengenal mereka.“Astaga… Siapa yang kalian sebut 'Nyonya muda'? Aku belum menikah, tidak pantas disebut seperti itu,” tanya Maya.“Aku juga belum,” ucap Adel.Mata keenam pria itu tertuju pada Fiona, yang menatap balik dengan tatapan tajam. Sekarang Fiona menyadari bahwa kedatangan mereka adalah untuk menjemputnya.“Sepertinya kalian keliru, seharusnya memanggilku 'Nona muda', paham?” Fiona ingin memastikan kedua temannya tidak salah paham, sehingga dia segera memperbaiki perkataan keenam anak buah William yang sengaja diperintahkan untuk menjemput Fiona saat jam istirahat. “Maaf, Nona muda. Tuan-” belum selesai salah satu dari mereka berbicara, Fiona segera menghentikan perkataannya.“Stop! Kalian tak perlu mengucapkan apapun lagi, pergilah! Aku akan menyusul kalian nanti,” Fiona menyuruh mereka untuk pergi.“Aku harus pergi, kita akan melanjutkan cerita nanti!” tanpa menunggu jawaban dari Maya dan

    Last Updated : 2024-06-22
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 5 Geng Trio FAM Alliance

    Sintia yang dipanggil Adel dengan sebutan Sitong segera menggelengkan kepalanya. Dia ingin mengelak membela dirinya tetapi tatapan Maya membuat Sintia kembali menundukkan kepalanya.Maya adalah orang yang sengaja menggunakan kakinya saat Sintia akan melewati bangku Fiona agar Sintia menumpahkan minuman tersebut ke baju Fiona."Adel, apa aku tadi tidak salah dengar, kamu menyebut namanya Sitong? Astaga, nama macam apa itu! Haha..." ejek Fiona sambil tertawa.Maya ikut tertawa puas mendengar perkataan Fiona, tanpa rasa bersalah sedikitpun."Kamu tidak salah dengar, Fiona," jawab Adel.Mereka bertiga menertawakannya, di saat Sintia memilih untuk pergi dari hadapan ketiga orang itu, Fiona memegangi tangannya."Mau kemana kamu, Sitong? Enak aja, mau pergi tanpa bertanggung jawab! Lihat ini, baju seragamku kotor dan baju ini dibuat khusus dari Italia," Fiona berbicara dengan nada suara yang terdengar bangga dan angkuh."Maaf! Aku akan membersihkan seragammu, apa kamu membawa baju seragam la

    Last Updated : 2024-06-22
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 6 Menggoda

    Fiona berdiri tepat di hadapan William yang melihatnya dengan tatapan datar. Fiona menundukkan setengah badannya agar sejajar dengan William yang duduk di kursi roda, sambil memainkan dasi merah yang dipakainya."Apakah kamu marah padaku?" tanyanya dengan suara lembut.Hening, tak ada jawaban yang keluar dari mulut William. Dia hanya diam memperhatikan gerak gerik Fiona.Dengan sentuhan lembut, Fiona meraba jas hitam William lalu merubah tangannya menjadi menunjuk tepat di arah detak jantung William.“William, apa kamu masih ingat perkataanku kemarin? Jika lupa, aku akan ingatkan sekali lagi, bahwa kau tidak punya hak untuk melarang apapun yang aku lakukan karena aku tidak suka dilarang, termasuk oleh suamiku sendiri. Apalagi pernikahan kita-" Fiona belum menyelesaikan ucapannya, William telah memotong pembicaraannya."Kau tidak perlu membahasnya lagi! Aku sama sekali tidak tertarik dengan urusanmu," potong William dengan suara dingin, matanya menatap kosong ke arah lain.Fiona terdia

    Last Updated : 2024-08-13
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 7 Balapan Liar

    "Satu ... dua ... tiga!" Teriakan itu menggema di malam yang tenang, disambut dengan deru mesin yang meraung keras. Mobil-mobil melaju dengan cepat, meninggalkan jejak debu dan asap di jalanan aspal yang gelap. Seorang pria tampan berada di depan kemudi, memacu mobilnya dengan penuh percaya diri, matanya fokus pada jalan di depan. Cahaya lampu jalanan dan sorot lampu mobil-mobil lainnya memantulkan bayangan wajahnya yang tegang namun penuh determinasi. Di pinggir lintasan, Fiona baru saja tiba di lokasi. Dia memandang pemandangan di depannya dengan tenang, matanya menyapu kerumunan orang yang bersorak-sorai menyemangati para pembalap. Di sampingnya, Maya dan Adel berdiri dengan antusias, mengikuti setiap gerakan mobil-mobil yang berpacu di lintasan. "Wow, lihat dia! Mobilnya benar-benar melaju kencang," seru Maya, matanya berbinar penuh semangat. "Siapa orang yang di dalamnya itu? Dia begitu lihai," tanya Adel dengan nada penasaran, sambil menunjuk ke arah mobil yang mem

    Last Updated : 2024-08-14
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 8 Memeluk Tubuhnya

    William hanya bisa melihat istrinya yang sedang berjongkok seperti anak kecil yang kehilangan induknya melalui CCTV yang terpasang di dalam lift dan terhubung dengan ponselnya. Sebelumnya, saat William baru selesai mengerjakan beberapa dokumen pekerjaannya. Dia mendapati banyak panggilan yang tak terjawab dari nomor dengan nama F, hanya satu huruf singkat dan itu adalah nomor ponsel Fiona. William mengabaikan teleponnya, baru saja dia menyimpan ponselnya kembali ke atas meja, seorang pembantu memberitahu bahwa Fiona terjebak di dalam lift. Sampai beberapa saat pintu lift berhasil dibuka, tetapi Fiona masih berjongkok dengan pikirannya. William mencoba mendekati Fiona dengan kursi rodanya. “Apa kau akan terus berjongkok disini?” ucap William, tetapi tidak ada respon darinya. “Ehmmm...” William berdehem cukup keras, Fiona masih saja tak bergeming. Dengan ragu-ragu, William menarik beberapa helai rambut Fiona cukup kencang lalu berpura-pura seolah-olah dia tidak melakukannya.

    Last Updated : 2024-08-14
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 9 Ciuman Pertamaku

    Setelah kejadian tadi pagi, seseorang datang ke dalam kelas Fiona dan memberitahunya untuk ke ruang guru.Dengan perasaan kesal, Fiona menuju ruang guru sesuai dengan panggilan yang diterimanya.Di ruang guru, seorang guru BK yang bernama Pak Herman sudah menunggu kedatangan Fiona."Fiona, kamu tahu mengapa kamu dipanggil ke sini?" tanya Pak Herman dengan nada tegas.Fiona mengangguk perlahan. "Iya, Pak."Pak Herman menatapnya tajam. "Jika kamu tahu, kenapa harus ada percekcokan, bahkan sampai bertengkar dan membuat tangan Juwita terluka?"Fiona terkejut mendengar apa yang baru saja dikatakan Pak Herman. “Tapi, Pak, itu bukan kesalahan saya.”“Kamu ini, masih saja membantah. Jangan mentang-mentang keluargamu orang berada sehingga bisa membantah aturan sekolah. Apalagi dengan membawa begitu banyak alat make-up seperti ini. Kamu datang ke sekolah untuk belajar atau pamer kecantikanmu? Membawa alat-alat make-up seperti itu,

    Last Updated : 2024-08-16
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 10 Sudah Tidak Perawan lagi

    Namun, pikiran Fiona seketika buyar setelah mendengar perkataan William.“Make-up yang dipakai olehmu sangat berantakan, terlihat jelek. Aku akan bantu menghapusnya,” ujar William sambil menggunakan tangan satunya lagi untuk menghapus lipstik di bibir Fiona hingga berantakan di sekitar bibirnya.“William, kenapa kamu menghapusnya?” seru Fiona, berusaha melepaskan tangannya yang digenggam erat oleh William.William tidak menghiraukan perkataan Fiona. “Dan, merah-merah di pipimu sangat buruk, seperti orang yang habis terkena pukulan. Aku akan menghapusnya lagi,” katanya sambil kembali menghapus blush on yang sengaja dipakai Fiona.“Ahh… William, jangan! Hentikan,” teriak Fiona mencoba menghentikan tangan William yang terus menghapus make-up-nya.“Selesai,” gumam William sambil melepaskan tangannya lalu menjauh dari hadapan Fiona yang setengah tubuhnya masih berada di atas meja.Fiona merengut kesal, wajahnya terlihat memerah. Matan

    Last Updated : 2024-08-17
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 11 Merangkul Pundaknya

    William segera menekan tombol di samping ranjang yang akan terhubung ke lantai bawah untuk memanggil pembantunya. Tak butuh waktu lama, seorang pembantu wanita datang dan berdiri di depan William yang baru membuka pintu. Dia sedang menunggu perintah dari tuannya setelah beberapa saat yang lalu dipanggil, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut William. Dengan wajah agak canggung, William berkata, "Bawakan roti bersayap untuknya." Pembantu itu mengernyit bingung, mencoba memikirkan permintaan tuannya yang tidak biasa itu. "Tuan, kita tidak memiliki roti bersayap. Tapi aku bisa membuatkan roti bersayap dengan potongan sayap ayam," jawabnya dengan ekspresi bingung namun berusaha membantu. William mendesah pelan, merasa kebingungan sendiri. Dia memutar otaknya, mencoba mencari cara untuk menjelaskan tanpa langsung menyebutkan kata-kata yang terasa memalukan baginya.

    Last Updated : 2024-08-19

Latest chapter

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 50 Duduk Di Atas Ranjang

    Setelah beberapa saat berdansa dengan Alvaro, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Fiona melepaskan tangannya dari genggaman Alvaro dan berjalan menjauh. Alvaro tampak bingung dan mencoba memanggilnya, tetapi Fiona tidak peduli. Ia terus melangkah meninggalkan keramaian dan menuju pintu keluar.Begitu sampai di rumah, Fiona langsung masuk ke kamarnya, membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan baju tidur yang nyaman, Fiona merebahkan tubuhnya di atas ranjang.Namun, belum sempat ia memejamkan mata, suara pintu yang terbuka menarik perhatiannya. Fiona menoleh dan mendapati William masuk ke dalam kamar. Pria itu tampak lelah, tetapi ekspresinya tetap datar seperti biasa.“Kau baru pulang?” tanya Fiona sambil duduk di atas ranjang.William hanya mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Keesokan paginya, Fiona bangun dengan tubuh yang masih terasa lelah. Ia mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan, lalu berjalan keluar kamar untuk mengambil air minum. Air di kamarnya tela

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 49 Apakah Kita Berjodoh

    Keesokan harinya, Alvaro kembali mencoba mendekati Fiona. Ia menunggunya di parkiran, berharap bisa berbicara dengannya. Namun, Fiona memilih tempat parkiran yang sedikit jauh dari Alvaro dan dengan tergesa-gesa dia berlari menjauh, tidak ingin berbicara dengan Alvaro. Alvaro sama sekali belum menyerah, meski kemarin dia sudah dibuat kecewa oleh gadis itu.“Aku tidak akan menyerah, sampai berhasil mendapatkannya,” gumam Alvaro pada dirinya sendiri.Saat jam pelajaran terakhir, Fiona sedang berjalan sendirian menuju ruang peralatan olahraga, Alvaro berhasil mengejarnya.“Fiona, tolong dengarkan aku,” ucap Alvaro, berdiri di hadapannya.Fiona berhenti, menatapnya dengan ekspresi. “Aku sudah bilang, aku tidak ingin bicara denganmu,” lanjut berkata. “Sekarang minggir.”“Aku tidak akan pergi sampai kau memaafkanku,” kata Alvaro. “Aku tahu aku salah, dan aku menyesal. Tapi aku tidak bisa membiarkan semuanya berakhir seperti ini.”Fiona terdiam sejenak. “Aku butuh waktu, Alvaro,” kata Fiona

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 48 Hukuman Untukmu

    William menekan sebuah tombol interkom yang terhubung dengan bawahan kantornya. “Ambilkan satu set pakaian kantor untuk istriku,” perintah William dengan nada tenang.Perkataan itu membuat Fiona sedikit tersenyum geli. Namun, ia segera kembali berkata, “William, kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa menyuruhku datang ke sini?”“Kemari,” ucap William, menyuruh Fiona mendekat, mengabaikan perkataan Fiona. Tanpa ragu, Fiona berjalan mendekatinya. Namun, begitu sampai di hadapan William, ia mengaduh kesakitan.“William! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau mencubit perutku?” serunya sambil memegang bagian perutnya yang sebagian terbuka.“Itu hukuman untukmu,” jawab William santai.“Hukuman? Untuk apa?” Fiona menatapnya bingung. “Aku sudah terbiasa memakai pakaian seperti ini. Lagipula, apa salahnya?”“Mulai sekarang, kau tidak boleh berpakaian yang memperlihatkan perutmu,” ucap William dengan nada tegas.Fiona mengernyit. “Astaga, sejak kapan kau menjadi posesif seperti ini?”William terdi

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 47 Memaksanya

    Alvaro sempat terkejut dengan tindakan Fiona yang tiba-tiba. “Fiona, ada apa?” tanya Alvaro, bingung.Fiona melepaskan tangannya. Ia menatap mata Alvaro dengan sedikit mendongak. “Aku ingin mengakhiri hubungan pura-pura kita,” ucapnya pelan. Lagi pula rumor tentangnya sudah tenggelam, jadi tidak ada salahnya jika ia mengakhiri hubungannya secara tiba-tiba.Alvaro tampak terkejut. “Kenapa mendadak? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?”Fiona menggeleng. “Kau tidak melakukan kesalahan apa pun, Alvaro. Aku hanya merasa hubungan ini sudah cukup. Aku tidak bisa terus berpura-pura seperti ini. Terima kasih untuk segalanya, tapi aku ingin kita berhenti di sini saja.” Fiona berbalik hendak pergi, tetapi suara Alvaro menghentikan langkahnya. “Aku tidak mau mengakhiri hubungan ini, Fiona.”Fiona menoleh, bingung. “Apa maksudmu?”Alvaro menarik napas dalam-dalam. “Aku tidak ingin hubungan ini berakhir sebagai pura-pura. Aku ingin hubungan kita menjadi serius. Aku benar-benar menyukaimu, Fiona.

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 46 Kau Tetap Istriku

    Mata Fiona membulat. Di saat ia ingin menarik wajahnya kembali, William menahan tengkuknya dengan lembut, lalu membalas ciuman itu. Detak jantung keduanya kini benar-benar tak beraturan.Setelah beberapa saat, Fiona langsung menarik diri seketika. Wajahnya kini bagai tomat matang.“Kau menyebalkan, William!” serunya sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan. William tertawa, suara tawanya yang jarang terdengar. “Aku hanya memastikan kau menaati aturan.”Fiona mendengus kesal, tetapi hatinya tidak bisa berbohong. Ada sesuatu dalam dirinya yang tak bisa dijelaskan semenjak kepulangan William membuat perasaannya bergejolak. Sikap dinginnya masih sama, tetapi di balik itu, Fiona merasa ada kelembutan yang jarang ia lihat.Dengan wajah merah dan napas yang masih belum stabil, Fiona menatap papan permainan itu dengan tatapan tajam. “William, aku tidak ingin bermain ini lagi. Aku akan tidur,” ucap Fiona, mencoba mencari alasan.William mengangguk setuju. “Ya, sebaiknya kau tidur.”Fiona

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 45 Tidak Sengaja Mencium Bibirnya

    Setelah puas memakan buah anggur dari pohonnya, Fiona kembali ke kamarnya.William kembali tenggelam dalam pekerjaannya, sibuk dengan berkas-berkas yang tertata di atas meja. Sementara itu, Fiona duduk di atas ranjang, sesekali melirik ke arah William. Begitu pula William, meski hanya sekilas. Tak ada percakapan di antara mereka.Fiona mulai merasa jenuh. Seharian berada di dalam kamar membuatnya resah. Tiba-tiba, suara notifikasi pesan dari ponsel yang ada di atas nakas menarik perhatiannya. Fiona segera mengambil ponselnya dan membuka pesan tersebut.William, yang sedang fokus pada pekerjaannya, sempat melirik ke arah Fiona sebelum kembali menatap berkas di depannya.Fiona membuka layar ponsel dan menemukan pesan dari Alvaro yang mengajaknya bertemu nanti malam. Namun, bukannya membalas pesan itu, Fiona memilih mengabaikannya. Ia justru membuka kontak Max dan mengirim pesan singkat: "Belikan aku mainan ular tangga. Aku butuh sekarang juga."Beberapa jam kemudian, suara ketukan terde

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 44 Duduk Diatas Pangkuannya

    Saat pagi hari, Fiona terbangun dengan perasaan aneh. Tangan kanannya secara refleks meraba kasur di sebelahnya, yang terasa dingin dan kosong. Mata Fiona perlahan terbuka, mencari sosok William yang semalam menemaninya. Namun, kamar itu tampak sepi. Fiona segera bangun dari tidurnya. Ia menggigit bibirnya pelan, mencoba memahami apa yang terjadi.“Apa tadi malam aku hanya mimpi?” gumamnya pelan.Namun, pintu kamar tiba-tiba terbuka. William masuk dengan kursi roda, membawa mangkuk berisi bubur di tangannya. Matanya menatap Fiona sekilas, sebelum menghentikan kursi rodanya di samping ranjang.Wajah Fiona langsung memerah. Ternyata semalam bukanlah mimpi. William benar-benar ada di hadapannya.“Kau sudah bangun,” ujar William singkat. Ia meletakkan mangkuk bubur di meja dekat ranjang, lalu menatap Fiona dengan ekspresi datar—seolah di antara mereka tidak terjadi apapun tadi malam.Fiona mengerutkan dahi, lalu menggeleng pelan. “Aku tidak ingin makan ... kecuali kau menyuapiku,” katanya

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 43 Sebuah Ciuman Lembut

    Fiona masih duduk di kursinya, terengah-engah. Rasa nyeri di kepalanya membuatnya pusing, tetapi ia tetap sadar. Melalui kaca depan yang pecah sebagian, ia melihat asap mengepul dari kap mesin mobilnya. Tangan Fiona meraba ponselnya di kursi penumpang, lalu mengarahkan kamera ke bagian depan mobil yang ringsek.Dengan jari yang gemetar, dia memotret mobilnya dan tersenyum miris. Fiona membuka pesan di ponselnya dan menemukan kontak William. Meski tahu nomor itu sudah lama tidak aktif, namun tetap mengirimkan foto tersebut. Setelah mengirim pesan itu, Fiona merasa tubuhnya semakin lemah. Pandangannya semakin buram, dan rasa sakit di kepalanya semakin tak tertahankan. Akhirnya, dirinya tenggelam dalam kegelapan.Di rumah sakit, Fiona terbaring lemah dengan perban melilit kepalanya. Wajahnya pucat, tetapi napasnya stabil. Max, yang duduk di kursi tunggu di luar kamar, menatap lantai dengan ekspresi cemas.Satu jam yang lalu, ia menerima telepon dari anak buahnya tentang kecelakaan Fio

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 42 Rasa Rindu

    Sudah beberapa minggu berlalu, dan bayangan William terus menghantui pikiran Fiona. Dia merasa frustrasi karena tidak tahu keberadaan pria itu. Fiona telah mencoba menghubungi Max, bahkan datang langsung ke kantor William. Namun, setiap kali dia melangkah masuk ke ruangan kantornya, ruangan itu selalu tampak rapi, tidak ada siapa pun di sana. Hari ini, rasa penasaran Fiona sudah mencapai puncaknya. Dia ingin tahu di mana William berada. Dia memutuskan untuk menemui Max lagi, berharap kali ini akan mendapatkan jawaban.Ketika dia tiba di kantor William, Fiona langsung memasuki ruang kerjanya. Max tiba-tiba muncul di belakangnya, memandang Fiona dengan ekspresi bingung. "Nona Fiona, ada perlu apa Anda mencari saya?" tanyanya sopan.Fiona yang sedang duduk di sofa berwarna abu-abu segera berdiri. Tanpa basa-basi dia berkata, "Di mana William? Aku sudah lama tidak melihatnya. Bahkan dia juga tidak meminta maaf padaku. Apa dia sengaja menghindariku karena tidak ingin meminta maaf?" Suara

DMCA.com Protection Status