Beranda / Romansa / BENIH PRESDIR LUMPUH / Bab 3 I’m Sorry Baby

Share

Bab 3 I’m Sorry Baby

Penulis: Simbaradiffa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-22 16:36:55

"Hah! Tidak, aku tidak mau memandikanmu. Kamu bukan bayi, untuk apa aku memandikanmu? Kamu juga bukan mayat!" seru Fiona sambil langsung membekap mulutnya, memandang ke arah William yang memperlihatkan wajah tidak senang.

"Ups!"

'Astaga, Fiona, kenapa kamu menyebutnya mayat? Lihatlah tatapannya seperti ingin menerkammu,' pikir Fiona dalam hatinya.

"Kamu bicara apa tadi? Kemari!" ujar William sambil menggerakkan tangannya, menyuruh Fiona mendekat.

"Euh… tidak ada, aku tidak bicara apapun! Jika kamu ingin mandi, aku akan memanggil salah satu pembantumu," Fiona hendak berjalan untuk memanggil pembantunya, tetapi William menghentikan langkah kakinya.

"Cepat kemari!" Suara William mulai terdengar marah.

"I'm sorry, baby! Perutku tidak dapat dikondisikan untuk saat ini, aku lapar dan harus segera pergi untuk makan," ucap Fiona berbohong, demi menghindari William, karena bagaimana mungkin dia memandikan pria itu.

Fiona dibuat gelisah, dia sama sekali tidak menginginkan semua itu terjadi, akan sangat menggelikan jika dia melakukannya.

Fiona memilih untuk pergi dari kamar William, namun suara yang begitu keras membuatnya terperanjat kaget.

"Fiona!" Panggil William dengan begitu keras, saat melihat Fiona hendak pergi keluar.

Fiona tidak menyangka, William akan secepat itu mengetahui namanya.

Fiona yang sudah membelakangi William, meremas tangannya dengan begitu erat sambil menghela nafasnya, lalu membalikkan badan dengan senyum yang terpaksa di bibirnya sampai terlihat gigi putihnya itu.

"Ya, ada apa? Rupanya kamu sudah tahu namaku," ucap Fiona mencoba berjalan satu langkah maju ke depan William.

“Cepat kemari, atau dalam hitungan menit perusahaan ayahmu akan mengalami kerugian!” ancam William. Fiona merengutkan wajah cemberut dengan ancaman William.

“Oh, baby, kenapa kamu sangat kejam sekali dengan ayah mertua sendiri! Kamu tidak perlu melakukannya, aku akan segera menghampirimu.” Fiona kembali menambah beberapa langkah untuk mendekati William, sampai jarak Fiona hanya tersisa beberapa langkah lagi dengan William yang ada di hadapannya.

William berdecak kesal, dengan gerakan cepat pria itu telah berhasil menarik Fiona ke dalam pangkuannya, walaupun dia menggunakan kursi roda. Tangan William yang panjang, cukup mudah menarik Fiona yang hanya terhalang beberapa langkah darinya.

“Hei… Apa yang kamu lakukan?” Fiona mencoba berontak, apalagi posisi mereka begitu dekat.

“Melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh para pengantin baru,” bisik William membuat tubuh Fiona menegang seketika.

“Tidak-tidak! Aku-, aku belum siap melakukannya sekarang! Bagaimana jika lain kali saja,” Fiona mendadak gelagapan karena perkataan William.

“Bukannya sejak tadi kamu menggodaku? Aku pikir kamu memang telah menginginkannya, jadi aku akan melakukannya padamu sebelum aku mandi. Sedikit olahraga sebelum mandi akan lebih baik untuk menambah kesehatan kakiku,” perkataan William membuat mata Fiona membulat.

Fiona berpikir sangat keras untuk mencoba menolak permintaan William secara halus. Dia tetap bersikap tenang, tanpa memperlihatkan bahwa dirinya sedang ketakutan.

‘Pria itu lumpuh, Fiona, jadi tenanglah, dia tidak akan mungkin melakukannya padamu,’ Fiona berbicara pada dirinya sendiri.

“Aku menggodamu bukan berarti aku menginginkannya. Lagi pula, saat ini aku sedang datang bulan, memangnya aku tidak boleh menggoda suamiku sendiri? Kalau memang tidak boleh, aku akan mencari pria lain. Lagi pula, pernikahan ini bukan keinginanku, aku masih kecil dan tidak seharusnya berbicara seperti itu padaku. Sekarang lepaskan tanganmu.” kata-kata yang diucapkan Fiona sungguh berani. Dia tidak peduli dengan perubahan mimik wajah William.

Fiona segera berdiri dari atas pangkuannya.

William terdiam mendengar perkataan Fiona dan melepaskan tubuhnya begitu saja.

Fiona menoleh ke belakang sebelum beranjak pergi, “Kamu harus ingat baik-baik! Pernikahan ini bukan keinginanku, aku harap kamu mengerti, dan mulai besok aku ingin pergi ke sekolah. Kamu harus mengurus semua keperluanku, dan satu hal lagi, kamu tidak boleh banyak melarangku untuk apapun. Aku tidak suka banyak dilarang oleh siapapun, termasuk kamu, suamiku. Jika kamu tidak suka, maka ceraikan aku saja! Lagipula aku bukan wanita yang kamu inginkan,” ucap Fiona segera pergi.

****

Fiona baru saja turun dari lantai atas dengan pakaian lengkap, memakai seragam SMA.

William benar-benar menuruti apa yang Fiona katakan kemarin. Dia telah mengurus perpindahan sekolah Fiona ke sekolah barunya.

Fiona melihat sekeliling ruang makan, tak ada sosok William di sana.

“Pagi, Nyonya,” sapa beberapa pembantu dengan kepala menunduk. Fiona hanya diam tanpa menjawab sapaan pembantu tersebut, dan melewatinya begitu saja. Hingga mereka berbisik diam-diam di belakang Fiona.

“Kalian, hobby sekali membicarakan orang lain!” Perkataan Fiona membuat para pembantu itu segera meminta maaf padanya.

****

Di sekolah, saat Fiona baru keluar dari mobilnya, beberapa pasang mata terus tertuju pada Fiona yang membawa mobil keluaran terbaru.

Sebelumnya, William telah menyiapkan mobil beserta sopir pribadi untuk Fiona, namun Fiona memilih membawa mobil itu sendirian.

Gadis itu berjalan dengan percaya diri di koridor sekolah. Ada banyak pasang mata yang menatap kecantikannya. Fiona memakai pakaian cukup pas di badannya. Belum lagi rok sekolah yang terlihat sangat pendek dipakai, padahal sebelumnya William telah memerintahkan asistennya untuk membelikan baju yang sedikit kebesaran untuk istrinya itu. Namun, Fiona menyuruh pembantu untuk membelikan yang baru.

Brugh!

Seseorang yang sedang berlari dikejar salah satu temannya tidak sengaja menyenggol pundak Fiona, hingga gadis itu terduduk di lantai.

“Maaf! Tidak sengaja,” ucapnya.

Fiona menatap uluran tangan dari suara yang telah meminta maaf padanya. Namun, Fiona memilih berdiri sendiri dan pergi begitu saja melewatinya.

Setelah insiden tidak sengaja di koridor, Fiona merapikan pakaiannya dan melangkah dengan percaya diri menuju kelas barunya. Saat dia memasuki ruang kelas, semua mata tertuju padanya.

Dengan percaya diri dan penuh keberanian, Fiona berdiri di depan kelas.

“Silakan perkenalkan dirimu pada teman-teman baru,” kata Pak Guru, meminta Fiona untuk memperkenalkan dirinya sebagai murid baru di depan kelas.

“Namaku Fiona Isabella Fawzi, panggil saja Fiona,” ucapnya dengan suara yang terdengar angkuh.

Beberapa siswa merespon sambutannya dengan anggukan, sementara yang lain terlihat penasaran dan berbisik-bisik dengan sinis memperhatikan penampilan Fiona yang memakai perlengkapan sekolah yang bermerek mahal, dari mulai jam tangan, tas, hingga sepatu yang dipakainya bukanlah barang biasa, melainkan barang limited edition.

Fiona, silakan duduk di sebelah Adelia!” Pak Guru menunjuk ke bangku kosong di samping seorang gadis yang terlihat senang dengan kehadiran Fiona.

Saat Fiona duduk di bangku kosong tersebut, beberapa teman barunya mulai mendekat dan memperkenalkan diri satu per satu.

“Namaku Adelia Kristiana Putri, panggil saja Adel,” kata Adelia.

“Sudah tahu!” jawab Fiona, lalu membalas uluran tangan dari salah satu orang yang duduk di bangku depan.

“Aku Maya Sadega, panggil aku May atau Maya juga boleh!” ucap Maya sambil kembali berbicara, “Dan ini Azka, panggil saja Zaskia, haha…”

Azka menoyor kepala Maya yang sedang menertawakannya.

“Aw… Sakit, tahu!” kata Maya sambil mencoba membalas perbuatan Azka.

Fiona hanya menggeleng kecil melihat tingkah laku teman-teman barunya, tiba-tiba ponselnya bergetar sedikit mengejutkannya.

Fiona menautkan dahinya saat melihat pesan dari nomor yang tidak dikenal.

“Jam istirahat, seseorang akan menjemputmu,” pesan tersebut membuat Fiona terkejut. Namun, sebelum ia bisa merespons pesan tersebut, Adel, teman sebangkunya, menyenggol tangannya.

“Jangan main ponsel di jam pelajaran, nanti ponselmu akan diambil guru,” bisik Adel, memberitahu Fiona tentang peraturan sekolah.

****

Saat jam istirahat tiba, beberapa pria berpakaian serba hitam dan mengenakan kacamata hitam yang menutupi mata mereka tiba di sekolah, menimbulkan rasa penasaran di seluruh sekolah terhadap keenam orang yang berjalan di koridor menuju kelas baru Fiona.

Beberapa siswa dari kelas lain diam-diam mengikuti mereka dari belakang sambil berbisik-bisik.

Di dalam kelas, Fiona yang sedang mendengarkan cerita dari Maya bersama Adel, terkejut melihat kedatangan keenam pria yang berbaris rapi di sebelah bangku Fiona.

Maya dan Adel terlihat ketakutan melihat para pria tersebut, terutama karena tubuh mereka terlihat besar dan gagah.

“Selamat siang, Nyonya muda,” ucap salah satu dari keenam pria tersebut pada Fiona.

"What?!" serentak gadis-gadis itu berseru sambil saling melempar tatapan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
hahahaaa diskakmat langsung Fiona sama orang2nya Williams dengan panggilan nyonya muda,gmn fi msh mau sombong m temen2 km
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 4 Meminta Pada Suami Orang

    Fiona masih belum menyadari bahwa keenam pria itu sedang menyapanya karena dia tidak mengenal mereka.“Astaga… Siapa yang kalian sebut 'Nyonya muda'? Aku belum menikah, tidak pantas disebut seperti itu,” tanya Maya.“Aku juga belum,” ucap Adel.Mata keenam pria itu tertuju pada Fiona, yang menatap balik dengan tatapan tajam. Sekarang Fiona menyadari bahwa kedatangan mereka adalah untuk menjemputnya.“Sepertinya kalian keliru, seharusnya memanggilku 'Nona muda', paham?” Fiona ingin memastikan kedua temannya tidak salah paham, sehingga dia segera memperbaiki perkataan keenam anak buah William yang sengaja diperintahkan untuk menjemput Fiona saat jam istirahat. “Maaf, Nona muda. Tuan-” belum selesai salah satu dari mereka berbicara, Fiona segera menghentikan perkataannya.“Stop! Kalian tak perlu mengucapkan apapun lagi, pergilah! Aku akan menyusul kalian nanti,” Fiona menyuruh mereka untuk pergi.“Aku harus pergi, kita akan melanjutkan cerita nanti!” tanpa menunggu jawaban dari Maya dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-22
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 5 Geng Trio FAM Alliance

    Sintia yang dipanggil Adel dengan sebutan Sitong segera menggelengkan kepalanya. Dia ingin mengelak membela dirinya tetapi tatapan Maya membuat Sintia kembali menundukkan kepalanya.Maya adalah orang yang sengaja menggunakan kakinya saat Sintia akan melewati bangku Fiona agar Sintia menumpahkan minuman tersebut ke baju Fiona."Adel, apa aku tadi tidak salah dengar, kamu menyebut namanya Sitong? Astaga, nama macam apa itu! Haha..." ejek Fiona sambil tertawa.Maya ikut tertawa puas mendengar perkataan Fiona, tanpa rasa bersalah sedikitpun."Kamu tidak salah dengar, Fiona," jawab Adel.Mereka bertiga menertawakannya, di saat Sintia memilih untuk pergi dari hadapan ketiga orang itu, Fiona memegangi tangannya."Mau kemana kamu, Sitong? Enak aja, mau pergi tanpa bertanggung jawab! Lihat ini, baju seragamku kotor dan baju ini dibuat khusus dari Italia," Fiona berbicara dengan nada suara yang terdengar bangga dan angkuh."Maaf! Aku akan membersihkan seragammu, apa kamu membawa baju seragam la

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-22
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 6 Menggoda

    Fiona berdiri tepat di hadapan William yang melihatnya dengan tatapan datar. Fiona menundukkan setengah badannya agar sejajar dengan William yang duduk di kursi roda, sambil memainkan dasi merah yang dipakainya."Apakah kamu marah padaku?" tanyanya dengan suara lembut.Hening, tak ada jawaban yang keluar dari mulut William. Dia hanya diam memperhatikan gerak gerik Fiona.Dengan sentuhan lembut, Fiona meraba jas hitam William lalu merubah tangannya menjadi menunjuk tepat di arah detak jantung William.“William, apa kamu masih ingat perkataanku kemarin? Jika lupa, aku akan ingatkan sekali lagi, bahwa kau tidak punya hak untuk melarang apapun yang aku lakukan karena aku tidak suka dilarang, termasuk oleh suamiku sendiri. Apalagi pernikahan kita-" Fiona belum menyelesaikan ucapannya, William telah memotong pembicaraannya."Kau tidak perlu membahasnya lagi! Aku sama sekali tidak tertarik dengan urusanmu," potong William dengan suara dingin, matanya menatap kosong ke arah lain.Fiona terdia

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-13
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 7 Balapan Liar

    "Satu ... dua ... tiga!" Teriakan itu menggema di malam yang tenang, disambut dengan deru mesin yang meraung keras. Mobil-mobil melaju dengan cepat, meninggalkan jejak debu dan asap di jalanan aspal yang gelap. Seorang pria tampan berada di depan kemudi, memacu mobilnya dengan penuh percaya diri, matanya fokus pada jalan di depan. Cahaya lampu jalanan dan sorot lampu mobil-mobil lainnya memantulkan bayangan wajahnya yang tegang namun penuh determinasi. Di pinggir lintasan, Fiona baru saja tiba di lokasi. Dia memandang pemandangan di depannya dengan tenang, matanya menyapu kerumunan orang yang bersorak-sorai menyemangati para pembalap. Di sampingnya, Maya dan Adel berdiri dengan antusias, mengikuti setiap gerakan mobil-mobil yang berpacu di lintasan. "Wow, lihat dia! Mobilnya benar-benar melaju kencang," seru Maya, matanya berbinar penuh semangat. "Siapa orang yang di dalamnya itu? Dia begitu lihai," tanya Adel dengan nada penasaran, sambil menunjuk ke arah mobil yang mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-14
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 8 Memeluk Tubuhnya

    William hanya bisa melihat istrinya yang sedang berjongkok seperti anak kecil yang kehilangan induknya melalui CCTV yang terpasang di dalam lift dan terhubung dengan ponselnya. Sebelumnya, saat William baru selesai mengerjakan beberapa dokumen pekerjaannya. Dia mendapati banyak panggilan yang tak terjawab dari nomor dengan nama F, hanya satu huruf singkat dan itu adalah nomor ponsel Fiona. William mengabaikan teleponnya, baru saja dia menyimpan ponselnya kembali ke atas meja, seorang pembantu memberitahu bahwa Fiona terjebak di dalam lift. Sampai beberapa saat pintu lift berhasil dibuka, tetapi Fiona masih berjongkok dengan pikirannya. William mencoba mendekati Fiona dengan kursi rodanya. “Apa kau akan terus berjongkok disini?” ucap William, tetapi tidak ada respon darinya. “Ehmmm...” William berdehem cukup keras, Fiona masih saja tak bergeming. Dengan ragu-ragu, William menarik beberapa helai rambut Fiona cukup kencang lalu berpura-pura seolah-olah dia tidak melakukannya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-14
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 9 Ciuman Pertamaku

    Setelah kejadian tadi pagi, seseorang datang ke dalam kelas Fiona dan memberitahunya untuk ke ruang guru.Dengan perasaan kesal, Fiona menuju ruang guru sesuai dengan panggilan yang diterimanya.Di ruang guru, seorang guru BK yang bernama Pak Herman sudah menunggu kedatangan Fiona."Fiona, kamu tahu mengapa kamu dipanggil ke sini?" tanya Pak Herman dengan nada tegas.Fiona mengangguk perlahan. "Iya, Pak."Pak Herman menatapnya tajam. "Jika kamu tahu, kenapa harus ada percekcokan, bahkan sampai bertengkar dan membuat tangan Juwita terluka?"Fiona terkejut mendengar apa yang baru saja dikatakan Pak Herman. “Tapi, Pak, itu bukan kesalahan saya.”“Kamu ini, masih saja membantah. Jangan mentang-mentang keluargamu orang berada sehingga bisa membantah aturan sekolah. Apalagi dengan membawa begitu banyak alat make-up seperti ini. Kamu datang ke sekolah untuk belajar atau pamer kecantikanmu? Membawa alat-alat make-up seperti itu,

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 10 Sudah Tidak Perawan lagi

    Namun, pikiran Fiona seketika buyar setelah mendengar perkataan William.“Make-up yang dipakai olehmu sangat berantakan, terlihat jelek. Aku akan bantu menghapusnya,” ujar William sambil menggunakan tangan satunya lagi untuk menghapus lipstik di bibir Fiona hingga berantakan di sekitar bibirnya.“William, kenapa kamu menghapusnya?” seru Fiona, berusaha melepaskan tangannya yang digenggam erat oleh William.William tidak menghiraukan perkataan Fiona. “Dan, merah-merah di pipimu sangat buruk, seperti orang yang habis terkena pukulan. Aku akan menghapusnya lagi,” katanya sambil kembali menghapus blush on yang sengaja dipakai Fiona.“Ahh… William, jangan! Hentikan,” teriak Fiona mencoba menghentikan tangan William yang terus menghapus make-up-nya.“Selesai,” gumam William sambil melepaskan tangannya lalu menjauh dari hadapan Fiona yang setengah tubuhnya masih berada di atas meja.Fiona merengut kesal, wajahnya terlihat memerah. Matan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-17
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 11 Merangkul Pundaknya

    William segera menekan tombol di samping ranjang yang akan terhubung ke lantai bawah untuk memanggil pembantunya. Tak butuh waktu lama, seorang pembantu wanita datang dan berdiri di depan William yang baru membuka pintu. Dia sedang menunggu perintah dari tuannya setelah beberapa saat yang lalu dipanggil, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut William. Dengan wajah agak canggung, William berkata, "Bawakan roti bersayap untuknya." Pembantu itu mengernyit bingung, mencoba memikirkan permintaan tuannya yang tidak biasa itu. "Tuan, kita tidak memiliki roti bersayap. Tapi aku bisa membuatkan roti bersayap dengan potongan sayap ayam," jawabnya dengan ekspresi bingung namun berusaha membantu. William mendesah pelan, merasa kebingungan sendiri. Dia memutar otaknya, mencoba mencari cara untuk menjelaskan tanpa langsung menyebutkan kata-kata yang terasa memalukan baginya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-19

Bab terbaru

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 82 Membalas Ciuman Itu

    Fiona menutup matanya dan menyentuhkan bibirnya pada bibir William. Seketika William membalas ciuman itu semakin dalam. William merengkuh pinggang Fiona, mendekapnya erat seakan tak ingin melepaskannya lagi. Tangan pria itu meraba punggung Fiona, merasakan kehangatan tubuh istrinya yang begitu ia rindukan."Aku juga mencintaimu, William,” gumam Fiona di sela ciuman mereka. Pengakuan itu membuat William semakin kehilangan kendali. Ia menindihnya dengan penuh hasrat.Fiona yang semula masih menolak, kini tidak bisa menahan diri lagi. Dia membiarkan William menyentuhnya, membiarkan pria itu mengklaimnya kembali. Mereka larut dalam gairah, seakan ingin melupakan segala masalah yang ada di antara mereka. ****Di tempat lain, di sebuah kios es krim, Lauren duduk dengan gelisah. Ia sesekali melirik ke arah jam tangan, lalu melihat Ezra yang duduk di sampingnya dengan ekspresi bosan. Anak itu menggoyangkan kakinya dengan tidak sabar."Nenek, kenapa Ibu belum datang juga? Aku ingin pulang,"

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 81 Melepas Rindu

    Ciuman itu begitu menuntut, seolah William ingin menyalurkan semua emosi yang telah lama ia pendam. Rindu yang bertahun-tahun tertahan, kemarahan karena kepergian Fiona, dan cinta yang tak pernah benar-benar hilang—semuanya meledak dalam satu ciuman yang membius.Fiona mulai kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Jemarinya yang awalnya ingin mendorong William kini justru mencengkeram kemeja pria itu, gemetar di antara genggamannya. Namun, saat pikirannya mulai hanyut dalam perasaan yang bercampur aduk, kesadarannya kembali.Dengan sekuat tenaga, Fiona memukul dada William, memaksa pria itu untuk melepaskan ciumannya."Jangan!" serunya dengan napas memburu.William akhirnya melepaskan Fiona, tetapi tangannya tetap menahan pinggang wanita itu, seakan tidak rela berpisah. Mata mereka bertemu dalam keheningan yang mendebarkan."Dasar mesum," bisik Fiona, matanya berkaca-kaca.William tersenyum miring, jari-jarinya menyentuh bibirnya sendiri, merasakan jejak ciuman mereka. "Benarkah?" t

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 80 Ciuman Yang Kasar

    Setelah lama saling melepas rindu dengan ibunya, Fiona kini berdiri di depan jendela kamar, menatap ke luar dengan pandangan kosong. Kata-kata ibunya masih terngiang di telinganya."Ada banyak orang yang terus mencarimu."Fiona menggigit kuku ibu jarinya, kebiasaan lamanya saat merasa cemas. Dalam hatinya, muncul pertanyaan yang selama ini ia hindari."Apakah William mencariku?"Pikiran itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Bagaimana jika William benar-benar mencarinya? Bagaimana jika dia tahu tentang Ezra? Apakah William akan mencoba mengambil Ezra darinya?Fiona menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran itu. Namun, jauh di dalam hatinya, Fiona tidak bisa menutupi rasa rindunya pada pria itu.Keesok harinya Fiona dan ibunya, Lauren, memutuskan untuk menghabiskan hari dengan berjalan-jalan ke mal. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, Lauren ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan putrinya dan cucunya, Ezra. Sementara itu, di tempat lain, William akhirnya tiba di

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 79 Menggigit Bibirnya

    Limat tahun kemudian di bandara Italia, Fiona turun dari pesawat dengan seorang anak laki-laki berusia sekitar empat tahun di sampingnya. Wajahnya berseri-seri saat dia menggandeng tangan anaknya, Ezra. Meski sudah menjadi seorang ibu, Fiona masih tampak muda dan cantik, seolah waktu tidak mengubahnya sedikit pun. Bahkan, jika dilihat sekilas, orang mungkin akan mengira Ezra adalah adiknya, bukan anaknya.Fiona dan Ezra berjalan dengan langkah ringan menuju area kedatangan. Perjalanan Fiona ke Italia adalah untuk menemui ibunya, Lauren, yang sudah lama tidak ditemuinya. Fiona merasa sedikit gugup, tapi juga bahagia. Dia ingin memperkenalkan Ezra kepada neneknya dan berharap ibunya bisa menerima mereka dengan hangat, setelah bertahun-tahun tanpa kabar.Saat mereka berjalan di trotoar dekat rumah ibunya, Fiona tiba-tiba melihat sosok Lauren yang baru saja pulang dari suatu tempat, ibunya terlihat sudah mulai menua. Dengan cepat, dia berlutut di samping Ezra dan tersenyum lembut. “Sayan

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 78 Hatinya Terasa Sesak

    Alvaro berjalan memasuki kantor William dengan ekspresi serius. Begitu dia sampai di lobi, seorang resepsionis mencoba menahannya, tetapi dia hanya melirik tajam sebelum melanjutkan langkahnya. Hari ini, Alvaro datang bukan untuk urusan bisnis, melainkan untuk sesuatu yang jauh lebih penting. Sesampainya di ruang kantor William yang luas dan mewah, Alvaro duduk di sofa sambil menunggu. Dia menatap sekeliling, memperhatikan desain interior yang elegan dan mahal. Ruangan itu begitu tenang, hanya suara jam dinding yang terdengar samar. Alvaro menghela napas, pikirannya dipenuhi dengan banyak pertanyaan tentang Fiona yang sudah lama tidak dilihatnya di sekolah. Ia baru mengetahuinya jika gadis itu pergi setelah pulang dari rumah sakit. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka. William melangkah masuk dengan setelan jasnya yang rapi, menunjukkan bahwa dia baru saja selesai rapat. Begitu melihat Alvaro, dia mengerutkan kening. "Apa yang membawamu ke sini?" tanyanya, langsung ke intinya sam

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 77 Melupakan Masa Lalu

    William memijat pelipisnya yang berdenyut setelah Azalea pergi dari ruangannya. Ia segera memerintahkan seseorang untuk mengawasi pergerakan Azalea, berharap wanita itu mengetahui keberadaan Fiona.Baru saja ia hendak kembali fokus pada pekerjaannya, ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya."Masuk," ucapnya tanpa mengangkat kepala.Pintu terbuka perlahan, menampilkan seorang wanita yang penampilannya tak jauh berbeda dari Azalea."William, aku dengar istrimu pergi?" Aileen langsung bertanya tanpa basa-basi.William menoleh sekilas dan menatapnya dingin. "Lalu? Apa urusannya denganmu?" ucapnya tajam, membuat Aileen merasa tersinggung."Hm... Aku hanya mengkhawatirkanmu," jawabnya santai. "Aku baru pulang dari luar negeri dan mendengar kabar ini."William tertawa kecil, terdengar meremehkan. "Apa kalian berdua sedang bermain sandiwara? Kau datang ke sini setelah Azalea pergi, seolah ingin membujukku."Aileen mengerutkan kening, tidak mengerti maksud perkataan William. "Apa maksudmu?"

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 76 Merasa Tidak Diinginkan

    Ketika masih dalam perjalanan ponselnya bergetar. Nama Max tertera di layar. Dengan cepat, William mengangkatnya."Tuan, kami menemukan sesuatu. Fiona membeli tiket di bandara."Jantung William berdegup kencang. "Ke mana?""Tujuan ke Italia, Tuan. Sepertinya dia ingin pergi ke rumah ibunya. Tapi…” Max belum selesai memberitahu William, tetapi teleponnya sudah di matikan lebih dulu.Tanpa membuang waktu lagi William menambah kecepatan tinggi menuju bandara. Di perjalanan, pikirannya dipenuhi perasaan bercampur aduk. Mengapa Fiona tiba-tiba pergi? Apa karena dia? William mengingat kembali kata-katanya sendiri. Apakah itu yang membuat Fiona memilih pergi tanpa memberitahunya? Atau ada alasan lain yang belum diketahui?Sesampainya di bandara, William langsung masuk ke dalam gedung terminal dengan langkah tergesa-gesa. Ia menatap sekeliling, berharap menemukan sosok Fiona di antara kerumunan penumpang yang berlalu-lalang.Matanya mencari dengan panik. Sesekali ia mendekati beberapa wanita

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 75 Semua Orang Terkejut

    Fiona duduk di dalam taksi, meninggalkan mobilnya di kantor William, pikirannya begitu berkecamuk. Hatinya terasa sesak, seolah dihimpit oleh sesuatu yang tidak terlihat. Azalea telah kembali bersamanya. Jadi, apakah ini akhirnya aku telah bebas? Tetapi kenapa begitu menyakitkan.Tangan Fiona perlahan menyentuh perutnya yang masih rata. Akan ada kehidupan yang segera tumbuh di dalam rahimnya, tetapi sang ayah bahkan belum tahu. Fiona tiba-tiba teringat kembali kata-kata William. "Sampai kakakmu kembali, kita tidak akan bercerai.” Sekarang kakaknya telah kembali, William mungkin akan menceraikannya. Pernikahan mereka memang hanya sebuah kesepakatan. Tidak ada cinta. Tidak ada janji sehidup semati. William tidak pernah mengucapkan kata ‘cinta’ padanya, bahkan setelah semua yang mereka lalui bersama.Air mata Fiona menggenang. Hidupnya terasa begitu menyedihkan. Masalah datang bertubi-tubi tanpa memberinya kesempatan untuk bernapas.Fiona menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 74 Dia Memaksaku Saat Itu

    Fiona merebahkan tubuhnya di ranjang, membiarkan tubuhnya tenggelam dalam kasur yang terasa begitu nyaman. Rasa lelah masih menyelimuti dirinya, dan pikirannya kacau. Ia belum siap menghadapi kenyataan bahwa dirinya tengah mengandung anak William.Pintu kamar terbuka, suara roda kursi William bergeser mendekatinya. Pria itu baru saja pulang kerja, jasnya masih terpasang rapi di tubuhnya, tetapi ekspresi wajahnya menunjukkan sedikit kelelahan. Begitu melihat Fiona yang terbaring diam dengan mata setengah tertutup, William segera memajukan kursi rodanya, mendekati ranjang.“Fiona?” panggilnya, suaranya terdengar datar, tapi ada sedikit kekhawatiran di dalamnya.Fiona tidak langsung menjawab. Ia hanya menarik napas pelan dan menutup matanya sejenak. Ia tak ingin berbicara. Tak ingin menjelaskan apa pun. “Kau sakit?” tanyanya lagi, kini dengan nada yang lebih serius.Fiona menggeleng tanpa membuka matanya. “Aku baik-baik saja, hanya ingin tidur,” jawabnya dengan suara lirih.William diam

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status