Semua Bab Ternyata Bosku Mantanku: Bab 1 - Bab 10

108 Bab

Bab 1. Saling Menyakiti  

“Aku mau putus.” Kata-kata yang lolos di bibir gadis cantik bernama Bintang, membuat Bara yang duduk di hadapannya sontak terkejut. Tampak aura wajah Bara menunjukkan emosi yang tak bisa tertahan. Sorot menajam yang tercipta di mata Bara, tak membuat Bintang takut sedikit pun. “Aku lagi nggak suka becanda, Bi. Jangan ngomong hal-hal konyol,” jawab Bara menekankan, tak suka diajak bercanda oleh kekasihnya itu. Bintang bangkit berdiri. “Aku nggak bercanda, Bara. Aku udah bosen sama kamu. Aku mau kita putus.” Bintang hendak pergi, tapi Bara menahan lengan Bintang. “Nggak usah main-main bisa nggak sih? Aku lagi capek!” Bintang menepis kasar tangan Bara, berusaha kuat menahan air mata yang nyaris tumpah. “Aku udah bosen sama kamu. Kamu nggak lebih baik dari Mario. Aku capek sama kamu yang selalu naik motor. Sementara Mario punya mobil bagus. Aku capek sama kamu diajak makan di pinggir jalan, sedangkan Mario selalu bawa aku ke restoran mahal. Aku capek sama kamu yang kasih kado boneka,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

Bab 2. Semesta Mengajak Bercanda 

Empat Tahun Berlalu … Bintang mengumpat pelan di kala melihat antrean busway sangat padat. Sialnya dia bangun terlambat, sehingga ketika tiba di halte sudah menyaksikan banyak sekali lautan manusia. Tampak embusan napas kasar lolos di bibir wanita cantik itu. Bintang tak memiliki pilihan lain, dia terpaksa menggunakan taksi. Hari ini adalah hari pertama bintang bekerja. Dia tak ingin sampai terlambat di kantor. Mendapatkan pekerjaan di Jakarta bukan hal yang mudah. Menganggur cukup lama, akhirnya Bintang bisa diterima di sebuah perusahaan ternama. “Bintang Dilara, Anda tahu jam berapa ini?!” seorang wanita cantik bernama Lina, yang merupakan HRD Manager memberikan teguran cukup keras pada Bintang yang baru saja tiba di kantor. Bintang sedikit panik. “I-iya, Bu Lina. Saya Bintang Dilara. M-maaf saya terlambat.” Bintang sudah naik taksi, tapi sialnya jalanan di kota Jakarta tetap macet. Hal tersebut yang membuat Bintang tiba di kantornya terlambat. Letak kantor di Jakarta Selatan,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

Bab 3. Cinta dan Dendam yang Melebur Menjadi Satu   

New York, USA. Salju turun di kota Manhattan cukup lebat. Sosok pria tampan berdiri di bangunan menjulang tinggi sebuah penthouse mewah. Sorot mata dingin, dengan aura wajah tegas begitu terlihat. Pria tampan itu baru saja baru saja selesai memeriksa pekerjaan yang dikirimkan oleh karyawannya. Bara Gunawan Gunaraya, pria tampan berusia 25 tahun itu langsung menonaktifkan ponselnya di kala terus menerus mendapatkan telepon dari ibunya. Jika tak ingin diganggu, maka Bara tak ingin diganggu oleh siapa pun. “Pak Bara,” sapa Andi, asisten pribadi Bara, melangkah masuk ke dalam ruang kerja Bara. Bara menatap dingin Andi yang baru saja datang ke penthouse-nya. “Kamu tahu ini jam berapa? Kenapa kamu mengganggu waktu saya?” Waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Bara tak suka jika diganggu, tapi malah asisten pribadinya mendatanginya. Padahal pria tampan itu sudah mengatakan, jika ingin membahas pekerjaan maka lebih baik ditunda sampai jam kantor. Andi menundukkan kepalanya. “Pak Bar
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

Bab 4. Takdir yang Telah Digoreskan 

“B-Bara?” Napas Bintang seakan tercekat. Debar jantungnya berpacu dengan kencang seolah ingin berhenti berdetak. Dia bahkan sampai melangkah mundur, guna memastikan bahwa semua ini mimpi. Namun, sayangnya dia menyadari bahwa ini adalah nyata, bukan mimpi. “Bintang? Kamu kenal Pak Bara?” tanya Wilona berbisik pada Bintang yang tampak seperti terkejut melihat Bara. Bintang masih belum menjawab pertanyaan Wilona. Gelengan di kepalanya seakan jawaban dari pertanyaan yang lolos di bibir Wilona. Bintang tak sanggup untuk berkata-kata akibat kembali melihat sosok pria yang seharusnya tak dia lihat lagi. Bara yang berdiri di tengah-tengah lobi, tatapannya menatap dingin Bintang yang berjarak tak terlalu jauh darinya. Dia bisa melihat tatapan terkejut Bintang, sedangkan dia tetap tenang di tempatnya. Namun, meski tenang—sorot matanya begitu tajam seakan penuh amarah dendam pada Bintang. “Selamat pagi semua. Saya Andi, asisten pribadi Pak Bara Gunawan Gunaraya. Mulai detik ini Pak Bara aka
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

Bab 5. Mari Lupakan Masa Lalu 

Bintang tak bergerak sedikit pun di kala Bara begitu dekat dengannya. Dia sedikit ingin melangkah mundur, tapi dia merasa bahwa kakinya tak bisa digerakan sama sekali. Seakan berada di ambang maut, Bintang benar-benar tak bisa berkutik. “P-pak, s-saya—” “Bagaimana rasanya memanggil orang yang kamu hina dengan sebutan ‘Bapak?’ Bukankah dulu kamu mengatakan bahwa aku ini hanya pas-pasan?” Bara berkata sangat sarkas, menggali kembali ucapan Bintang masa lalu. Bintang menelan salivanya susah payah. Kepingan memorinya mengingat semua hinaan tajam yang sudah dia ucapkan pada Bara. Tentu dia tak akan mungkin lupa. Bahkan jika sekarang Bara menaruh dendam serta kebencian padanya adalah hal yang wajar. Bintang menarik napas dalam-dalam, membuangnya perlahan. Mati-matian, dia berusaha mengatasi dirinya sendiri. Hari ini adalah hari yang paling tidak diinginkan oleh Bintang. Dari jutaan banyak manusia di muka bumi ini, kenapa Bintang harus kembali dipertemukan dengan Bara? Sungguh, takdir
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

Bab 6. Bima Dirgantara Gunawan

Langkah Bintang pelan, matanya memancarkan kelelahan yang mendalam. Akan tetapi perlahan kerapuhan di wajahnya lenyap melihat bocah laki-laki berusia tiga tahun berlari menghampirinya, dan langsung memberikan pelukan erat di tubuhnya. “Mama! Aku kangen Mama,” ucap bocah laki-laki tampan, seraya terus memeluk erat Bintang. Bintang tersenyum, menundukkan tubuhnya, dan langsung menggendong bocah laki-laki itu. “Bima Sayang, Mama juga kangen Bima.” Bima Dirgantara Gunawan, bocah laki-laki tampan berusia tiga tahun itu sangat cerdas. Paras tampan membuat semua orang sangat menyukainya. Ya, Bima adalah alasan Bintang mati-matian berjuang sekeras mungkin. Yang Bintang lakukan adalah memberikan kehidupan yang layak untuk putranya. Bintang hidup di dunia ini sebatang kara. Dia tak lagi memiliki kedua orang tua. Sejak kecil, Bintang telah kehilangan kedua orang tuanya. Dia dibesarkan oleh adik dari ibunya. Namun, saat Bintang duduk di bangku SMA, dia telah kehilangan tantenya—yang sudah dia
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

Bab 7. Kekejaman Bara Gunawan  

“Ah, sial! Kenapa aku kesiangan?!” Bintang melonjak terkejut, di kala melihat jam dinding—waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Sementara jam kantornya mulai dari jam sembilan pagi. Umpatan pelan lolos di bibirnya, dia mengacak-acak rambutnya akibat kepanikan melanda. Tak bisa lagi berpikir jernih, Bintang berlari masuk ke dalam kamar mandi. Bersiap-siap secara kilat, itu yang ada di dalam pikiran Bintang. Bahkan, dia pun tak bisa berias terlalu lama. Jika sudah lama bekerja mungkin dia tak akan sepanik ini. Yang menjadi masalah utama adalah dirinya masih menjadi karyawan baru. Lima belas menit berlalu, Bintang sudah selesai bersiap. Wanita cantik itu menyambar tas dan ponselnya. Tampak Mbok Inem sedang menyuapi Bima di ruang tamu. “Bu Bintang, tadi saya sudah mencoba membangunkan ibu, tapi ibu tidak bangun. Saya pikir ibu kelelahan. Jadi, saya tidak berani membangunkan ibu lagi,” ucap Mbok Inem kala melihat Bintang terburu-buru. Bintang mendesah panjang, merutuki kebodohannya yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

Bab 8. Lembur Sampai Malam 

Bintang melangkah keluar dari ruang kerja Bara. Raut wajahnya sangat lesu menunjukkan jelas ada beban pikiran yang mengusik ketenangannya. Ancaman dari Bara berputar di kepalanya. Bohong jika Bintang tidak takut, jelas saja dia khawatir akan ancaman Bara. Kondisi sekarang telah berubah total. Bara memiliki kekuasaan yang bisa membuat Bintang terpuruk. Fakta seperti itu, dan Bintang sama sekali tidak bisa mengelak akan kenyataan yang ada. Bara yang dia kenal dulu sangat berbeda jauh dengan Bara yang sekarang dia kenal. Bara sekarang penuh dendam dan menatap Bintang dengan tatapan kebencian mendalam. Jika saja Bintang mendapatkan penawaran bekerja di perusahaan lain, maka pasti Bintang akan bekerja di perusahaan lain. Namun kondisinya mencari pekerjaan sangat sulit. Bintang duduk di kursi kerjanya dengan raut wajah muram. Kesedihan membentang. Sejak dia dibentak oleh Bara, hatinya sangat sakit dan terluka. Ingin sekali dia menangis di depan Bara, tapi dia tak menahan diri karena tak
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

Bab 9. Tidak Ingin Mengulangi Kesalahan yang Sama 

Bintang mendapati Bima sudah tertidur lelap di kala dia sudah pulang dari kantor. Waktu menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Sangat wajar jika putra kesayangannya itu sudah tidur pulas. Dia tak ingin membangunkan, dia memilih untuk melangkah menuju dapur mengambil minum.“Bu, sudah pulang?” Mbok Inem tersenyum menatap Bintang.Bintang menegguk minumannya perlahan, lalu meletakan gelas ke atas meja. “Iya, Mbok. Maaf hari ini aku pulang malam. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku urus.”“Tidak apa-apa, Bu. Saya mengerti pasti banyak pekerjaan yang harus ibu kerjakan,” jawab Mbok Inem sopan.Bintang tersenyum. “Mbok, hari ini Bima nggak rewel, kan?”“Tidak, Bu. Den Bima anak yang pintar dan baik. Tapi, Bu, maaf tadi ada pertanyaan Den Bima pada saya, yang saya bingung untuk menjawab.”“Pertanyaan apa, Mbok?”“Jadi tadi saya menonton televisi, dan ada adegan di mana anak-anak bermain dengan papa mereka. Den Bima bertanya pada saya ke mana papanya. Jujur saya bingung, Bu. Saya hanya m
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

Bab 10. Buka Bajumu! 

“Ibu Bintang, Anda dipanggil Pak Bara.” Andi menghampiri Bintang yang baru saja menyelesaikan pekerjaan. Tampak Bintang menunjukkan sedikit rasa gelisah mendengar perkataan Andi. Bintang mengangguk patuh. “Baik, Pak. Saya akan menemui Pak Bara sekarang.” Andi menunduk, lalu pamit undur diri dari hadapan Bintang. Tepat di kala Andi sudah pergi, Bintang segera melangkah menuju ruang kerja Bara. Entah apa yang akan Bara katakan padanya. Yang pasti Bintang masih khawatir tentang hukuman yang Bara berikan padanya. “Permisi, Pak,” ucap Bintang saat sudah masuk ke dalam ruang kerja Bara. Bara yang duduk di kursi kebesarannya, memberikan tatapan dingin pada Bintang. “Malam ini, aku akan memberikan alamat padamu. Kamu harus datang tepat waktu. Ingat, aku tidak suka orang datang terlambat.” Bintang terdiam sejenak dengan kegelisahan yang membentang. Ya, malam ini adalah di mana Bintang harus menjalani hukumannya. Wanita cantik itu tak tahu hukuman apa yang akan dia terima. Yang pasti Bint
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status