Beranda / Romansa / Ternyata Bosku Mantanku / Bab 5. Mari Lupakan Masa Lalu 

Share

Bab 5. Mari Lupakan Masa Lalu 

Penulis: SecretAK
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-27 11:59:43

Bintang tak bergerak sedikit pun di kala Bara begitu dekat dengannya. Dia sedikit ingin melangkah mundur, tapi dia merasa bahwa kakinya tak bisa digerakan sama sekali.  Seakan berada di ambang maut, Bintang benar-benar tak bisa berkutik.  

“P-pak, s-saya—” 

“Bagaimana rasanya memanggil orang yang kamu hina dengan sebutan ‘Bapak?’ Bukankah dulu kamu mengatakan bahwa aku ini hanya pas-pasan?” Bara berkata sangat sarkas, menggali kembali ucapan Bintang masa lalu. 

Bintang menelan salivanya susah payah. Kepingan memorinya mengingat semua hinaan tajam yang sudah dia ucapkan pada Bara. Tentu dia tak akan mungkin lupa. Bahkan jika sekarang Bara menaruh dendam serta kebencian padanya adalah hal yang wajar. 

Bintang menarik napas dalam-dalam, membuangnya perlahan. Mati-matian, dia berusaha mengatasi dirinya sendiri. Hari ini adalah hari yang paling tidak diinginkan oleh Bintang. Dari jutaan banyak manusia di muka bumi ini, kenapa Bintang harus kembali dipertemukan dengan Bara? Sungguh, takdir telah mempermainkannya. 

“Pak Bara, saya minta maaf jika ada perkataan saya yang menyakiti Anda. Mari lupakan apa yang terjadi di belakang. Sekarang saya hanya sekretaris Anda, dan Anda adalah atasan saya,” jawab Bintang berusaha setenang mungkin. 

Bara menyunggingkan senyuman sinis mendengar ucapan Bintang. “Aku tidak akan pernah melupakan ucapan wanita murahan yang berani menghinaku.”  

Perkataan Bara bagaikan pisau yang menusuk relung hati Bintang. Sebutan ‘Wanita Murahan’, seakan sebutan final yang memang sudah seharusnya. Kata-kata itu menyakitkan, tapi Bintang berusaha keras untuk menerima. 

Bintang mendongak, memberanikan diri menatap Bara. “Pak Bara yang terhormat, apa yang Anda katakan adalah benar. Saya ini adalah wanita murahan. Saya menerima apa pun apa yang Anda katakan. Sekali lagi saya mohon maaf, tapi saya berjanji akan bekerja sebagai sekretaris Anda dengan baik. Saya tidak akan menyangkutpautkan hal pribadi dalam urusan pekerjaan. Permisi, Pak Bara, jika tidak ada lagi yang Anda ucapkan saya akan kembali ke meja kerja saya. Ada beberapa dokumen dari mantan sekretaris lama Pak Galih untuk saya pelajari.” 

Tanpa berkata lagi, Bintang memberanikan diri melangkah pergi meninggalkan Bara. Sementara Bara masih bergeming di tempatnya—dengan tatapan menatap Bintang penuh dendam serta kebencian mendalam. 

Bara tidak akan pernah melupakan bagaimana Bintang menghancurkannya. 

***

Jam pulang kantor tiba. Para karyawan Gunaraya Group mulai meninggalkan kantor. Bintang masih berada di kursi kerjanya sambil mempelajari dokumen yang ada. Otaknya sedari tadi berusaha mencerna bahwa semua ini adalah nyata. Pria yang telah dia sakiti sekarang telah menjadi bosnya sendiri. 

“Bintang, kamu nggak pulang?” tanya Wilona seraya menatap Bintang yang sibuk mempelajari dokumen. 

Bintang menoleh, menatap Wilona yang sudah bergegas ingin pulang. “Tanggung, Wil. Nanti aja aku pulangnya. Masih ada yang harus aku pelajari.” 

Wilona mengangguk singkat. “Pak Bara udah pulang?” 

Bintang terdiam sebentar mendengar pertanyaan Wilona. Kursi kerjanya berada di depan ruangan Bara, dari tadi dia tak melihat Bara keluar. Hanya Andi yang mondar-mandir ke dalam ruangan Bara. Jika seperti itu, maka artinya Bara belum pulang. 

“Bara, eh maksudnya Pak Bara belum pulang,” jawab Bintang buru-buru mengoreksi. Bahaya jika Wilona curiga padanya. 

William mengangguk. “Ya sudah, aku pulan duluan ya, Bintang. Maaf, aku nggak bisa nemenin kamu. Tunanganku di bawah udah jemput aku.” 

Bintang tersenyum lembut. “Jadi, kau sudah memiliki tunangan?” 

“Ya, Bintang. Dalam waktu dekat, aku dan tunanganku akan menikah. Kamu pasti akan aku undang. Wajib datang, ya?” 

“Tentu saja!” 

“Oke, sampai bertemu besok, Bintang.” 

“Sampai bertemu besok, Wilona. Take care.” 

Wilona mengagguk merespon ucapan Bintang. Detik selanjutnya, dia melangkah pergi meninggalkan Bintang. Sementara Bintang masih memilih fokus untuk menyelesaikan pekerjaannya. Wanita cantik itu belum ingin pergi, karena terlalu banyak yang dia pikirkan. 

Semua yang terjadi pada Bintang seakan telah ditakdirkan. Awalnya Bintang seorang penggangguran yang lama tidak mendapatkan pekerjaan. Namun, di kala dia mulai melamar di Gunaraya Group, tiba-tiba saja dia diterima. Padahal Bintang sempat tidak percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki. 

Bintang tentu merasakan bahagia di kala diterima di Gunaraya Group, tapi semua kebahagiaannya seakan lenyap di kala fakta menyakitkan muncul. Bara—mantan kekasihnya—ternyata adalah CEO dari Gunaraya Group. Jika saja Bintang tahu dari awal, maka Bintang tak akan mau bekerja di Gunaraya Group. Ingin sekali Bintang segera mengajukan surat pengunduran diri, tapi dia sadar bahwa sekarang dia telah terjebak.

Bintang membutuhkan uang. Jika dia mengundurkan diri, bagaimana kehidupannya? Terlebih dia bukan hanya membiayai dirinya saja. Goresan nasib ini memang sudah seharusnya Bintang terima. Meski sangat pahit. 

Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Bintang mulai merasakan lelah. Dia memutuskan untuk pulang, tapi sebelum pulang dia merapikan lebih dulu dokumen-dokumen yang ada di atas meja. Detik selanjutnya, Bintang mengambil tasnya—dan hendak meninggalkan mejanya, tetapi langkahnya terhenti di kala melihat Bara keluar dari ruang kerjanya. 

Bintang menundukkan kepala. “Selamat malam, Pak Bara. Saya izin pulang.” 

Bara tak mengindahkan ucapan Bintang. Dia melangkah melewati Bintang begitu saja bagaikan angin lalu. Tampak Bintang terus menatap Bara yang mulai lenyap dari pandangannya. Wanita itu menerima Bara bersikap sangat dingin, dan terkesan tak peduli padanya. Sebab memang sudah seharusnya Bara bersikap demikian padanya. 

Bara menggunakan lift pribadi, sedangkan Bintang menggunakan lift khusus karyawan. Bintang lega karena tidak satu lift dengan Bara. Paling tidak hatinya menjadi tenang dan damai sementara waktu. 

Di area lobi, banyak karyawan yang menunggu dijemput atau ada yang masih bersantai. Bintang melihat Bara masuk ke dalam mobil sport berwarna hitam, sedangkan dia berjalan menuju halter busway yang jaraknya tak jauh. Tampak senyuman di wajah Bintang terlukis melihat mobil sport Bara dilajukan dengan kecepatan penuh. 

Hati Bintang ikut senang, karena Bara memiliki kehidupan yang baik. Dulu saat kuliah, Bara selalu naik motor lama yang sering mogok, dan sekarang Bara menaiki mobil sport mahal. Hanya saja sekarang telah berbeda. Keadaan tidak lagi sama. Bara yang dia kenal dulu, bukan Bara arogan yang sekarang. 

Bintang berjalan menuju halte dengan wajah yang sedikit riang. Dia menikmati antrean panjang di halte busway. Meski sudah pulang malam, tapi kenyataannya halte busway masih dipadati orang pulang kantor. 

Saat Bintang sedang mengantre, tanpa sadar sepasang iris mata cokelat menatap dingin dan tajam Bintang. Ya, Bara dari kejauhan memarkirkan mobil sport-nya dan berjarak tak terlalu jauh dari halte busway. Pria tampan itu memfokuskan pandangannya pada Bintang yang berdiri di antrean yang cukup padat. 

“Ternyata ini kehidupanmu, Bintang. Aku pikir kamu sudah bergemilang harta,” ucap Bara sinis, penuh dendam. 

Bab terkait

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 1. Saling Menyakiti  

    “Aku mau putus.” Kata-kata yang lolos di bibir gadis cantik bernama Bintang, membuat Bara yang duduk di hadapannya sontak terkejut. Tampak aura wajah Bara menunjukkan emosi yang tak bisa tertahan. Sorot menajam yang tercipta di mata Bara, tak membuat Bintang takut sedikit pun. “Aku lagi nggak suka becanda, Bi. Jangan ngomong hal-hal konyol,” jawab Bara menekankan, tak suka diajak bercanda oleh kekasihnya itu. Bintang bangkit berdiri. “Aku nggak bercanda, Bara. Aku udah bosen sama kamu. Aku mau kita putus.” Bintang hendak pergi, tapi Bara menahan lengan Bintang. “Nggak usah main-main bisa nggak sih? Aku lagi capek!” Bintang menepis kasar tangan Bara, berusaha kuat menahan air mata yang nyaris tumpah. “Aku udah bosen sama kamu. Kamu nggak lebih baik dari Mario. Aku capek sama kamu yang selalu naik motor. Sementara Mario punya mobil bagus. Aku capek sama kamu diajak makan di pinggir jalan, sedangkan Mario selalu bawa aku ke restoran mahal. Aku capek sama kamu yang kasih kado boneka,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 2. Semesta Mengajak Bercanda 

    Empat Tahun Berlalu … Bintang mengumpat pelan di kala melihat antrean busway sangat padat. Sialnya dia bangun terlambat, sehingga ketika tiba di halte sudah menyaksikan banyak sekali lautan manusia. Tampak embusan napas kasar lolos di bibir wanita cantik itu. Bintang tak memiliki pilihan lain, dia terpaksa menggunakan taksi. Hari ini adalah hari pertama bintang bekerja. Dia tak ingin sampai terlambat di kantor. Mendapatkan pekerjaan di Jakarta bukan hal yang mudah. Menganggur cukup lama, akhirnya Bintang bisa diterima di sebuah perusahaan ternama. “Bintang Dilara, Anda tahu jam berapa ini?!” seorang wanita cantik bernama Lina, yang merupakan HRD Manager memberikan teguran cukup keras pada Bintang yang baru saja tiba di kantor. Bintang sedikit panik. “I-iya, Bu Lina. Saya Bintang Dilara. M-maaf saya terlambat.” Bintang sudah naik taksi, tapi sialnya jalanan di kota Jakarta tetap macet. Hal tersebut yang membuat Bintang tiba di kantornya terlambat. Letak kantor di Jakarta Selatan,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 3. Cinta dan Dendam yang Melebur Menjadi Satu   

    New York, USA. Salju turun di kota Manhattan cukup lebat. Sosok pria tampan berdiri di bangunan menjulang tinggi sebuah penthouse mewah. Sorot mata dingin, dengan aura wajah tegas begitu terlihat. Pria tampan itu baru saja baru saja selesai memeriksa pekerjaan yang dikirimkan oleh karyawannya. Bara Gunawan Gunaraya, pria tampan berusia 25 tahun itu langsung menonaktifkan ponselnya di kala terus menerus mendapatkan telepon dari ibunya. Jika tak ingin diganggu, maka Bara tak ingin diganggu oleh siapa pun. “Pak Bara,” sapa Andi, asisten pribadi Bara, melangkah masuk ke dalam ruang kerja Bara. Bara menatap dingin Andi yang baru saja datang ke penthouse-nya. “Kamu tahu ini jam berapa? Kenapa kamu mengganggu waktu saya?” Waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Bara tak suka jika diganggu, tapi malah asisten pribadinya mendatanginya. Padahal pria tampan itu sudah mengatakan, jika ingin membahas pekerjaan maka lebih baik ditunda sampai jam kantor. Andi menundukkan kepalanya. “Pak Bar

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 4. Takdir yang Telah Digoreskan 

    “B-Bara?” Napas Bintang seakan tercekat. Debar jantungnya berpacu dengan kencang seolah ingin berhenti berdetak. Dia bahkan sampai melangkah mundur, guna memastikan bahwa semua ini mimpi. Namun, sayangnya dia menyadari bahwa ini adalah nyata, bukan mimpi. “Bintang? Kamu kenal Pak Bara?” tanya Wilona berbisik pada Bintang yang tampak seperti terkejut melihat Bara. Bintang masih belum menjawab pertanyaan Wilona. Gelengan di kepalanya seakan jawaban dari pertanyaan yang lolos di bibir Wilona. Bintang tak sanggup untuk berkata-kata akibat kembali melihat sosok pria yang seharusnya tak dia lihat lagi. Bara yang berdiri di tengah-tengah lobi, tatapannya menatap dingin Bintang yang berjarak tak terlalu jauh darinya. Dia bisa melihat tatapan terkejut Bintang, sedangkan dia tetap tenang di tempatnya. Namun, meski tenang—sorot matanya begitu tajam seakan penuh amarah dendam pada Bintang. “Selamat pagi semua. Saya Andi, asisten pribadi Pak Bara Gunawan Gunaraya. Mulai detik ini Pak Bara aka

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27

Bab terbaru

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 5. Mari Lupakan Masa Lalu 

    Bintang tak bergerak sedikit pun di kala Bara begitu dekat dengannya. Dia sedikit ingin melangkah mundur, tapi dia merasa bahwa kakinya tak bisa digerakan sama sekali. Seakan berada di ambang maut, Bintang benar-benar tak bisa berkutik. “P-pak, s-saya—” “Bagaimana rasanya memanggil orang yang kamu hina dengan sebutan ‘Bapak?’ Bukankah dulu kamu mengatakan bahwa aku ini hanya pas-pasan?” Bara berkata sangat sarkas, menggali kembali ucapan Bintang masa lalu. Bintang menelan salivanya susah payah. Kepingan memorinya mengingat semua hinaan tajam yang sudah dia ucapkan pada Bara. Tentu dia tak akan mungkin lupa. Bahkan jika sekarang Bara menaruh dendam serta kebencian padanya adalah hal yang wajar. Bintang menarik napas dalam-dalam, membuangnya perlahan. Mati-matian, dia berusaha mengatasi dirinya sendiri. Hari ini adalah hari yang paling tidak diinginkan oleh Bintang. Dari jutaan banyak manusia di muka bumi ini, kenapa Bintang harus kembali dipertemukan dengan Bara? Sungguh, takdir

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 4. Takdir yang Telah Digoreskan 

    “B-Bara?” Napas Bintang seakan tercekat. Debar jantungnya berpacu dengan kencang seolah ingin berhenti berdetak. Dia bahkan sampai melangkah mundur, guna memastikan bahwa semua ini mimpi. Namun, sayangnya dia menyadari bahwa ini adalah nyata, bukan mimpi. “Bintang? Kamu kenal Pak Bara?” tanya Wilona berbisik pada Bintang yang tampak seperti terkejut melihat Bara. Bintang masih belum menjawab pertanyaan Wilona. Gelengan di kepalanya seakan jawaban dari pertanyaan yang lolos di bibir Wilona. Bintang tak sanggup untuk berkata-kata akibat kembali melihat sosok pria yang seharusnya tak dia lihat lagi. Bara yang berdiri di tengah-tengah lobi, tatapannya menatap dingin Bintang yang berjarak tak terlalu jauh darinya. Dia bisa melihat tatapan terkejut Bintang, sedangkan dia tetap tenang di tempatnya. Namun, meski tenang—sorot matanya begitu tajam seakan penuh amarah dendam pada Bintang. “Selamat pagi semua. Saya Andi, asisten pribadi Pak Bara Gunawan Gunaraya. Mulai detik ini Pak Bara aka

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 3. Cinta dan Dendam yang Melebur Menjadi Satu   

    New York, USA. Salju turun di kota Manhattan cukup lebat. Sosok pria tampan berdiri di bangunan menjulang tinggi sebuah penthouse mewah. Sorot mata dingin, dengan aura wajah tegas begitu terlihat. Pria tampan itu baru saja baru saja selesai memeriksa pekerjaan yang dikirimkan oleh karyawannya. Bara Gunawan Gunaraya, pria tampan berusia 25 tahun itu langsung menonaktifkan ponselnya di kala terus menerus mendapatkan telepon dari ibunya. Jika tak ingin diganggu, maka Bara tak ingin diganggu oleh siapa pun. “Pak Bara,” sapa Andi, asisten pribadi Bara, melangkah masuk ke dalam ruang kerja Bara. Bara menatap dingin Andi yang baru saja datang ke penthouse-nya. “Kamu tahu ini jam berapa? Kenapa kamu mengganggu waktu saya?” Waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Bara tak suka jika diganggu, tapi malah asisten pribadinya mendatanginya. Padahal pria tampan itu sudah mengatakan, jika ingin membahas pekerjaan maka lebih baik ditunda sampai jam kantor. Andi menundukkan kepalanya. “Pak Bar

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 2. Semesta Mengajak Bercanda 

    Empat Tahun Berlalu … Bintang mengumpat pelan di kala melihat antrean busway sangat padat. Sialnya dia bangun terlambat, sehingga ketika tiba di halte sudah menyaksikan banyak sekali lautan manusia. Tampak embusan napas kasar lolos di bibir wanita cantik itu. Bintang tak memiliki pilihan lain, dia terpaksa menggunakan taksi. Hari ini adalah hari pertama bintang bekerja. Dia tak ingin sampai terlambat di kantor. Mendapatkan pekerjaan di Jakarta bukan hal yang mudah. Menganggur cukup lama, akhirnya Bintang bisa diterima di sebuah perusahaan ternama. “Bintang Dilara, Anda tahu jam berapa ini?!” seorang wanita cantik bernama Lina, yang merupakan HRD Manager memberikan teguran cukup keras pada Bintang yang baru saja tiba di kantor. Bintang sedikit panik. “I-iya, Bu Lina. Saya Bintang Dilara. M-maaf saya terlambat.” Bintang sudah naik taksi, tapi sialnya jalanan di kota Jakarta tetap macet. Hal tersebut yang membuat Bintang tiba di kantornya terlambat. Letak kantor di Jakarta Selatan,

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 1. Saling Menyakiti  

    “Aku mau putus.” Kata-kata yang lolos di bibir gadis cantik bernama Bintang, membuat Bara yang duduk di hadapannya sontak terkejut. Tampak aura wajah Bara menunjukkan emosi yang tak bisa tertahan. Sorot menajam yang tercipta di mata Bara, tak membuat Bintang takut sedikit pun. “Aku lagi nggak suka becanda, Bi. Jangan ngomong hal-hal konyol,” jawab Bara menekankan, tak suka diajak bercanda oleh kekasihnya itu. Bintang bangkit berdiri. “Aku nggak bercanda, Bara. Aku udah bosen sama kamu. Aku mau kita putus.” Bintang hendak pergi, tapi Bara menahan lengan Bintang. “Nggak usah main-main bisa nggak sih? Aku lagi capek!” Bintang menepis kasar tangan Bara, berusaha kuat menahan air mata yang nyaris tumpah. “Aku udah bosen sama kamu. Kamu nggak lebih baik dari Mario. Aku capek sama kamu yang selalu naik motor. Sementara Mario punya mobil bagus. Aku capek sama kamu diajak makan di pinggir jalan, sedangkan Mario selalu bawa aku ke restoran mahal. Aku capek sama kamu yang kasih kado boneka,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status