Home / Romansa / Ternyata Bosku Mantanku / Bab 4. Takdir yang Telah Digoreskan 

Share

Bab 4. Takdir yang Telah Digoreskan 

Author: SecretAK
last update Last Updated: 2024-11-27 11:59:28

“B-Bara?” 

Napas Bintang seakan tercekat. Debar jantungnya berpacu dengan kencang seolah ingin berhenti berdetak. Dia bahkan sampai melangkah mundur, guna memastikan bahwa semua ini mimpi. Namun, sayangnya dia menyadari bahwa ini adalah nyata, bukan mimpi. 

“Bintang? Kamu kenal Pak Bara?” tanya Wilona berbisik pada Bintang yang tampak seperti terkejut melihat Bara. 

Bintang masih belum menjawab pertanyaan Wilona. Gelengan di kepalanya seakan jawaban dari pertanyaan yang lolos di bibir Wilona. Bintang tak sanggup untuk berkata-kata akibat kembali melihat sosok pria yang seharusnya tak dia lihat lagi. 

Bara yang berdiri di tengah-tengah lobi, tatapannya menatap dingin Bintang yang berjarak tak terlalu jauh darinya. Dia bisa melihat tatapan terkejut Bintang, sedangkan dia tetap tenang di tempatnya. Namun, meski tenang—sorot matanya begitu tajam seakan penuh amarah dendam pada Bintang. 

“Selamat pagi semua. Saya Andi, asisten pribadi Pak Bara Gunawan Gunaraya. Mulai detik ini Pak Bara akan menggantikan posisi Pak Gilang. Saya harap kalian bisa bekerja sama dengan baik dengan Pak Bara. Ada beberapa aturan yang berubah, Lina, HRD Manager akan mengumumkan beberapa perubahan.” Andi bersuara pada seluruh karyawan. 

Para karyawan mengangguk sopan menanggapi ucapan Andi. 

Bara tak memedulikan pengumuman yang disampaikan oleh Andi. Yang pria itu fokuskan adalah Bintang—wanita yang sejak tadi begitu terkejut melihat keberadaannya. Bahkan dia melihat Bintang sampai mundur agar menjauh, tapi tetap selama Bintang masih bekerja di Gunaraya Group, maka wanita itu tidak bisa jauh dari lingkaran api yang Bara ciptakan.  

“Pak Bara, apa Anda ingin menyampaikan sesuatu?” bisik Andi pelan di telinga Bara. 

Mendengar pertanyaan Andi, membuat Bara menatap para karyawannya. “Hari ini adalah hari pertama secara resmi saya menggantikan ayah saya, dan saya minta jangan bandingkan sifat saya dengan ayah saya. Jika sampai saya mendengar ada yang membandingkan saya dengan ayah saya, maka saya tidak segan untuk memecat orang tersebut.” 

Perkataan yang disampaikan Bara, membuat semua orang di sana terkejut dan ketakutan. Bisa bergabung di Gunaraya Group bukan sesuatu hal yang mudah, jadi sudah sepantasnya banyak yang takut kehilangan pekerjaan mereka. 

Tanpa berkata lagi, Bara melangkah meninggalkan lobi. Dia bahkan melewati Bintang, seakan tak mengenali wanita itu. Pria tampan itu sangat dingin, dan acuh. Sementara Bintang masih bergeming di tempatnya dengan kebingungan yang bercampur dengan takut serta rasa campur aduk.  

Saat Bara sudah masuk ke lift, para karyawan mulai bubar dan kembali ke pekerjaan mereka masing-masing. Namun, di kala para karyawan sudah bubar, sayangnya Bintang masih bergeming di tempatnya—seakan tak ingin beranjak pergi sama sekali. 

“Bintang, ayo kembali ke meja kerjamu,” ajak Wilona seraya menarik tangan Bintang. 

Bintang sedikit terkejut. “Wilona, a-aku—” Lidahnya kelu, bingung untuk menjelaskan pada Wilona. Tidak mungkin dia menceritakan pada Wilona tentang kegundahan hatinya. 

Kening Wilona mengerut bingung. “Kamu kenapa sih, Bintang?” 

Bintang menjadi gelisah tak menentu, dia tak berani untuk naik ke lantai atas. Sebab, pasti dia akan bertemu dengan Bara. Sungguh, dia sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengan Bara dalam kondisi yang seperti ini. 

“Bintang Dilara, kenapa kamu masih di sini?!” Lina menatap dingin Bintang yang masih ada di area lobi. 

Wilona mengumpat dalam hati. “Duh, Bintang, aku nggak mau kena masalah sama Bu Lina. Aku naik ke atas dulu, ya!” Buru-buru, dia berlari menuju lift menuju departement keuangan di Gunaraya Group. 

Bintang panik dan gelisah di kala Wilona sudah pergi, sekarang dia harus menghadapi Lina, sang HRD manager menghampirinya. Wajah garang Lina sudah menunjukkan jelas kemarahan wanita itu. Ya, harus Bintang akui bahwa dirinya banyak salah di hari pertama bekerja. 

“Bu Lina, saya—” 

“Bintang, kamu cepat naik ke atas! Pak Bara pasti udah nungguin kamu!” seru Lina kesal pada Bintang yang lambat. 

“Bu, tapi—” 

“Bintang, kamu itu ingin dipecat?” 

Bintang panik mendengar kata ‘Pecat’. Menganggur cukup lama tak akan mungkin dia biarkan terjadi lagi. Sudah susah payah mendapatkan pekerjaan, tentunya dia akan menyia-nyiakan pekerjaannya. 

“I-iya, Bu. Saya ke atas.” Bintang langsung berlari menuju lift, meninggalkan Lina. Tampak kegelisahan begitu terlihat jelas di wajah Bintang. Wanita itu menyadari bahwa dirinya berada di ambang berbahaya. 

“Ibu Bintang Dilara?” Andi menyapa Bintang yang baru saja muncul. 

Bintang mengangguk, berusaha menutupi kegugupannya. “I-iya, Pak?” 

“Anda sudah mengenal saya, kan?” tanya Andi memastikan. 

Bintang kembali mengangguk. “Iya, Pak. Anda asisten Pak Bara,” jawabnya pelan. Ini pertama kalinya dia menyebut nama ‘Bara’, dengan tambahan ‘Pak’. Sangat aneh, tapi dia akan tetap berusaha bersikap professional. 

“Pak Bara ada di dalam ruang kerjanya. Beliau ingin bertemu dengan Anda,” balas Andi memberi tahu. 

Bintang terdiam mendengar perintah Andi. Sesaat, dia mengembuskan napas panjang. Dia berusaha mati-matian menutupi perasaan campur aduk yang dia rasakan saat ini. Dia menyadari bahwa dia tak bisa lari sama sekali. Berlari sekencang apa pun, kenyataannya adalah takdir kembali mempertemukannya dengan sosok pria yang harusnya tak dia temui lagi. 

“Baik, saya akan menemui Pak Bara,” jawab Bintang sopan, lalu dia mulai melangkah menuju ke ruangan Bara. Tepat di kala sudah di depan pintu, dia mengetuk pintu dengan pelan—dan ketika mendapatkan perintah untuk masuk—dia segera masuk dengan langkah yang sangat pelan. 

“Selamat pagi, Pak Bara,” sapa Bintang dengan kepala yang masih tertunduk, tak berani menanatap Bara yang duduk di kursi kebesarannya. 

Bara menatap dingin Bintang yang berdiri tak jauh darinya. Dia masih belum mengatakan apa pun. Bahkan sapaan Bintang, hanya bagaikan angin di telinganya. Detik selanjutnya, pria tampan itu bangkit berdiri—dan melangkah mendekat ke arah Bintang—dengan aura wajah penuh keangkuhan dan dendam. 

“Begini caramu bicara dengan atasanmu? Kepala menunduk? Tidak tahu etika!” seru Bara tajam. 

Tangan Bintang gemetar di kala jarak Bara sangat dekat dengannya. Aroma parfume masukulin Bara menyeruak ke indra penciuman Bintang, seakan melumpuhkan seluruh organ saraf di tubuh wanita itu.  

“Angkat wajahmu ketika bicara denganku!” titah Bara tegas, di kala Bintang masih terus menundukkan kepalanya. 

Selama Bintang mengenal sosok Bara, ini pertama kali Bara membentaknya. Nada yang lembut yang biasa Bintang dengar, tak lagi didengar olehnya. Semua telah berubah, dan Bintang harus menyadari itu. Dia dan Bara kembali dipertemukan, tapi semua tak lagi sama. 

“M-maafkan saya, Pak Bara,” ucap Bintang gugup di kala menatap mata Bara. 

Bara belum mengatakan apa pun. Sepasang iris mata cokelatnya menatap dingin, dan tajam Bintang. Tatapannya pada Bintang tak lagi sama. Dia menatap Bintang dengan penuh kebencian, sedangkan Bintang menatap Bara dengan rasa takut yang terselip rasa bersalah. Sayangnya Bara tak menyadari bahwa tatapan mata Bintang tersirat tatapan rasa bersalah. 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 5. Mari Lupakan Masa Lalu 

    Bintang tak bergerak sedikit pun di kala Bara begitu dekat dengannya. Dia sedikit ingin melangkah mundur, tapi dia merasa bahwa kakinya tak bisa digerakan sama sekali. Seakan berada di ambang maut, Bintang benar-benar tak bisa berkutik. “P-pak, s-saya—” “Bagaimana rasanya memanggil orang yang kamu hina dengan sebutan ‘Bapak?’ Bukankah dulu kamu mengatakan bahwa aku ini hanya pas-pasan?” Bara berkata sangat sarkas, menggali kembali ucapan Bintang masa lalu. Bintang menelan salivanya susah payah. Kepingan memorinya mengingat semua hinaan tajam yang sudah dia ucapkan pada Bara. Tentu dia tak akan mungkin lupa. Bahkan jika sekarang Bara menaruh dendam serta kebencian padanya adalah hal yang wajar. Bintang menarik napas dalam-dalam, membuangnya perlahan. Mati-matian, dia berusaha mengatasi dirinya sendiri. Hari ini adalah hari yang paling tidak diinginkan oleh Bintang. Dari jutaan banyak manusia di muka bumi ini, kenapa Bintang harus kembali dipertemukan dengan Bara? Sungguh, takdir

    Last Updated : 2024-11-27
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 6. Bima Dirgantara Gunawan

    Langkah Bintang pelan, matanya memancarkan kelelahan yang mendalam. Akan tetapi perlahan kerapuhan di wajahnya lenyap melihat bocah laki-laki berusia tiga tahun berlari menghampirinya, dan langsung memberikan pelukan erat di tubuhnya. “Mama! Aku kangen Mama,” ucap bocah laki-laki tampan, seraya terus memeluk erat Bintang. Bintang tersenyum, menundukkan tubuhnya, dan langsung menggendong bocah laki-laki itu. “Bima Sayang, Mama juga kangen Bima.” Bima Dirgantara Gunawan, bocah laki-laki tampan berusia tiga tahun itu sangat cerdas. Paras tampan membuat semua orang sangat menyukainya. Ya, Bima adalah alasan Bintang mati-matian berjuang sekeras mungkin. Yang Bintang lakukan adalah memberikan kehidupan yang layak untuk putranya. Bintang hidup di dunia ini sebatang kara. Dia tak lagi memiliki kedua orang tua. Sejak kecil, Bintang telah kehilangan kedua orang tuanya. Dia dibesarkan oleh adik dari ibunya. Namun, saat Bintang duduk di bangku SMA, dia telah kehilangan tantenya—yang sudah dia

    Last Updated : 2025-02-06
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 7. Kekejaman Bara Gunawan  

    “Ah, sial! Kenapa aku kesiangan?!” Bintang melonjak terkejut, di kala melihat jam dinding—waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Sementara jam kantornya mulai dari jam sembilan pagi. Umpatan pelan lolos di bibirnya, dia mengacak-acak rambutnya akibat kepanikan melanda. Tak bisa lagi berpikir jernih, Bintang berlari masuk ke dalam kamar mandi. Bersiap-siap secara kilat, itu yang ada di dalam pikiran Bintang. Bahkan, dia pun tak bisa berias terlalu lama. Jika sudah lama bekerja mungkin dia tak akan sepanik ini. Yang menjadi masalah utama adalah dirinya masih menjadi karyawan baru. Lima belas menit berlalu, Bintang sudah selesai bersiap. Wanita cantik itu menyambar tas dan ponselnya. Tampak Mbok Inem sedang menyuapi Bima di ruang tamu. “Bu Bintang, tadi saya sudah mencoba membangunkan ibu, tapi ibu tidak bangun. Saya pikir ibu kelelahan. Jadi, saya tidak berani membangunkan ibu lagi,” ucap Mbok Inem kala melihat Bintang terburu-buru. Bintang mendesah panjang, merutuki kebodohannya yan

    Last Updated : 2025-02-06
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 8. Lembur Sampai Malam 

    Bintang melangkah keluar dari ruang kerja Bara. Raut wajahnya sangat lesu menunjukkan jelas ada beban pikiran yang mengusik ketenangannya. Ancaman dari Bara berputar di kepalanya. Bohong jika Bintang tidak takut, jelas saja dia khawatir akan ancaman Bara. Kondisi sekarang telah berubah total. Bara memiliki kekuasaan yang bisa membuat Bintang terpuruk. Fakta seperti itu, dan Bintang sama sekali tidak bisa mengelak akan kenyataan yang ada. Bara yang dia kenal dulu sangat berbeda jauh dengan Bara yang sekarang dia kenal. Bara sekarang penuh dendam dan menatap Bintang dengan tatapan kebencian mendalam. Jika saja Bintang mendapatkan penawaran bekerja di perusahaan lain, maka pasti Bintang akan bekerja di perusahaan lain. Namun kondisinya mencari pekerjaan sangat sulit. Bintang duduk di kursi kerjanya dengan raut wajah muram. Kesedihan membentang. Sejak dia dibentak oleh Bara, hatinya sangat sakit dan terluka. Ingin sekali dia menangis di depan Bara, tapi dia tak menahan diri karena tak

    Last Updated : 2025-02-06
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 9. Tidak Ingin Mengulangi Kesalahan yang Sama 

    Bintang mendapati Bima sudah tertidur lelap di kala dia sudah pulang dari kantor. Waktu menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Sangat wajar jika putra kesayangannya itu sudah tidur pulas. Dia tak ingin membangunkan, dia memilih untuk melangkah menuju dapur mengambil minum.“Bu, sudah pulang?” Mbok Inem tersenyum menatap Bintang.Bintang menegguk minumannya perlahan, lalu meletakan gelas ke atas meja. “Iya, Mbok. Maaf hari ini aku pulang malam. Ada beberapa pekerjaan yang harus aku urus.”“Tidak apa-apa, Bu. Saya mengerti pasti banyak pekerjaan yang harus ibu kerjakan,” jawab Mbok Inem sopan.Bintang tersenyum. “Mbok, hari ini Bima nggak rewel, kan?”“Tidak, Bu. Den Bima anak yang pintar dan baik. Tapi, Bu, maaf tadi ada pertanyaan Den Bima pada saya, yang saya bingung untuk menjawab.”“Pertanyaan apa, Mbok?”“Jadi tadi saya menonton televisi, dan ada adegan di mana anak-anak bermain dengan papa mereka. Den Bima bertanya pada saya ke mana papanya. Jujur saya bingung, Bu. Saya hanya m

    Last Updated : 2025-02-06
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 10. Buka Bajumu! 

    “Ibu Bintang, Anda dipanggil Pak Bara.” Andi menghampiri Bintang yang baru saja menyelesaikan pekerjaan. Tampak Bintang menunjukkan sedikit rasa gelisah mendengar perkataan Andi. Bintang mengangguk patuh. “Baik, Pak. Saya akan menemui Pak Bara sekarang.” Andi menunduk, lalu pamit undur diri dari hadapan Bintang. Tepat di kala Andi sudah pergi, Bintang segera melangkah menuju ruang kerja Bara. Entah apa yang akan Bara katakan padanya. Yang pasti Bintang masih khawatir tentang hukuman yang Bara berikan padanya. “Permisi, Pak,” ucap Bintang saat sudah masuk ke dalam ruang kerja Bara. Bara yang duduk di kursi kebesarannya, memberikan tatapan dingin pada Bintang. “Malam ini, aku akan memberikan alamat padamu. Kamu harus datang tepat waktu. Ingat, aku tidak suka orang datang terlambat.” Bintang terdiam sejenak dengan kegelisahan yang membentang. Ya, malam ini adalah di mana Bintang harus menjalani hukumannya. Wanita cantik itu tak tahu hukuman apa yang akan dia terima. Yang pasti Bint

    Last Updated : 2025-02-06
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 11. Wanita Rendah!

    Lidah Bintang seakan kaku tak mampu menjawab ucapan Bara. Matanya membulat sempurna. Kakinya tak bisa bergerak sedikit pun. Dia merasa bahwa telinganya mengalami pendengaran yang salah, tapi rasanya apa yang dikatakan Bara sangat jelas. Napas Bintang mulai menjadi tidak teratur, akibat rasa gelisah bercampur dengan cemas yang membentang. Dia melangkah mundur, berusaha untuk tidak panik. Padahal jujur, menjadi tenang adalah hal rumit untuk sekarang ini. “M-maaf, Pak, a-apa maksud Anda?” tanya Bintang dengan nada terbata-bata. Bara menyilangkan kaki kanannya, bertumpu ke paha kiri. “Aku rasa apa yang aku katakan tadi sangat jelas. Kamu mendengar kalimatku dengan baik, kan?” Bintang menggigit bibir bawahnya. Sungguh, selama dia mengenal Bara, belum pernah Bara merendahkan dirinya seperti ini. Bintang kehilangan kata, dia tak tahu harus bicara seperti apa. Air matanya nyaris berlinang jatuh membasahi pipinya, tetapi dia mati-matian menahan diri untuk tidak menangis. Dia tak ingin le

    Last Updated : 2025-02-07
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 12. Emosi Bara Kembali Terpancing 

    Langit malam di kota Jakarta tampak mendung. Bulan dan bintang tak menyinari langit luas. Awan gelap menggumpal menandakan bahwa sebentar lagi turun hujan. Cuaca malam itu sama seperti dengan kondisi Bintang yang menunjukkan kesedihan. Mata wanita cantik itu sudah sembab, akibat tangis yang sejak tadi tak kunjung mereda. Bintang duduk di dalam taksi dengan air mata yang tak henti berlinang. Sesekali sang sopir taksi melirik Bintang dari kaca spion, tapi tentu sang sopir taksi tak berani bertanya. Hanya raut wajah sang sopir taksi tampak tak tega melihat Bintang yang menangis pilu. “Kak, apa kakak butuh tisu?” tanya sang sopir taksi pada Bintang. Bintang menyeka air matanya menggunakan punggung tangannya. “Terima kasih, Pak,” jawabnya sambil menerima tisu pemberian dari sang sopir taksi. Sang sopir taksi tersenyum lembut. “Kak, kalau hari kakak berat, ingat saja hidup akan terus berjalan.” Bintang terdiam sebentar mendengar nasihat dari sang sopir taksi. “Hari terus berjalan, tapi

    Last Updated : 2025-02-07

Latest chapter

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 108. Cinta Pantas Diberikan Kesempatan 

    Matahari menyinari bumi begitu terik dan indah. Cahayanya menembus sela-sela jendela. Bintang sudah terbangun di pagi hari, menatap ke arah jendela. Tubuhnya masih lemah di ranjang. Luka bakar yang dia derita cukup parah membuatnya masih belum bisa untuk pergi dari ruang rawatnya. “Bu, apa ibu ingin makan sesuatu?” tanya sang perawat yang kebetulan ada di sana. Sekitar lima menit lalu, Bara keluar untuk menjawab telepon. Sementara Bima dibawa oleh Mbok Inem berjemur di taman. Hanya ada perawat yang menemani Bintang, karena memang Bintang yang meminta Mbok Inem untuk membawa Bima berjemur di taman. Bintang menggelengkan kepalanya pelan. “Saya masih kenyang. Tadi sudah sarapan cukup banyak. Terima kasih sudah nawarin.” Tiba-tiba, pintu ruang rawat terbuka. Tatapan Bintang teralih pada Wilona yang ternyata datang. Ya, tentu dia sama sekali tak menyangka Wilona datang ke rumah sakit. Kejadian yang menimpa dirinya, membuatnya sempat hilang kontak dengan rekan kerja, karena kondisi pon

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 107. Hati Emas Bintang

    Bintang menatap Della yang kini meninggalkan ruang rawatnya dibantu oleh perawat yang sudah dipanggil. Permintaan maaf telah lolos di bibir Della. Sebuah perkataan yang tak pernah Bintang sangka akan dia dengar. Selama ini, dia sangat mengenal sifat ibu Bara itu, tetapi ternyata pada akhirnya ibu Bara menyadari kejahatan yang dilakukan. Bintang tak menaruh dendam sedikit pun pada Della. Bahkan meski dulu ibu Bara itu telah memisahkannya dengan Bara, tetap tidak membuat Bintang menaruh dendam. Kecewa ada, karena Bintang juga manusia biasa, tetapi untuk membenci, dia merasa sangat tidak pantas. Sebab, bagaimanapun ibu Bara hanya ingin yang terbaik untuk Bara. Alasan utama Bintang tak menaruh dendam, karena dulu dia menyadari akan posisinya. Bara bagaikan langit, sedangkan Bintang hanya bumi. Terlalu perbedaan yang sangat jauh. Oleh karena itu, dia berusaha mengerti bahwa memang Della menginginkan yang terbaik untuk Bara—meski dengan cara yang sangat salah. “Harusnya tadi kamu kasih t

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 106. Apakah Aku Layak di Dunia Ini?

    “Mbok, di mana Bima?” tanya Bintang pada Mbok Inem yang menyuapinya makan. Tadi, beberapa menit lalu perawat mengantarkan makanan. Itu yang membuat Bintang sekarang sedang makan siang. Namun, dia dibantu oleh Mbok Inem, karena kondisinya masih lemah. “Den Bima tadi ke mini market membeli ice cream bersama Pak Galih,” jawab Mbok Inem sopan memberi tahu. Dia begitu cekatan menjaga Bintang.Bintang menganggukkan kepalanya pelan. “Lalu, di mana Bara? Aku dari tadi nggak lihat dia. Apa dia bertemu Andi?” tanyanya ingin tahu. Sekitar sepuluh menit lalu, Bintang baru saja bangun tidur. Namun, di kala dia membuka mata hanya ada Mbok Inem yang ada di dekatnya. Bima tidak ada. Begitu juga dengan Bara yang tidak ada. “Tadi Pak Bara terima telepon, Bu. Tapi karena sampai sekarang Pak Bara belum kembali, mungkin Pak Bara menemui dokter,” jawab Mbok Inem sopan. Bintang menganggukkan kepalanya. “Bara selalu ketemu dokter. Dia selalu cemas sama keadaanku, Mbok. Padahal aku baik-baik aja. Mungkin

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 105. Rasa Kecewa Bercampur Kesal 

    Bara dan Bintang hanyut akan ciuman yang mereka ciptakan, sampai mereka benar-benar tak sadar bahwa Mario sejak tadi menatap mereka. Tentu adegan di mana Bara dan Bintang berciuman, telah membuat Mario tampak sangat hancur. Namun, meski tampak hancur, Mario nyatanya tetap diam tak bersuara sedikit pun. Perlahan, Mario memilih untuk meninggalkan tempat di mana dia berdiri. Pria berperawakan tampan itu menyadari bahwa dirinya hanya mengganggu Bara dan Bintang. Pergi adalah cara yang terbaik. Meski hatinya sekarang benar-benar kacau. “Pak Mario?” Andi yang kebetulan ada di depan ruang rawat Bintang, menyapa Mario. Mario menghentikan langkahnya, menatap Andi dengan tatapan tenang. “Saya ke sini ingin menjenguk Bintang. Saya baru saja mendapatkan kabar musibah yang dialami Bintang,” jawabnya dengan nada datar. Andi mengangguk sopan. “Baik, Pak. Kebetulan Bu Bintang sudah siuman. Bu Bintang sudah melewati masa kritisnya. Anda ingin bertemu dengan Bu Bintang sekarang?” tanyanya hati-hati

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 104. Selalu Jadi Bintang di Hati Bara 

    Bintang menatap hangat Bima yang kini terlelap di pelukan Mbok Inem. Putra kecilnya itu tadi sempat terlelap di pelukannya, tapi karena kondisi tubuhnya diperban menyulitkannya untuk memeluk erat tubuh Bima. Hal itu yang membuat Bima sekarang digendong oleh Mbok Inem. “Den Bima anak yang pintar dan kuat,” kata Mbok Inem seraya menimang tubuh Bima. Bintang tersenyum lembut. “Aku benar-benar beruntung memiliki putra yang pintar dan kuat seperti Bima, Mbok. Aku yakin di masa depan nanti Bima akan menjadi sosok pria yang hebat.” Mbok Inem mengangguk setuju. “Saya juga berpikir demikian, Bu. Perpaduan antara ibu dan Pak Bara sangat sempurna.” Bintang kembali tersenyum menanggapi ucapan Mbok Inem. “Bima tidur?” Bara masuk ke dalam ruang rawat Bintang, menatap Bima yang ada digendongan Mbok Inem. Senyuman di wajahnya terlukis, padahal tadi dia meminta Bima untuk menjaga Bintang, tapi malah putra kecilnya itu tertidur pulas. Mbok Inem mengangguk sopan. “Iya, Pak. Den Bima tidur.” Bara

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 103. Peringatan Tak Main-Main

    “Mama! Mama!” Bima berlari masuk ke dalam ruang rawat Bintang, dan langsung dibantu Bara duduk di ranhang Bintang, memeluk ibunya itu. Tampak jelas kebahagiaan di wajah bocah laki-laki itu kala memeluk ibunya. Bintang tersenyum sambil mengusap punggung Bima. “Anak Mama yang tampan, Mama kangen banget!” bisiknya lembut. Bima mengurai pelukan itu. “Bima juga kangen sekali sama Mama! Bima takut Mama tinggalin Bima.” Bintang membelai lembut pipi bulat Bima. “Mama nggak akan tinggalin Bima. Mama janji akan selalu temani Bima.” Bima mengangguk, tetapi sedikit muram. “Papa juga bilang kayak gitu. Papa bilang kalau Mama nggak akan mungkin tinggalin Bima. Soalnya Mama udah janji selalu temenin Bima. Tapi, kemarin Mama nggak sadar. Mama juga punya banyak luka. Jadi, Bima takut.” “Mama nggak apa-apa. Luka Mama akan segera sembuh,” jawab Bintang hangat. “Bu, saya senang sekali ibu sudah siuman.” Mbok Inem yang ada di sana mendekat, menatap hangat Bintang. Bintang mengalihkan pandangannya,

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 102. Janji Untuk Selalu Bersama 

    Perlahan mata Bintang mulai bergerak, dan pelupuk matanya terbuka secara pelan. Keningnya sedikit mengerut di kala cahaya lampu menyorot ke matanya. Suara hangat dan tenang menyerukan namanya begitu terdengar di indra pendengarannya. Hal tersebut membuatnya terpaku beberapa saat, menyadari yang memanggilnya adalah Bara. “B-Bara,” panggil Bintang dengan susah payah. Bara tersenyum haru melihat Bintang sudah membuka mata. “Terima kasih sudah membuka matamu, Bintang.” “A-aku d-di mana?” tanya Bintang lemah, seakan dirinya tak memiliki energi untuk bicara dengan Bara. “Tunggu sebentar. Aku panggilin dokter. Kamu jangan banyak gerak.” Bara mulai khawatir, dan memutuskan untuk menekan tombol darurat guna memanggil tim medis. Tak selang lama, dokter datang bersama dengan perawat. Sang dokter yang melihat Bintang sudah membuka mata, langsung segera memeriksa Bintang. Pun tentu Bara yang ada di sana—sedikit menjauh agar sang dokter bisa leluasa dalam memeriksa keadaan Bintang. Bara tampa

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 101. Bintang Kembali Sadar

    Bara menatap Galih yang melangkah menghampirinya. Pria tampan itu melihat jelas aura kemarahan di wajah sang ayah. Hal itu menandakan bahwa memang ada yang membuat ayahnya itu marah, dan tentu dia tahu akar permasalahan yang membuat ayahnya itu murka. “Pa,” sapa Bara kala Galih tiba di hadapannya. “Bagaimana keadaan Bintang?” tanya Galih yang langsung menanyakan Bintang. Bara terdiam sebentar, dan mengembuskan napas kasar. “Bintang masih belum siuman. Aku harap setelah ini Bintang bisa segera siuman. Terlalu banyak penderitaan yang Bintang alami, setelah dia siuman aku berjanji akan memperbaiki segala kekacauan ini.” Galih menatap dingin, dan tegas Bara. “Beri tahu Papa, kenapa kamu lebih menyelamatkan mamamu daripada Bintang? Apa Bintang yang meminta semua ini?” tanyanya yang sudah menduga, tetapi demi memastikan dia harus bertanya agar tak salah. Bara memejamkan mata singkat, mendengar pertanyaan ayahnya. “Ya, ini semua atas permintaan Bintang. Saat gudang kebakaran, dia dan ma

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 100. Berpisah Akan Jauh Lebih Baik 

    Bara sudah cukup lega melihat kedatangan Mbok Inem yang dijemput oleh Andi. Paling tidak, ada yang membantunya untuk menjaga Bima dan menenangkan Bima. Selama ini Mbok Inem selalu menemani Bima. Itu yang membuatnya cukup lega, paling tidak hadirnya Mbok Inem bisa membuat Bima tak selalu berfokus pada keadaan Bintang. Bara kini berdiri di depan ruang rawat Bintang. Terdiam seraya memejamkan mata singkat. Pikirannya sangat kacau, tak sanggup untuk berpikir jernih. Dia ingin bertindak, tetapi pikirannya masih berantakan akibat mendengar ucapan sang dokter. “Pak Bara,” panggil Andi cepat seraya melangkah menghampiri Bara. Bara mengalihkan pandangannya, menatap Andi yang wajahnya babak belur mendekat ke arahnya. “Apa yang ingin kamu laporkan?” tanyanya sudah menduga akan ada yang dilaporkan oleh asisten pribadinya itu. Saat ini Bara hanya seorang diri saja di depan ruang rawat Bintang. Bima diajak Mbok Inem untuk ke kantin rumah sakit, karena Bima sejak tadi belum makan. Sementara ayah

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status