JODOH PILIHAN MAMA

JODOH PILIHAN MAMA

last updateLast Updated : 2023-08-13
By:  ET. WidyastutiOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
14 ratings. 14 reviews
79Chapters
39.9Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Aditya merasa nyaman dengan Sarah. Sayangnya ibunya tidak setuju karena perbedaan latar belakang. Ibunya lebih suka menjodohkan Aditya dengan Intan, gadis belia yang sudah dianggap keluarga. Padahal, sejak lama Aditya tak menyukai Intan. Setiap bertemu dengannya, bawaannya emosional. Anehnya, seluruh keluarganya terus menerus memuji gadis itu, hingga membuat Aditya makin jengah. Akan kah dia menerima Intan sebagai jodohnya? Yuk ikuti kisahnya...

View More

Chapter 1

1

"Bude, sop kimlonya nanti tinggal manasin aja, ya!" Intan, mahasiswa tingkat akhir itu sudah menyusun semua menu di meja makan. Termasuk sup kimlo favorit Aditya ada di panci pemanas. 

Hari itu, Aditya, putra bungsu keluarga Handoyo pulang dari luar negeri, setelah selesai mengenyam pendiidkan masternya. 

"Kamu nggak ikut ke bandara, jemput masmu?" tanya Bu Handoyo. Wanita itu adalah sahabat dari ibunya Intan. Intan diminta tinggal di rumah itu sejak dua tahun lalu, tepatnya saat Aditya berangkat ke luar negeri. 

Sejak dulu sebenarnya Intan diminta tinggal di rumah keluarga Handoyo. Namun, Aditya yang saat itu masih berstatus mahasiswa, menolak dengan keras. Padahal dia sendiri tinggal di luar kota. 

"Nggak, Ma. Intan itu bukan mahrom. Adit nggak mau." 

"Lha, kan di rumah ini bukan kamu berdua sama Intan. Ada mama, papa, Mas Dimas. Lagian, Intan kan bisa jadi teman mama kalau di sini." 

"Nggak. Adit nggak setuju. Bisa jadi fitnah ntar." Adit beralasan. 

"Siapa yang mau fitnah? Kalau Intan anaknya genit, baru bisa fitnah. Anaknya sopan dan baik. Apalagi udah kita anggap saudara." 

"Pokoknya Adit nggak setuju, titik!" 

Semua orang tak berani menentang. Hingga keberangkatan Aditya dua tahun lalu. 

"Salam aja Bude, buat Mas Adit. Kebetulan Intan ada kuliah." Intan mencari alasan. Meski sebenarnya kuliahnya masih jam siang. 

"Kamu janji ya, meski ada Mas Adit, kamu tetap harus ke sini, ya!" 

Bu Handoyo sebenarnya galau. Di satu sisi, dia senang anak bungsunya pulang. Namun, di sisi lain, dia sedih karena Intan harus meninggalkan rumahnya. 

Dua tahun lamanya tinggal di rumah itu, mereka sudah sangat dekat. Sudah seperti ibu dan anak. Intan paling tahu apa yang diinginkan Bu Handoyo. Apalagi, Bu Handoyo yang memiliki tiga anak dan semuanya laki-laki, sejak dulu menginginkan anak perempuan. 

Aditya dan Intan bukan tak kenal satu sama lain. Sikap Aditya yang dingin pada wanita, tak membuat Intan merasa canggung. Intan sudah menganggap Adit seperti kakaknya sendiri. Apalagi Aditya adalah sahabat kakaknya juga. 

--

"Betah amat, dua tahun nggak pulang." Dimas, kakak kedua Aditya berkomentar.  DImas, Pak Handoyo dan Bu Handoyo menjemput Aditya di bandara. 

"Yah, kesempatan, Mas. Kapan lagi bisa ke Eropa. Kalau liburan, mesti dimanfaatkan buat jalan-jalan." 

"Ayo, cuci tangan, trus langsung makan, baru istirahat," usul Bu Handoyo begitu Aditya masuk rumah. 

Pak Handoyo sudah kembali ke kantor. 

"Wah, harum banget. Mama masak apa?" Aditya menghindu aroma sop kimlo yang membuat perutnya keroncongan. 

"Mana mungkin masakan mama," ledek Dimas. 

"Emang?" Aditya mengerutkan dahinya. 

Bu Handoyo tersenyum. "Adikmu yang masak," sahutnya. 

Semua orang tahu. Adikmu, maksudnya adalah Intan. 

Nafsu makan Aditya bisa saja lenyap, jika bukan karena dorongan kebutuhan. Namun, apa daya, tidak ada pilihan lain. 

"Semua Intan yang masak?" Aditya mencomot perkedel jagung. 

Di Belanda, bukan tak ada masakan Indonesia. Tapi, jajan adalah barang mewah. Dia harus menguras kocek dalam-dalam untuk itu. Pernah saking pinginnya makan bakwan, dia beli bumbu instan di toko Asia. Namun, hasilnya, tak seenak bayangannya, hingga hanya berakhir di tempat sampah. 

"Enak kan?" Bu Handoyo tersenyum puas, melihat putranya makan dengan lahap. 

Aditya mencebik. Dalam hati dia mengakui kelezatannya. Bahkan, dia nambah sampai dua kali sup kimlo buatan Intan. 

--

Beberapa bulan kemudian

Aditya mengikuti langkah Sarah. Mereka memasuki sebuah butik. 

Hari itu, Sarah akan mengambil gaun untuk pesta makan malam di rumahnya. Keluarganya akan menyelenggarakan jamuan minggu depan. Pesta makan malam untuk perkenalan keluarga calon kakak iparnya. Tak lama kakak kandung Sarah akan melanjutkan ke jenjang yang serius dengan pacarnya. 

“Mas, kamu harus datang pakai baju yang senada, ya.” Sarah tersenyum pada Aditya. 

Pria itu tentu saja mengangguk disertai dengan senyum yang selalu mempesona. 

Aditya dan Sarah menjalin hubungan dekat, meskipun tidak bisa disebut pacaran. Aditya tidak pernah menyatakan status hubungan mereka. Keduanya selama ini hanya jalan berdua. Tanpa gandengan tangan, tanpa pelukan dan tanpa sentuhan fisik lainnya. 

Aditya sangat menghargai Sarah. Pemuda itu memilih menjaga kesopanan meskipun tak dipungkiri dia menyukai Sarah. 

Tanpa keduanya sadari, sepasang mata mengamati keduanya yang kini sedang meninggalkan butik itu. Tangan Aditya menenteng tas berbahan kertas bertuliskan nama butik ternama berisi gaun milik Sarah. 

"Kapan kamu akan kenalan sama papaku?" tanya Sarah saat keduannya sudah berada di mobil. 

Aditya menoleh, lalu ia hanya membalasnya dengan senyuman. 

"Ayolah Mas. Kita ‘kan jalan sudah lama. Papaku nanya terus,---" rajuk Sarah. 

Meskipun keduanya selama ini menjalin hubungan tanpa status yang jelas, Sarah ingin mempertegas status mereka. Sarah tak ingin kehilangan Aditya, pria yang bagi Sarah adalah sosok yang sempurna. Tampan, pekerja keras dan cerdas.

Aditya menarik nafas. Dia baru beberapa tahun bekerja di kantor yang sama tempat Sarah berkarir. 

Aditya mengalihkan pandangannya ke jalan. Tak lama kemudian ia menginjak pedal gas perlahan, menjalankan mobilnya. Mobil Sarah tepatnya. 

Mobil itu keluar dari pelataran butik menuju rumah Sarah. Rumah keluarga Sarah berada di kawasan elit. Ukuran rumahnya rata-rata besar dengan halaman yang luas. Sangat berbeda dengan kompleks perumahan di mana Aditya dan kedua orang tuanya tinggal. Hanya kompleks kelas menengah bawah, dengan rumah tipe kecil dan tanpa halaman. Hanya teras yang disulap menjadi carport untuk parkir empat buah motor, miliknya, ayah, ibu dan kakaknya.

"Kalau begitu, Sabtu besok, ya?" Sarah mencoba bernegosiasi. 

"Nanti aku pikirkan lagi..." sahut Aditya dengan datar. Mobil yang dikendarainya sudah mendekati rumah Sarah.

Aditya selalu meminggirkan mobil Sarah di depan kedai kopi yang terletak tak jauh dari gang menuju rumah Sarah. Setiap hari Aditya menitipkan motornya di sana dan mengambilnya di sore atau malam hari. 

Aditya belum punya nyali berkenalan dengan orang tua Sarah. Statusnya sebagai staf junior engineer di kantornya belum cukup bergengsi jika dibandingkan dengan status orangtua Sarah. 

Setelah Aditya turun dari mobil, Sarah kemudian menukar posisinya di depan kemudi. Ia lalu menjalankan mobil itu sednrii hingga rumahnya. 

Sementara, Aditya masih berdiri di tepi jalan, hingga mobil Sarah menghilang ditikungan.

Aditya menghela nafas. Selalu saja ada yang menganggunya jika Sarah mulai membicarakan perihal hubungan mereka. 

Setelah mengambil motor dan mengangsurkan lembaran warna ungu ke pemilik kedai, dipacunya motor tersebut menuju rumahnya. Pikirannya masih mengelana. Entah sampai kapan dia akan memutuskan untuk maju, atau mundur untuk hidup bersama Sarah. 

***ETW***

Usai memarkir motornya di depan rumah, lelaki berparas tampan itu masuk. 

"Ketemu Sarah lagi?" tanya Bu Handoyo. Mama Aditya itu sedang memasak di dapur. Wajahnya dan intonasi suaranya datar, memberi kesan tidak suka.

Wanita paruh baya ini memiliki insting yang tajam. Tatkala menyadari putra bungsunya ini dekat dengan seorang gadis, dia buru-buru menyelidiki siapa wanita yang mampu menjadi tambatan hati putranya yang selama ini tak pernah dekat dengan lawan jenis. 

Sang putra bungsu bukanlah tipe pemuda yang main-main perihal pasangan hidup. Saat dia dekat, artinya dia sudah hendak memastikan kemana kaki melangkah. 

Berbeda dengan putra keduanya yang mudah dekat dengan siapa saja. Hingga sekarang pun putra keduanya meski sudah berganti-ganti pacar, tak jua memutuskan pada siapa hati ditambatkan. 

Bagi Bu Handoyo, bobot, bibit dan bebet itu penting. Tapi, hal lain yang tak boleh dilupa adalah pasangan sekufu. Pasangan yang memiliki kelas dan tatanan sosial yang sama. Pendidikan yang sama, ekonomi yang sama, sosial yang sama, pemahaman agama yang sama, sehingga kelak di kemudian hari, pernikahan akan berjalan langgeng disebabkan permasalahan dasar sudah terselesaikan. 

Bu Handoyo cukup menyadari posisi keluarganya bukanlah berasal dari keluarga menengah ke atas. Mereka hanya tinggal di kompleks kelas menengah ke bawah. Perumahan ukuran kecil, penduduk yang padat, tapi guyup satu sama lain. Bukan perumahan elit yang pagarnya tinggi dan sepi. Dari sini saja, sudah dapat dinilai, kelas sosial dan kelas ekonominya. 

Bu Handoyo menginginkan, anaknya pun mendapat pasangan yang setara. Bukan berasal dari kalangan sultan yang bisa jadi akan merendahkannya. Ataupun kalangan lebih bawah yang bisa jadi akan merasa rendah diri. 

Mendengar pertanyaan mamanya, Aditya menghentikan langkahnya. Biasanya dia akan langsung ke kamar usai mencium punggung tangan mamanya. 

Kali ini, lelaki tampan itu memilih mencuci tangan di wastafel dapur, lalu membuka pintu kulkas. Matanya mencari-cari botol air dingin untuk melepas dahaganya. 

"Jika kamu tidak yakin, tidak usah dilanjutkan. Itu namanya memberikan harapan palsu," tukas Bu Handoyo sambil mengaduk sayur supnya dalam panic yang dijerang di atas kompor. Nada bicaranya masih sama, datar. 

Aditya menatap mamanya sambil mengambil gelas yang ada di lemari. Pria itu duduk di kursi yang mengitari meja makan tak jauh dari mamanya berdiri. Air putih dingin dari botol segera dituangnya dalam gelas. Lalu, meneguknya dengan perlahan.  

Aditya menarik nafasnya. Ingin bertanya dari mana mama tahu hubungannya dengan Sarah, tetapi ia ragu. Mamanya sering sulit ditebak. Tapi, pertanyaan mamanya memang secara tak langsung menciptakan pertanyaan baru dalam lubuk hatinya. Apakah dia sudah mantap, atau dia malah tidak yakin. Benar kata mamanya. 

Aditya tidak tahu, apakah dia mencintai Sarah? Tapi dia merasa nyaman. Sarah selalu berusaha membuatnya merasa dihargai.

"Adit yakin, Ma," jawab Aditya singkat. Pria berusia dua puluh lima tahun itu menatap gelasnya yang sudah kosong, lalu sesekali menatap mamanya yang sibuk memasak.

"Apa kamu pikir Mama akan percaya?” tanya Bu Handoyo.  Kepalanya menoleh ke arah putranya. 

 “Apa yang kamu harapkan darinya? Cinta? Apa kamu akan hidup selamanya dengan cinta?" 

Ada guratan kekecewaan di raut wajah wanita yang telah melahirkan Aditya ini. 

Ditariknya kursi yang berseberangan dengan Aditya. Matanya menatap putranya yang kini telah dewasa itu dengan tatapan sayang. 

Sementara Aditya hanya menunduk. Tatapan matanya tak lepas dari gelas yang masih dipegangnya.

"Dengar Mama, ya, Nak. Kamu dan dia itu berbeda. Kamu jangan hanya mempertimbangkan dirimu. Lihat juga papa dan mamamu. Lihat juga saudaramu," sambung Bu Handoyo.

Aditya masih terdiam. Meski kepalanya menunduk. Sesekali ia mencuri pandang menatap mamanya.  

"Sekarang, Sarah bisa menerima kamu karena cinta. Tapi kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi nanti. Mama tidak mau, ke depannya kamu diremehkan karena berasal dari keluarga yang biasa,” terang mama Aditya. Panjang lebar ia menjelaskan berharap putranya dapat memahami kata perkata yang diucapkannya. 

"Baik, Ma. Nanti Adit pikirkan." 

Aditya menyudahi pembicaraan dengan mamanya. Kursi yang dia duduki digeser sedikit ke belakang, memberikan akses kakinya untuk berdiri. Lalu dia beranjak ke kamarnya di lantai dua. 

Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu hanya dapat menatap punggung anaknya yang menaiki tangga, sambil menghela nafas. 

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Nada Azzah
......... Sukaaaa
2024-11-15 19:50:26
0
user avatar
Aidah Ismail
thor.....ditunggu sambungannya. ...
2024-06-18 14:18:23
0
user avatar
Aidah Ismail
bagus ceritanya.....lama susah ditunggu blm apdate
2024-04-26 15:57:25
0
user avatar
Apphe Narti
bagus tapi syng lambat. up load sambungan ceritanya
2023-09-20 22:12:52
1
user avatar
Irene Tobing
kok belum update lagi yaaa?? ditunggu yaaa
2023-07-28 08:01:51
2
user avatar
strongwoman
suka banget sama novel satu ini
2023-07-21 19:31:35
1
user avatar
Alie Jaza-Rgt
ini bernilai berapa yaa
2023-07-02 22:27:25
1
user avatar
Dwi Maulidyah
bagus..gk membosankan
2023-06-29 00:07:20
1
user avatar
Kimberlin Tan
selalu bagus ceritanya
2023-06-14 07:22:06
1
user avatar
Bulan Laluna
siip ceritanya
2023-06-11 20:45:41
2
user avatar
Alvin Subeki
Keren nih ceritanya
2023-06-10 20:55:50
2
user avatar
Agus Irawan
hai kak jangan lupa mampir ke karyaku. judul "Kembang Desa Sang Miliarder" pena Agus Irawan
2023-06-04 03:15:50
0
user avatar
Ni Putu Andriani
ceritanya seru
2023-06-01 11:20:24
1
user avatar
Titin M Saleh
bagus ceritanya
2023-08-05 00:47:01
1
79 Chapters
1
"Bude, sop kimlonya nanti tinggal manasin aja, ya!" Intan, mahasiswa tingkat akhir itu sudah menyusun semua menu di meja makan. Termasuk sup kimlo favorit Aditya ada di panci pemanas. Hari itu, Aditya, putra bungsu keluarga Handoyo pulang dari luar negeri, setelah selesai mengenyam pendiidkan masternya. "Kamu nggak ikut ke bandara, jemput masmu?" tanya Bu Handoyo. Wanita itu adalah sahabat dari ibunya Intan. Intan diminta tinggal di rumah itu sejak dua tahun lalu, tepatnya saat Aditya berangkat ke luar negeri. Sejak dulu sebenarnya Intan diminta tinggal di rumah keluarga Handoyo. Namun, Aditya yang saat itu masih berstatus mahasiswa, menolak dengan keras. Padahal dia sendiri tinggal di luar kota. "Nggak, Ma. Intan itu bukan mahrom. Adit nggak mau." "Lha, kan di rumah ini bukan kamu berdua sama Intan. Ada mama, papa, Mas Dimas. Lagian, Intan kan bisa jadi teman mama kalau di sini." "Nggak. Adit nggak setuju. Bisa jadi fitnah ntar." Adit beralasan. "Siapa yang mau fitnah? Kalau I
last updateLast Updated : 2023-02-20
Read more
2
Hari itu Hari Sabtu. Sejak pagi Aditya sengaja tidak mengaktifkan ponselnya. Ia ingat, hari itu adalah hari yang ditunggu oleh Sarah. Teman dekatnya itu ingin mendapatkan jawaban, apakah ia bersedia datang ke rumah untuk bertemu dengan ayah Sarah. Hati Aditya menjadi gundah. Bagaimanapun Sarah mungkin adalah cinta pertamanya. Selama ini, Aditya memang tak mau terjerat oleh cinta. Jika saja dia jatuh hati pada seorang wanita, serta merta dia akan membunuhnya dan mencari pelarian yang lain. Belajar, berorganisasi, atau segudang aktivitas lainnya. Tapi kini, apakah yang dia rasakan pada Sarah itu adalah cinta? Apa benar itu cinta?Aditya mengenal Sarah saat pertama kali masuk menjadi pegawai baru di kantornya. Sarah sudah lebih senior. Dari Sarah lah, Adit banyak mengenal seluk beluk kantor. Wanita itu mendekati Aditya saat dirinya masih belum punya banyak kenalan di tempat kerja barunya. Sarah juga yang mengenalkan Aditya pada kolega kantornya yang lain.Sarah adalah tipe wanita yan
last updateLast Updated : 2023-02-20
Read more
3
“Sarah? Ada apa?” tanya Aditya. Roman muka Aditya setengah terkejut mendapati Sarah sudah ada di ruang tamu. Wanita itu duduk di sofa yang biasa digunakan untuk menerima tamu. Sementara, Pak Handoyo terlihat terpaksa menemaninya karena tidak ada orang lain di rumah selain dirinya. Saat Bu Handoyo masuk rumah dan melihat Sarah di dalam, raut mukanya serta merta berubah menjadi suram. Tak seulas senyum pun terbit dari wajahnya, meski Sarah langsung menyambut untuk menyapa dan menyalaminya. Wanita paruh baya itu memilih segera masuk ke dalam tanpa kata disbanding ikut menemui tamu anaknya itu di ruang tamu. Sarah menatap ibunda Aditya yang meninggalkan ruang tamu itu dengan sendu. Ada rasa kaget sekaligus syok saat melihat ekspresi penolakan dari wanita yang telah melahirkan kekasih hatinya itu. Selama ini, tak seorangpun yang pernah menampakkan raut tak suka padanya. Gelimang harta yang dimiliki, membuat semua orang hormat dan tunduk padanya. Ditambah sikapnya yang selalu ram
last updateLast Updated : 2023-02-20
Read more
4
Aditya sedang mematut diri. Dari pagi dia sudah beberapa kali berganti T-shirt. Mungkin karena grogi, rasanya semua bajunya seperti tidak pantas dipakainya. [Sudah siap? Papa sudah menunggumu] Sebuah pesan dari Sarah masuk Kembali ke ponsel Aditya. Jika sebelumnya Aditya sangat bersuka hati pergi dengan Sarah, hari ini, dia menjadi kesal. Dia bingung, apakah harus benar-benar datang, atau lebih baik mencari alasan. Ah, lelaki macam apa aku ini? Jangan sampai dibilang pengecut, batin Aditya terus saja berperang. “Kamu yakin mau ke sana?” tanya Bu Handoyo saat melihat Aditya turun dari lantai dua. Penampilan Aditya sudah rapi dengan kaus berkerah warna biru donker polos yang dimasukkan ke dalam celana jin warna senada, hingga memberi kesan santai namun elegan. Tak lupa ikat pinggang menambah penampilannya sedikit berwibawa. Ibunda Aditya itu masih tampak tidak meyakini jika anak bungsunya akan benar-benar datang untuk berkenalan dengan keluarga Sarah. “Jadilah dirimu sendiri
last updateLast Updated : 2023-02-20
Read more
5
Intan masih sibuk dengan persiapan baksosnya esok hari.Sejak tidak tinggal di rumah Bu Handoyo, Intan menyibukkan diri dengan kegiatan kampus. Sejak dulu, dia sudah aktif di kegiatan kampus, meski tidak seaktif saat ini. Kalau dulu jam lima sore sudah harus meninggalkan kampus, karena khawatir pulang terlalu malam. Jarak yang tidak dekat dan kadang macet, tentu membuat badannya lelah jika terlalu larut dalam kegiatan kampus. Namun, sekarang dia bisa sampai malam di kampus, apalagi kosannya hanya belakang kampus. Packing-packing hampir selesai setelah seharian sibuk menyortir pakaian pantas pakai. Intan kesal dengan perilaku orang-orang yang menyumbang pakaian tidak layak pakai. Kadang-kadang acara baksos seperti ini dijadikan ajang membuang barang. Padahal tidak seharusnya seperti itu. Seharusnya orang-orang mulai menyadari untuk memberikan pakaian terbaiknya untuk orang yang membutuhkan. Bukan sebaliknya. Jika kita tidak mau memakai, apalagi orang lain. Akhirnya Intan malah men
last updateLast Updated : 2023-05-30
Read more
6
Sudah hampir dua jam Aditya mematut diri di depan cermin. Entah apa yang salah. Dia merasa tidak menjadi dirinya. Rasa kurang percaya diri tiba-tiba menyeruak. Padahal, selama ini dia adalah pribadi yang penuh percaya diri. Selain tampan menawan, pendidikan pun tak bisa diremehkan, demikian pula pekerjaan untuk lelaki seusia dirinya. Namun, rupanya hanya untuk pergi ke rumah Sarah menghadiri acara makan malam saja, semua yang dimilikinya seolah runtuh. Malam ini adalah acara makan malam keluarga di rumah orang tua Sarah bertepatan dengan perkenalan keluarga dengan calon suami kakak Sarah. Aditya terlanjur sudah menyanggupi untuk hadir di acara keluarga tersebut. Selain itu, rasanya perlu untuk mendekatkan diri ke keluarga Sarah, jika dia memang serius hendak menjalin hubungan dengan putri bungsu keluarga itu. Bu Handoyo dan Intan seharian sibuk memasak. Intan sengaja sudah membawa dus kemasan kue dan makanan. Ibu Intan adalah pengusaha catering di kota kelahirannya. Intan sudah ter
last updateLast Updated : 2023-05-30
Read more
7
“Makasih, ya, Mas. Kata mamaku, makananya enak. Beli dimana?” tanya Sarah. Siang itu, mereka makan siang seperti biasa di kantin kantor. Mendengar pernyataan Sarah, Aditya yang duduk di hadapannya sambil mengaduk es jeruk tersenyum. “Buatan mama, Sar,” sahut Aditya penuh kebanggaan. Dia ingin menghadirkan pada Sarah, bahwa meskipun dia berasal dari keluarga biasa, namun ada kelebihan yang patut dibanggakan.“Ohya? Mamamu bisa bikin kue seenak itu?” tanya Sarah. Terlihat raut muka tak menyangka, bercampur dengan bahagia. Aditya mengangguk. Meski di benaknya, tiba-tiba bayangan Intan menari-nari. ‘Maaf Tan, aku terpaksa berbohong.’ batinnya. Intan dan mamanya memang senang berkolaborasi dalam memasak. Tapi, biasanya Intan yang banyak berkontribusi. Bagaimanapun remaja putri itu anak dari pengusaha catering di kota kelahirannya. Trik-trik masak sudah mumpuni dikuasai. Dan karena itu pula, mamanya makin suka pada gadis itu saat dia tinggal di rumahnya. “Wah, nanti mamaku bisa pesen
last updateLast Updated : 2023-05-30
Read more
8 a
“Adit, Mama minta sama kamu. Jangan memberi harapan palsu ke orang lain. Jika kamu tidak yakin, tinggalkan. Jangan dilanjutkan,” nasehat Bu Handoyo usai makan malam. Sebagai seorang ibu, dia dapat meraba keraguan putranya. Ketika seorang sudah yakin dengan pilihannya, tentu akan diperjuangkan. “Adit yakin, Ma. Hanya, Adit perlu waktu,” sahut pemuda itu. Wajah Aditya masih tertunduk. Dia tahu, mamanya pasti menatap tajam padanya, seperti sebelum-sebelumnya jika membahas mengenai Sarah. Pemuda itu tetap tak paham, mengapa mamanya demikian tak menyukainya. Hanya karena status sosial. Bahkan, Sarah pun pasti tak menginginkan diterima sebagai dirinya, apa adanya. “Mama hanya belum kenal Sarah saja. Adit yakin, jika Mama sudah mengenalnya, pasti dapat menerimanya,” sambung Aditya. Bu Handoyo bergeming. Dalam hati, wanita paruh baya ini mencoba memahami kata-kata putranya. Benar dia belum mengenal Sarah. Tapi, sebagai wanita yang punya banyak pengalaman hidup dan telah berinterak
last updateLast Updated : 2023-06-01
Read more
8 b
Tapi, Intan hanya bisa menaikkan kedua pundaknya. Takut tidak sopan, karena ada pakde dan budenya, yang harusnya memimpin pembicaraan. Baik Pak Handoyo dan Bu Handoyo tidak ada bahan untuk ditanyakan. Mereka memang tidak mau menyelidik siapa Sarah. Kalau bu Handoyo mungkin memang tidak mau tahu. Sedangkan Aditya merasa mati kutu. Sesekali diliriknya sang mama yang mengamati Sarah dengan lekat seperti hendak menguliti. “Supnya enak, Tante …” Akhirnya Sarah membuka suara. Dia ingin memuji untuk mencairkan suasana yang beku dan kaku. “Intan yang masak…” jawab Bu Handoyo dingin. Wanita itu tak hendak memperpanjang pembicaraan. Sarah menatap ke Intan. Gadis yang ditatapnya menganggukkan kepala sambil tersenyum. Sementara dalam benak Sarah masih bertanya-tanya. Siapa gadis ini? Kenapa dia ada di sini? Kenapa dia duduk satu meja dengannya? Apa posisinya di rumah ini? Saudara? Atau asisten rumah tangga? Sarah mulai frustasi dengan kondisi makan siang yang garing. Isi piringnya
last updateLast Updated : 2023-06-01
Read more
9
Sore sepulang kerja, seperti biasa, Aditya mengantar Sarah pulang. Dalam benaknya, sering Aditya berfikir, hubungannya dengan Sarah memang kaku. Sarah yang terlihat sangat sopan, tidak banyak bercanda, dan juga tidak banyak teman. Dia hanya bicara yang penting-penting saja. Kadang Aditya merasa hubungannya dengan Sarah hanya sebatas formalitas. Aditya sering merasa tidak menjadi dirinya sendiri. Sejak dekat dengan Sarah, hubungan dengan teman-temannya menjadi terbatas. Yang tadinya dia bebas berteman dengan siapa saja. Ngobrol dengan siapa saja, sejak akrab dengan Sarah, dunianya hanya berputar di sekeliling Sarah. Meski Aditya akui, Sarah sangat berjasa di tempat kerjanya. Utamanya saat Adit masih jadi pegawai baru. Tapi, lama kelamaan Aditya pun bisa meluaskan lingkaran pertemanan. Sayangnya, lingkaran itu kembali mengecil setelah hubungannya dengan Sarah semakin intens. “Mas, gadis yang di rumahmu itu rajin ba
last updateLast Updated : 2023-06-01
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status