Share

JODOH PILIHAN MAMA
JODOH PILIHAN MAMA
Penulis: ET. Widyastuti

1

Penulis: ET. Widyastuti
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-20 19:17:07

"Bude, sop kimlonya nanti tinggal manasin aja, ya!" Intan, mahasiswa tingkat akhir itu sudah menyusun semua menu di meja makan. Termasuk sup kimlo favorit Aditya ada di panci pemanas. 

Hari itu, Aditya, putra bungsu keluarga Handoyo pulang dari luar negeri, setelah selesai mengenyam pendiidkan masternya. 

"Kamu nggak ikut ke bandara, jemput masmu?" tanya Bu Handoyo. Wanita itu adalah sahabat dari ibunya Intan. Intan diminta tinggal di rumah itu sejak dua tahun lalu, tepatnya saat Aditya berangkat ke luar negeri. 

Sejak dulu sebenarnya Intan diminta tinggal di rumah keluarga Handoyo. Namun, Aditya yang saat itu masih berstatus mahasiswa, menolak dengan keras. Padahal dia sendiri tinggal di luar kota. 

"Nggak, Ma. Intan itu bukan mahrom. Adit nggak mau." 

"Lha, kan di rumah ini bukan kamu berdua sama Intan. Ada mama, papa, Mas Dimas. Lagian, Intan kan bisa jadi teman mama kalau di sini." 

"Nggak. Adit nggak setuju. Bisa jadi fitnah ntar." Adit beralasan. 

"Siapa yang mau fitnah? Kalau Intan anaknya genit, baru bisa fitnah. Anaknya sopan dan baik. Apalagi udah kita anggap saudara." 

"Pokoknya Adit nggak setuju, titik!" 

Semua orang tak berani menentang. Hingga keberangkatan Aditya dua tahun lalu. 

"Salam aja Bude, buat Mas Adit. Kebetulan Intan ada kuliah." Intan mencari alasan. Meski sebenarnya kuliahnya masih jam siang. 

"Kamu janji ya, meski ada Mas Adit, kamu tetap harus ke sini, ya!" 

Bu Handoyo sebenarnya galau. Di satu sisi, dia senang anak bungsunya pulang. Namun, di sisi lain, dia sedih karena Intan harus meninggalkan rumahnya. 

Dua tahun lamanya tinggal di rumah itu, mereka sudah sangat dekat. Sudah seperti ibu dan anak. Intan paling tahu apa yang diinginkan Bu Handoyo. Apalagi, Bu Handoyo yang memiliki tiga anak dan semuanya laki-laki, sejak dulu menginginkan anak perempuan. 

Aditya dan Intan bukan tak kenal satu sama lain. Sikap Aditya yang dingin pada wanita, tak membuat Intan merasa canggung. Intan sudah menganggap Adit seperti kakaknya sendiri. Apalagi Aditya adalah sahabat kakaknya juga. 

--

"Betah amat, dua tahun nggak pulang." Dimas, kakak kedua Aditya berkomentar.  DImas, Pak Handoyo dan Bu Handoyo menjemput Aditya di bandara. 

"Yah, kesempatan, Mas. Kapan lagi bisa ke Eropa. Kalau liburan, mesti dimanfaatkan buat jalan-jalan." 

"Ayo, cuci tangan, trus langsung makan, baru istirahat," usul Bu Handoyo begitu Aditya masuk rumah. 

Pak Handoyo sudah kembali ke kantor. 

"Wah, harum banget. Mama masak apa?" Aditya menghindu aroma sop kimlo yang membuat perutnya keroncongan. 

"Mana mungkin masakan mama," ledek Dimas. 

"Emang?" Aditya mengerutkan dahinya. 

Bu Handoyo tersenyum. "Adikmu yang masak," sahutnya. 

Semua orang tahu. Adikmu, maksudnya adalah Intan. 

Nafsu makan Aditya bisa saja lenyap, jika bukan karena dorongan kebutuhan. Namun, apa daya, tidak ada pilihan lain. 

"Semua Intan yang masak?" Aditya mencomot perkedel jagung. 

Di Belanda, bukan tak ada masakan Indonesia. Tapi, jajan adalah barang mewah. Dia harus menguras kocek dalam-dalam untuk itu. Pernah saking pinginnya makan bakwan, dia beli bumbu instan di toko Asia. Namun, hasilnya, tak seenak bayangannya, hingga hanya berakhir di tempat sampah. 

"Enak kan?" Bu Handoyo tersenyum puas, melihat putranya makan dengan lahap. 

Aditya mencebik. Dalam hati dia mengakui kelezatannya. Bahkan, dia nambah sampai dua kali sup kimlo buatan Intan. 

--

Beberapa bulan kemudian

Aditya mengikuti langkah Sarah. Mereka memasuki sebuah butik. 

Hari itu, Sarah akan mengambil gaun untuk pesta makan malam di rumahnya. Keluarganya akan menyelenggarakan jamuan minggu depan. Pesta makan malam untuk perkenalan keluarga calon kakak iparnya. Tak lama kakak kandung Sarah akan melanjutkan ke jenjang yang serius dengan pacarnya. 

“Mas, kamu harus datang pakai baju yang senada, ya.” Sarah tersenyum pada Aditya. 

Pria itu tentu saja mengangguk disertai dengan senyum yang selalu mempesona. 

Aditya dan Sarah menjalin hubungan dekat, meskipun tidak bisa disebut pacaran. Aditya tidak pernah menyatakan status hubungan mereka. Keduanya selama ini hanya jalan berdua. Tanpa gandengan tangan, tanpa pelukan dan tanpa sentuhan fisik lainnya. 

Aditya sangat menghargai Sarah. Pemuda itu memilih menjaga kesopanan meskipun tak dipungkiri dia menyukai Sarah. 

Tanpa keduanya sadari, sepasang mata mengamati keduanya yang kini sedang meninggalkan butik itu. Tangan Aditya menenteng tas berbahan kertas bertuliskan nama butik ternama berisi gaun milik Sarah. 

"Kapan kamu akan kenalan sama papaku?" tanya Sarah saat keduannya sudah berada di mobil. 

Aditya menoleh, lalu ia hanya membalasnya dengan senyuman. 

"Ayolah Mas. Kita ‘kan jalan sudah lama. Papaku nanya terus,---" rajuk Sarah. 

Meskipun keduanya selama ini menjalin hubungan tanpa status yang jelas, Sarah ingin mempertegas status mereka. Sarah tak ingin kehilangan Aditya, pria yang bagi Sarah adalah sosok yang sempurna. Tampan, pekerja keras dan cerdas.

Aditya menarik nafas. Dia baru beberapa tahun bekerja di kantor yang sama tempat Sarah berkarir. 

Aditya mengalihkan pandangannya ke jalan. Tak lama kemudian ia menginjak pedal gas perlahan, menjalankan mobilnya. Mobil Sarah tepatnya. 

Mobil itu keluar dari pelataran butik menuju rumah Sarah. Rumah keluarga Sarah berada di kawasan elit. Ukuran rumahnya rata-rata besar dengan halaman yang luas. Sangat berbeda dengan kompleks perumahan di mana Aditya dan kedua orang tuanya tinggal. Hanya kompleks kelas menengah bawah, dengan rumah tipe kecil dan tanpa halaman. Hanya teras yang disulap menjadi carport untuk parkir empat buah motor, miliknya, ayah, ibu dan kakaknya.

"Kalau begitu, Sabtu besok, ya?" Sarah mencoba bernegosiasi. 

"Nanti aku pikirkan lagi..." sahut Aditya dengan datar. Mobil yang dikendarainya sudah mendekati rumah Sarah.

Aditya selalu meminggirkan mobil Sarah di depan kedai kopi yang terletak tak jauh dari gang menuju rumah Sarah. Setiap hari Aditya menitipkan motornya di sana dan mengambilnya di sore atau malam hari. 

Aditya belum punya nyali berkenalan dengan orang tua Sarah. Statusnya sebagai staf junior engineer di kantornya belum cukup bergengsi jika dibandingkan dengan status orangtua Sarah. 

Setelah Aditya turun dari mobil, Sarah kemudian menukar posisinya di depan kemudi. Ia lalu menjalankan mobil itu sednrii hingga rumahnya. 

Sementara, Aditya masih berdiri di tepi jalan, hingga mobil Sarah menghilang ditikungan.

Aditya menghela nafas. Selalu saja ada yang menganggunya jika Sarah mulai membicarakan perihal hubungan mereka. 

Setelah mengambil motor dan mengangsurkan lembaran warna ungu ke pemilik kedai, dipacunya motor tersebut menuju rumahnya. Pikirannya masih mengelana. Entah sampai kapan dia akan memutuskan untuk maju, atau mundur untuk hidup bersama Sarah. 

***ETW***

Usai memarkir motornya di depan rumah, lelaki berparas tampan itu masuk. 

"Ketemu Sarah lagi?" tanya Bu Handoyo. Mama Aditya itu sedang memasak di dapur. Wajahnya dan intonasi suaranya datar, memberi kesan tidak suka.

Wanita paruh baya ini memiliki insting yang tajam. Tatkala menyadari putra bungsunya ini dekat dengan seorang gadis, dia buru-buru menyelidiki siapa wanita yang mampu menjadi tambatan hati putranya yang selama ini tak pernah dekat dengan lawan jenis. 

Sang putra bungsu bukanlah tipe pemuda yang main-main perihal pasangan hidup. Saat dia dekat, artinya dia sudah hendak memastikan kemana kaki melangkah. 

Berbeda dengan putra keduanya yang mudah dekat dengan siapa saja. Hingga sekarang pun putra keduanya meski sudah berganti-ganti pacar, tak jua memutuskan pada siapa hati ditambatkan. 

Bagi Bu Handoyo, bobot, bibit dan bebet itu penting. Tapi, hal lain yang tak boleh dilupa adalah pasangan sekufu. Pasangan yang memiliki kelas dan tatanan sosial yang sama. Pendidikan yang sama, ekonomi yang sama, sosial yang sama, pemahaman agama yang sama, sehingga kelak di kemudian hari, pernikahan akan berjalan langgeng disebabkan permasalahan dasar sudah terselesaikan. 

Bu Handoyo cukup menyadari posisi keluarganya bukanlah berasal dari keluarga menengah ke atas. Mereka hanya tinggal di kompleks kelas menengah ke bawah. Perumahan ukuran kecil, penduduk yang padat, tapi guyup satu sama lain. Bukan perumahan elit yang pagarnya tinggi dan sepi. Dari sini saja, sudah dapat dinilai, kelas sosial dan kelas ekonominya. 

Bu Handoyo menginginkan, anaknya pun mendapat pasangan yang setara. Bukan berasal dari kalangan sultan yang bisa jadi akan merendahkannya. Ataupun kalangan lebih bawah yang bisa jadi akan merasa rendah diri. 

Mendengar pertanyaan mamanya, Aditya menghentikan langkahnya. Biasanya dia akan langsung ke kamar usai mencium punggung tangan mamanya. 

Kali ini, lelaki tampan itu memilih mencuci tangan di wastafel dapur, lalu membuka pintu kulkas. Matanya mencari-cari botol air dingin untuk melepas dahaganya. 

"Jika kamu tidak yakin, tidak usah dilanjutkan. Itu namanya memberikan harapan palsu," tukas Bu Handoyo sambil mengaduk sayur supnya dalam panic yang dijerang di atas kompor. Nada bicaranya masih sama, datar. 

Aditya menatap mamanya sambil mengambil gelas yang ada di lemari. Pria itu duduk di kursi yang mengitari meja makan tak jauh dari mamanya berdiri. Air putih dingin dari botol segera dituangnya dalam gelas. Lalu, meneguknya dengan perlahan.  

Aditya menarik nafasnya. Ingin bertanya dari mana mama tahu hubungannya dengan Sarah, tetapi ia ragu. Mamanya sering sulit ditebak. Tapi, pertanyaan mamanya memang secara tak langsung menciptakan pertanyaan baru dalam lubuk hatinya. Apakah dia sudah mantap, atau dia malah tidak yakin. Benar kata mamanya. 

Aditya tidak tahu, apakah dia mencintai Sarah? Tapi dia merasa nyaman. Sarah selalu berusaha membuatnya merasa dihargai.

"Adit yakin, Ma," jawab Aditya singkat. Pria berusia dua puluh lima tahun itu menatap gelasnya yang sudah kosong, lalu sesekali menatap mamanya yang sibuk memasak.

"Apa kamu pikir Mama akan percaya?” tanya Bu Handoyo.  Kepalanya menoleh ke arah putranya. 

 “Apa yang kamu harapkan darinya? Cinta? Apa kamu akan hidup selamanya dengan cinta?" 

Ada guratan kekecewaan di raut wajah wanita yang telah melahirkan Aditya ini. 

Ditariknya kursi yang berseberangan dengan Aditya. Matanya menatap putranya yang kini telah dewasa itu dengan tatapan sayang. 

Sementara Aditya hanya menunduk. Tatapan matanya tak lepas dari gelas yang masih dipegangnya.

"Dengar Mama, ya, Nak. Kamu dan dia itu berbeda. Kamu jangan hanya mempertimbangkan dirimu. Lihat juga papa dan mamamu. Lihat juga saudaramu," sambung Bu Handoyo.

Aditya masih terdiam. Meski kepalanya menunduk. Sesekali ia mencuri pandang menatap mamanya.  

"Sekarang, Sarah bisa menerima kamu karena cinta. Tapi kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi nanti. Mama tidak mau, ke depannya kamu diremehkan karena berasal dari keluarga yang biasa,” terang mama Aditya. Panjang lebar ia menjelaskan berharap putranya dapat memahami kata perkata yang diucapkannya. 

"Baik, Ma. Nanti Adit pikirkan." 

Aditya menyudahi pembicaraan dengan mamanya. Kursi yang dia duduki digeser sedikit ke belakang, memberikan akses kakinya untuk berdiri. Lalu dia beranjak ke kamarnya di lantai dua. 

Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu hanya dapat menatap punggung anaknya yang menaiki tangga, sambil menghela nafas. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hana Asmita
yeee... ketemu cerita baru ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • JODOH PILIHAN MAMA   2

    Hari itu Hari Sabtu. Sejak pagi Aditya sengaja tidak mengaktifkan ponselnya. Ia ingat, hari itu adalah hari yang ditunggu oleh Sarah. Teman dekatnya itu ingin mendapatkan jawaban, apakah ia bersedia datang ke rumah untuk bertemu dengan ayah Sarah. Hati Aditya menjadi gundah. Bagaimanapun Sarah mungkin adalah cinta pertamanya. Selama ini, Aditya memang tak mau terjerat oleh cinta. Jika saja dia jatuh hati pada seorang wanita, serta merta dia akan membunuhnya dan mencari pelarian yang lain. Belajar, berorganisasi, atau segudang aktivitas lainnya. Tapi kini, apakah yang dia rasakan pada Sarah itu adalah cinta? Apa benar itu cinta?Aditya mengenal Sarah saat pertama kali masuk menjadi pegawai baru di kantornya. Sarah sudah lebih senior. Dari Sarah lah, Adit banyak mengenal seluk beluk kantor. Wanita itu mendekati Aditya saat dirinya masih belum punya banyak kenalan di tempat kerja barunya. Sarah juga yang mengenalkan Aditya pada kolega kantornya yang lain.Sarah adalah tipe wanita yan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-20
  • JODOH PILIHAN MAMA   3

    “Sarah? Ada apa?” tanya Aditya. Roman muka Aditya setengah terkejut mendapati Sarah sudah ada di ruang tamu. Wanita itu duduk di sofa yang biasa digunakan untuk menerima tamu. Sementara, Pak Handoyo terlihat terpaksa menemaninya karena tidak ada orang lain di rumah selain dirinya. Saat Bu Handoyo masuk rumah dan melihat Sarah di dalam, raut mukanya serta merta berubah menjadi suram. Tak seulas senyum pun terbit dari wajahnya, meski Sarah langsung menyambut untuk menyapa dan menyalaminya. Wanita paruh baya itu memilih segera masuk ke dalam tanpa kata disbanding ikut menemui tamu anaknya itu di ruang tamu. Sarah menatap ibunda Aditya yang meninggalkan ruang tamu itu dengan sendu. Ada rasa kaget sekaligus syok saat melihat ekspresi penolakan dari wanita yang telah melahirkan kekasih hatinya itu. Selama ini, tak seorangpun yang pernah menampakkan raut tak suka padanya. Gelimang harta yang dimiliki, membuat semua orang hormat dan tunduk padanya. Ditambah sikapnya yang selalu ram

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-20
  • JODOH PILIHAN MAMA   4

    Aditya sedang mematut diri. Dari pagi dia sudah beberapa kali berganti T-shirt. Mungkin karena grogi, rasanya semua bajunya seperti tidak pantas dipakainya. [Sudah siap? Papa sudah menunggumu] Sebuah pesan dari Sarah masuk Kembali ke ponsel Aditya. Jika sebelumnya Aditya sangat bersuka hati pergi dengan Sarah, hari ini, dia menjadi kesal. Dia bingung, apakah harus benar-benar datang, atau lebih baik mencari alasan. Ah, lelaki macam apa aku ini? Jangan sampai dibilang pengecut, batin Aditya terus saja berperang. “Kamu yakin mau ke sana?” tanya Bu Handoyo saat melihat Aditya turun dari lantai dua. Penampilan Aditya sudah rapi dengan kaus berkerah warna biru donker polos yang dimasukkan ke dalam celana jin warna senada, hingga memberi kesan santai namun elegan. Tak lupa ikat pinggang menambah penampilannya sedikit berwibawa. Ibunda Aditya itu masih tampak tidak meyakini jika anak bungsunya akan benar-benar datang untuk berkenalan dengan keluarga Sarah. “Jadilah dirimu sendiri

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-20
  • JODOH PILIHAN MAMA   5

    Intan masih sibuk dengan persiapan baksosnya esok hari.Sejak tidak tinggal di rumah Bu Handoyo, Intan menyibukkan diri dengan kegiatan kampus. Sejak dulu, dia sudah aktif di kegiatan kampus, meski tidak seaktif saat ini. Kalau dulu jam lima sore sudah harus meninggalkan kampus, karena khawatir pulang terlalu malam. Jarak yang tidak dekat dan kadang macet, tentu membuat badannya lelah jika terlalu larut dalam kegiatan kampus. Namun, sekarang dia bisa sampai malam di kampus, apalagi kosannya hanya belakang kampus. Packing-packing hampir selesai setelah seharian sibuk menyortir pakaian pantas pakai. Intan kesal dengan perilaku orang-orang yang menyumbang pakaian tidak layak pakai. Kadang-kadang acara baksos seperti ini dijadikan ajang membuang barang. Padahal tidak seharusnya seperti itu. Seharusnya orang-orang mulai menyadari untuk memberikan pakaian terbaiknya untuk orang yang membutuhkan. Bukan sebaliknya. Jika kita tidak mau memakai, apalagi orang lain. Akhirnya Intan malah men

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-30
  • JODOH PILIHAN MAMA   6

    Sudah hampir dua jam Aditya mematut diri di depan cermin. Entah apa yang salah. Dia merasa tidak menjadi dirinya. Rasa kurang percaya diri tiba-tiba menyeruak. Padahal, selama ini dia adalah pribadi yang penuh percaya diri. Selain tampan menawan, pendidikan pun tak bisa diremehkan, demikian pula pekerjaan untuk lelaki seusia dirinya. Namun, rupanya hanya untuk pergi ke rumah Sarah menghadiri acara makan malam saja, semua yang dimilikinya seolah runtuh. Malam ini adalah acara makan malam keluarga di rumah orang tua Sarah bertepatan dengan perkenalan keluarga dengan calon suami kakak Sarah. Aditya terlanjur sudah menyanggupi untuk hadir di acara keluarga tersebut. Selain itu, rasanya perlu untuk mendekatkan diri ke keluarga Sarah, jika dia memang serius hendak menjalin hubungan dengan putri bungsu keluarga itu. Bu Handoyo dan Intan seharian sibuk memasak. Intan sengaja sudah membawa dus kemasan kue dan makanan. Ibu Intan adalah pengusaha catering di kota kelahirannya. Intan sudah ter

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-30
  • JODOH PILIHAN MAMA   7

    “Makasih, ya, Mas. Kata mamaku, makananya enak. Beli dimana?” tanya Sarah. Siang itu, mereka makan siang seperti biasa di kantin kantor. Mendengar pernyataan Sarah, Aditya yang duduk di hadapannya sambil mengaduk es jeruk tersenyum. “Buatan mama, Sar,” sahut Aditya penuh kebanggaan. Dia ingin menghadirkan pada Sarah, bahwa meskipun dia berasal dari keluarga biasa, namun ada kelebihan yang patut dibanggakan.“Ohya? Mamamu bisa bikin kue seenak itu?” tanya Sarah. Terlihat raut muka tak menyangka, bercampur dengan bahagia. Aditya mengangguk. Meski di benaknya, tiba-tiba bayangan Intan menari-nari. ‘Maaf Tan, aku terpaksa berbohong.’ batinnya. Intan dan mamanya memang senang berkolaborasi dalam memasak. Tapi, biasanya Intan yang banyak berkontribusi. Bagaimanapun remaja putri itu anak dari pengusaha catering di kota kelahirannya. Trik-trik masak sudah mumpuni dikuasai. Dan karena itu pula, mamanya makin suka pada gadis itu saat dia tinggal di rumahnya. “Wah, nanti mamaku bisa pesen

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-30
  • JODOH PILIHAN MAMA   8 a

    “Adit, Mama minta sama kamu. Jangan memberi harapan palsu ke orang lain. Jika kamu tidak yakin, tinggalkan. Jangan dilanjutkan,” nasehat Bu Handoyo usai makan malam. Sebagai seorang ibu, dia dapat meraba keraguan putranya. Ketika seorang sudah yakin dengan pilihannya, tentu akan diperjuangkan. “Adit yakin, Ma. Hanya, Adit perlu waktu,” sahut pemuda itu. Wajah Aditya masih tertunduk. Dia tahu, mamanya pasti menatap tajam padanya, seperti sebelum-sebelumnya jika membahas mengenai Sarah. Pemuda itu tetap tak paham, mengapa mamanya demikian tak menyukainya. Hanya karena status sosial. Bahkan, Sarah pun pasti tak menginginkan diterima sebagai dirinya, apa adanya. “Mama hanya belum kenal Sarah saja. Adit yakin, jika Mama sudah mengenalnya, pasti dapat menerimanya,” sambung Aditya. Bu Handoyo bergeming. Dalam hati, wanita paruh baya ini mencoba memahami kata-kata putranya. Benar dia belum mengenal Sarah. Tapi, sebagai wanita yang punya banyak pengalaman hidup dan telah berinterak

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-01
  • JODOH PILIHAN MAMA   8 b

    Tapi, Intan hanya bisa menaikkan kedua pundaknya. Takut tidak sopan, karena ada pakde dan budenya, yang harusnya memimpin pembicaraan. Baik Pak Handoyo dan Bu Handoyo tidak ada bahan untuk ditanyakan. Mereka memang tidak mau menyelidik siapa Sarah. Kalau bu Handoyo mungkin memang tidak mau tahu. Sedangkan Aditya merasa mati kutu. Sesekali diliriknya sang mama yang mengamati Sarah dengan lekat seperti hendak menguliti. “Supnya enak, Tante …” Akhirnya Sarah membuka suara. Dia ingin memuji untuk mencairkan suasana yang beku dan kaku. “Intan yang masak…” jawab Bu Handoyo dingin. Wanita itu tak hendak memperpanjang pembicaraan. Sarah menatap ke Intan. Gadis yang ditatapnya menganggukkan kepala sambil tersenyum. Sementara dalam benak Sarah masih bertanya-tanya. Siapa gadis ini? Kenapa dia ada di sini? Kenapa dia duduk satu meja dengannya? Apa posisinya di rumah ini? Saudara? Atau asisten rumah tangga? Sarah mulai frustasi dengan kondisi makan siang yang garing. Isi piringnya

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-01

Bab terbaru

  • JODOH PILIHAN MAMA   50b

    Sementara, di belahan timur pulau jawab, Sarah sudah tiba di hotel. “Wi, jadi kan kita ketemu?” Sarah mengirim pesan singkat ke Dewi, teman kuliahnya dulu. Meski dulu tak akrab dengannya, namun kekuatan sosial media, membuat mereka menjadi dekat. Banyak nostalgia di grup kadang membuat dulunya berjarak, menjadi akrab. “Jadi, dong. Apa yang enggak buat kamu." Dewi mengirimkan nama sebuah cafe di salah satu mall terkenal di kota pahlawan itu. “Wah, ini sih deket sama hotelku. Sampe ketemu ya!” Balas Sarah dengan riang. “Nanti aku ke sana pulang kerja, ya. Lagi banyak orderan bos. Nggak enak klo izin.” Meski janjiannya masih lama, di mall, Sarah tidak mati gaya. Dia berniat jalan-jalan berkeliling dulu di mall itu sambil membunuh waktu. Hingga kemudian, dia mengecek kembali waktu. Saat sudah dekat waktu janjiian, Sarah segera bergegas ke cafe yang dijanjikan. Suasana cafe tid

  • JODOH PILIHAN MAMA   50a

    “Mau kemana, Mas?” tanya Intan, sesaat sebelum Aditya menutup pintu itu. Lelaki itu tersenyum menatap istrinya yang raut wajahnya menampakkan wajah cemburu. Aditya menanggapi kemarahan Intan dengan santai. Jika selama ini yang banyak mengalah adalah Intan, kini dunia seolah terbalik. Intan sedang dirundung rasa kesal terhadap suaminya yang sudah terlalu memperlakukan temannya yang sedang jatuh cinta padanya. “Aku mau ke bawah. Kamu nitip apa?" tanya Aditya datar. Tak terlihat ada rasa bersalah. Aditya sudah tahu, biasanya amarah Intan akan sedikit reda jika ditawarkan makanan. “Martabak?” tawar Aditya dengan sedikit mencondongkan kepalanya. Alisnya pun satu diangkat ke atas, hendak menggoda Intan. “Serah!” ketus Intan menjawab seraya menutup pintu. Aditya hanya menanggapinya dengan senyum. Kepalanya menggeleng. Dia teringat mamanya kalau ngambek sama papanya, persis seperti itu. Nanti j

  • JODOH PILIHAN MAMA   49b

    Di kompleks perkantoran tempat mereka magang tak hanya di gedung yang berisi banyak kantor. Namun, di sebelah gedungnya pun juga perkantoran lain. Belum diseberang jalan. Apalagi, saat jam pulang kerja begini, maka akan mudah ditemui pekerja yang pulang kantor dan berjalan menuju tempat tinggal masing-masing. Di kompleks pemukiman belakang kantor itu, ada berbagai macam tipe rumah tinggal. Dari yang apartemen, kos-kosan elit, kos-kosan tipe menengah, hingga kamar yang disewakan bersama dengan pemilik rumah. Mau tipe yang ada AC dan internet plus kamar mandi di dalam, atau tipe dengan kipas angin pun tersedia. Harganya bervariasi. “Intan!” panggil Runi ketika melihat temannya tak sengaja menoleh ke arahnya. Sebenarnya Runi ingin menghindar saja dan menunggu Intan masuk. Namun, kepalang basah. Intan sudah lebih dahulu melihatnya. Mau-tak mau Runi harus menyapanya. Suasana lorong apartemen yang sepi membuat suara Run

  • JODOH PILIHAN MAMA   49a

    Sarah menatap nanar ke arah Dimas yang duduk di ruang tunggu bandara. Meskipun lelaki itu pamit hendak keluar kota alasan bisnis, Sarah tidak mempercayainya begitu saja. Sudah sebulan Sarah bekerja di kantor milik papanya yang kini dikelola Dimas. Semua pembukuan sudah diambil alih olehnya. Sesuai dengan keahliannya sebelum bekerja di kantor itu. Hana, staf lama, yang dicurigai memiliki kedekatan dengan Dimas pun sudah sebulan dipindahkan ke kantor cabang. Sarah sudah menyelidiki semua pembukuan kantor itu. Tak satu pun transaksi mencurigakan ditemukan. Bahkan, transaksi atas nama Dimas, tak satupun mencurigakan. Mungkin, itu pula yang membuat hidup Dimas tak banyak berubah, meski perusahaan makin menggeliat. Bahkan, rumah pun masih tinggal di tempat yang sama. Dimas pun masih setia dengan motornya, meski kadang-kadang membawa mobil operasional kantor. Namun, kesederhanaan itu justru yang membuat Sarah makin curiga. Jangan-jangan, ada belanja yang lain diluar untuk keluarganya, s

  • JODOH PILIHAN MAMA   48b

    “Mas, bisa nggak sih kalo kerja nggak pake main mata?” tanya Intan sambil menggigit satenya. Meski seharian dibuat gusar oleh tingkah Runi dan juga Aditya yang sok bijak di depan Runi hingga membuat gadis itu makin blingsatan, Intan sudah mulai belajar mengendalikan diri. Berkali-kali dia meneguk air mineral agar melarutkan emosi dalam darahnya. Sore tadi, sepulang kerja, Intan berpesan ke Aditya agar membeli sate di warung tenda belakang. Dia kesal dengan Aditya dan itu membuatnya malas memasak, khusus hari itu saja. Dia ingin menunjukkan kalau dia tengah marah. Apalagi, sejak Aditya tahu kalau teman-teman Intan juga magang di kantornya, Aditya makin malas pergi keluar dengan Intan. Bahkan lelaki itu rela membeli makan sendiri, demi agar tidak diketahui kedekatannya dengan sang istri. Bahkan, mereka pun pulang dan pergi terpaksa melewati jalan dan waktu yang berbeda, agar tidak diketahui hubungan keduanya. “Siapa juga yang mai

  • JODOH PILIHAN MAMA   48a

    Kebetulan Runi dan Mira tinggal di kosan yang sama. Sementara Intan beralasan ikut kakaknya. Jadi tidak gabung saat mencari kosan. Sedangkan Arfan, tentu tinggal di kosan khusus laki-laki. “Ehhh, maaf, Run. Nggak bisa. Kan aku sudah bilang, kalau aku tinggal sama kakakku cowo. Dia orangnya pemalu. Emang mau ngapain?” tanya Intan setelah menjelaskan alasannya.Selama ini, Intan selalu beralasan ikut di tempat kakak laki-lakinya. Jadi dia tak mengijinkan satu pun temannya untuk berkunjung. Bisa-bisa Aditya ngamuk kalau sampai ada yang berani datang. Lelaki itu sangat ketat terhadap privasi. “Nggak ada, sih. Cuma mau main aja. Habis dari magang, suka bengong di kontrakan,” kata Runi. Runi memang tidak terlalu cocok dengan Mira. Mira anaknya gaul, mudah dekat sama cowok. Sedangkan Runi cenderung pemalu. Mengobrol dengan Mira pun sering tidak nyambung. Karena keduanya berbeda selera. “Yaudah, aku saja yang main ke kosanmu ya,” kata Intan menawarkan diri. Kalau dengan Intan, Runi agak

  • JODOH PILIHAN MAMA   47b

    “Tadi ada anak baru magang di kantorku,” kata Aditya sambil mengambil rawon ke mangkuknya. Biasanya makan nasi rawon, Intan selalu memisahkan rawon dengan nasinya.Intan sudah mencicil membeli perabot masak seadanya. Yang penting ada buat goreng, ngrebus, ngukus. Bahkan, kadang dia terpaksa menggunakan bumbu instan, karena tak memungkinkan bumbu lengkap. Ulekan atau blender belum dimilikinya. Lagi pula beli bumbu lengkap juga bakal busuk klo jarang-jarang masak.Intan hampir tersedak mendengar ucapan Aditya.“Minum dulu. Denger magang saja, kok kamu tersedak,” ucap Aditya datar.Lelaki itu sama sekali tak curiga. Malah dengan santainya menyendok telur asin yang sengaja digunakan untuk pendamping nasi rawon. Intan sengaja membawa telor asin dari rumah mertuanya. Praktis buat lauk. Tinggal membuat perkedel dan goreng emping saja buat pelengkap nasi rawon.“Ya maaf kalau aku nggak bantuin kam

  • JODOH PILIHAN MAMA   47a

    Aditya masih sibuk dengan pekerjaannya, saat Hanafi, karyawan HRD masuk ke ruang kerjanya bersama seorang gadis dengan penampilan tertutup alias berjilbab rapi. “Dit, ini ada anak magang baru, ditempatkan di divisi ini. Kata Pak Bos, kamu yang akan pegang,” kata Hanafi sambil memperkenalkan gadis yang meskipun tampilannya tertutup namun, terlihat ramah. Sejenak Aditya terdiam. Namun kemudian dia teringat pesan atasannya yang sedang keluar kantor, kalau memang dia akan ditugaskan membimbing anak magang tiga bulan kedepan. “Oh Iya, Pak. Makasih ya,” sahut Aditya kemudian. “Runi, ini Pak Adit. Nanti Pak Adit yang akan membimbing kamu selama magang di sini.” Hanafi memberi pesan pada mahasiswi bernama Runi itu. Gadis itu menangguk takzim. Hanafi lalu meninggalkan ruangan Aditya. “Duduk dulu.” Aditya mempersilahkan Runi duduk. Mereka mengobrol di sofa yang biasa digunakan untuk menunggu tamu di ruangan itu. “Jadi nama kamu Runi?” Aditya membaca berkas dokumen yang diberikan Hanafi.

  • JODOH PILIHAN MAMA   46b

    Intan bersikap biasa tatkala pagi hari, seolah tak pernah terjadi sesuatu tadi malam. Dia sengaja tak membahasnya hingga Aditya membuka percakapan. “Bener kamu nggak ingat semalam kamu ngapain?” ulang Aditya. Pagi itu Hari Minggu. Intan memasak nasi goreng untuk sarapan. Semalam, Intan sengaja memasak nasi agak lebih agar dapat dimasak untuk pagi hari. Dia sudah hafal kalau Aditya tak suka nasi kemarin, kecuali dibuat nasi goreng. Intan menggeleng. Dalam hati Intan berujar, “Aku nggak tahu kamu ngapain saja di sana, Mas.” Aditya menghela napas. Dia khawatir hal itu akan terjadi lagi saat malam hari dia tidak di rumah. “Mengerikan,” batinnya. “Kalau begitu, sebaiknya siang ini kita pulang. Rasanya lebih aman kamu di rumah dibanding di sini,” tambah Aditya. Di rumahnya, ada mamanya yang bisa mengawasi. Kalau di apartemen, saat dia pergi seperti semalam, siapa yang dapat menjamin Intan nggak kemana-mana.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status