Beranda / Romansa / Ternyata Bosku Mantanku / Bab 1. Saling Menyakiti  

Share

Ternyata Bosku Mantanku
Ternyata Bosku Mantanku
Penulis: SecretAK

Bab 1. Saling Menyakiti  

Penulis: SecretAK
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-27 11:58:38

“Aku mau putus.” 

Kata-kata yang lolos di bibir gadis cantik bernama Bintang, membuat Bara yang duduk di hadapannya sontak terkejut. Tampak aura wajah Bara menunjukkan emosi yang tak bisa tertahan. Sorot menajam yang tercipta di mata Bara, tak membuat Bintang takut sedikit pun. 

“Aku lagi nggak suka becanda, Bi. Jangan ngomong hal-hal konyol,” jawab Bara menekankan, tak suka diajak bercanda oleh kekasihnya itu. 

Bintang bangkit berdiri. “Aku nggak bercanda, Bara. Aku udah bosen sama kamu. Aku mau kita putus.” 

Bintang hendak pergi, tapi Bara menahan lengan Bintang. “Nggak usah main-main bisa nggak sih? Aku lagi capek!” 

Bintang menepis kasar tangan Bara, berusaha kuat menahan air mata yang nyaris tumpah. “Aku udah bosen sama kamu. Kamu nggak lebih baik dari Mario. Aku capek sama kamu yang selalu naik motor. Sementara Mario punya mobil bagus. Aku capek sama kamu diajak makan di pinggir jalan, sedangkan Mario selalu bawa aku ke restoran mahal. Aku capek sama kamu yang kasih kado boneka, sedangkan Mario kasih aku kado mahal.” 

Bara terdiam di tempatnya mendengar apa yang dikatakan oleh Bintang. Laki-laki tampan itu melangkah mundur, di kala mendapatkan ucapan tajam dari sang kekasih yang sudah bersamanya selama lima tahun. 

“Kamu selama ini jalan sama Mario?” tanya Bara menahan amarahnya mendengar nama ‘Mario’. 

Bintang mengangguk tanpa ragu. “Ya, di belakang kamu selama ini aku jalan sama Mario. Aku bandingin kamu dengan dia. Kamu jauh banget dari dia. Mario bisa bahagian aku, sedangkan kamu? Aku capek dengan keadaan kamu yang cuman pas-pasan, Bara.” 

Bara tertunduk lesu, sudut matanya mengeluarkan air mata. “Kamu bohongin aku kan, Bi. Kamu nggak serius sama ucapan kamu.” 

“Apa yang dibilang Bintang sama sekali nggak bohong. Dia memang pacar gue,” sahut sosok laki-laki tampan, yang memiliki postur tubuh tinggi tegap seperti Bara. 

Tatapan Bara menajam menatap laki-laki bernama Mario. “Lo ngapain di sini?!” 

Mario memeluk pinggang Bintang di hadapan Bara. “Cewek yang ada di hadapan lo ini adalah cewek gue. Jangan ganggu cewek gue!” 

Emosi Bara terpancing mendengar ucapan Mario. Dia meraih kerah baju Mario. “Berengsek! Bintang itu cewek gue, Sialan!” 

Mario tersenyum sinis. “Yakin? Nyatanya cewek yang lo akuin ini milih gue.” 

Bintang mendorong keras Bara, membela Mario. “Apa-apaan sih, Bar! Tadi kan aku udah bilang putus! Sekarang aku udah bukan pacar kamu lagi!”  

Bara semakin marah, dan mencengkeram tangan Bintang. “Bintang Dilara! Jangan main-main sama aku!” 

“Aku udah tidur sama Mario! Apa yang kamu harapin dari aku?! Kamu ngapain ngejar cewek yang udah jelas-jelas nggak mau sama kamu!” bentak Bintang, menahan air matanya. 

Bagaikan tersambar petir, Bara terkejut luar biasa mendengar ucapan Bintang. Laki-laki tampan itu tak bisa menahan air matanya. Dia meneteskan air mata di hadapan gadis yang sangat dia cintai. 

“K-kamu udah tidur sama Mario?” tanya Bara dengan nada bergetar. 

Bintang mengangguk, menahan air mata. “Iya! Dia bisa kasih kebahagiaan yang kamu nggak bisa kasih.” 

Bara tak kuasa menahan air matanya mendengar fakta yang ada. Laki-laki tampan itu menyeka air matanya berusaha kuat, dan tanpa berkata apa pun lagi, dia berbalik pergi meninggalkan Bintang. 

Tubuh Bintang nyaris ambruk di kala Bara pergi dalam keadaan menangis. Refleks, Mario yang masih memegang Bintang langsung memeluk erat tubuh Bintang, membantu gadis berusia 20 tahun itu untuk tetap berdiri. 

“Bintang, are you okay?” tanya Mario khawatir. 

Bintang menangis seraya menatap lirih Mario. “I’m okay, Mario. Thank you udah nolongin aku.” 

Mario menghela napas dalam. “Harusnya nggak kayak gini. Kamu bisa jelasin ke Bara tentang—” 

“Nggak! Ini udah seharusnya terjadi. Bara punya masa depan yang cerah. Aku nggak mau jadi penghalang dia,” ucap Bintang, dengan air mata yang tak henti lolos. 

***

Tiga minggu berlalu, hidup Bintang tanpa Bara seakan siang tanpa malam. Gadis cantik itu sudah tak lagi bertemu dengan Bara di kampus. Bara merupakan mahasiswa akhir fakultas bisnis, sedangkan Bintang di bawah Bara satu tahun.  

Siang itu, Bintang memutuskan untuk segera pulang ke apartemen yang letaknya di wilayah Jakarta Timur. Gadis cantik itu pulang menggunakan busway, tapi saat di halte—dia merasa perutnya benar-benar aduk. Rasa mual tidak bisa lagi teratasi.

Bintang memilih mengabaikan rasa mualnya. Dia pikir mual ini karena asam lambung, tapi tiba-tiba saja pandangan Bintang mulai buram. Orang yang semakin banyak mengantre di busway, membuat Bintang mulai merasakan sesak luar biasa. Dalam hitungan detik, Bintang jatuh pingsan di halte. 

Seluruh orang yang ada di halte menjerit melihat Bintang jatuh pingsan. Mereka meminta petugas membantu Bintang. Tubuh mungil Bintang dibopong oleh petugas—dibawa ke rumah sakit. 

Aroma rumah sakit menyeruak ke indra penciuman Bintang. Sayup-sayup, gadis itu mulai membuka matanya, dan mengendarkan pandangannya menatap dirinya berada di sebuah ruangan yang dia yakini adalah di rumah sakit. 

“Permisi, Anda sudah siuman?” seorang dokter wanita menghampiri Bintang. 

Bintang memijat keningnya, menatap dokter di hadapannya. “Maaf, Dok. Kenapa saya ada di sini?” 

“Anda pingsan di halte busway. Ada petugas yang membawa Anda ke sini,” jawab sang dokter seraya tersenyum hangat. 

Bintang terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh sang dokter. Kepingan memorinya mengingat tentang dirinya yang pulang kuliah, dan merasakan mual luar biasa. Selain mual, dia juga merasakan rasa pusing yang tak teratasi, hingga membuatnya jatuh pingsan. 

“Maaf, saya menyusahkan banyak orang,” ucap Bintang pelan, dan merasa bersalah. 

Sang dokter tetap tersenyum. “Sebagai seorang dokter, sudah tugas saya untuk mengobati pasien saya.” 

Bintang menatap sang dokter. “Saya baik-baik saja, kan, Dok?” 

“Di mana suami Anda?” tanya sang dokter yang sontak membuat Bintang terkejut. 

Kening Bintang mengerut dalam. “Suami? Saya belum menikah. Kenapa dokter menanyakan suami saya?” 

Sang dokter menghela napas. “Anda hamil. Usia kandungan Anda saat ini adalah lima minggu. Tapi, Anda harus tahu bahwa kandungan Anda lemah. Sepertinya banyak beban yang Anda pikirkan. Saya tidak ingin menghakimi Anda. Saran saya segera beri tahu ayah dari calon anak Anda.” 

Tubuh Bintang membeku terkejut mendengar penjelasan sang dokter. Debar jantungnya berpacu dengan kencang. Tangannya sampai berkeringat dingin penuh rasa takut. Berkali-kali, dia menggelengkan kepalanya meyakinkan bahwa apa yang dia dengar ini pasti salah. 

“Tidak mungkin! Dokter pasti salah,” seru Bintang menahan air matanya. 

Sang dokter langsung menyerahkan selembar kertas yang ada di tangannya pada Bintang. “Hasil medis Anda sudah keluar. Di sana sangat jelas bahwa Anda sedang mengandung.” 

Tangan Bintang gemetar memegang selembar kertas itu. Air matanya satu demi satu membasahi pipinya. Dadanya sesak luar biasa, mengetahui fakta di mana dirinya sedang mengandung. 

“Apa yang harus aku lakukan?” gumam Bintang lirih seraya menyentuh perutnya yang masih rata. 

Bab terkait

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 2. Semesta Mengajak Bercanda 

    Empat Tahun Berlalu … Bintang mengumpat pelan di kala melihat antrean busway sangat padat. Sialnya dia bangun terlambat, sehingga ketika tiba di halte sudah menyaksikan banyak sekali lautan manusia. Tampak embusan napas kasar lolos di bibir wanita cantik itu. Bintang tak memiliki pilihan lain, dia terpaksa menggunakan taksi. Hari ini adalah hari pertama bintang bekerja. Dia tak ingin sampai terlambat di kantor. Mendapatkan pekerjaan di Jakarta bukan hal yang mudah. Menganggur cukup lama, akhirnya Bintang bisa diterima di sebuah perusahaan ternama. “Bintang Dilara, Anda tahu jam berapa ini?!” seorang wanita cantik bernama Lina, yang merupakan HRD Manager memberikan teguran cukup keras pada Bintang yang baru saja tiba di kantor. Bintang sedikit panik. “I-iya, Bu Lina. Saya Bintang Dilara. M-maaf saya terlambat.” Bintang sudah naik taksi, tapi sialnya jalanan di kota Jakarta tetap macet. Hal tersebut yang membuat Bintang tiba di kantornya terlambat. Letak kantor di Jakarta Selatan,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 3. Cinta dan Dendam yang Melebur Menjadi Satu   

    New York, USA. Salju turun di kota Manhattan cukup lebat. Sosok pria tampan berdiri di bangunan menjulang tinggi sebuah penthouse mewah. Sorot mata dingin, dengan aura wajah tegas begitu terlihat. Pria tampan itu baru saja baru saja selesai memeriksa pekerjaan yang dikirimkan oleh karyawannya. Bara Gunawan Gunaraya, pria tampan berusia 25 tahun itu langsung menonaktifkan ponselnya di kala terus menerus mendapatkan telepon dari ibunya. Jika tak ingin diganggu, maka Bara tak ingin diganggu oleh siapa pun. “Pak Bara,” sapa Andi, asisten pribadi Bara, melangkah masuk ke dalam ruang kerja Bara. Bara menatap dingin Andi yang baru saja datang ke penthouse-nya. “Kamu tahu ini jam berapa? Kenapa kamu mengganggu waktu saya?” Waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Bara tak suka jika diganggu, tapi malah asisten pribadinya mendatanginya. Padahal pria tampan itu sudah mengatakan, jika ingin membahas pekerjaan maka lebih baik ditunda sampai jam kantor. Andi menundukkan kepalanya. “Pak Bar

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 4. Takdir yang Telah Digoreskan 

    “B-Bara?” Napas Bintang seakan tercekat. Debar jantungnya berpacu dengan kencang seolah ingin berhenti berdetak. Dia bahkan sampai melangkah mundur, guna memastikan bahwa semua ini mimpi. Namun, sayangnya dia menyadari bahwa ini adalah nyata, bukan mimpi. “Bintang? Kamu kenal Pak Bara?” tanya Wilona berbisik pada Bintang yang tampak seperti terkejut melihat Bara. Bintang masih belum menjawab pertanyaan Wilona. Gelengan di kepalanya seakan jawaban dari pertanyaan yang lolos di bibir Wilona. Bintang tak sanggup untuk berkata-kata akibat kembali melihat sosok pria yang seharusnya tak dia lihat lagi. Bara yang berdiri di tengah-tengah lobi, tatapannya menatap dingin Bintang yang berjarak tak terlalu jauh darinya. Dia bisa melihat tatapan terkejut Bintang, sedangkan dia tetap tenang di tempatnya. Namun, meski tenang—sorot matanya begitu tajam seakan penuh amarah dendam pada Bintang. “Selamat pagi semua. Saya Andi, asisten pribadi Pak Bara Gunawan Gunaraya. Mulai detik ini Pak Bara aka

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 5. Mari Lupakan Masa Lalu 

    Bintang tak bergerak sedikit pun di kala Bara begitu dekat dengannya. Dia sedikit ingin melangkah mundur, tapi dia merasa bahwa kakinya tak bisa digerakan sama sekali. Seakan berada di ambang maut, Bintang benar-benar tak bisa berkutik. “P-pak, s-saya—” “Bagaimana rasanya memanggil orang yang kamu hina dengan sebutan ‘Bapak?’ Bukankah dulu kamu mengatakan bahwa aku ini hanya pas-pasan?” Bara berkata sangat sarkas, menggali kembali ucapan Bintang masa lalu. Bintang menelan salivanya susah payah. Kepingan memorinya mengingat semua hinaan tajam yang sudah dia ucapkan pada Bara. Tentu dia tak akan mungkin lupa. Bahkan jika sekarang Bara menaruh dendam serta kebencian padanya adalah hal yang wajar. Bintang menarik napas dalam-dalam, membuangnya perlahan. Mati-matian, dia berusaha mengatasi dirinya sendiri. Hari ini adalah hari yang paling tidak diinginkan oleh Bintang. Dari jutaan banyak manusia di muka bumi ini, kenapa Bintang harus kembali dipertemukan dengan Bara? Sungguh, takdir

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27

Bab terbaru

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 5. Mari Lupakan Masa Lalu 

    Bintang tak bergerak sedikit pun di kala Bara begitu dekat dengannya. Dia sedikit ingin melangkah mundur, tapi dia merasa bahwa kakinya tak bisa digerakan sama sekali. Seakan berada di ambang maut, Bintang benar-benar tak bisa berkutik. “P-pak, s-saya—” “Bagaimana rasanya memanggil orang yang kamu hina dengan sebutan ‘Bapak?’ Bukankah dulu kamu mengatakan bahwa aku ini hanya pas-pasan?” Bara berkata sangat sarkas, menggali kembali ucapan Bintang masa lalu. Bintang menelan salivanya susah payah. Kepingan memorinya mengingat semua hinaan tajam yang sudah dia ucapkan pada Bara. Tentu dia tak akan mungkin lupa. Bahkan jika sekarang Bara menaruh dendam serta kebencian padanya adalah hal yang wajar. Bintang menarik napas dalam-dalam, membuangnya perlahan. Mati-matian, dia berusaha mengatasi dirinya sendiri. Hari ini adalah hari yang paling tidak diinginkan oleh Bintang. Dari jutaan banyak manusia di muka bumi ini, kenapa Bintang harus kembali dipertemukan dengan Bara? Sungguh, takdir

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 4. Takdir yang Telah Digoreskan 

    “B-Bara?” Napas Bintang seakan tercekat. Debar jantungnya berpacu dengan kencang seolah ingin berhenti berdetak. Dia bahkan sampai melangkah mundur, guna memastikan bahwa semua ini mimpi. Namun, sayangnya dia menyadari bahwa ini adalah nyata, bukan mimpi. “Bintang? Kamu kenal Pak Bara?” tanya Wilona berbisik pada Bintang yang tampak seperti terkejut melihat Bara. Bintang masih belum menjawab pertanyaan Wilona. Gelengan di kepalanya seakan jawaban dari pertanyaan yang lolos di bibir Wilona. Bintang tak sanggup untuk berkata-kata akibat kembali melihat sosok pria yang seharusnya tak dia lihat lagi. Bara yang berdiri di tengah-tengah lobi, tatapannya menatap dingin Bintang yang berjarak tak terlalu jauh darinya. Dia bisa melihat tatapan terkejut Bintang, sedangkan dia tetap tenang di tempatnya. Namun, meski tenang—sorot matanya begitu tajam seakan penuh amarah dendam pada Bintang. “Selamat pagi semua. Saya Andi, asisten pribadi Pak Bara Gunawan Gunaraya. Mulai detik ini Pak Bara aka

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 3. Cinta dan Dendam yang Melebur Menjadi Satu   

    New York, USA. Salju turun di kota Manhattan cukup lebat. Sosok pria tampan berdiri di bangunan menjulang tinggi sebuah penthouse mewah. Sorot mata dingin, dengan aura wajah tegas begitu terlihat. Pria tampan itu baru saja baru saja selesai memeriksa pekerjaan yang dikirimkan oleh karyawannya. Bara Gunawan Gunaraya, pria tampan berusia 25 tahun itu langsung menonaktifkan ponselnya di kala terus menerus mendapatkan telepon dari ibunya. Jika tak ingin diganggu, maka Bara tak ingin diganggu oleh siapa pun. “Pak Bara,” sapa Andi, asisten pribadi Bara, melangkah masuk ke dalam ruang kerja Bara. Bara menatap dingin Andi yang baru saja datang ke penthouse-nya. “Kamu tahu ini jam berapa? Kenapa kamu mengganggu waktu saya?” Waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Bara tak suka jika diganggu, tapi malah asisten pribadinya mendatanginya. Padahal pria tampan itu sudah mengatakan, jika ingin membahas pekerjaan maka lebih baik ditunda sampai jam kantor. Andi menundukkan kepalanya. “Pak Bar

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 2. Semesta Mengajak Bercanda 

    Empat Tahun Berlalu … Bintang mengumpat pelan di kala melihat antrean busway sangat padat. Sialnya dia bangun terlambat, sehingga ketika tiba di halte sudah menyaksikan banyak sekali lautan manusia. Tampak embusan napas kasar lolos di bibir wanita cantik itu. Bintang tak memiliki pilihan lain, dia terpaksa menggunakan taksi. Hari ini adalah hari pertama bintang bekerja. Dia tak ingin sampai terlambat di kantor. Mendapatkan pekerjaan di Jakarta bukan hal yang mudah. Menganggur cukup lama, akhirnya Bintang bisa diterima di sebuah perusahaan ternama. “Bintang Dilara, Anda tahu jam berapa ini?!” seorang wanita cantik bernama Lina, yang merupakan HRD Manager memberikan teguran cukup keras pada Bintang yang baru saja tiba di kantor. Bintang sedikit panik. “I-iya, Bu Lina. Saya Bintang Dilara. M-maaf saya terlambat.” Bintang sudah naik taksi, tapi sialnya jalanan di kota Jakarta tetap macet. Hal tersebut yang membuat Bintang tiba di kantornya terlambat. Letak kantor di Jakarta Selatan,

  • Ternyata Bosku Mantanku   Bab 1. Saling Menyakiti  

    “Aku mau putus.” Kata-kata yang lolos di bibir gadis cantik bernama Bintang, membuat Bara yang duduk di hadapannya sontak terkejut. Tampak aura wajah Bara menunjukkan emosi yang tak bisa tertahan. Sorot menajam yang tercipta di mata Bara, tak membuat Bintang takut sedikit pun. “Aku lagi nggak suka becanda, Bi. Jangan ngomong hal-hal konyol,” jawab Bara menekankan, tak suka diajak bercanda oleh kekasihnya itu. Bintang bangkit berdiri. “Aku nggak bercanda, Bara. Aku udah bosen sama kamu. Aku mau kita putus.” Bintang hendak pergi, tapi Bara menahan lengan Bintang. “Nggak usah main-main bisa nggak sih? Aku lagi capek!” Bintang menepis kasar tangan Bara, berusaha kuat menahan air mata yang nyaris tumpah. “Aku udah bosen sama kamu. Kamu nggak lebih baik dari Mario. Aku capek sama kamu yang selalu naik motor. Sementara Mario punya mobil bagus. Aku capek sama kamu diajak makan di pinggir jalan, sedangkan Mario selalu bawa aku ke restoran mahal. Aku capek sama kamu yang kasih kado boneka,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status