Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku

Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku

last updateTerakhir Diperbarui : 2022-10-20
Oleh:  Ina ShalsabilaTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat. 2 Ulasan-ulasan
71Bab
62.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Awalnya, aku tak percaya saat aku melihat Mas Mirza di depan mini market. Jelas-jelas, dia sudah berpamitan ke luar kota, tetapi mata ini benar-benar melihatnya masih di kota ini! Yang lebih mengejutkan adalah aku mendapati sosok wanita di balik kaca mobilnya. Mereka begitu mesra! Aku membuntuti mereka, dan ternyata mereka pergi ke rumah Ibu Mertuaku … Ada apa ini sebenarnya?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Wanita di dalam Mobil Suamiku

"Mbak, kayaknya itu Mas Mirza, deh," ucap Ayu saat menemaniku berbelanja. Aku mengikuti arah telunjuknya. Tak mendapati siapapun seperti penuturannya.

"Mas Mirza 'kan ke luar kota," jawabku santai sambil memasukkan barang-barang dalam keranjang belanjaan.

"Mobilnya, Mbak. Di dalam ada seorang wanita lo, Mbak."

"Sudah dibilangin kalau mas Mirza keluar kota. Lagian, mobil seperti itu banyak," ucapku lagi menyangkal.

Ayu berdecak kesal karena aku tidak mengindahkan ucapannya.

"Coba dilihat baik-baik. Masa aku sebagai tetangga lebih hafal suaminya Mbak Mala." Kali ini Ayu terdengar memaksa. Aku menyipit, sedikit tersinggung dengan ucapannya. Tapi ... tak ada salahnya kudengar.

"Mana mungkin mas Mirza di sini. Dia baru saja pergi ke tadi sore, berpamitan ke luar kota untuk urusan kantor," ucapku bernada kesal.

Aku mengamati mobil silver yang ditunjukkan Ayu. Kebetulan pintu dan bagian depan minimarket yang kusambangi ini seluruhnya kaca. Jadi lebih leluasa mengamati keadaan luar.

Mirip, mobil itu mirip kepunyaan mas Mirza yang baru. Ada seorang wanita di dalam sana. Terlihat dari kaca mobil. Netraku menyipit mengingat-ingat sosok wanita itu. Tapi ... nihil. Gak kenal.

Ayu salah, aku pastikan bukan mobil mas Mirza.

Baru akan berpindah tempat untuk melanjutkan berbelanja lagi, mendadak kaki ini terasa kaku. Tanpa sadar, pouch yang kupegang terlepas dan jatuh.

Aku berjongkok untuk mengambilkan. Tanganku gemetar seketika melihat punggung lelakiku baru saja keluar toko roti di sebelah minimarket ini dan langsung masuk ke mobil itu.

"Benar kan," celetuk Ayu secara tiba-tiba.

"Bawa motornya, Yu. Kita ikuti." Aku menyerahkan pouch tadi, Ayu gelagapan.

"Belanjanya?" Dia sempat mengajukan pertanyaan.

"Buruan!" bentakku sambil mendorong pintu.

 Belanjaan? Lain kali bisa datang lagi, pikirku.

Terlambat. Mas Mirza sudah melajukan mobilnya. Ayu buru-buru mengeluarkan kunci motor di dalam pouch, lalu berputar haluan ke arah mobil yang baru saja pergi.

"Telat, sudah pergi!" ucapku sangat kesal.

"Cepetan, Mbak!" Kali ini, aku yang mendapat bentakan.

Aku menurut saja ketika Ayu membawaku membelah jalanan kota. Nekat mengikuti mobil mas Mirza tak tampak lagi. Namun, Ayu masih saja berusaha mengikuti jejaknya.a

"Kita kehilangan jejak, Mbak. Coba telepon mas Mirza," perintah Ayu memberikan masukan.

Seperti kerbau dicucuk hidungnya, aku memenuhi perintah Ayu. Menelepon mas Mirza yang katanya ke luar kota.

Tanpa sadar, aku sudah terisak. Rasa sakit tiba-tiba menghujani hati. Benarkah lelaki yang mendengungkan sumpahnya di hadapan bapak sudah berkhianat? Di tengah rasa tak percaya, tetapi mencoba berusaha kuat.

Sepertinya Ayu mendengar isakanku.

"Jangan nangis, Mbak. Kita cari dulu, mana tau aku yang salah lihat," ucapnya berusaha menenangkan.

Salah lihat bagaimana? Jelas-jelas itu memang mas Mirza. Aku hanya membatin, tak sanggup menjawab.

Masih banyak memegangi ponsel di telinga, aku sama sekali tidak mendengar jawaban.

"Gak diangkat, Yu."

"Eh, lihat deh. Bukannya itu mobilnya?" Tiba-tiba Ayu menepuk pelan lututku.

Aku mengamati bagian depan jalanan yang kami tuju. Mobil mas Mirza berbelok arah ke ... rumah ibu?

"Ikuti saja, Yu. Ini arah ke rumah ibu."

"Mas Mirza mengantarkan saudara ibunya mungkin," tebaknya. Aku tau, Ayu berusaha berpikir positif. Tetapi tidak denganku.

Mas Mirza berpamitan ke luar kota, tiba-tiba saja dia masih di sini. Ini adalah kebohongan pertama. Lalu wanita di balik kaca mobil tadi, bukanlah saudara dari ibu. Lima tahun menjadi menantu di keluarga mas Mirza, tak satupun saudara dekatnya yang tidak aku kenali.

Lebih terkejut lagi, mobil itu kini berhenti di depan rumah mertuaku.

"Jaga jarak ya, Mbak. Biar gak ketauan," ucap Ayu.

Kami berhenti di depan rumah tetangga ibu. Sengaja segera mematikan motor, lalu berdiri memperhatikan setiap gerak dua orang di dalam mobil. Tak lama kemudian, mas Mirza keluar.

Ibu terlihat membuka pintu, lalu mendekat. Mas Mirza berbelok ke sisi kiri dan membuka pintu untuk wanita itu.

Batinku berontak. Selama menjadi istrinya, aku tak pernah diperlakukan seperti halnya di depan mata saat ini. Di mana mas Mirza menuntun seorang wanita yang sedang ... hamil?

Ibu membantu memapah.

Aku bergerak maju andai saja Ayu tidak menarik lengan, lalu membungkam mulutku.

"Jangan bersuara, Mbak. Malu dilihat tetangga kalau ada ribut-ribut."

"Lihat, Yu. Mas Mirza ...." Aku menunjuk ke sana, tanpa bisa berkata-kata. Hanya bisa menangis dalam bungkaman Ayu.

Kami memerhatikan setiap detik bagaimana ibu dan suamiku menggandeng wanita itu. Terlihat kepayahan dengan perutnya yang membesar.

"Aku mau melabrak mereka!" Aku menyentak tangan Ayu. Tak perduli dengan larangannya, aku menerobos masuk.

"Mbak Mala jangan nekat!" Ayu meraih lenganku lagi.

"Aku sudah gak sabar, Yu."

"Mana tau itu tidak seperti pikiran buruk kita."

"Bagaimana mungkin itu ... ah, sudah jelas begitu." Aku frustrasi sekali.

"Tenang dulu, Mbak. Kita intip saja, jangan melabrak. Kalau sudah pasti perempuan itu ... anu, ada hubungannya sama mas Mirza, terserah Mbak Mala mau ngapain. Oke?"

Ucapan Ayu sedikit menentramkan. Tak ada salahnya dicoba. Aku berjalan lebih dulu, Ayu masih saja memegang kuat lenganku.

Kami berjalan mengendap-endap memasuki halaman, lalu berjalan ke samping.

Rupanya wanita itu dan ibu masih bercakap-cakap di ruang tamu. Terlihat jelas, ibu sangat memperhatikannya. Mas Mirza tidak tampak di sana. Kemana dia?

Aku menajamkan indera pendengaran demi mengetahui isi pembicaraan kedua wanita itu. Walaupun hanya samar-samar, tetapi terdengar jelas mereka membicarakan kehamilan wanita itu yang sudah mencapai sembilan bulan. Sebenarnya, siapa dia? Apakah dia benar-benar ....

"Aku gak mau jauh-jauh dari mas Mirza, Bu." Tiba-tiba wanita itu menyebut suamiku. Dari ucapannya, aku bisa menyimpulkan kemana arah pembicaraannya.

"Kan kamu di sini sekarang. Gak akan jauh dari Mirza."

Aku membekap mulut sendiri mendengar ucapan ibu. Ayu yang duduk berjongkok di hadapanku berusaha menenangkan. Tangannya tak lepas memegangi lenganku sambil terus mengelusnya.

"Tapi mbak Mala?" tanya wanita itu pada ibu.

 Dia mengenalku?

"Ibu bicarakan nanti." Mas Mirza menyahut dari belakang. "Ibu sama Mas nanti yang akan ngomong sama Mala. Gak usah khawatir. Yang penting kamu lahiran dengan selamat."

Aku tergugu mendengarnya. Apalagi saat netra ini menangkap sosok lelaki yang sangat aku kagumi memeluk wanita hamil itu, lalu mengecup keningnya di hadapan ibu.

"Mala menjadi urusan ibu. Lagian, kalian sudah menikah, Mala pasti bisa menerimanya." Ibu terdengar bersuara.

Aku sudah tidak sanggup lagi menatap ke dalam. Gorden putih yang menutupi kaca jendela, terasa seperti kobaran api. Mataku terasa panas, dadaku pun tiba-tiba sesak.

Ayu menyeretku keluar. Aku menutup mulut, menahan isakan yang sebentar lagi ingin kuledakkan dalam bentuk makian.

"Kita pulang saja ya, Mbak."

Aku lunglai, bahkan Ayu terlihat kewalahan menopang tubuhku hingga sampai mendekati motor.

"Mbak Mala kuat kan?" ucapnya lagi dengan khawatir.

Aku tidak mengusap pipi, lalu berjalan sendiri mendekati motor yang tinggal beberapa langkah lagi.

"Mbak." Ayu memanggil lagi. Kurasa ia sangat khawatir dengan keadaanku yang miris ini.

"Jangan bilang siapa-siapa, Yu. Aku ingin menghadapinya sendiri."

"Tenang, Mbak. Aku akan jaga rahasia ini."

"Hanya sebentar saja kok, Yu."

"Maksud Mbak Mala? Mbak gak berniat bunuh diri kan?"

Aku menoleh menatap tetanggaku ini. Lucu sekali ucapannya. Bagaimana mungkin aku bunuh diri? Bukankah itu terlalu naif?

Aku sudah bersamanya selama lima tahun. Menjadi menantu dari wanita yang sejak dulu tidak pernah berlaku adil. Aku tetap menyayanginya walaupun dia tidak menyukaiku.

Aku bertahan, bekerja meninggalkan anak yang seharusnya aku peluk setiap detiknya. Demi apa? Demi siapa? Semuanya demi kecukupan, demi mas Mirza yang sangat aku sayangi.

Namun sekarang, kesakitanku berbuah dendam. Lihat saja, akan kubuat kalian mengerti arti kesakitan setelah diam-diam menikamku dari belakang.

:

:

:

****

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Isabella
makasih thoer . keren tanpa mbulet .berakhir bahagia
2023-03-20 20:11:11
0
user avatar
Rangga Dewi
kayak nya seru nih ,
2022-09-12 15:23:07
2
71 Bab
Wanita di dalam Mobil Suamiku
"Mbak, kayaknya itu Mas Mirza, deh," ucap Ayu saat menemaniku berbelanja. Aku mengikuti arah telunjuknya. Tak mendapati siapapun seperti penuturannya."Mas Mirza 'kan ke luar kota," jawabku santai sambil memasukkan barang-barang dalam keranjang belanjaan."Mobilnya, Mbak. Di dalam ada seorang wanita lo, Mbak.""Sudah dibilangin kalau mas Mirza keluar kota. Lagian, mobil seperti itu banyak," ucapku lagi menyangkal.Ayu berdecak kesal karena aku tidak mengindahkan ucapannya."Coba dilihat baik-baik. Masa aku sebagai tetangga lebih hafal suaminya Mbak Mala." Kali ini Ayu terdengar memaksa. Aku menyipit, sedikit tersinggung dengan ucapannya. Tapi ... tak ada salahnya kudengar."Mana mungkin mas Mirza di sini. Dia baru saja pergi ke tadi sore, berpamitan ke luar kota untuk urusan kantor," ucapku bernada kesal.Aku mengamati mobil silver yang ditunjukkan Ayu. Kebetulan pintu dan bagian depan minimarket yang kusambangi ini seluruhnya kaca. Jadi lebih leluasa mengamati keadaan luar.Mirip, mo
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-25
Baca selengkapnya
Rumah Mertua
Aku menyandarkan kepala pada punggung Ayu. Tak perduli meski punggungnya basah oleh air mata. Kepala terasa berat untuk bisa aku tegakkan. Ayu mengemudikan motor dengan santai. Aku pulang dengan hati yang seluruhnya telah hancur. Rasanya, duniaku berhenti berputar beberapa saat lalu. Setelah kesadaran pulih, rasa sakit di dadaku malah kian parah. Mas Mirza tega mengkhianati aku. Itu kesimpulannya. Saat tahun pertama pernikahan kami, ibu juga tak juga memberikan restunya. Berusaha kupupuk cinta ini dengan menuruti semua kemauan mas Mirza. Bahkan, ketika ibu meminta agar kami pindah dari rumahnya, kemudian memutuskan mengontrak. Aku juga tak pernah protes meski gajinya lebih kecil, semuanya aku jalani dengan ikhlas. Aku rela bekerja siang dan terkadang malam kulalui dengan lembur, agar apa yang dicita-citakan mas Mirza terpenuhi. Memiliki rumah sendiri dan mobil pribadi. Dengan kesabaran penuh, tahun ketiga pernikahan, Allah memudahkan segala rejeki. Aku dan mas Mirza naik jabatan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-25
Baca selengkapnya
Wanita itu Bernama Hesti
Mas Mirza memutar kenop pintu, sambil mengucapkan salam.Dari dalam terdengar sahutan dua wanita secara bersamaan. Wajahku terasa panas seketika melihatibu membuka pintu.Netraku langsung menangkap sosok wanita itu berdiri memaku. Menatapku tak berkedip. Akupunsama.Gemuruh di dada serasa ingin meledak, seperti gunung apiyang segera memuntahkan lahar.Ya Allah, kuatkan. Kakiku terasa tak bertulang.“Dek, kenapa?”Usapan mas Mirza di bahu mengejutkan,sehingga membuatku berpindah pandang.“Hah, gak kenapa-kenapa,” jawabku sedikit gugup.“Itu ... Adek kenapa gak masuk-masuk. Zaki sudah kabur ke dalam tuh,” ucap masMirza sambil menunjuk bocah, entah sejak kapan lepas dari genggamanku. Zakisudah duduk bersama ibu di sofa.“Oya, Dek, kenalkan itu Hesti.”Mas Mirza merengkuh pundakku. Wanita yang diperkenalkanbernama Hesti itu berjalan maju, semakin mendekat padaku.Hawa panas mulaimengalir ke sekujur tubuh. Melihatnya berlagak ramah, mengulurkan tangan, laluberucap sangat lembut, “Hesti, Mba
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-25
Baca selengkapnya
Hesti yang Lugu
“Iya, Mbak.”“Iya yang mana?” tanyaku cepat.“Iya sudah dicari, tapi gak ketemu. Dia sudah tau sebelumnya kalau aku hamil.”“Kenapa nekat pergi?”“Dia kembali ke istri tuanya.”“Kamu istri muda, istri siri atau jangan-jangan selingkuhan?”“Uhukkk!”Tidak hanya menjeda, bahkan Hesti sampai tersedak mendengar tebakanku.Came on, baby. Ini baru awal.“Kenapa? Gak makan kok keselek?” Aku menggeser tubuh agar bisa melihat ekspresinya.“Gak apa-apa, Mbak.” Hesti kembali menggerakkan koin. Segera bergerak mungkin menghindari tatapanku.“Jadi, kamu istri siri?” tanyaku merendahkan suara. Sengajaagar tampak lebih natural. Kalau aku langsung meninggikan suara, bisa-bisa Hesti naik darah menghadapiku. Walaupun sebentar lebih bagus begitu, tapi aku tidak sampai hati melihatnya yang sedang hamil tua.“Iya, Mbak.”“Kenapa mau jadi istri siri? Apa gak takut ketauan istrituanya?”Hesti masih aktif menggerakkan koin di punggung, sepertinya dia mulai mengenali karakterku.“Karena dia cinta pertama saya
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-25
Baca selengkapnya
Peringatan Pertama (1)
Setelahmelakukan panggilan, aku merebahkan tubuh di samping Zaki, memeluknya eratseperti takut kehilangan. Apa pun alasan perpisahan nanti, aku ingin Zakibersamaku.Tekadkusudah bulat, bahwa perpisahan adalah solusi satu-satunya.*Matakupedih karena hingga lewat tengah malam tak juga mau terpejam. Meskipun sudahmelakukan aktivitas ringan, tetapi aku tetap saja tidak tenang. Aku baru sajaselesai menempatkan alat penyadap di dua tempat. Dengan begitu, aku bisamengetahui rencana mereka.Akumerasa, mas Mirza akan bergerak lebih dulu. Tiga hari sebelumnya, dia kepergokmembuka lemari tempat penyimpanan surat-surat penting. Beruntung, surat rumahsudah aku pindahkan.Sebenarnya,tidak sengaja aku bawa ke kantor saat ingin memberikan surat rumah sebagaijaminan pengajuan utang ke bank. Entah kenapa, perasaanku seperti ada yang mengarahkanagar memperlihatkan surat itu pada Lian, sepupuku yang bekerja satu kantordenganku. Entah kenapa juga, aku memintanya menyimpan surat itu. Mungk
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-25
Baca selengkapnya
Peringatan yang pertama (2)
Sayangnya, tidak ada perubahan ekspresi di wajahnya. Pintar juga si Hesti mengendalikan perasaannya. Yah, setidaknya, aku sudah mendapatdua pembelaan yang membuatku merasa menang, paling tidak di hadapan Hesti.“Makanyang banyak, Hes. Kamu butuh banyak tenaga ...” ucapanku menggantung.“Buat?”Melati menyambung. Kurasa cuma dia yang paham bahasa seperti ini.“Buatmenerima kenyataan,” balasku sambil menepuk lengan iparku. Melati tertawalebar. Aku pun sama.“Hush!Di meja makan gak boleh tertawa.” Ibu memperingatkan. Akumasih menyemburkan sisa-sisa tawa bersama Melati.KulirikHesti yang tampak tenang tanpa pengaruh, begitu pun dengan mas Mirza. Dasar,nurani kedua manusia ini memang sudah mati. Hesti menyendok makanannya dengansegan, terlihat kikuk dan serba salah. Ternyata, segitu saja nyalinya. Lihat,wajahnya saja yang tampak polos, merasa tak bersalah. Beraninya cuma mainbelakang.“Sampaikapan Hesti tinggal di sini?” Pertanyaanku membuat mas Mirza mengangkat wajah,memanda
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-04
Baca selengkapnya
Dicurangi Lagi
Aku mengoles bibir dengan lipstik warna natural, membubuhkan bedak tipis-tipis, lalu membereskan serakan make up di meja rias. Langkahku terhenti saat melihat bayangan di cermin. Aku memandang bayang itu tanpa berkedip.Tubuhku tinggi, tidak ada lebihan lemak yang bergelambir seperti kebanyakan wanita yang sudah melahirkan. Aku juga pandai merawat diri,rajin ke salon. Untuk urusan ranjang, bahkan tak pernah sekalipun menolak ajakan mas Mirza ketika ingin bercumbu.Apa kurangnya aku? Sampai saat ini masih bertanya-tanya.Kalau memang ada sesuatu yang tidak disukai, kenapa tak pernah memprotes?Kenapa malah mencari wanita lain sebagai pemuas nafsunya?Apa namanya jika bukan nafsu? Bahkan Hesti dan mas Mirza tak bisa menahan hingga esok hari misalnya. Saat aku dan Zaki pulang.Tak ada kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan keb**ohan keduanya. Mereka tidak sadar jika akan kehilangan sumber pundi-pundi rupiah mereka. Ibu pun tidak merasa bersalah, malahan cenderung membela Hesti.Pipiku h
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-04
Baca selengkapnya
Menjual Aset
“Biasa. Lagi datang tamu bulanannya.” Syukurlah terpikir jawaban yang pas.“Oh, pantesan,” ucapnya singkat.Tak ada basa-basi lagi antara aku dengannya. Kesakitan ini membuatku di berubah sedemikian cepat, sehingga menimbun cinta yang ada.Pandanganku hanya terpampang sesuatu yang negatif saja. Terlebihsetelah mendengarkan obrolan mas Mirza dengan Hesti.Sesampainya di rumah, aku langsung merebahkan diri. Sangatnyaman di kamar sendiri. Namun, sepertinya aku takkan lama menempati rumah inilagi.Tiba-tiba mataku memanas, lalu basah oleh air mata. MasMirza masuk dengan menenteng tas. Aku langsung menelungkup untuk menghindaritatapannya.Mas Mirza berpamitan ke luar. Katanya mau melihat ruko yangakan dia beli. Biarkan saja. Mungkin dia bakal marah setelah ini karena Lian aku perintahkan membatalkan pembelian.Aku meraih ponsel, lalu melakukan panggilan dengan Lian.“Halo, jadi bertemu? Sekarang saja, mumpung aku lagi di luar.]Suara bising, mungkin Lian berada di pusat keramaian.“Berisik
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-04
Baca selengkapnya
Pertengkaran Hebat
Aku membuka pintu mobil. Berdiri dengan anggun sambil menenteng satu tas branded di tangan. Beruntung semua yang aku kenakan barang-barang mahal, sehingga mereka bisa melihat nantinya, siapa aku dan Hesti sebenarnya? Tak layak jika aku bersaing untuk memperebutkan mas Mirza dengan maduku itu. Mungkin kedengarannya sombong. Entahlah, aku tak punya kata-kata yang tepat untuk mewakili kekesalan ini. Aku berjalan dengan santai, berniat tidak akan menetaskan air mataku di sini. Pintu kuketuk dengan anggun. Tanpa menunggu penghuninya, aku memutar kenop hingga pintu terbuka. Di depanku sudah ada Hesti yang mungkin tadinya mau membuka pintu. Dia gemetaran memandangku.“Kenapa? Kaget? Mana suamimu? Mana mertuamu?” tanyaku beruntun. Kasihan sekali melihatnya seperti ini. Dia sampai tak bisa berkata-kata.“Bisu kamu?”“A-anu. Ada di dalam,” jawabnya tergagap.Aku berjalan melewatinya begitu saja. Menampakkan diri di hadapan ibu, mas Mirza dan Melati.Ibu langsung berdiri, menyambutku dengan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-04
Baca selengkapnya
Semua Hancur
“Mirza, istrimu itu benar-benar tidak waras.” Ibu menghardikku.“Aku Memang sudah tidak waras. Mas jatuhkan talak sekarang juga. Biar Hesti puas, dan merasa senang sudah memiliki kamu seutuhnya.”“Mala, kita bisa bicarakan ini baik-baik. Maafkan aku. Kita pulang yuk! Bicara baik-baik di rumah.”“Rumah? Rumah yang mana? Rumah itu sudah aku jual.”“Jangan begitu, dong. Itu kan rumah idaman kita.”“Idaman katamu? Setelah ada dia di antara kita, tidak ada lagi rumah idaman. Sekarang aku tantang kamu, Mas, talak aku sekarang juga!”Mas Mirza menatapku dengan pandangan sendu. Ia berbalik membelakangiku. Berkacak pinggang, lalu mengusap wajahnya. Dia tampak tertekan.“Ayo, Mas. Kamu takut?” tantangku.“Istri durhaka. Biarkan dia memilih keinginannya, Mirza.” Ibu menjatuhkan diri di sofa.Emosinya sedikit mereda. Apakah karena mendengar tantangan kata talak dari putranya, sehingga ibu sedikit menurunkan egonya? Entahlah, mungkin saja benar. Sedangkan Melati tergugu di karpet bulu depan televi
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-10
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status