Home / Romansa / Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku / Wanita di dalam Mobil Suamiku

Share

Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku
Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku
Author: Ina Shalsabila

Wanita di dalam Mobil Suamiku

last update Last Updated: 2022-07-25 15:02:38

"Mbak, kayaknya itu Mas Mirza, deh," ucap Ayu saat menemaniku berbelanja. Aku mengikuti arah telunjuknya. Tak mendapati siapapun seperti penuturannya.

"Mas Mirza 'kan ke luar kota," jawabku santai sambil memasukkan barang-barang dalam keranjang belanjaan.

"Mobilnya, Mbak. Di dalam ada seorang wanita lo, Mbak."

"Sudah dibilangin kalau mas Mirza keluar kota. Lagian, mobil seperti itu banyak," ucapku lagi menyangkal.

Ayu berdecak kesal karena aku tidak mengindahkan ucapannya.

"Coba dilihat baik-baik. Masa aku sebagai tetangga lebih hafal suaminya Mbak Mala." Kali ini Ayu terdengar memaksa. Aku menyipit, sedikit tersinggung dengan ucapannya. Tapi ... tak ada salahnya kudengar.

"Mana mungkin mas Mirza di sini. Dia baru saja pergi ke tadi sore, berpamitan ke luar kota untuk urusan kantor," ucapku bernada kesal.

Aku mengamati mobil silver yang ditunjukkan Ayu. Kebetulan pintu dan bagian depan minimarket yang kusambangi ini seluruhnya kaca. Jadi lebih leluasa mengamati keadaan luar.

Mirip, mobil itu mirip kepunyaan mas Mirza yang baru. Ada seorang wanita di dalam sana. Terlihat dari kaca mobil. Netraku menyipit mengingat-ingat sosok wanita itu. Tapi ... nihil. Gak kenal.

Ayu salah, aku pastikan bukan mobil mas Mirza.

Baru akan berpindah tempat untuk melanjutkan berbelanja lagi, mendadak kaki ini terasa kaku. Tanpa sadar, pouch yang kupegang terlepas dan jatuh.

Aku berjongkok untuk mengambilkan. Tanganku gemetar seketika melihat punggung lelakiku baru saja keluar toko roti di sebelah minimarket ini dan langsung masuk ke mobil itu.

"Benar kan," celetuk Ayu secara tiba-tiba.

"Bawa motornya, Yu. Kita ikuti." Aku menyerahkan pouch tadi, Ayu gelagapan.

"Belanjanya?" Dia sempat mengajukan pertanyaan.

"Buruan!" bentakku sambil mendorong pintu.

 Belanjaan? Lain kali bisa datang lagi, pikirku.

Terlambat. Mas Mirza sudah melajukan mobilnya. Ayu buru-buru mengeluarkan kunci motor di dalam pouch, lalu berputar haluan ke arah mobil yang baru saja pergi.

"Telat, sudah pergi!" ucapku sangat kesal.

"Cepetan, Mbak!" Kali ini, aku yang mendapat bentakan.

Aku menurut saja ketika Ayu membawaku membelah jalanan kota. Nekat mengikuti mobil mas Mirza tak tampak lagi. Namun, Ayu masih saja berusaha mengikuti jejaknya.a

"Kita kehilangan jejak, Mbak. Coba telepon mas Mirza," perintah Ayu memberikan masukan.

Seperti kerbau dicucuk hidungnya, aku memenuhi perintah Ayu. Menelepon mas Mirza yang katanya ke luar kota.

Tanpa sadar, aku sudah terisak. Rasa sakit tiba-tiba menghujani hati. Benarkah lelaki yang mendengungkan sumpahnya di hadapan bapak sudah berkhianat? Di tengah rasa tak percaya, tetapi mencoba berusaha kuat.

Sepertinya Ayu mendengar isakanku.

"Jangan nangis, Mbak. Kita cari dulu, mana tau aku yang salah lihat," ucapnya berusaha menenangkan.

Salah lihat bagaimana? Jelas-jelas itu memang mas Mirza. Aku hanya membatin, tak sanggup menjawab.

Masih banyak memegangi ponsel di telinga, aku sama sekali tidak mendengar jawaban.

"Gak diangkat, Yu."

"Eh, lihat deh. Bukannya itu mobilnya?" Tiba-tiba Ayu menepuk pelan lututku.

Aku mengamati bagian depan jalanan yang kami tuju. Mobil mas Mirza berbelok arah ke ... rumah ibu?

"Ikuti saja, Yu. Ini arah ke rumah ibu."

"Mas Mirza mengantarkan saudara ibunya mungkin," tebaknya. Aku tau, Ayu berusaha berpikir positif. Tetapi tidak denganku.

Mas Mirza berpamitan ke luar kota, tiba-tiba saja dia masih di sini. Ini adalah kebohongan pertama. Lalu wanita di balik kaca mobil tadi, bukanlah saudara dari ibu. Lima tahun menjadi menantu di keluarga mas Mirza, tak satupun saudara dekatnya yang tidak aku kenali.

Lebih terkejut lagi, mobil itu kini berhenti di depan rumah mertuaku.

"Jaga jarak ya, Mbak. Biar gak ketauan," ucap Ayu.

Kami berhenti di depan rumah tetangga ibu. Sengaja segera mematikan motor, lalu berdiri memperhatikan setiap gerak dua orang di dalam mobil. Tak lama kemudian, mas Mirza keluar.

Ibu terlihat membuka pintu, lalu mendekat. Mas Mirza berbelok ke sisi kiri dan membuka pintu untuk wanita itu.

Batinku berontak. Selama menjadi istrinya, aku tak pernah diperlakukan seperti halnya di depan mata saat ini. Di mana mas Mirza menuntun seorang wanita yang sedang ... hamil?

Ibu membantu memapah.

Aku bergerak maju andai saja Ayu tidak menarik lengan, lalu membungkam mulutku.

"Jangan bersuara, Mbak. Malu dilihat tetangga kalau ada ribut-ribut."

"Lihat, Yu. Mas Mirza ...." Aku menunjuk ke sana, tanpa bisa berkata-kata. Hanya bisa menangis dalam bungkaman Ayu.

Kami memerhatikan setiap detik bagaimana ibu dan suamiku menggandeng wanita itu. Terlihat kepayahan dengan perutnya yang membesar.

"Aku mau melabrak mereka!" Aku menyentak tangan Ayu. Tak perduli dengan larangannya, aku menerobos masuk.

"Mbak Mala jangan nekat!" Ayu meraih lenganku lagi.

"Aku sudah gak sabar, Yu."

"Mana tau itu tidak seperti pikiran buruk kita."

"Bagaimana mungkin itu ... ah, sudah jelas begitu." Aku frustrasi sekali.

"Tenang dulu, Mbak. Kita intip saja, jangan melabrak. Kalau sudah pasti perempuan itu ... anu, ada hubungannya sama mas Mirza, terserah Mbak Mala mau ngapain. Oke?"

Ucapan Ayu sedikit menentramkan. Tak ada salahnya dicoba. Aku berjalan lebih dulu, Ayu masih saja memegang kuat lenganku.

Kami berjalan mengendap-endap memasuki halaman, lalu berjalan ke samping.

Rupanya wanita itu dan ibu masih bercakap-cakap di ruang tamu. Terlihat jelas, ibu sangat memperhatikannya. Mas Mirza tidak tampak di sana. Kemana dia?

Aku menajamkan indera pendengaran demi mengetahui isi pembicaraan kedua wanita itu. Walaupun hanya samar-samar, tetapi terdengar jelas mereka membicarakan kehamilan wanita itu yang sudah mencapai sembilan bulan. Sebenarnya, siapa dia? Apakah dia benar-benar ....

"Aku gak mau jauh-jauh dari mas Mirza, Bu." Tiba-tiba wanita itu menyebut suamiku. Dari ucapannya, aku bisa menyimpulkan kemana arah pembicaraannya.

"Kan kamu di sini sekarang. Gak akan jauh dari Mirza."

Aku membekap mulut sendiri mendengar ucapan ibu. Ayu yang duduk berjongkok di hadapanku berusaha menenangkan. Tangannya tak lepas memegangi lenganku sambil terus mengelusnya.

"Tapi mbak Mala?" tanya wanita itu pada ibu.

 Dia mengenalku?

"Ibu bicarakan nanti." Mas Mirza menyahut dari belakang. "Ibu sama Mas nanti yang akan ngomong sama Mala. Gak usah khawatir. Yang penting kamu lahiran dengan selamat."

Aku tergugu mendengarnya. Apalagi saat netra ini menangkap sosok lelaki yang sangat aku kagumi memeluk wanita hamil itu, lalu mengecup keningnya di hadapan ibu.

"Mala menjadi urusan ibu. Lagian, kalian sudah menikah, Mala pasti bisa menerimanya." Ibu terdengar bersuara.

Aku sudah tidak sanggup lagi menatap ke dalam. Gorden putih yang menutupi kaca jendela, terasa seperti kobaran api. Mataku terasa panas, dadaku pun tiba-tiba sesak.

Ayu menyeretku keluar. Aku menutup mulut, menahan isakan yang sebentar lagi ingin kuledakkan dalam bentuk makian.

"Kita pulang saja ya, Mbak."

Aku lunglai, bahkan Ayu terlihat kewalahan menopang tubuhku hingga sampai mendekati motor.

"Mbak Mala kuat kan?" ucapnya lagi dengan khawatir.

Aku tidak mengusap pipi, lalu berjalan sendiri mendekati motor yang tinggal beberapa langkah lagi.

"Mbak." Ayu memanggil lagi. Kurasa ia sangat khawatir dengan keadaanku yang miris ini.

"Jangan bilang siapa-siapa, Yu. Aku ingin menghadapinya sendiri."

"Tenang, Mbak. Aku akan jaga rahasia ini."

"Hanya sebentar saja kok, Yu."

"Maksud Mbak Mala? Mbak gak berniat bunuh diri kan?"

Aku menoleh menatap tetanggaku ini. Lucu sekali ucapannya. Bagaimana mungkin aku bunuh diri? Bukankah itu terlalu naif?

Aku sudah bersamanya selama lima tahun. Menjadi menantu dari wanita yang sejak dulu tidak pernah berlaku adil. Aku tetap menyayanginya walaupun dia tidak menyukaiku.

Aku bertahan, bekerja meninggalkan anak yang seharusnya aku peluk setiap detiknya. Demi apa? Demi siapa? Semuanya demi kecukupan, demi mas Mirza yang sangat aku sayangi.

Namun sekarang, kesakitanku berbuah dendam. Lihat saja, akan kubuat kalian mengerti arti kesakitan setelah diam-diam menikamku dari belakang.

:

:

:

****

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
istri tolol yg selalu merasa suaminya setia. goblok koq dipelihara
goodnovel comment avatar
Nuniee
Makin banyak jenis cerita yg kegini...nyimak duluu lahh yaa
goodnovel comment avatar
Ruqi Ruqiyah
uupss ikut jlnnya cerita...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Rumah Mertua

    Aku menyandarkan kepala pada punggung Ayu. Tak perduli meski punggungnya basah oleh air mata. Kepala terasa berat untuk bisa aku tegakkan. Ayu mengemudikan motor dengan santai. Aku pulang dengan hati yang seluruhnya telah hancur. Rasanya, duniaku berhenti berputar beberapa saat lalu. Setelah kesadaran pulih, rasa sakit di dadaku malah kian parah. Mas Mirza tega mengkhianati aku. Itu kesimpulannya. Saat tahun pertama pernikahan kami, ibu juga tak juga memberikan restunya. Berusaha kupupuk cinta ini dengan menuruti semua kemauan mas Mirza. Bahkan, ketika ibu meminta agar kami pindah dari rumahnya, kemudian memutuskan mengontrak. Aku juga tak pernah protes meski gajinya lebih kecil, semuanya aku jalani dengan ikhlas. Aku rela bekerja siang dan terkadang malam kulalui dengan lembur, agar apa yang dicita-citakan mas Mirza terpenuhi. Memiliki rumah sendiri dan mobil pribadi. Dengan kesabaran penuh, tahun ketiga pernikahan, Allah memudahkan segala rejeki. Aku dan mas Mirza naik jabatan

    Last Updated : 2022-07-25
  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Wanita itu Bernama Hesti

    Mas Mirza memutar kenop pintu, sambil mengucapkan salam.Dari dalam terdengar sahutan dua wanita secara bersamaan. Wajahku terasa panas seketika melihatibu membuka pintu.Netraku langsung menangkap sosok wanita itu berdiri memaku. Menatapku tak berkedip. Akupunsama.Gemuruh di dada serasa ingin meledak, seperti gunung apiyang segera memuntahkan lahar.Ya Allah, kuatkan. Kakiku terasa tak bertulang.“Dek, kenapa?”Usapan mas Mirza di bahu mengejutkan,sehingga membuatku berpindah pandang.“Hah, gak kenapa-kenapa,” jawabku sedikit gugup.“Itu ... Adek kenapa gak masuk-masuk. Zaki sudah kabur ke dalam tuh,” ucap masMirza sambil menunjuk bocah, entah sejak kapan lepas dari genggamanku. Zakisudah duduk bersama ibu di sofa.“Oya, Dek, kenalkan itu Hesti.”Mas Mirza merengkuh pundakku. Wanita yang diperkenalkanbernama Hesti itu berjalan maju, semakin mendekat padaku.Hawa panas mulaimengalir ke sekujur tubuh. Melihatnya berlagak ramah, mengulurkan tangan, laluberucap sangat lembut, “Hesti, Mba

    Last Updated : 2022-07-25
  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Hesti yang Lugu

    “Iya, Mbak.”“Iya yang mana?” tanyaku cepat.“Iya sudah dicari, tapi gak ketemu. Dia sudah tau sebelumnya kalau aku hamil.”“Kenapa nekat pergi?”“Dia kembali ke istri tuanya.”“Kamu istri muda, istri siri atau jangan-jangan selingkuhan?”“Uhukkk!”Tidak hanya menjeda, bahkan Hesti sampai tersedak mendengar tebakanku.Came on, baby. Ini baru awal.“Kenapa? Gak makan kok keselek?” Aku menggeser tubuh agar bisa melihat ekspresinya.“Gak apa-apa, Mbak.” Hesti kembali menggerakkan koin. Segera bergerak mungkin menghindari tatapanku.“Jadi, kamu istri siri?” tanyaku merendahkan suara. Sengajaagar tampak lebih natural. Kalau aku langsung meninggikan suara, bisa-bisa Hesti naik darah menghadapiku. Walaupun sebentar lebih bagus begitu, tapi aku tidak sampai hati melihatnya yang sedang hamil tua.“Iya, Mbak.”“Kenapa mau jadi istri siri? Apa gak takut ketauan istrituanya?”Hesti masih aktif menggerakkan koin di punggung, sepertinya dia mulai mengenali karakterku.“Karena dia cinta pertama saya

    Last Updated : 2022-07-25
  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Peringatan Pertama (1)

    Setelahmelakukan panggilan, aku merebahkan tubuh di samping Zaki, memeluknya eratseperti takut kehilangan. Apa pun alasan perpisahan nanti, aku ingin Zakibersamaku.Tekadkusudah bulat, bahwa perpisahan adalah solusi satu-satunya.*Matakupedih karena hingga lewat tengah malam tak juga mau terpejam. Meskipun sudahmelakukan aktivitas ringan, tetapi aku tetap saja tidak tenang. Aku baru sajaselesai menempatkan alat penyadap di dua tempat. Dengan begitu, aku bisamengetahui rencana mereka.Akumerasa, mas Mirza akan bergerak lebih dulu. Tiga hari sebelumnya, dia kepergokmembuka lemari tempat penyimpanan surat-surat penting. Beruntung, surat rumahsudah aku pindahkan.Sebenarnya,tidak sengaja aku bawa ke kantor saat ingin memberikan surat rumah sebagaijaminan pengajuan utang ke bank. Entah kenapa, perasaanku seperti ada yang mengarahkanagar memperlihatkan surat itu pada Lian, sepupuku yang bekerja satu kantordenganku. Entah kenapa juga, aku memintanya menyimpan surat itu. Mungk

    Last Updated : 2022-07-25
  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Peringatan yang pertama (2)

    Sayangnya, tidak ada perubahan ekspresi di wajahnya. Pintar juga si Hesti mengendalikan perasaannya. Yah, setidaknya, aku sudah mendapatdua pembelaan yang membuatku merasa menang, paling tidak di hadapan Hesti.“Makanyang banyak, Hes. Kamu butuh banyak tenaga ...” ucapanku menggantung.“Buat?”Melati menyambung. Kurasa cuma dia yang paham bahasa seperti ini.“Buatmenerima kenyataan,” balasku sambil menepuk lengan iparku. Melati tertawalebar. Aku pun sama.“Hush!Di meja makan gak boleh tertawa.” Ibu memperingatkan. Akumasih menyemburkan sisa-sisa tawa bersama Melati.KulirikHesti yang tampak tenang tanpa pengaruh, begitu pun dengan mas Mirza. Dasar,nurani kedua manusia ini memang sudah mati. Hesti menyendok makanannya dengansegan, terlihat kikuk dan serba salah. Ternyata, segitu saja nyalinya. Lihat,wajahnya saja yang tampak polos, merasa tak bersalah. Beraninya cuma mainbelakang.“Sampaikapan Hesti tinggal di sini?” Pertanyaanku membuat mas Mirza mengangkat wajah,memanda

    Last Updated : 2022-08-04
  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Dicurangi Lagi

    Aku mengoles bibir dengan lipstik warna natural, membubuhkan bedak tipis-tipis, lalu membereskan serakan make up di meja rias. Langkahku terhenti saat melihat bayangan di cermin. Aku memandang bayang itu tanpa berkedip.Tubuhku tinggi, tidak ada lebihan lemak yang bergelambir seperti kebanyakan wanita yang sudah melahirkan. Aku juga pandai merawat diri,rajin ke salon. Untuk urusan ranjang, bahkan tak pernah sekalipun menolak ajakan mas Mirza ketika ingin bercumbu.Apa kurangnya aku? Sampai saat ini masih bertanya-tanya.Kalau memang ada sesuatu yang tidak disukai, kenapa tak pernah memprotes?Kenapa malah mencari wanita lain sebagai pemuas nafsunya?Apa namanya jika bukan nafsu? Bahkan Hesti dan mas Mirza tak bisa menahan hingga esok hari misalnya. Saat aku dan Zaki pulang.Tak ada kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan keb**ohan keduanya. Mereka tidak sadar jika akan kehilangan sumber pundi-pundi rupiah mereka. Ibu pun tidak merasa bersalah, malahan cenderung membela Hesti.Pipiku h

    Last Updated : 2022-08-04
  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Menjual Aset

    “Biasa. Lagi datang tamu bulanannya.” Syukurlah terpikir jawaban yang pas.“Oh, pantesan,” ucapnya singkat.Tak ada basa-basi lagi antara aku dengannya. Kesakitan ini membuatku di berubah sedemikian cepat, sehingga menimbun cinta yang ada.Pandanganku hanya terpampang sesuatu yang negatif saja. Terlebihsetelah mendengarkan obrolan mas Mirza dengan Hesti.Sesampainya di rumah, aku langsung merebahkan diri. Sangatnyaman di kamar sendiri. Namun, sepertinya aku takkan lama menempati rumah inilagi.Tiba-tiba mataku memanas, lalu basah oleh air mata. MasMirza masuk dengan menenteng tas. Aku langsung menelungkup untuk menghindaritatapannya.Mas Mirza berpamitan ke luar. Katanya mau melihat ruko yangakan dia beli. Biarkan saja. Mungkin dia bakal marah setelah ini karena Lian aku perintahkan membatalkan pembelian.Aku meraih ponsel, lalu melakukan panggilan dengan Lian.“Halo, jadi bertemu? Sekarang saja, mumpung aku lagi di luar.]Suara bising, mungkin Lian berada di pusat keramaian.“Berisik

    Last Updated : 2022-08-04
  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Pertengkaran Hebat

    Aku membuka pintu mobil. Berdiri dengan anggun sambil menenteng satu tas branded di tangan. Beruntung semua yang aku kenakan barang-barang mahal, sehingga mereka bisa melihat nantinya, siapa aku dan Hesti sebenarnya? Tak layak jika aku bersaing untuk memperebutkan mas Mirza dengan maduku itu. Mungkin kedengarannya sombong. Entahlah, aku tak punya kata-kata yang tepat untuk mewakili kekesalan ini. Aku berjalan dengan santai, berniat tidak akan menetaskan air mataku di sini. Pintu kuketuk dengan anggun. Tanpa menunggu penghuninya, aku memutar kenop hingga pintu terbuka. Di depanku sudah ada Hesti yang mungkin tadinya mau membuka pintu. Dia gemetaran memandangku.“Kenapa? Kaget? Mana suamimu? Mana mertuamu?” tanyaku beruntun. Kasihan sekali melihatnya seperti ini. Dia sampai tak bisa berkata-kata.“Bisu kamu?”“A-anu. Ada di dalam,” jawabnya tergagap.Aku berjalan melewatinya begitu saja. Menampakkan diri di hadapan ibu, mas Mirza dan Melati.Ibu langsung berdiri, menyambutku dengan

    Last Updated : 2022-08-04

Latest chapter

  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Akhir Sebuah Kisah

    Zaki membawa paper bag berisi mainan. Ia hanya berdiri mematung, menunggu seseorang yang sedang mengeluarkan mobilnya dari area parkir. Kendaraan yang berjejalan membuatnya harus sabar menunggu."Zaki,buruan!" Panggilan itu membuatnya memasukkan ponsel dalam saku kemeja.Ia berjalan sambil menyambar paper bag yang sempat ia letakkan pada lantai.Remaja itumemasuki mobil dengan santai, duduk di sebelah si pengemudi."Besaramat beli mobil-mobilannya. Jadi repot bawanya," keluh Zaki seraya meletakkan paper bag di jok belakang."Itu 'kan pesanan adikmu.""Tantekenapa enggak ngajak om Gus buat beli hadiah, sih," keluh Zaki."Kayak gaktau om kamu. Dia kan paling malas diajak belanja. Palingan ntar kalau sudah punya anak sendiri, baru mau direpotin."Zaki menatap tantenya dengan perasaannya sayang. Sebab, tantenya lah satu-satunya keluargadari pihak sang papa yang menganggapnya ada.Melati mengacak rambut Zaki ketika keponakannya itu kepergok menatapnya lama.Waktu yang memisahkannya dengan

  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Wanita di dalam mobil Itu

    ~°°~Kakinya yang kokoh berjalan melewati trotoar. Langkah tegap melewatibeberapa kerumunan orang yang sengaja menghabiskan malam dengan berkumpul di pinggirjalan.Lian baru saja ke luar dari ATM yang terletak di seberang jalansebuah kafe modern. Semula, ia sedang meeting di kafe itu. Setelahnya, ia menuju ATM untuk mentransfer sejumlahuang. Sengaja menggunakan ATM, karena ia juga butuh menarik uang tunai sebagai cadangandi dompetnya.Sebuah pesan ia kirimkan ke Armala, sekaligus foto sebuah strukbukti tranfer.[Sudah aku kirimkan, Sayang. Mungkin dia lagi sibuk menguruswisuda. Jadi, dari pihak yang menyalurkan beasiswa itu belum bisa menghubungi Melati.]Pesannya terkirim. Lian tidak menunggu balasan dari istrinya.Ia sedang memesan taksi online, sehingga harus menunggu di tempat yang mudah dijangkau.Lian berdiri pada bahu jalan. Tak berapa lama kemudian, sebuahtaksi online datang menjemput.Ia menatap layar pipih di tangannya. Pesan yang Ia kirimkan tidakjuga mendapat balasan.“

  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Kejadian yang Berulang

    “Iya. Aku pun serius. Dia datang ke sini karena nasib yang membawanya harus menebus kesalahan itu. Gak ada sesuatu yang berjalan kebetulan, Sayang. Semua yang terjadi berdasarkan hukum sebab akibat. Percayalah, kamu ratu yang berhati baik, maka jangan habiskan waktumu untuk berpikir negatif. Lebih baik, pikirkan suamimu ini.” “Kamu kenapa minta dipikirin?” “Ck, sudah dua hari loh, Sayang.” Lian mengedipkan mata sebagai isyarat yang ia tunjukkan jika menginginkan sesuatu. Armala tertawa, dan langsung tanggap dengan kode itu. “Ya sudahlah, Hesti bukan sesuatu yang penting buat di bicarakan.” Armala merebahkan kepala di dada Lian, lalu memberikan sinyal untuk memulai pergulatannya. ** Lian membawa sebuah map ke ruang kerja Armala. Di tangan kanan ia menenteng paper bag berisi makan siang. “Makan dulu. Laporannya tolong nanti diselesaikan. Soalnya, aku mau meeting siang ini.” Ia meletakkan map itu ke atas meja, lalu mengajak Armala menikmati makan siang yang ia bawa. “Kamu pulan

  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Kejutan Anniversary

    “Kalian istirahat dulu. Nanti malam harus pergi lagi kan?” Widya mengingatkan.“Apa mama tadi menelepon, Tan? Tanya Lian. “Soalnys ponsel aku matikan,” ucap Lian lagi.“Menelepon hanya untuk mengingatkan saja, kalau kalian harus datang lebih awal.”Armala beristirahat begitu memasuki kamar. Rasa lelah selama perjalanan membuatnya cepat terlelap. Lian membiarkan istrinya larut dalam mimpi. Sebab, sebentar lagi impiannya untuk menghadiahkan sebuah salon kecantikan segera menjadi kenyataan.Liza memberikan kejutan sebuah salon kepada Armala. Berawal dari rencana Lian memberikan hadiah anniversary pertama pernikahan mereka. Lalu, jadilah sebuah salon yang dibangun sejak tiga bulan yang lalu.Armala mengetahui adanya salon itu. Namun, hanya sebatas hasil pengembangan bisnis mertuanya. Tak mengetahui jika akan menjadi milik pribadinya.*Peresmian salon berjalan malam hari. Bertepatan acara syukuran anniversary pertama Lian dan Armala. Keduanya tampak hadir di tengah-tengah karyawan kantor

  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Selalu Diratukan

    Suatu keadaan akan membentuk seseorang untuk berubah lebih cepat menjadi pribadi yang lapang, dan tidak mudah terbawa arus. Walaupun diikuti dengan kesakitan karena bekas masa lalu yang pahit, tetapi pada saatnya akan menerima keadaan dengan ikhlas.Seperti itu juga keadaan yang dialami Mirza. Mencintai bunga dalam taman, melepasnya demi bunga jalanan, lalu ia pun ikut terlempar ke luar istana.Mereguk manisnya madu bunga liar, terhempas dari sisi kehidupan yang ternyata fatamorgana, lalu harus ikhlas karena di dunia tempat ia berpijak saat ini ternyata dipenuhi duri dan kerikil tajam.Mencoba bertahan dengan satu keyakinan, bahwa akan datang hari baik suatu saat nanti. Rupanya harapan itu pupus bersama dengan usia yang tak lagi mendukung.Kini, ia harus bersyukur dengan keadaan yang ia sebut baik dari pada terus menerus berharap sesuatu yang mustahil.Mirza kini memikul beban yang cukup ringan di bawah pernikahan ketiganya dengan seorang janda dua anak. Ia sudah dikaruniai seorang an

  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Bela sungkawa

    “Kita bergerak ke satu arah yang sama. Kalau aku berjalan, tak mungkin kamu aku tinggalkan. Apapun yang menjadi bebanmu, maka aku pun ikut memikulnya.”Lian merangkul bahu Armala dari sisi kanan, mencium pipi putih istrinya hingga terlihat salah tingkah.“Makasih, Sayang. Tau gak, aku sangat beruntung pernah jatuh, lalu bangkit dan ketemu sama kamu,” lirih Armala mesra.Armala mengelus pipi Lian dengan perasaan sayang yang memenuhi rongga dadanya.“Mulai berani ngegombal sekarang, ya? Buruan mandi sana. Aku siapkan makan malam. Sepertinya, kamu akan butuh banyak tenaga untuk melewati malam ini.”“Ih, bahasamu itu bikin aku ngeri.”Keduanya tertawa terbahak-bahak. Selanjutnya mereka terlibat dalam perbincangan intim. Padahal sebelumnya, ia akan sungkan menegur Armala jika bersifat pribadi. Keadaan itu berubah seketika, tatkala Armala sah menjadi miliknya.**Pagi harinya, Armala sudah menyiapkan segala hal yang berhubungan dengan melati. Ia ingin menemui gadis itu untuk mengucapkan bel

  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Melati yang Terabaikan

    Bunga yang bertaburan di atas pusara menjadikan saksi tangisan dua anak manusia yang menyayat hati. Tak menyangka jika ibu yang selama ini menjadi tempat bersandar telah pergi untuk menghadap Rabbnya.Melati lebih histeris lagi. Sebab, karena ulahnya menyebabkan Anggi meregang nyawa. Rasa sesal memenuhi kepala. Menangisi ibu yang sudah menjadi mendiang seperti mengorek hatinya akan kesalahan kecil yang berakibat fatal.Siang itu sebelum peristiwa nahas, terjadi pertengkaran antara Melati dengan Anggi. Pemicunya tak lain karena Anggi mengulur waktu ketika Melati meminta uang untuk tambahan uang jajan.Selama berhari-hari, Melati harus menahan diri untuk tidak berbelanja kebutuhannya dan harus hidup berhemat demi bisa melangsungkan kuliahnya.Anggi menjanjikan uang bulanan sore hari, setelah berhasil menagih uang kontrakan pada dua orang yang menempati kontrakannya.Namun, malang tidak dapat ditolak dan untung tidak dapat diraih. Sebelum sampai di kontrakan, Anggi menjadi korban penjamb

  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Kabar Duka

    “Kita belum makan.”Ucapan Armala tak diindahkan. Sepertinya, Lian lebihbersemangat menikmati santapan yang lain.Armala merelakan ketika satu persatu pakaian terlepas dari tubuhnya.Hasrat itu seperti dahaga, yang akan terlampiaskan dengan seteguk air pertama dan akan terpuaskan dengan tegukan kedua.Malam panjang menjadi saksi akan runtuhnya pertahanan egomasing-masing. Menapaki setiap menit yang berlalu dengan iringan nafas yang mengalun memburu.Setiap rasa nyaris tanpa kata. Hanya rasa tentram yang bersarang,setelah dua insan yang bergelut dengan damai mencapai batasnya.**Lian tak melepaskan pelukan meskipun berulang kali Armala meminta agar diturunkan. Lelah dengan permintaannya, Armala merebahkan kepalake dada bidang Lian.Sofa depan televisi menjadi tempat bersantai pagi itu. Lianduduk dengan memangku Armala. Sudah beberapa saat mereka bersantai di sanatanpa percakapan. Lian menelisik Armala yang tampak malu membalas tatapannya.Armala membenahi piyama mandinya ketika netra

  • Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku   Makin Sayang

    “Zaki ‘kan gak bisa menyetir mobil? Ayah juga bakal jadi sopirnya Zaki sama mama selain jadi bodyguard,” terang Lian.“Sayang, ayah itu sekarang yang akan menjaga kita. Jadi, boleh ya kalau tinggal di sini sama kita.” Armala menambahkan.Zaki mengangguk sambil menguap. Mala membawanya ke pembaringan. Ia ikut berbaring, lalu mengelus punggung putranya.Hingga beberapa menit, Zaki masih terjaga. Lian menunggu di pinggir ranjang sambil memainkan ponselnya. Lelah menunggui Zaki tak juga tertidur, Mala memejamkan mata lebih dulu.. Entah sudah berapa lama Mala terpejam. Ia baru tersadar ketika tubuhnya sudah tertutupi selimut dan merasakan seseorang sedang memeluknya dari belakang.“Li,” panggilnya.Armala menoleh, mendapati Lian sudah tertidur pulas. Ia mengubah arah tidurnya dengan menghadap Lian. Pipi mulus sang suami menjadi incarannya. Sebuah kecupan mendarat di sana.“Kenapa?” gumam Lian dalam terpejamnya.“Maaf, ya Sayang, harus ditunda dulu,” ucap Armala menyesal.“Gak pa-pa. Masi

DMCA.com Protection Status