Home / Romansa / Ternyata Bosku Mantanku / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Ternyata Bosku Mantanku: Chapter 11 - Chapter 20

108 Chapters

Bab 11. Wanita Rendah!

Lidah Bintang seakan kaku tak mampu menjawab ucapan Bara. Matanya membulat sempurna. Kakinya tak bisa bergerak sedikit pun. Dia merasa bahwa telinganya mengalami pendengaran yang salah, tapi rasanya apa yang dikatakan Bara sangat jelas. Napas Bintang mulai menjadi tidak teratur, akibat rasa gelisah bercampur dengan cemas yang membentang. Dia melangkah mundur, berusaha untuk tidak panik. Padahal jujur, menjadi tenang adalah hal rumit untuk sekarang ini. “M-maaf, Pak, a-apa maksud Anda?” tanya Bintang dengan nada terbata-bata. Bara menyilangkan kaki kanannya, bertumpu ke paha kiri. “Aku rasa apa yang aku katakan tadi sangat jelas. Kamu mendengar kalimatku dengan baik, kan?” Bintang menggigit bibir bawahnya. Sungguh, selama dia mengenal Bara, belum pernah Bara merendahkan dirinya seperti ini. Bintang kehilangan kata, dia tak tahu harus bicara seperti apa. Air matanya nyaris berlinang jatuh membasahi pipinya, tetapi dia mati-matian menahan diri untuk tidak menangis. Dia tak ingin le
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more

Bab 12. Emosi Bara Kembali Terpancing 

Langit malam di kota Jakarta tampak mendung. Bulan dan bintang tak menyinari langit luas. Awan gelap menggumpal menandakan bahwa sebentar lagi turun hujan. Cuaca malam itu sama seperti dengan kondisi Bintang yang menunjukkan kesedihan. Mata wanita cantik itu sudah sembab, akibat tangis yang sejak tadi tak kunjung mereda. Bintang duduk di dalam taksi dengan air mata yang tak henti berlinang. Sesekali sang sopir taksi melirik Bintang dari kaca spion, tapi tentu sang sopir taksi tak berani bertanya. Hanya raut wajah sang sopir taksi tampak tak tega melihat Bintang yang menangis pilu. “Kak, apa kakak butuh tisu?” tanya sang sopir taksi pada Bintang. Bintang menyeka air matanya menggunakan punggung tangannya. “Terima kasih, Pak,” jawabnya sambil menerima tisu pemberian dari sang sopir taksi. Sang sopir taksi tersenyum lembut. “Kak, kalau hari kakak berat, ingat saja hidup akan terus berjalan.” Bintang terdiam sebentar mendengar nasihat dari sang sopir taksi. “Hari terus berjalan, tapi
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more

Bab 13. Kamu Tidak Dipecat

“Kalian sudah mencoba menghubungi Bintang lagi?” Andi bertanya pada Lina dan Wilona. Sejak panggilan telepon diputus secara sepihak oleh bosnya, membuatnya bertindak langsung menginterogasi kembali Lina dan Wilona. “Pak Andi, saya sudah berkali-kali menghubungi Bintang, tapi nomor telepon Bintang masih tidak aktif. Menurut saya, sifat Bintang tidak menunjukkan professional dalam bekerja. Jika Pak Andi berkenan, saya akan mencarikan sekretaris baru untuk Pak Bara,” ujar Lina dengan nada sopan. Wanita itu menunjukkan ketidaksukaannya pada Bintang. Sebab, baru menjadi karyawan baru Bintang sudah berani tidak tertib. Wilona panik mendengar ucapan Lina. Bagaimanapun Bintang adalah temannya. Dia mengenal selama ini Bintang sosok wanita yang baik. Dia tidak mau sampai Bintang dikekuarkan dari Gunaraya Group. “Tunggu, Pak Andi, mungkin saja Bintang sakit,” sambung Wilona secara terang-terangan membela Bintang. Lina menatap dingin Wilona. “Jika dia sakit, harusnya dia menghubungi saya. Se
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more

Bab 14. Tidak Ada yang Bisa Menghukum Bintang!

Bara masih berada di ruang kerjanya, menunggu Andi datang. Aura wajah pria tampan itu menunjukkan emosi, dan kemarahan tertahan. Kilat mata menajam, dan suara gigi menggemeletuk akibat geraman emosi dalam dirinya. Bara tak menyangka Bintang langsung tidak masuk bekerja. Wanita itu secara terang-terangan mengatakan padanya sangat membutuhkan pekerjaan, lalu kenapa malah wanita itu berani tak datang ke kantor? “Shit!” Bara mengumpati dirinya, yang tak henti memikirkan sosok Bintang. Bara menyambar rokok di hadapannya, menghidupkan rokoknya, dan mengisap rokok itu. Asap rokok memenuhi ruang kerja Bara. Saat pikiran yang kacau, biasanya dia akan minum alkohol ataupun merokok. Suara ketukan pintu terdengar … Bara langsung mematikan rokok di tangannya, mengalihkan pandangan ke arah pintu, lalu berkata tegas, “Masuk!” “Selamat sore, Pak Bara.” Andi masuk ke dalam ruang kerja Bara, seraya menundukkan kepala sopan. Bara menatap dingin Andi, mengabaikan sapaan asistennya itu. “Kamu sudah
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more

Bab 15. Bara Pantas Mendapatkan yang Terbaik 

Lina dan Wilona dibuat bungkam melihat kedatangan Bara. Tentu yang paling takut adalah Lina, karena wanita itu mengeluarkan kalimat pedas untuk Bintang. Ya, tidak ada yang bisa berkutik. Mereka semua menundukkan kepalanya sekarang—tapi berbeda dengan Bintang. Bintang Dilara sekarang menatap Bara yang mendekat, tatapan mata yang menunjukkan jelas kebingungan, dan rasa tak mengerti. Perkataan Bara sangat ambigu menurutnya, hingga membuatnya tak bisa memahami dengan jelas. Bara mengatakan bahwa hanya pria itu yang bisa memecatnya. Ini kalimat yang membuat Bintang bingung. Apakah Bara membelanya di depan Lina? Atau Bara memiliki tujuan lain? Jutaan pertanyaan muncul di dalam benak Bintang saat ini. Namun, wanita itu memilih untuk segera menepis semua pertanyaan yang muncul di kepalanya. Bintang datang kembali ke Gunaraya Group, tentu karena dia sangat membutuhkan pekerjaan. Meski telah direndahkan, tapi dia tetap datang. Alasannya? Jelas Bintang membutuhkan uang. Jika wanita cantik itu
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more

Bab 16. Ciuman Kembali Setelah Perpisahan 

Hujan turun membasahi kota Jakarta cukup deras. Gelegar petir membuat langit seakan terbelah akibat kilat petir yang besar. Terlihat lobi Gunaraya Group cukup dipadati dengan karyawan yang tak bisa pulang akibat turun hujan. Sebagian karyawan sudah pulang sebelum hujan turun, sedangkan karyawan yang tadinya bermaksud bersantai sebentar di lobi malah menjadi terjebak tak bisa pulang. Tampak Wilona bersama dengan tunangannya terpaksa harus menunggu sampai hujan sedikit reda. Meski Wilona dijemput menggunakan mobil, tapi hujan deras disertai dengan petir kencang. Hal tersebut yang membuat Wilona menjadi khawatir dan menunda pulang, paling tidak sampai petir reda. “Pak Bara?” sapa Wilona di kala melihat Bara berdiri di area lobi, terlihat ragu untuk pulang. Bara melirik sekilas Wilona. “Kamu belum pulang?” tanyanya dingin. Wilona menggelengkan kepalanya. “Belum, Pak. Saya lagi tunggu hujan reda. Hm, Pak, apa Bintang sudah pulang? Saya dari tadi di area lobi, tapi belum melihat di
last updateLast Updated : 2025-02-08
Read more

Bab 17. Wajah Papa Mirip Denganmu  

Otak Bintang seakan tak bisa berfungsi dengan baik, di kala ada daging kenyal dan lembut menyapu bibirnya. Mata wanita itu masih terbuka untuk beberapa detik, sampai akhirnya dia terpejam akibat suasana yang seharusnya tak terjadi itu. Jemari lentik Bintang meremas lembut kemeja Bara di kala pria itu memberikan lumatan liar di bibirnya. Debar jantung wanita itu berpacu dengan kencang seakan ingin berhenti berdetak. Tidak … bukan hanya dia yang merasakan jantungnya berdebar, tapi dia juga bisa merasakan debar jantung Bara yang lebih cepat dari biasanya orang normal. Bintang tenggelam akan suasana hangat itu. Wanita cantik itu seakan lupa segalanya. Lupa tentang dinding penjulang tinggi yang telah dia ciptakan. Bintang berusaha untuk menyudahi ini semua, tapi hatinya seakan tak sanggup. Bintang menjadi lemah seolah tak memiliki tenaga. Lumatan yang diciptakan Bara sangat manis, sama seperti pertama kali Bintang berciuman dengan Bara. Wanita itu tak pernah menyangka setelah perpisah
last updateLast Updated : 2025-02-08
Read more

Bab 18. Tak Ingin Melewati Batas 

Bintang sepertinya tak ingin datang ke kantor. Perasaan khawatirnya begitu berkecamuk tak menentu membuat rasanya dia tak semangat untuk betemu dengan orang-orang. Sungguh! Bintang ingin pergi dari ke luar angkasa di kala dia mengingat kejadian kemarin. Kejadian di mana Bara menggendongnya keluar dari lift. Sepanjang perjalanan menuju kantor, yang dilakukan Bintang adalah memanjatkan doa. Wanita cantik itu berharap para karyawan di Gunaraya Group tidak berpikir aneh-aneh padanya. Sialnya, hari ini adalah hari terakhir di setiap minggu untuk bekerja. Sementara weekend baru ada esok hari. Bintang berharap weekend adalah hari ini agar dia tak perlu menghadapi tatapan teman-teman kerjanya. Namun, sepertinya semesta sedang menguji Bintang. Sebab, masalah didatangkan begitu bertubu-tubi seakan memang sengaja membuat Bintang terpojok. “Apa yang harrus aku katakan?” gumam Bintang gelisah, dia yakin saat tiba di kantor akan ada pertanyaan dari Wilona. Hal tersebut yang membuat Bintang menja
last updateLast Updated : 2025-02-08
Read more

Bab 19. Bertemu Lagi Dengan Mario 

Weekend tiba hati Bintang cukup tenang, karena dia tak bertemu dengan teman-teman di kantornya yang membicarakan hal buruk tentangnya. Ya, setidaknya meski hati Bintang masih merasa gelisah, tapi paling tidak sekarang dia sedikit tenang. Meski demikian, Bintang tetap bersyukur karena Wilona mau percaya padanya. Selama ini Bintang tak memiliki teman dekat, tapi sejak bekerja di Gunaraya Group, dia memiliki Wilona yang baik padanya. Bahkan di kala ada gossip miring tetap Wilona percaya pada ucapannya. Jujur, Bintang sedikit merasa bersalah karena sudah menutupi pada Wilona tentang dirinya dengan Bara. Namun, tentu Bintang tak mungkin mengatakan hal sebenarnya. Bukan dia tak percaya pada Wilona, dia hanya ingin menutup kisah masa lalunya. Sebab, baginya dia dengan Bara telah benar-benar selesai. Tidak ada lagi lanjutan kisahnya dengan Bara. “Mama, hari ini Mama nggak kerja, kan?” tanya Bima sambil menikmati sarapannya. “Nggak, Sayang. Ini weekend. Mama nggak kerja di weekend,” jawab
last updateLast Updated : 2025-02-08
Read more

Bab 20. Masih Misteri 

Bara tak menyukai weekend-nya kali ini, karena dia dipaksa makan malam bersama dengan rekan bisnis ayahnya. Pria tampan itu sebenarnya sangat malas, tapi karena paksaan membuatnya mau tak mau menuruti permintaan orang tuanya. Malam itu, Bara mendatangi restoran Bunga Ramai yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat. Dia melangkah masuk, dan sudah mendapatkan sambutan ramah dari para pelayan. Namun, karena kondisi hati yang tak baik membuat Bara mengabaikan sapaan dari para pelayan itu. “Bara, di sini, Sayang,” seru Della seraya melambaikan tangannya ke arah putranya. Bara tak mengatakan apa pun, dia melangkah mendekat menghampiri orang tuanya. “Maaf, aku terlambat,” ucapnya memberikan kecupan di kening ibunya, lalu duduk di kursi tepat di samping ibunya. Della tersenyum hangat menatap Bara. “Tidak apa-apa, Sayang. Mama ngerti kamu pasti sibuk.” “Bara, salam pada Om Darman,” ucap Galih mengingatkan putranya. Bara tersenyum di balik wajah dinginnya, menatap pria paruh baya bernama D
last updateLast Updated : 2025-02-08
Read more
PREV
123456
...
11
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status