Home / Lain / Luka Tak Terlihat / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Luka Tak Terlihat: Chapter 1 - Chapter 10

26 Chapters

BAB 1

Pagi itu, sinar matahari menyusup perlahan melalui celah-celah jendela rumah kecil di pinggir desa. Rumah itu sederhana, dengan dinding kayu yang mulai memudar warnanya dan atap seng yang sering berbunyi pelan saat diterpa angin. Di dalam rumah, suara aktivitas keluarga mulai terdengar, seperti simfoni yang berulang setiap pagi. Aris kecil membuka matanya perlahan. Ia mengucek-ucek matanya dengan tangan mungilnya, lalu menguap lebar. Dengan langkah tertatih-tatih, ia keluar dari kamar kecilnya. Wajahnya terlihat polos dengan rambut yang masih berantakan. Tapi, ada semangat berbeda di matanya pagi itu. Hari ini adalah hari ulang tahunnya yang kelima. Dalam pikirannya, ulang tahun adalah hari istimewa, penuh kebahagiaan, hadiah, dan cinta dari orang-orang terdekat. Namun, begitu kakinya menginjak ruang tengah, harapannya mulai memudar. Di meja, ia melihat sebuah kotak hadiah besar yang tampak baru, masih terbungkus plastik rapi. Hatinya melompat girang. “Itu pasti untukku,” pikirnya.
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

BAB 2

Pagi itu, Aris bangun lebih pagi dari biasanya. Udara dingin menyelimuti rumah, memaksa dirinya menggigil sambil menarik selimut tipis yang hampir tak lagi mampu menghangatkannya. Dari kamarnya yang sempit, ia bisa mendengar suara panci beradu di dapur dan langkah-langkah ringan Alena menuju meja makan. Ketika keluar dari kamar, pandangan pertama Aris tertuju pada Alena. Dengan wajah cerah dan tawa riang, Alena sudah duduk di meja makan, menikmati sarapannya. Ada roti dengan selai cokelat dan segelas susu hangat di depannya. Aris hanya berdiri mematung, mengamati bagaimana adiknya tampak bahagia tanpa beban. Perlahan, ia melangkah ke dapur dengan harapan mendapatkan perhatian dari ibunya. Namun, begitu sampai di sana, ibunya menoleh sekilas, lalu berkata dengan nada yang sama sekali tak hangat, "Kamu bangun telat, ya? Kalau mau makan, bantu ibu dulu. Sana ambil air di sumur!" Aris menunduk, menggigit bibir bawahnya untuk menahan kekecewaan. "Iya, Bu," jawabnya pelan. Dengan langkah
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

BAB 3

Aris terbaring di tempat tidurnya, memandang langit-langit kamar yang gelap. Suara tawa Alena dari luar kamar terdengar samar, semakin menegaskan jarak yang tak kasat mata di antara mereka. Tangannya menggenggam boneka kayu tua dengan erat, mencari kenyamanan dalam benda kecil yang menjadi teman setianya."Kenapa ibu tak pernah menyayangiku seperti Alena?" pikir Aris, bertanya pada dirinya sendiri. Keheningan malam membuat pikirannya berkelana ke ucapan-ucapan ibunya yang tajam dan dingin. Kata-kata seperti "kamu selalu membawa sial" terus terngiang, mengiris hatinya. Ia tidak mengerti alasan di balik ucapan itu, namun selalu merasa bahwa ia adalah biang keladi dari semua masalah yang terjadi di rumah.Malam itu, ia memikirkan kembali apa yang pernah dikatakan Bu Siti, tetangga yang sering memberinya nasihat lembut. "Cobalah untuk berbicara, Aris. Kadang, masalah hanya bisa selesai jika kita berani menyuarakan hati kita," begitu kata Bu Siti suatu kali.Aris menarik napas dalam. "Mung
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

BAB 4

Tahun demi tahun berlalu. Aris kini telah memasuki sekolah dasar. Meski usianya masih belia, tanggung jawab yang ia pikul sudah jauh melebihi teman-teman seusianya. Sejak kecil, Aris terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga sendirian. Membersihkan lantai, mencuci pakaian, menjemur, hingga memasak sering kali menjadi rutinitas harian yang harus ia selesaikan, terutama saat ibunya sibuk bekerja. Di rumah, perhatian ibu Aris lebih banyak tercurah pada Alena, adiknya yang ceria dan manja. Alena selalu mendapatkan apa yang diinginkannya. Mainan, pakaian, bahkan perhatian yang hangat. Sedangkan Aris? Ia lebih sering dianggap tidak ada. Kehadirannya di rumah terasa seperti bayang-bayang yang hanya diingat ketika dibutuhkan. Meski begitu, Aris tidak pernah mengeluh. Ia menerima semua perlakuan itu dengan diam, meskipun di dalam hatinya ada rasa sakit yang sulit ia ungkapkan. Setiap hari, rutinitas sekolah menjadi pelarian kecil bagi Aris, meski tidak selalu menyenangkan. Di sekolah, teman
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

BAB 5

Pagi itu, Aris bangun lebih awal dari biasanya. Matahari masih malu-malu memunculkan sinarnya di ufuk timur. Dengan mata yang masih berat, ia langsung bergegas menyelesaikan pekerjaan rumah yang sudah menjadi tanggung jawabnya setiap hari. Seperti biasa, mencuci piring, menyapu lantai, dan membersihkan seluruh rumah harus selesai sebelum ia bersiap ke sekolah. Sementara itu, Alena, adiknya yang masih kecil, bangun dengan wajah ceria. Alena selalu menjadi pusat perhatian di rumah. Ibu mereka selalu memastikan Alena mendapatkan segalanya, mulai dari baju baru hingga mainan yang ia inginkan. Aris melirik pakaian yang dikenakan Alena pagi itu. Gaun putih dengan motif bunga yang baru dibelikan oleh ibu. Sementara itu, Aris hanya mengenakan seragam sekolahnya yang sudah terlihat pudar warnanya. Meskipun begitu, ia tidak mengeluh. Namun, pagi ini ada satu hal yang membuat Aris merasa sedikit lebih baik. Sepatu barunya yang diberikan oleh Bu Siti terlihat bersih dan mengkilap. Itu adala
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

BAB 6

Beberapa hari berlalu sejak insiden sepatu itu. Meski luka di hati Aris masih terasa perih, ia mencoba menjalani rutinitas seperti biasa. Setiap pagi, ia bangun lebih awal dari semua penghuni rumah, menyelesaikan pekerjaan rumah yang sebenarnya bukan tanggung jawabnya, lalu bersiap-siap untuk sekolah. Kehidupan di rumah tidak pernah berubah; perhatian dan kasih sayang orang tua sepenuhnya tercurah kepada Alena, adiknya, sementara Aris hanya menerima perintah dan tuntutan. Namun, ada sesuatu yang membuat hari-hari Aris sedikit lebih ringan. Setelah mengetahui insiden itu, Bu Siti, tetangga sekaligus orang yang sangat peduli padanya, membelikannya sepasang sepatu baru. Tetapi, karena takut menimbulkan masalah, Bu Siti tidak memberikannya langsung kepada Aris. Sebaliknya, ia menyimpan sepatu itu di rumahnya. Setiap pagi, sebelum berangkat ke sekolah, Aris mampir ke rumah Bu Siti untuk mengenakan sepatu itu. Bagi Aris, perhatian sederhana itu sudah cukup membuatnya merasa dihargai, meski
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

BAB 7

Setelah menghabiskan waktu bersama Bu Siti dan Pak Rudi, Aris merasa hatinya sedikit lebih ringan. Jalan-jalan ke taman dengan mereka memberinya kesempatan untuk sejenak melupakan kesulitan yang terus membelenggu hidupnya. Perhatian sederhana dari pasangan itu menjadi secercah harapan di tengah rasa kesepian yang melingkupinya. Mereka menghabiskan waktu dengan piknik kecil, menikmati bekal yang dibawa Bu Siti. Pak Rudi bahkan mengajarinya cara membuat kapal kertas yang bisa mengapung di kolam kecil di taman. Aris tertawa lepas untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Namun, ketika matahari mulai terbenam, perasaan cemas mulai merayap di hati Aris. Ia tahu, kebahagiaan ini sementara. Di ujung hari, ia harus kembali ke rumah, tempat yang tidak pernah memberikan kedamaian. Di perjalanan pulang, Aris tak banyak bicara. Ia hanya menunduk, menikmati momen-momen terakhir bersama Bu Siti dan Pak Rudi sebelum kembali menghadapi kenyataan. Ketika mereka sampai di depan rumahnya, Aris
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

BAB 8

Sekolah sering menjadi pelarian bagi Aris. Di tempat itu, ia bisa melupakan sejenak kerasnya hidup di rumah. Namun, hari ini terasa berbeda. 'Ding ding'—bel berbunyi, menandakan waktu istirahat telah usai. Aris yang sedang membaca di perpustakaan segera membereskan bukunya. Ia bergegas menuju kelas agar tidak terlambat. Tetapi begitu memasuki ruang kelas, sebuah insiden tak terduga terjadi. Dina, teman sekelasnya yang sering mencari masalah, sengaja menjulurkan kaki ke arah Aris. Aris tersandung dan terjatuh. “Ups, maaf,” ucap Dina dengan nada pura-pura menyesal sambil menutup mulutnya. Belum cukup sampai di situ, Dina memungut salah satu buku catatan Aris yang terjatuh. Ia membuka botol air minumnya, lalu menuangkan sebagian isinya ke buku itu. “Eh, maaf lagi ya, Aris. Aku nggak sengaja,” katanya sambil menyeringai. “Tapi kan kamu bisa beli buku baru. Masa nggak mampu sih? Buku doang kok.” Teman-teman sekelasnya tertawa mendengar ejekan Dina. Aris tidak mengatakan apa-a
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

BAB 9

Setelah pertemuannya dengan Sasa, Aris merasa lebih bersemangat. Selain mengganti buku yang rusak, Sasa juga membawa kabar baik yang membuka peluang besar untuknya.“Ris, aku dengar ada program beasiswa penuh untuk SMA favorit. Tiga sekolah unggulan buka pendaftaran. Kamu harus coba, ini kesempatan besar,” ujar Sasa penuh semangat.Aris tertegun. “Serius, Sa? Tapi… apa aku cukup bagus untuk bersaing?”“Kamu pasti bisa! Jangan ragu. Yuk, kita ke ruang guru sekarang. Siapa tahu masih ada slot,” ajaknya.Mereka pun segera pergi ke ruang guru. Beruntung, masih ada satu slot terakhir untuk mendaftar tes beasiswa. Tanpa pikir panjang, Aris langsung mendaftarkan dirinya.Tidak berhenti di situ, mereka menemukan pengumuman lomba menulis di mading sekolah dengan hadiah besar.“Sa, ini peluang bagus juga. Aku mau daftar lomba ini,” kata Aris antusias.“Daftar aja! Aku yakin kamu bisa menang,” balas Sasa, memberi dukungan penuh.Namun, kebahagiaan Aris terganggu saat Dina, yang terkenal suka men
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more

BAB 10

Malam itu, setelah kejadian di rumah Bu Siti dan Pak Rudi, Aris duduk termenung di depan laptop barunya. Hatinya masih dipenuhi rasa haru atas kebaikan mereka. Namun, bayangan perlakuan dingin keluarganya terus menghantui pikirannya. Tuduhan mencuri dari ayah dan sindiran pedas Alena seolah-olah mencabik keberaniannya untuk bermimpi.Aris menghela napas panjang. "Aku harus membuktikan kalau aku bisa," gumamnya sambil membuka aplikasi pengolah kata. Ia mulai mengetik naskah untuk lomba menulis.Namun, baru beberapa menit ia menulis, pintu kamarnya terbuka keras tanpa diketuk. Alena muncul dengan wajah penuh ejekan, seperti biasanya."Kamu pikir semua selesai, Aris?" sindir Alena sambil menyandarkan tubuhnya di pintu.Aris berhenti mengetik, menatap Alena dengan tenang. "Aku cuma mau berusaha untuk diriku sendiri. Kamu nggak perlu ikut campur."Alena mendekat sambil tertawa kecil. "Oh, aku nggak ikut campur? Kamu benar-benar polos, ya. Dunia ini nggak akan pernah berpihak sama orang kay
last updateLast Updated : 2024-11-29
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status