Home / Lainnya / Luka Tak Terlihat / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Luka Tak Terlihat: Chapter 31 - Chapter 40

97 Chapters

BAB 31

Hari-hari berlalu dengan tekanan yang semakin besar bagi Aris. Meski ia berhasil menyelesaikan naskah perlombaan dan mendapatkan dukungan dari sahabat serta keluarga angkatnya, ancaman dari Bayu terus menghantui pikirannya. Malam itu, di ruang tamu rumah Bu Siti, Aris, Raka, dan Sasa berkumpul untuk membahas langkah selanjutnya.“Pak Rudi bilang kita harus fokus mengungkap manipulasi dokumen proyek itu,” ujar Aris sambil melihat catatan kecil di tangannya.“Tapi masalahnya, kita nggak tahu sejauh mana Bayu melangkah,” balas Raka.Sasa, yang duduk di sofa dengan wajah serius, menambahkan, “Aku sempat dengar dari Edo tentang sesuatu yang mereka sebut ‘rapat rahasia.’ Aku yakin itu ada hubungannya dengan dokumen proyek.”Aris menatap kedua sahabatnya. “Kalau begitu, kita harus cari tahu di mana rapat itu diadakan.”Mereka memutuskan untuk meminta bantuan Pak Rudi. Dengan pengalaman Pak Rudi di dunia konstruksi, ia mungkin memiliki ide bagaimana mendekati situasi ini.---Keesokan harinya
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

BAB 32

Malam itu, di ruang tamu rumah Bu Siti, Aris duduk termenung. Hatinya masih belum tenang meski ia telah menceritakan semua ancaman Bayu kepada Pak Reza. Di hadapannya, Sasa dan Raka menatap dengan penuh perhatian, menunggu langkah selanjutnya.“Pak Reza bilang dokumen asli proyek itu bisa jadi bukti penting untuk menjatuhkan Bayu,” ujar Aris perlahan. “Tapi kita masih butuh lebih banyak bukti untuk memperkuat kasus ini.”“Kita harus mendekati Edo,” saran Raka. “Dia kunci segalanya. Kalau dia bisa kita buat bicara, Bayu nggak akan bisa berkutik.”Sasa mengangguk setuju, meski wajahnya tampak khawatir. “Tapi itu berbahaya, Ris. Edo jelas berada di bawah kendali Bayu. Kalau kita salah langkah, semuanya bisa kacau.”Aris menghela napas panjang. “Aku tahu. Tapi kita nggak punya pilihan lain. Aku akan bicara dengan Pak Reza dulu untuk merencanakan ini.”keesokan harinya ,Di bengkel tempat Pak Reza bekerja, Aris mendatangi pria paruh baya itu. Pak Reza sedang memeriksa salah satu mesin keti
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

BAB 33

Pagi itu, Aris membawa dokumen yang mereka peroleh semalam ke ruang kerja ayahnya. Ia berdiri di depan pintu selama beberapa saat, mengumpulkan keberanian. Hubungannya dengan sang ayah yang dingin membuat setiap pertemuan terasa seperti medan pertempuran.Ketukan kecil di pintu memecah kesunyian.“Masuk,” jawab suara berat dari dalam.Aris melangkah masuk dan menemukan ayahnya sedang memeriksa berkas-berkas di meja kerja. Pandangan ayahnya naik, menatap Aris dengan sorot mata penuh evaluasi.“Ada apa, Aris?” tanyanya tanpa basa-basi.“Aku punya sesuatu yang penting, Ayah,” jawab Aris sambil menyerahkan amplop cokelat itu.Ayahnya membuka amplop tersebut dan mulai membaca isinya. Seketika, raut wajahnya berubah—kaget bercampur marah.“Dari mana kamu mendapatkan ini?” tanyanya tajam.“Dokumen itu aku dapatkan dari kantor rekan Bayu,” jawab Aris dengan tegas. “Dia memalsukan semua ini untuk menjatuhkan keluarga kita. Ayah harus melakukan sesuatu sebelum semuanya terlambat.”Ayahnya melet
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

BAB 34

Keesokan harinya, ketegangan semakin terasa. Aris terbangun dengan perasaan was-was. Ancaman Bayu terus terngiang di kepalanya, tapi ia tahu bahwa menyerah bukanlah pilihan.Di meja makan, Pak Reza sudah menunggu dengan secangkir kopi di tangannya. “Kita harus memastikan semua rencana berjalan lancar,” katanya, langsung menuju inti pembicaraan.“Apa langkah kita berikutnya?” tanya Aris.“Pak Anton sudah menghubungi kontaknya di kepolisian,” jawab Pak Reza. “Tapi dokumen itu harus diserahkan langsung. Mereka tidak mau mengambil risiko.”“Kapan kita akan menyerahkan dokumen itu?”“Malam ini,” jawab Pak Reza tegas.Namun, mereka tidak menyadari bahwa Bayu sudah merencanakan langkah selanjutnya.Siang itu, Pak Anton menghubungi Pak Reza. Suaranya terdengar tegang di telepon.“Bayu tahu tentang rencana kita,” katanya. “Dia sedang mengerahkan anak buahnya untuk mencari dokumen itu. Kalian harus hati-hati.”Pak Reza mengangguk sambil melirik Aris yang mendengarkan percakapan itu. “Kami akan
last updateLast Updated : 2024-12-01
Read more

BAB 35

Hari itu, suasana di rumah Bu Siti terasa berat. Setelah insiden pembakaran semalam, ketegangan di antara mereka semakin memuncak. Semua orang tahu bahwa Bayu tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan apa yang diinginkan. Aris duduk di ruang tamu bersama Sasa dan Raka. Wajahnya tampak muram, sementara Sasa memandangi pintu depan seolah-olah sesuatu yang buruk akan terjadi kapan saja. "Bayu benar-benar ingin menghancurkan kita," gumam Sasa dengan nada khawatir. Raka menanggapi sambil menghela napas panjang. "Dia tidak main-main. Tapi kita juga tidak boleh menyerah begitu saja." Pak Reza masuk membawa secangkir teh hangat dan menatap mereka dengan ekspresi serius. "Kalian semua harus lebih berhati-hati mulai sekarang. Jangan pergi sendirian, bahkan untuk hal kecil sekalipun." Aris mengangguk, tetapi di dalam hatinya ada dorongan yang tidak bisa ia abaikan. Ia tahu Bayu tidak akan menyerah hanya dengan ancaman balik. Sesuatu harus dilakukan untuk mengakhiri ini. Sore itu Pak Anton
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

BAB 36

Malam itu, suasana rumah Bu Siti terasa mencekam. Semua orang saling waspada, terutama setelah amplop ancaman yang mereka temukan pagi tadi. Pak Reza terus berjaga-jaga di ruang tamu, sedangkan Aris berusaha menghibur Sasa yang masih terlihat ketakutan.“Apa menurutmu mereka akan benar-benar menyerang kita malam ini?” tanya Sasa, suaranya bergetar.Aris menatap temannya dengan tatapan penuh keyakinan. “Kita harus siap untuk segala kemungkinan. Tapi jangan khawatir, aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu atau keluarga ini.”Pak Reza tiba-tiba masuk ke ruang tengah. “Aku sudah bicara dengan polisi. Mereka akan mengirimkan patroli tambahan di sekitar lingkungan kita. Tapi, tetap saja, kita harus berjaga-jaga.”“Aku akan tidur di ruang tamu,” kata Aris. “Kalau mereka datang, aku ingin jadi yang pertama menghadapinya.”Pak Reza mengangguk, meski wajahnya menyiratkan kekhawatiran. “Tapi jangan bertindak gegabah, Aris. Ingat, keselamatan kita adalah yang utama.”Keesokan paginyaMa
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

BAB 37

Setelah insiden terakhir yang melibatkan Bayu, suasana di rumah Bu Siti mulai kembali tenang. Namun, keheningan itu hanya berlangsung sebentar karena Aris kembali menghadapi kenyataan: perjuangannya belum selesai. Kini, ia harus mengejar program beasiswa yang menjadi harapannya untuk masa depan yang lebih baik. Pak Rudi yang baru pulang kerja melihat Aris sedang duduk di ruang tamu dengan laptopnya, mengisi formulir pendaftaran beasiswa. Wajah Aris tampak serius, penuh dengan tekad yang membara. "Aris, apa yang sedang kamu kerjakan?" tanya Pak Rudi sambil melepas jas kerjanya. Aris menoleh sejenak. "Aku sedang melengkapi formulir untuk beasiswa universitas, Pak. Ini mungkin satu-satunya cara agar aku bisa mengubah hidupku." Pak Rudi tersenyum dan duduk di sampingnya. "Itu keputusan yang sangat bagus. Tapi kamu tahu, program beasiswa seperti ini biasanya membutuhkan banyak persiapan. Apa kamu sudah siap menghadapi seleksi?" Aris mengangguk. "Aku sudah mempersiapkan semua dokumen y
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

BAB 38

Langit pagi itu tampak mendung, seperti mencerminkan kecemasan Aris yang terus berlari di gang sempit. Napasnya tersengal, tapi ia tidak berhenti. Di belakangnya, langkah kaki para pengejar semakin mendekat, menggema di dinding gang. "Aku nggak boleh tertangkap," pikir Aris. Ia merogoh saku celananya, mencari ponsel, tapi menyadari bahwa ia telah meninggalkannya di mobil. Di ujung gang, Aris melihat sebuah pasar kecil yang mulai ramai oleh pedagang dan pembeli. Tanpa berpikir panjang, ia menyelinap di antara kerumunan, berharap bisa menghilang dari pandangan para pengejarnya. Sementara itu, Bu Siti dan Pak Rudi berusaha mencari bantuan. Mereka menelepon polisi dan menjelaskan situasi dengan detail. "Anak kami sedang dikejar oleh sekelompok orang! Dia butuh bantuan sekarang juga!" kata Bu Siti dengan nada panik. Pak Rudi mencoba tetap tenang, meski hatinya gelisah. "Kita harus segera menemukannya." Di tengah pasar, Aris mencoba tetap tenang. Ia menyembunyikan diri di balik salah
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

BAB 39

Pagi itu, Aris terbangun dengan perasaan yang berbeda. Meski tubuhnya terasa lelah akibat malam yang penuh ketegangan, pikirannya justru dipenuhi dengan kebingungan dan kekhawatiran tentang apa yang akan datang selanjutnya. Beasiswa yang telah ia perjuangkan begitu keras seolah tidak mampu menghapus bayang-bayang ancaman dari Bayu dan orang-orang yang ingin merebut warisan keluarga yang menjadi haknya.Bu Siti dan Pak Rudi sudah berada di hotel lebih awal. Setelah pertemuan semalam dengan polisi, mereka memutuskan untuk tinggal lebih lama demi memastikan keselamatan Aris. Mereka tahu bahwa meskipun Aris sudah mendapatkan beasiswa, tantangan baru kini menunggu."Aris, kamu harus berhati-hati," kata Pak Rudi dengan nada serius saat mereka duduk bersama di ruang makan hotel. "Bayu tak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Kita harus terus waspada."Aris mengangguk, namun hatinya terasa berat. "Aku harus tetap fokus pada beasiswa ini. Ini kesempatan yang tak bisa aku
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

BAB 40

Malam itu, setelah menerima buku harian dari Kartika, Aris, Bu Siti, dan Pak Rudi memutuskan untuk kembali ke kampung halaman. Suasana hati mereka masih dipenuhi ketegangan, tetapi keputusan untuk pulang memberikan sedikit rasa lega. Kampung halaman mereka selalu menjadi tempat yang menenangkan, sebuah tempat di mana Aris merasa bisa berpikir lebih jernih.Pagi harinya, setelah tidur semalam penuh, Aris duduk di meja makan sambil memandang keluar jendela. Udara pagi yang sejuk menyapa kulitnya. Di kampung ini, segala sesuatu terasa lebih lambat, lebih tenang. Namun, di dalam hati Aris, badai masih bergemuruh."Aris, kamu yakin mau pergi ke sekolah hari ini?" tanya Bu Siti sambil meletakkan sepiring nasi goreng di hadapannya.Aris mengangguk pelan. "Aku butuh distraksi, Bu. Aku sudah terlalu lama merasa tertekan. Bertemu teman-teman mungkin bisa membantuku berpikir lebih baik."Pak Rudi, yang sedang menyesap kopinya, tersenyum. "Bagus. Kadang berbicara dengan teman sebaya bisa memberik
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more
PREV
123456
...
10
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status