Home / Romansa / Jeratan Panas Tuan Pavel / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Jeratan Panas Tuan Pavel : Chapter 1 - Chapter 10

34 Chapters

Nasib Sial

"Sialan, ini semakin tak nyaman!" keluh seorang wanita muda berjalan tunggang langgang tak tentu arah. Di sebuah klub malam, Aleena yang berhasil kabur dari teman prianya tanpa sengaja menabrak seorang pria berpakaian formal. Tangan serta lengannya yang kokoh mencegah agar Aleena tak terjatuh ke lantai. Sentuhan tersebut membuat tubuhnya menegang, hingga dirinya memegang erat lengan pria itu. "Lepas." Satu kata menusuk terlontar dari mulut pria asing itu. Menatap Aleena tajam dan terdengar menggeram marah akibat ucapannya tak digubris. Aleena yang terjebak karena alkohol dan obat perangsang pun tak mampu menanggapinya. Pria di depannya ini mengeluarkan wangi parfum mahal khas kelas atas, ditambah tubuh kekar menggoda di balik balutan kemeja serta mantelnya yang mahal. Lalu kepala Aleena mendongak, menatap sang pria dengan sayu disertai napas berat. Wajahnya yang memerah tak Aleena sadari, hanya saja, tubuhnya semakin panas di dekat pria itu. "T—tuan... tolong...." Wajah pria y
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

Pemilik Aleena Morris

"Dengar." Suara berat mendalam bergemuruh di dadanya terdengar. Tatapan matanya yang tajam tidak pernah lepas dari sosok gadis di kursi penumpang di sampingnya. "Sekarang kau milikku." Aleena memberanikan diri menatap pria itu meski gugup. Dia hendak membantah, tapi pria di sampingnya lebih dulu menyela. "Pavel, ingat nama itu. Lalu aku yang akan mencari mu. Jangan berani menolak, aku tak suka itu." "Katakan sesuatu, karena kau harus mengerti," lanjutnya, suaranya terdengar tidak ingin menerima jawaban penolakan. Dengan berat hati dan ragu, Aleena mengangguk terpaksa. Matanya bergetar. Hal itu membuat Pavel tersenyum miring merasa puas atas pengaruh dirinya pada Aleena. Tangan besarnya menepuk-nepuk kepala Aleena, jemarinya merayap ke sela rambutnya, kemudian mencengkeram erat dan menariknya, nyaris menimbulkan rasa sakit berlebihan di kulit kepala sang gadis. "Pulanglah, gadis kecil. Kita akan bertemu lagi," bisik Pavel mencondongkan tubuh, bibirnya tepat di depan telinga Aleena.
last updateLast Updated : 2024-12-13
Read more

Jalan Berduri

Semua pelayan di kediaman itu menunduk, membungkuk hormat termasuk para penjaga yang berlalu lalang berhenti hanya memberikan salam hormat seolah-olah hal tersebut tak boleh terlewatkan. Aleena jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa status Pavel. CEO? Pejabat negara kelas tinggi? Atau mungkin seseorang yang lebih dari itu. "Apa pakaian dan keperluan untuk gadisku sudah disiapkan?" tanya Pavel pada salah satu asisten rumah tangga, kepala pelayan di sana. "Sudah, Tuan. Segala keperluan Nona telah saya sediakan dengan lengkap," jawab seorang pria berwajah oriental, berdarah keturunan Cina dan Jepang. "Apa ada yang ingin Tuan tambahkan?" Kepala Pavel menoleh ke Aleena, gadis kecilnya sedang menatap ke sekeliling. "Nanti saja, Kenji," balasnya singkat. "Aleena," panggil Pavel. Pria itu kembali memusatkan perhatiannya ke arah gadisnya. Sedangkan Kenji menunduk pamit undur diri. Aleena sendiri sempat sedikit tersentak, namun segera dia menenangkan diri. Sekarang dia sepenuhnya menatap
last updateLast Updated : 2024-12-15
Read more

Ketegangan Di Ruang Pertemuan

"Selamat malam, Tuan Ellington." Seorang pria muda menyapa Pavel dengan topeng ramahnya, ekspresinya berubah di detik berikutnya melirik saat melirik Aleena yang menarik perhatian. "Wah, wah... lihat ini, kau membawa mainan baru? Apa ini mainan pribadi atau—mungkin kau berkenan untuk berbagi?" Mata pria itu menatap tajam tubuh Aleena. Menjelajahinya tanpa menyentuh, membuat Aleena tak nyaman. Pavel sendiri menanggapinya biasa saja, namun lengannya memeluk pinggang Aleena semakin erat, menyatakan jika gadis itu adalah miliknya. "Sentuh dengan ujung jarimu, maka kehancuran akan datang secara sukarela padamu." Ucapan Pavel terdengar dingin, masih terkesan tenang, dia menekan dominasinya, mampu membuat pria tadi meneguk ludah. "Dan—jangan berbicara seolah kita dekat." "Oh, santai saja, Tuan. Aku cuma bercanda," sahutnya cepat seraya mengibaskan tangan, dia tertawa tanpa humor. Apa yang dikatakan Pavel bukanlah sekedar ancaman di udara, melainkan sesuatu yang bisa menjadi kenyataan me
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

Sebuah Sangkar

Aleena menatap kosong pada makanan di piringnya. Sarapannya kali ini tak ada selera muncul dalam mulutnya, hanya menyisakan perasaan hampa dan tubuhnya yang letih. Matanya melirik ke arah pergelangan, tampak memar melingkar di sana akibat ulah Pavel, pria itu menidurinya semalam. Bahkan, semalam Pavel tampak kasar, mungkin karena pertemuan yang membuat waktunya terbuang dan tak mendapatkan momen menarik. Helaan napas panjang terdengar menggambarkan suasana hatinya sekarang, dia melihat Pavel. Pria itu sama sekali tidak peduli bagaimana dirinya harus jalan tertatih-tatih karena pergulatan panas di atas ranjang miliknya. Ingin rasanya memprotes sikap kurang ajar itu, namun dia sendiri larut dalam kenikmatan yang diciptakan Pavel tersebut. "Jangan pernah meminum pil pencegah kehamilan. Kalau kau ketahuan—bersiaplah menghadapi malam berikutnya," tegas Pavel membuka suara, tanpa repot-repot menatap sebentar sosok Aleena yang membeku. Ketika roti panggang sudah habis di piringnya, Pav
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

Ini Bukan Tentang Rindu

Mimpi Buruk. Itulah satu-satunya kata yang mampu Aleena ungkapkan untuk menggambarkan kehidupannya saat ini di kediaman Ellington. Selama sepuluh hari terakhir, dia terkurung di hunian megah nan mewah milik Pavel, tanpa diizinkan keluar, seperti burung dalam sangkar emas. Ironisnya, dia bahkan belum bertemu Pavel lagi sejak malam itu, ketika pria itu mengancamnya dengan 'malam panas.' Faktanya, Pavel tidak pernah pulang sejak saat itu. Di rumah ini, hanya ada para pengawal, pelayan, dan kepala pelayan bernama Kenji. Aleena sering kali ingin bertanya ke mana Pavel pergi dan apa pekerjaannya, tetapi dia selalu mengurungkan niat itu. Daripada mencari jawaban, Aleena lebih memilih menghabiskan waktunya di perpustakaan mansion tersebut. Dia tahu betul bahwa jika dia bertanya, entah bagaimana, Pavel pasti akan mengetahuinya. Dinding-dinding di sini seperti memiliki telinga, begitu juga semua penghuninya. Tidak ada hal yang lolos dari pengawasan Pavel. "Permisi, Nona Morris. Makan si
last updateLast Updated : 2025-01-24
Read more

Mencari Informasi

Lama berpikir hingga melamun, Aleena pun tersadar. Sebisa mungkin dirinya harus mengetahui siapa sebenarnya Pavel. Pavel tahu segalanya tentang dirinya dalam kurun waktu singkat, sedangkan dirinya saja sama sekali tidak tahu-menahu siapa identitas Pavel karena pria itu sangat ahli dalam menyembunyikan rahasia. Ditambah, dirinya tak tahu hidup di dunia seperti apa yang dihuni Pavel. Hingga Aleena memutuskan menemui Kenji. Suatu ide muncul dibenaknya. Dia melangkah keluar dari perpustakaan, melupakan makan siangnya dan mengutamakan rasa penasarannya yang kian bergemuruh riuh agar dituntaskan. Sulit bagi Aleena memendam semuanya, dia akan menerima segala konsekuensinya. Entah itu berupa hukuman atau... lainnya. Bertepatan dengan itu, Aleena bertemu Kenji di lorong, di dekat pintu ruang santai. "Kenji, Tunggu!" Langkah kaki pria berwajah oriental itu berhenti dan membalikkan badan sepenuhnya karena mendengar suara Aleena. Dengan sopan, dia sedikit membungkuk. "Selamat siang Nona Mor
last updateLast Updated : 2025-01-25
Read more

Status Abu-abu

Di malam harinya, tak disangka, Pavel pulang lebih awal dan berjalan langsung menuju kamar Aleena. Pria itu bukanlah orang bodoh. Setiap sudut kediamannya dilengkapi dengan kamera pengawas, baik yang terlihat maupun tersembunyi. Sebagai langkah berjaga-jaga, Pavel memang memasang kamera di kamarnya sendiri untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan. Namun, kali ini kamera tersebut menangkap sesuatu yang berbeda. Kucing nakalnya—begitu dia menyebut Aleena dalam hatinya—berani-beraninya masuk ke ruang pribadinya tanpa izin. Bukannya marah besar, Pavel justru tersenyum kecil. Dia tahu dia tak ingin membuat gadis itu ketakutan. “Hukuman kecil untuk anak nakal sepertimu akan segera datang,” gumam Pavel pelan, nyaris seperti bisikan. Senyumnya mengembang, tetapi ada bayang-bayang gelap yang membayangi di balik nada santainya. Ketika tiba di depan pintu kamar Aleena, Pavel melirik para pengawal yang berjaga. Dengan nada tegas namun tenang, dia berkata, “Jaga tempat lain. Dia aman
last updateLast Updated : 2025-01-26
Read more

Hukuman Untuk Gadis Kecil

Aleena tersentak saat pintu perpustakaan tertutup dengan keras, membuatnya berdiri dan mengintip dari balik rak buku untuk melihat siapa yang menutupnya. Namun, ia tak menemukan siapapun. Kakinya melangkah keluar dari persembunyian dan mendekat ke arah pintu. Saat mencoba membukanya, ternyata pintu itu terkunci."Astaga, kenapa bisa terkunci?" gerutunya kesal. "Halo! Apa di luar sana ada—akh!"Teriakan Aleena cukup keras, terkejut karena tiba-tiba sepasang tangan menyentuh tubuhnya, membuatnya merinding."Stt, jangan berteriak, sayang. Nanti suaramu habis, simpan untuk hal... yang lebih berguna," bisik Pavel tepat di telinga Aleena.Pria itu memeluknya tiba-tiba dari belakang dengan pelukan kuat, seakan-akan tak memberi celah bagi Aleena untuk memberontak. Bahkan, Pavel dengan berani mengusap pinggul Aleena. Aleena menegang, rasanya ingin melawan, namun perkataan pria itu terdengar lagi."Ini hukumanmu... jangan coba-coba kabur atau mengh
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

Luka Itu Nyata

"Makan... atau aku akan menyumpal mulutmu dengan sesuatu yang mungkin kau sukai," ancamnya dingin, nada tajam penuh intimidasi. Meski terdengar ambigu, maksudnya jelas tak terelakkan. Tangan Aleena mencengkeram sendok di genggamannya dengan gemetar. Tubuhnya terasa remuk redam, hasil ulah Pavel tadi malam. Kontras dengan pria itu yang tampak segar dan tak terganggu sedikit pun, dirinya justru harus menahan rasa nyeri yang menjalar di setiap inci tubuhnya. "Makanlah, gadis kecil. Tubuh ringkihmu butuh asupan," ucap Pavel dengan nada meremehkan. Aleena mendengus pelan merasa terhina, tapi tidak berani melawan. Pavel yang menangkap reaksinya hanya tersenyum miring. "Keras kepala sekali. Bahkan dalam keadaan seperti ini... aku jadi tidak sabar untuk 'mendidikmu' lagi.""Jangan!" sergah Aleena panik, napasnya tercekat. "A—aku tidak mau! Tubuhku masih sakit!"Ketakutan merayapi dirinya. Hanya mendengar ancamannya saja sudah membuat tubuhnya gemetar. P
last updateLast Updated : 2025-01-28
Read more
PREV
1234
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status