Beranda / Romansa / Jeratan Panas Tuan Pavel / Ini Bukan Tentang Rindu

Share

Ini Bukan Tentang Rindu

Penulis: Osaka ois
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-24 09:30:10

Mimpi Buruk.

Itulah satu-satunya kata yang mampu Aleena ungkapkan untuk menggambarkan kehidupannya saat ini di kediaman Ellington. Selama sepuluh hari terakhir, dia terkurung di hunian megah nan mewah milik Pavel, tanpa diizinkan keluar, seperti burung dalam sangkar emas.

Ironisnya, dia bahkan belum bertemu Pavel lagi sejak malam itu, ketika pria itu mengancamnya dengan 'malam panas.' Faktanya, Pavel tidak pernah pulang sejak saat itu. Di rumah ini, hanya ada para pengawal, pelayan, dan kepala pelayan bernama Kenji. Aleena sering kali ingin bertanya ke mana Pavel pergi dan apa pekerjaannya, tetapi dia selalu mengurungkan niat itu.

Daripada mencari jawaban, Aleena lebih memilih menghabiskan waktunya di perpustakaan mansion tersebut. Dia tahu betul bahwa jika dia bertanya, entah bagaimana, Pavel pasti akan mengetahuinya. Dinding-dinding di sini seperti memiliki telinga, begitu juga semua penghuninya. Tidak ada hal yang lolos dari pengawasan Pavel.

"Permisi, Nona Morris. Makan siang sudah siap. Apakah Anda ingin makan di sini atau di ruang makan?" tanya seorang pelayan yang mendekat dengan sopan.

Aleena tidak segera mengalihkan pandangannya dari buku yang tengah ia baca. Dengan suara santai namun sedikit malas, dia menjawab, "Aku akan makan di sini saja. Berjalan ke ruang makan sangat melelahkan—jaraknya benar-benar menguras tenaga."

Pelayan wanita itu hanya menggelengkan kepala kecil, mencoba bersabar. "Baiklah, Nona Morris. Mohon tunggu sebentar, makan siang akan segera diantarkan. Oh, dan jangan ke mana-mana, pengawal sudah berjaga di luar."

Pelayan itu pun beranjak pergi, meninggalkan Aleena yang kembali terlarut dalam pikirannya. Dia tahu bahwa di mana pun dia berada di mansion ini, para pengawal selalu mengawasinya. Seolah Pavel tidak ingin memberikan celah sedikit pun bagi Aleena untuk kabur. Atau mungkin, memang begitulah ketatnya penjagaan di kediaman Ellington.

Namun, pikirannya buyar saat mendengar suara langkah kaki berat mendekat. Mau tak mau, Aleena menoleh ke belakang. Di sana berdiri seorang pria dengan penampilan rapi, mengenakan setelan kantor. Tanpa aba-aba, pria itu membungkuk sedikit di depan Aleena, menunjukkan kesopanan yang berlebihan.

"Selamat siang, Nona Morris. Perkenalkan, saya Owen Fletcher, orang kepercayaan Tuan Ellington," ucapnya dengan nada hormat yang membuat Aleena bertanya-tanya. Kemudian Owen melanjutkan, "Saya di sini untuk menyampaikan mandat dari Tuan Ellington. Anda diperkenankan melakukan aktivitas di luar kediaman, dengan syarat: Anda harus menggunakan pengawalan dan ditemani dua pelayan dari rumah ini. Jika ada pertanyaan atau protes, maaf, saya tidak diperintahkan untuk mendengarkan itu."

Aleena mengerjap pelan, lalu berdiri dengan wajah terkejut. "Apa maksudnya? Kenapa dia tiba-tiba memberiku 'kebebasan bersyarat' seperti ini?" tanyanya, berusaha menahan emosi.

Namun, Owen hanya menatapnya datar. "Saya sudah bilang, Nona. Saya tidak diinstruksikan untuk mendengarkan protes Anda. Jadi, saya rasa itu cukup. Selamat siang, Nona Morris. Semoga hari Anda menyenangkan."

"Tunggu!" sergah Aleena, menghalangi jalan Owen. "Kalau begitu, di mana Tuan Pavel? Kenapa dia tidak pulang? Ini rumahnya, kan? Apa dia marah padaku?"

Di balik sikap dingin Pavel, Aleena tetap merasa penasaran sekaligus khawatir. Entah kenapa, meskipun dia tahu seharusnya tidak peduli, dia justru bertanya-tanya tentang keberadaan pria itu.

Tanpa banyak bicara, Owen merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah ponsel, lalu menyodorkannya kepada Aleena. "Maaf, Nona Morris. Hampir lupa, ini untuk Anda. Jika Anda penasaran di mana Tuan Pavel, silakan tanyakan langsung kepadanya melalui ponsel ini. Tapi ingat, hanya ponsel ini yang boleh Anda gunakan."

Aleena memandangi ponsel itu dengan ragu. Jelas ada sesuatu yang aneh dengan Pavel, tetapi dia tidak tahu apa. Perlahan, dia meraih ponsel tersebut, merasa seolah-olah sedang menyerahkan dirinya pada permainan yang tidak ia mengerti.

"Apa ini cara dia mengawasiku lagi?" gumam Aleena pelan.

Owen, yang masih berdiri di hadapannya, tampak tak terganggu oleh pertanyaan retoris itu. Dengan anggukan singkat, dia kembali berbicara, "Jika Anda membutuhkan sesuatu, saya ada di ruang kerja di ujung lorong sebelah perpustakaan ini. Namun, mohon ingat, semua keperluan harus disampaikan melalui jalur resmi."

Tanpa menunggu jawaban, Owen berbalik pergi, meninggalkan Aleena yang masih berdiri diam, menatap ponsel di tangannya.

Ketika sunyi kembali melingkupi ruangan, Aleena mendesah pelan. Jarinya dengan hati-hati menyentuh layar ponsel itu. Hanya ada satu kontak di dalamnya, tertera nama Tuan Ellington. Sejenak, dia merasa ragu. Apakah dia benar-benar ingin berbicara dengan pria itu?

'Kalau dia tidak ingin aku tahu di mana dia, kenapa dia memberikan ini padaku?' pikir Aleena. Namun rasa ingin tahunya mengalahkan segalanya. Dengan perlahan, dia menekan tombol panggil.

Bunyi dering terdengar, lama, hingga akhirnya sebuah suara berat dan dalam menjawab di seberang sana.

"Akhirnya kau menelepon," ujar Pavel, tanpa basa-basi.

Aleena terdiam sesaat. Nada suaranya tidak berubah—tenang, dingin, namun ada sesuatu yang membuatnya merinding.

"Kau... di mana?" tanyanya langsung, suaranya bergetar tipis meski ia berusaha terdengar tegar.

"Di tempat yang tidak bisa kau bayangkan, Aleena," jawab Pavel samar. "Apa aku merindukan rumah? Tidak. Apa aku merindukanmu? Mungkin. Tapi aku masih punya urusan yang harus kuselesaikan."

Kening Aleena berkerut. Bukan karena tebakan Pavel, melainkan hal lainnya. Dia bisa mendengar suara samar di belakang Pavel—seperti deru kendaraan dan orang-orang yang berbicara dalam bahasa asing yang tidak ia kenali.

"Apa yang sebenarnya kau lakukan, Tuan? Apa urusan yang begitu penting sampai kau harus meninggalkan rumah ini? Meninggalkan aku di sini dan membiarkan semua persyaratan merasakan kebebasan seakan aku adalah tawananmu?" Nada suaranya berubah, ada kemarahan dan kesedihan yang bercampur menjadi satu.

Namun Pavel hanya tertawa kecil, membuat darah Aleena mendidih. "Kau mulai peduli, ya?" godanya.

"Aku tidak peduli!" balas Aleena tajam, meskipun dia tahu itu kebohongan. "Aku hanya ingin tahu apa yang terjadi dan hanya peduli pada diriku sendiri . Apa kau sengaja meninggalkanku di sini untuk membuatku gila?"

Pavel terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, suaranya berubah lebih serius. "Aleena, ada alasan kenapa aku meninggalkanmu di sana. Alasan kenapa kau harus tetap di rumah itu. Dunia di luar terlalu berbahaya untukmu sekarang. Dan aku... sedang memastikan kau tetap aman."

Kata-kata itu menggantung di udara, membuat Aleena merasa lebih bingung daripada sebelumnya. Apa yang Pavel maksud dengan 'bahaya'? Dan kenapa dia begitu yakin bisa menjaganya tetap aman dari kejauhan?

Sebelum Aleena sempat bertanya lebih jauh, Pavel melanjutkan, "Aku harus pergi. Jangan coba-coba melanggar aturan, Aleena. Kau tidak akan suka konsekuensinya."

Telepon terputus.

Aleena menatap ponsel di tangannya, perasaannya berkecamuk antara marah, bingung, dan entah kenapa... sedikit khawatir. Apa yang Pavel sembunyikan darinya? Dan seberapa besar 'bahaya' yang sebenarnya sedang menanti di luar?

Satu hal yang pasti—ini bukan akhir. Pavel mungkin telah memutuskan telepon, tapi Aleena tidak akan berhenti mencari jawabannya. Dirinya terkurung dan kini bebas merasakan udara di luar sana saja diharuskan oleh pria itu dengan membawa pengawal dan pelayan, persyaratan yang merepotkan baginya.

Jadi, Aleena akan berniat mencari siapa Pavel sebenarnya, walau dirinya mungkin... mendapatkan hukumannya.

Bab terkait

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Nasib Sial

    "Sialan, ini semakin tak nyaman!" keluh seorang wanita muda berjalan tunggang langgang tak tentu arah. Di sebuah klub malam, Aleena yang berhasil kabur dari teman prianya tanpa sengaja menabrak seorang pria berpakaian formal. Tangan serta lengannya yang kokoh mencegah agar Aleena tak terjatuh ke lantai. Sentuhan tersebut membuat tubuhnya menegang, hingga dirinya memegang erat lengan pria itu. "Lepas." Satu kata menusuk terlontar dari mulut pria asing itu. Menatap Aleena tajam dan terdengar menggeram marah akibat ucapannya tak digubris. Aleena yang terjebak karena alkohol dan obat perangsang pun tak mampu menanggapinya. Pria di depannya ini mengeluarkan wangi parfum mahal khas kelas atas, ditambah tubuh kekar menggoda di balik balutan kemeja serta mantelnya yang mahal. Lalu kepala Aleena mendongak, menatap sang pria dengan sayu disertai napas berat. Wajahnya yang memerah tak Aleena sadari, hanya saja, tubuhnya semakin panas di dekat pria itu. "T—tuan... tolong...." Wajah pria y

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Pemilik Aleena Morris

    "Dengar." Suara berat mendalam bergemuruh di dadanya terdengar. Tatapan matanya yang tajam tidak pernah lepas dari sosok gadis di kursi penumpang di sampingnya. "Sekarang kau milikku." Aleena memberanikan diri menatap pria itu meski gugup. Dia hendak membantah, tapi pria di sampingnya lebih dulu menyela. "Pavel, ingat nama itu. Lalu aku yang akan mencari mu. Jangan berani menolak, aku tak suka itu." "Katakan sesuatu, karena kau harus mengerti," lanjutnya, suaranya terdengar tidak ingin menerima jawaban penolakan. Dengan berat hati dan ragu, Aleena mengangguk terpaksa. Matanya bergetar. Hal itu membuat Pavel tersenyum miring merasa puas atas pengaruh dirinya pada Aleena. Tangan besarnya menepuk-nepuk kepala Aleena, jemarinya merayap ke sela rambutnya, kemudian mencengkeram erat dan menariknya, nyaris menimbulkan rasa sakit berlebihan di kulit kepala sang gadis. "Pulanglah, gadis kecil. Kita akan bertemu lagi," bisik Pavel mencondongkan tubuh, bibirnya tepat di depan telinga Aleena.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Jalan Berduri

    Semua pelayan di kediaman itu menunduk, membungkuk hormat termasuk para penjaga yang berlalu lalang berhenti hanya memberikan salam hormat seolah-olah hal tersebut tak boleh terlewatkan. Aleena jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa status Pavel. CEO? Pejabat negara kelas tinggi? Atau seorang yang lebih dari itu."Apa pakaian dan keperluan untuk gadisku sudah disiapkan?" tanya Pavel pada salah satu asisten rumah tangga, kepala pelayan di sana."Sudah, Tuan. Segala keperluan Nona telah saya sediakan dengan lengkap," jawab seorang pria berwajah oriental, berdarah keturunan Cina dan Jepang. "Apa ada yang harus ingin Tuan tambahkan?"Kepala Pavel menoleh ke Aleena, gadis kecilnya sedang menatap ke sekeliling. "Nanti saja, Kenji," balasnya singkat."Aleena," panggil Pavel. Pria itu kembali memusatkan perhatiannya ke arah gadisnya. Sedangkan Kenji menunduk pamit undur diri.Aleena sendiri sempat sedikit tersentak, namun segera dia memenangkan diri. Sekarang dia sepenuhnya menatap Pavel. "Ya, T

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ketegangan Di Ruang Pertemuan

    "Selamat malam, Tuan Ellington." Seorang pria muda menyapa Pavel dengan topeng ramahnya, ekspresinya berubah di detik berikutnya melirik saat melirik Aleena yang menarik perhatian. "Wah, wah... lihat ini, kau membawa mainan baru? Apa ini mainan pribadi atau—mungkin kau berkenan untuk berbagi?" Mata pria itu menatap tajam tubuh Aleena. Menjelajahinya tanpa menyentuh, membuat Aleena tak nyaman. Pavel sendiri menanggapinya biasa saja, namun lengannya memeluk pinggang Aleena semakin erat, menyatakan jika gadis itu adalah miliknya. "Sentuh dengan ujung jarimu, maka kehancuran akan datang secara sukarela padamu." Ucapan Pavel terdengar dingin, masih terkesan tenang, dia menekan dominasinya, mampu membuat pria tadi meneguk ludah. "Dan—jangan berbicara seolah kita dekat." "Oh, santai saja, Tuan. Aku cuma bercanda," sahutnya cepat seraya mengibaskan tangan, dia tertawa tanpa humor. Apa yang dikatakan Pavel bukanlah sekedar ancaman di udara, melainkan sesuatu yang bisa menjadi kenyataan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Sebuah Sangkar

    Aleena menatap kosong pada makanan di piringnya. Sarapannya kali ini tak ada selera muncul dalam mulutnya, hanya menyisakan perasaan hampa dan tubuhnya yang letih. Matanya melirik ke arah pergelangan, tampak memar melingkar di sana akibat ulah Pavel, pria itu menidurinya semalam.Helaan napas panjang terdengar menggambarkan suasana hatinya sekarang, dia melihat Pavel. Pria itu sama sekali tidak peduli bagaimana dirinya harus jalan tertatih-tatih karena pergulatan panas di atas ranjang miliknya. Ingin rasanya memprotes sikap kurang ajar itu, namun dia sendiri larut dalam kenikmatan yang diciptakan Pavel tersebut."Jangan pernah meminum pil pencegah kehamilan. Kalau kau ketahuan—bersiaplah menghadapi malam berikutnya," tegas Pavel membuka suara, tanpa repot-repot menatap sebentar sosok Aleena yang membeku.Ketika roti panggang sudah habis di piringnya, Pavel lekas berdiri setelah menyeka mulut menggunakan serbet dan langsung melihat reaksi gadisnya yang berwajah pias, amat pucat. "Untuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01

Bab terbaru

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ini Bukan Tentang Rindu

    Mimpi Buruk. Itulah satu-satunya kata yang mampu Aleena ungkapkan untuk menggambarkan kehidupannya saat ini di kediaman Ellington. Selama sepuluh hari terakhir, dia terkurung di hunian megah nan mewah milik Pavel, tanpa diizinkan keluar, seperti burung dalam sangkar emas.Ironisnya, dia bahkan belum bertemu Pavel lagi sejak malam itu, ketika pria itu mengancamnya dengan 'malam panas.' Faktanya, Pavel tidak pernah pulang sejak saat itu. Di rumah ini, hanya ada para pengawal, pelayan, dan kepala pelayan bernama Kenji. Aleena sering kali ingin bertanya ke mana Pavel pergi dan apa pekerjaannya, tetapi dia selalu mengurungkan niat itu.Daripada mencari jawaban, Aleena lebih memilih menghabiskan waktunya di perpustakaan mansion tersebut. Dia tahu betul bahwa jika dia bertanya, entah bagaimana, Pavel pasti akan mengetahuinya. Dinding-dinding di sini seperti memiliki telinga, begitu juga semua penghuninya. Tidak ada hal yang lolos dari pengawasan Pavel.

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Sebuah Sangkar

    Aleena menatap kosong pada makanan di piringnya. Sarapannya kali ini tak ada selera muncul dalam mulutnya, hanya menyisakan perasaan hampa dan tubuhnya yang letih. Matanya melirik ke arah pergelangan, tampak memar melingkar di sana akibat ulah Pavel, pria itu menidurinya semalam.Helaan napas panjang terdengar menggambarkan suasana hatinya sekarang, dia melihat Pavel. Pria itu sama sekali tidak peduli bagaimana dirinya harus jalan tertatih-tatih karena pergulatan panas di atas ranjang miliknya. Ingin rasanya memprotes sikap kurang ajar itu, namun dia sendiri larut dalam kenikmatan yang diciptakan Pavel tersebut."Jangan pernah meminum pil pencegah kehamilan. Kalau kau ketahuan—bersiaplah menghadapi malam berikutnya," tegas Pavel membuka suara, tanpa repot-repot menatap sebentar sosok Aleena yang membeku.Ketika roti panggang sudah habis di piringnya, Pavel lekas berdiri setelah menyeka mulut menggunakan serbet dan langsung melihat reaksi gadisnya yang berwajah pias, amat pucat. "Untuk

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ketegangan Di Ruang Pertemuan

    "Selamat malam, Tuan Ellington." Seorang pria muda menyapa Pavel dengan topeng ramahnya, ekspresinya berubah di detik berikutnya melirik saat melirik Aleena yang menarik perhatian. "Wah, wah... lihat ini, kau membawa mainan baru? Apa ini mainan pribadi atau—mungkin kau berkenan untuk berbagi?" Mata pria itu menatap tajam tubuh Aleena. Menjelajahinya tanpa menyentuh, membuat Aleena tak nyaman. Pavel sendiri menanggapinya biasa saja, namun lengannya memeluk pinggang Aleena semakin erat, menyatakan jika gadis itu adalah miliknya. "Sentuh dengan ujung jarimu, maka kehancuran akan datang secara sukarela padamu." Ucapan Pavel terdengar dingin, masih terkesan tenang, dia menekan dominasinya, mampu membuat pria tadi meneguk ludah. "Dan—jangan berbicara seolah kita dekat." "Oh, santai saja, Tuan. Aku cuma bercanda," sahutnya cepat seraya mengibaskan tangan, dia tertawa tanpa humor. Apa yang dikatakan Pavel bukanlah sekedar ancaman di udara, melainkan sesuatu yang bisa menjadi kenyataan me

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Jalan Berduri

    Semua pelayan di kediaman itu menunduk, membungkuk hormat termasuk para penjaga yang berlalu lalang berhenti hanya memberikan salam hormat seolah-olah hal tersebut tak boleh terlewatkan. Aleena jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa status Pavel. CEO? Pejabat negara kelas tinggi? Atau seorang yang lebih dari itu."Apa pakaian dan keperluan untuk gadisku sudah disiapkan?" tanya Pavel pada salah satu asisten rumah tangga, kepala pelayan di sana."Sudah, Tuan. Segala keperluan Nona telah saya sediakan dengan lengkap," jawab seorang pria berwajah oriental, berdarah keturunan Cina dan Jepang. "Apa ada yang harus ingin Tuan tambahkan?"Kepala Pavel menoleh ke Aleena, gadis kecilnya sedang menatap ke sekeliling. "Nanti saja, Kenji," balasnya singkat."Aleena," panggil Pavel. Pria itu kembali memusatkan perhatiannya ke arah gadisnya. Sedangkan Kenji menunduk pamit undur diri.Aleena sendiri sempat sedikit tersentak, namun segera dia memenangkan diri. Sekarang dia sepenuhnya menatap Pavel. "Ya, T

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Pemilik Aleena Morris

    "Dengar." Suara berat mendalam bergemuruh di dadanya terdengar. Tatapan matanya yang tajam tidak pernah lepas dari sosok gadis di kursi penumpang di sampingnya. "Sekarang kau milikku." Aleena memberanikan diri menatap pria itu meski gugup. Dia hendak membantah, tapi pria di sampingnya lebih dulu menyela. "Pavel, ingat nama itu. Lalu aku yang akan mencari mu. Jangan berani menolak, aku tak suka itu." "Katakan sesuatu, karena kau harus mengerti," lanjutnya, suaranya terdengar tidak ingin menerima jawaban penolakan. Dengan berat hati dan ragu, Aleena mengangguk terpaksa. Matanya bergetar. Hal itu membuat Pavel tersenyum miring merasa puas atas pengaruh dirinya pada Aleena. Tangan besarnya menepuk-nepuk kepala Aleena, jemarinya merayap ke sela rambutnya, kemudian mencengkeram erat dan menariknya, nyaris menimbulkan rasa sakit berlebihan di kulit kepala sang gadis. "Pulanglah, gadis kecil. Kita akan bertemu lagi," bisik Pavel mencondongkan tubuh, bibirnya tepat di depan telinga Aleena.

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Nasib Sial

    "Sialan, ini semakin tak nyaman!" keluh seorang wanita muda berjalan tunggang langgang tak tentu arah. Di sebuah klub malam, Aleena yang berhasil kabur dari teman prianya tanpa sengaja menabrak seorang pria berpakaian formal. Tangan serta lengannya yang kokoh mencegah agar Aleena tak terjatuh ke lantai. Sentuhan tersebut membuat tubuhnya menegang, hingga dirinya memegang erat lengan pria itu. "Lepas." Satu kata menusuk terlontar dari mulut pria asing itu. Menatap Aleena tajam dan terdengar menggeram marah akibat ucapannya tak digubris. Aleena yang terjebak karena alkohol dan obat perangsang pun tak mampu menanggapinya. Pria di depannya ini mengeluarkan wangi parfum mahal khas kelas atas, ditambah tubuh kekar menggoda di balik balutan kemeja serta mantelnya yang mahal. Lalu kepala Aleena mendongak, menatap sang pria dengan sayu disertai napas berat. Wajahnya yang memerah tak Aleena sadari, hanya saja, tubuhnya semakin panas di dekat pria itu. "T—tuan... tolong...." Wajah pria y

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status