Home / Romansa / Jeratan Panas Tuan Pavel / Hukuman Untuk Gadis Kecil

Share

Hukuman Untuk Gadis Kecil

Author: Osaka ois
last update Last Updated: 2025-01-27 19:00:50

Aleena tersentak saat pintu perpustakaan tertutup dengan keras, membuatnya berdiri dan mengintip dari balik rak buku untuk melihat siapa yang menutupnya. Namun, ia tak menemukan siapapun. Kakinya melangkah keluar dari persembunyian dan mendekat ke arah pintu. Saat mencoba membukanya, ternyata pintu itu terkunci.

"Astaga, kenapa bisa terkunci?" gerutunya kesal. "Halo! Apa di luar sana ada—akh!"

Teriakan Aleena cukup keras, terkejut karena tiba-tiba sepasang tangan menyentuh tubuhnya, membuatnya merinding.

"Stt, jangan berteriak, sayang. Nanti suaramu habis, simpan untuk hal... yang lebih berguna," bisik Pavel tepat di telinga Aleena.

Pria itu memeluknya tiba-tiba dari belakang dengan pelukan kuat, seakan-akan tak memberi celah bagi Aleena untuk memberontak. Bahkan, Pavel dengan berani mengusap pinggul Aleena. Aleena menegang, rasanya ingin melawan, namun perkataan pria itu terdengar lagi.

"Ini hukumanmu... jangan coba-coba kabur atau mengh
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Luka Itu Nyata

    "Makan... atau aku akan menyumpal mulutmu dengan sesuatu yang mungkin kau sukai," ancamnya dingin, nada tajam penuh intimidasi. Meski terdengar ambigu, maksudnya jelas tak terelakkan. Tangan Aleena mencengkeram sendok di genggamannya dengan gemetar. Tubuhnya terasa remuk redam, hasil ulah Pavel tadi malam. Kontras dengan pria itu yang tampak segar dan tak terganggu sedikit pun, dirinya justru harus menahan rasa nyeri yang menjalar di setiap inci tubuhnya. "Makanlah, gadis kecil. Tubuh ringkihmu butuh asupan," ucap Pavel dengan nada meremehkan. Aleena mendengus pelan merasa terhina, tapi tidak berani melawan. Pavel yang menangkap reaksinya hanya tersenyum miring. "Keras kepala sekali. Bahkan dalam keadaan seperti ini... aku jadi tidak sabar untuk 'mendidikmu' lagi.""Jangan!" sergah Aleena panik, napasnya tercekat. "A—aku tidak mau! Tubuhku masih sakit!"Ketakutan merayapi dirinya. Hanya mendengar ancamannya saja sudah membuat tubuhnya gemetar. P

    Last Updated : 2025-01-28
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Suasana Tegang

    Semakin hari, ekspresi wajahnya semakin datar, seolah kehilangan minat untuk mengajar di universitas itu. Beberapa kali dia menghela napas, merasa frustrasi dengan beberapa mahasiswa bimbingannya yang benar-benar menguji kesabarannya. Mereka membuat darahnya mendidih—mengingatkan dirinya agar tidak sampai kehilangan kendali dan menghabisi salah satu dari mereka demi memuaskan hobinya yang gelap."Hei, jangan mengobrol. Saya menyuruh kalian mengerjakan tugas, bukan berdiskusi tentang hal yang tidak perlu," tegur Kyne dingin pada salah satu mahasiswa di kelas itu.Gadis yang ditegur menelan ludah, tapi melihat raut wajah Kyne yang tetap datar, dia justru mengangkat ponselnya dengan ragu. Dia tahu betul bahwa profesor di depannya ini memiliki ketertarikan pada temannya."Maafkan kami, Profesor. Teman kami baru saja memberi kabar. Aleena izin dalam waktu cukup lama, dan dia baru saja menghubungi kami."Pria di sampingnya mengangguk membenarkan. "Benar

    Last Updated : 2025-01-29
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Tontonan Gratis

    Dua hari pemulihan yang terasa seperti lama tanpa akhir, akhirnya berbuah sedikit kebebasan bagi Aleena. Udara segar di luar kediaman itu menyambutnya kembali, tapi bukan karena Pavel bermurah hati. Pria itu hanya mengizinkannya keluar karena kebetulan dia sendiri memiliki urusan di luar. Jadi, Aleena tak punya pilihan selain menerima keadaan ini, meski tubuhnya masih terasa lemah.Saat mobil mewah mereka melaju di jalan raya, Aleena bersandar pada jendela, matanya menerawang, pikirannya berlarian tanpa arah. Dia masih belum menerima balasan pesan dari Cate maupun Marvin. Harapannya sederhana—agar mereka memahami mengapa dia belum bisa memberi kabar. Namun, ketidakpastian itu menggerogoti pikirannya, menambahkan satu lagi beban yang harus ditanggungnya.Di sisi lain, Pavel duduk tenang, mengamati Aleena dari sudut matanya. Gadisnya terdiam, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Biasanya, dia akan melontarkan komentar atau bahkan protes kecil, tapi kali ini tidak. Hanya kesunyian yang me

    Last Updated : 2025-01-30
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Tuan Misterius

    Pavel menghela napas pelan, seolah kehilangan minat dengan mendadak. Dia lalu berdiri, merogoh saku dalam jasnya dan mengeluarkan sapu tangan putih bersih. Dengan tenang, dia mengusap jemarinya, seakan ingin menghilangkan kotoran yang bahkan tidak ada di sana. Lalu membuang sembarangan kain tersebut, tampak acuh. Gerakan itu terasa sangat disengaja. Seakan ia ingin menunjukkan satu hal pada semua orang di tempat ini, dia tidak akan mengotori tangannya untuk sesuatu yang tidak layak.Tanpa menoleh, Pavel mengangkat satu jari ke udara, sebuah isyarat sederhana namun tegas.Dari sudut-sudut ruangan yang gelap, beberapa pria muncul. Mereka mengenakan pakaian serba hitam, wajah mereka tanpa ekspresi, seperti bayangan yang hanya bergerak ketika diperintahkan. Salah satu dari mereka segera berjalan mendekat, membungkuk hormat di hadapan Pavel, menunggu instruksi lebih lanjut."Pastikan dia tidak membuat kesalahan lagi," kata Pavel datar, tanpa sedikit pun emosi di suaranya.Pria yang babak

    Last Updated : 2025-01-31
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Kalung Batu Ruby Merah

    "Pavel, aku mohon... jangan sekarang," lirih Aleena di atas tempat tidur yang berderit. Tangannya yang lebih besar dari tangan Aleena berhasil menangkup salah satu payud*ra sang gadis. Meremasnya lumayan cukup kencang. "Stt, serahkan padaku, sayang. Kau aman bersamaku. Percayalah."Aleena mengerang ketika gerakan tangan Pavel kian menjadi. Tak hanya satu tangan, tangan lainnya menangkup kemaluannya melalui luar celana dalam. Ya, roknya sudah tersingkap entah sejak kapan. "Ngh, baiklah. Tapi aku mohon, perlahan saja. Jangan kasar," cicit Aleena gemetar. Wajahnya memelas memerah bercampur dengan rasa terhina dan terangsang. "Apa boleh?"Pavel berhenti sejenak dan menggeram mendengar permohonan Aleena, tapi tak lama dia menyunggingkan senyum miring. "Akan aku kabulkan... namun aku tidak janji."Setelah mengatakan itu Pavel tanpa aba-aba memasukkan tangannya ke dalam celana dalam Aleena. Jari-jarinya yang tebal menusuk masuk, sekitar dua jari membelahnya, membuat gadis itu membusungkan

    Last Updated : 2025-02-01
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Kekhawatiran Seorang Sahabat

    Keesokan harinya.Begitu membuka ponselnya, Aleena mendapati sebuah pesan dari Pavel. Matanya mengerjap membaca isi pesan itu, dan dalam hitungan detik, dia langsung melompat dari tempat tidur. Tanpa membuang waktu, Aleena segera bersiap untuk pergi ke universitas.Akhirnya, Pavel benar-benar mengizinkannya keluar dari kediaman.Meski begitu, kebebasannya tetap memiliki batasan. Beberapa pengawal akan mengawalnya—atau lebih tepatnya, mengawasinya. Setidaknya, kali ini tidak ada daftar pelayan yang ikut. Itu sudah cukup baginya.Setelah beberapa saat, Aleena sudah siap. Tidak ada lagi pakaian atau barang murah melekat di tubuhnya seperti dulu. Kini, seorang mahasiswi beasiswa itu akan kembali ke kampus dengan penampilan yang jauh lebih elegan—sebuah perubahan drastis yang mencerminkan status sosialnya yang naik secara tiba-tiba.Pavel jelas tidak takut bangkrut, asalkan Aleena selalu tampil menarik. Apapun untuk sang gadis. Kini Aleena menatap bayangannya di cermin dan tersenyum penuh

    Last Updated : 2025-02-02
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Sedikit Ketegangan

    Marvin, yang sejak tadi menahan rindu hampir saja memeluk Aleena begitu melihatnya. Namun, sebelum ia sempat bergerak lebih jauh, dua pengawal pribadi Aleena langsung melangkah cepat, menghalangi gerakannya. Hal tersebut membuatnya menggeram marah. "Apa-apaan kalian?" Marvin mendengus kesal, matanya menatap tajam ke arah dua pria berbadan tegap itu.Aleena buru-buru melerai, berdiri di antara mereka sebelum situasi semakin memanas. "Cukup! Kalian jangan memperbesar masalah. Marvin sahabatku."Marvin menggeram pelan, sementara dua pengawal itu tetap berdiri tegap di tempatnya, ekspresi mereka tetap dingin dan tak terpengaruh.Untungnya, ketegangan itu tidak berlangsung lama. Kelas akan segera dimulai, dan semua orang akhirnya memilih meredakan emosi masing-masing.Namun, Aleena merasa ada sesuatu yang aneh. Seharusnya lebih dari dua pengawal yang ikut mengawasinya. Tapi kali ini hanya dua orang yang terlihat. Ia menggeleng pelan, memilih untuk tidak terlalu memikirkan hal itu sekarang

    Last Updated : 2025-02-03
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Setiap Sisi

    Di dalam kamar hotel yang cahayanya remang-remang, dua manusia tengah berdiskusi setelah menghabiskan waktu dalam kesepakatan gelap mereka. Wanita di sampingnya menyalakan sebatang rokok, menghisapnya perlahan sebelum menghembuskan kepulan asap tipis ke udara. Senyum samar terbentuk di wajahnya, penuh kelicikan."Hmm, tak masalah. Gunakan saja orang lain sebagai kambing hitam lagi," katanya santai. "Bukankah Pavel selalu percaya pada bukti yang kuat? Jika kau bisa membuat semuanya tampak alami, ini akan jauh lebih mudah."Pria itu turun dari ranjang tanpa menghiraukannya. Dengan tenang, ia mengenakan kembali pakaiannya, lalu meraih dompet dari jaketnya. Tanpa banyak basa-basi, dia mengeluarkan selembar cek dan meletakkannya di atas nakas."Ini bayaranmu." Jari tebalnya mengetuk permukaan kayu dengan nada tegas. Matanya menyipit sedikit, menatap wanita itu dengan tajam. "Tapi jangan bodoh. Menggunakan cara yang sama hanya akan mempercepat kematianku. Lakuka

    Last Updated : 2025-02-04

Latest chapter

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Bagian Dari Takdir

    Dengan kuat, hentakan keras itu membuat Aleena menjerit kencang pada pelepasan terakhir. Malam yang sunyi di tengah-tengah pepohonan rimbun itu akhirnya menjadi saksi bisu atas kebejatan Pavel dan kenikmatan penuh dosa di inti tubuhnya.Bibir pria itu mengecup bahu Aleena yang terbuka. Giginya menggigit meninggalkan bekas, sebagai tanda kepemilikan. "Haah, kau selalu saja mengujiku, sayang. Bukankah ini hukuman yang kau tunggu, hm?"Aleena terisak pelan sambil terengah, enggan mengakui jika dirinya sempat terhanyut ke dalam jeratan dosa yang berkali-kali Pavel buat. Wajahnya berpaling ke arah lain dengan mata bergetar, bukannya memancing simpati, hanya suara tawa Pavel yang terdengar sinis menghina.Tubuhnya masih gemetar akibat tekanan yang begitu kuat dari Pavel. Malam yang sunyi di tengah pepohonan rimbun seakan menelan suara napas mereka. Rasa takut, marah, dan sesuatu yang tak bisa ia definisikan bercampur menjadi satu di benaknya.Pavel menyentuh wajahnya, ibu jarinya menyapu le

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    'Milikku, Selamanya.'

    Pavel memang gemar bermain kucing-kucingan. Baginya, ini bukan sekadar permainan biasa, melainkan seni berburu. Ia menikmati setiap momen ketika buruannya merasa bebas, padahal tanpa sadar justru semakin masuk ke dalam jaringnya. Tentu saja, dia tidak pernah benar-benar khawatir Aleena akan lolos. Tidak dengan caranya mengendalikan permainan."Astaga, Aleena... kau menggemaskan sekali, ya?" Pavel terkekeh, nada suaranya terdengar sinis, penuh ejekan. Tidak ada humor di sana—hanya kepuasan seorang predator yang tahu betul bahwa mangsanya tak akan bisa benar-benar kabur.Tatapan matanya terpaku pada layar ponsel di tangannya. Senyum tipis terukir di bibirnya ketika titik merah itu akhirnya semakin dekat. Keberadaan Aleena kini bukan lagi misteri.Dengan langkah santai namun penuh kepastian, Pavel bergerak. Seolah ia masih berpura-pura mencarinya, memberi gadis itu sedikit harapan palsu sebelum ia akhirnya kembali menariknya ke dalam genggamannya.Sedangkan di sisi lain, Aleena menahan n

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Kabur

    Perutnya terasa sakit akibat seharian penuh tak terisi makanan ataupun minuman. Entah apa yang dipikirkan oleh Pavel—baru kali ini Aleena mendapatkan hukuman yang lebih buruk. Bukan berarti dia menginginkan hukuman ranjang, tetapi setidaknya itu tidak akan membuatnya kelaparan seperti ini. Lambungnya terus perih, ditambah tak ada seorang pun mendatanginya atau membuka pintu kamarnya.Sungguh, kali ini hukuman Pavel sangat menyiksa.Aleena meremas perutnya, mencoba menahan rasa sakit yang semakin menjadi-jadi. Napasnya mulai berat, kepalanya pusing. Dia bersandar ke kepala ranjang, menatap kosong ke langit-langit."Brengsek," gumamnya, suaranya hampir tidak terdengar.Dia tahu Pavel kejam, tapi ini… ini benar-benar keterlaluan. Apakah pria itu benar-benar tidak peduli jika dia mati kelaparan di sini?Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar mendekat. Aleena menajamkan pendengarannya. Pintu kamar terbuka, dan sosok yang selama ini dia tunggu akhirnya muncul—Pavel, dengan ekspresi dinginn

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Kelinci Percobaan

    Keesokan harinya, Kyne membuka mata di tempat yang asing. Ruangan di sekelilingnya dipenuhi warna putih, begitu steril hingga membuat kepalanya berdenyut. Pandangannya sedikit buram, tetapi perlahan kesadarannya pulih.Ingatan terakhirnya?Dia hanya berniat untuk tidur—sampai seseorang dengan gerakan cepat dan terlatih menyuntikkan sesuatu ke tubuhnya. "Pavel… Ini pasti ulah pria itu," gerutunya, rahangnya mengeras menahan amarah.Kyne mencoba menggerakkan tubuhnya, tetapi segera menyadari bahwa otot-ototnya terasa sangat lemas. Entah apa yang telah mereka suntikkan sebelumnya, efeknya lebih buruk dari sekadar membuatnya kehilangan kesadaran—bahkan tenaganya pun hilang.Lamunannya buyar ketika suara langkah berat terdengar memasuki ruangan saat pintu terbuka. Tatapan Kyne langsung terarah ke sosok pria yang berjalan mendekat, diikuti beberapa bawahan bersenjata. Tidak butuh firasat tajam untuk mengetahui bahwa ini bukan peringatan baik.Kyne, yang sadar dirinya kalah jumlah, perlahan

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Kepastian

    Di dalam kamarnya, Aleena duduk diam, menatap surat yang ia temukan di dalam loker kampusnya tadi siang. Ada sesuatu tentang surat itu yang membuatnya ragu. Hatinya gelisah, tangannya gemetar sedikit saat hendak merobek amplopnya.Ia menatapnya penuh perhitungan, seakan takut dengan apa yang akan ia temukan di dalamnya. Tapi pada akhirnya, dengan napas tertahan, ia memberanikan diri untuk membuka dan membacanya.Saat ia menarik keluar kertas di dalam amplop, selembar foto terjatuh ke lantai. Tanpa berpikir panjang, Aleena mengambilnya. Namun, begitu matanya menangkap isi foto itu, tubuhnya membeku.Di dalam gambar itu, Pavel tengah mencium seorang wanita dengan mesra. Latar belakangnya mendukung suasana romantis—mungkin di sebuah restoran mewah atau suite hotel eksklusif. Mereka tampak begitu intim, seakan dunia hanya milik mereka berdua."Pavel…." Suaranya nyaris tak terdengar. Jantungnya berdebar keras, rasa sakit menjalar tanpa peringatan. "Ini bukan editan."Tangannya mengepal di

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Pavel dan Bisnisnya

    Beberapa hari berlalu, dan sejauh ini kehidupan kampus Aleena terasa lebih tenang dalam pantauan Pavel. Tidak ada tindakan mencurigakan dari Kyne yang membuatnya harus terus waspada—meskipun di dalam hatinya, ia tahu Kyne tidak akan tinggal diam selamanya.Kini Pavel duduk dengan tenang di ruang pertemuan. Mata abu-abunya yang dingin memancarkan kepuasan, seolah segalanya berjalan sesuai dengan rencananya. Jika Kyne berniat membalas dendam, Pavel sudah menyiapkan langkah-langkah berikutnya. Bagi Pavel, Kyne hanyalah gangguan kecil—seekor hama yang tak sebanding dengan dirinya.Di dalam ruangan itu, Pavel dikelilingi oleh para petinggi dalam organisasi yang ia bangun dari nol—sebuah kerajaan bisnis yang telah menjalar ke banyak sektor. Saat ini, mereka tengah membahas pergerakan barang yang keluar dan masuk, memastikan segalanya berjalan lancar tanpa ada hambatan."Barang kita berkurang lagi." Pavel berbicara dengan nada datar namun tajam, matanya menyapu satu-persatu orang di sekelili

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Tekad

    "Tidak... ini tidak mungkin," gumamnya, suaranya nyaris bergetar. Kepalanya menggeleng pelan, menolak menerima kenyataan yang terpampang jelas di depan matanya.Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar hancur—bukan hanya kehilangan sesuatu, tapi kehilangan segalanya. Tempat di mana ia tumbuh, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan tanpa tersentuh oleh siapa pun, kini hanya menyisakan puing-puing dan abu yang beterbangan, seakan keberadaannya tak pernah berarti.Ia sudah kehilangan keluarganya sejak kecil, dan sekarang... rumah yang bisu ini, satu-satunya tempat yang masih menghubungkannya dengan masa lalu, telah musnah. Hatinya mencengkeram perasaan sakit yang begitu dalam saat membayangkan semua foto, barang-barang penuh kenangan, semuanya lenyap tanpa bisa lagi ia lihat, ia sentuh, tanpa bisa ia peluk untuk terakhir kalinya."Kami turut prihatin atas kondisi yang Anda alami, Tuan Foster. Sepertinya saya tidak akan berlama-lama. Selamat sore," ujar Owen, suaranya datar, tan

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Pria Posesif

    Pagi tadi, Aleena akhirnya menemui Kyne untuk menyampaikan tujuannya. Ia tidak datang sendirian—Cate dan Marvin setia menemani, memastikan semuanya berjalan lancar tanpa menimbulkan masalah.Sekarang, di sinilah Aleena berada—dalam ruang kerja pribadi Kyne yang ternyata cukup nyaman untuk sesi pembelajaran. Namun, satu hal yang membuat suasana sedikit canggung adalah keberadaan Owen, yang duduk tak jauh, memantau setiap gerak-gerik mereka.Kyne nyaris frustrasi. Ia tidak menyangka bahwa kekasih Aleena bisa seposesif ini. Sulit baginya untuk berbicara leluasa dengan gadis itu, apalagi ketika pria yang dikirim untuk mengawasi mereka menatapnya dengan tatapan dingin yang seolah mengingatkan: "Jaga jarak."Aleena berusaha mengabaikan suasana tegang yang tak terhindarkan. Ia hanya ingin menyelesaikan urusannya dengan cepat. Dengan suara tenang, ia membuka buku catatannya dan menatap Kyne."Tuan Foster, saya ingin membahas materi yang tertinggal dan mencari cara untuk memperbaiki nilai saya

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Persyaratan Yang Membebani

    Malam itu, Aleena menghela napas panjang saat menyadari Pavel tidak hadir di jam makan malam. Suasana meja makan yang sunyi membuatnya merasa serba salah. Dia bingung bagaimana harus menanggapi sikap Pavel yang begitu keras menolak dirinya didekati pria lain.Tanpa banyak berpikir, Aleena menyelesaikan makan malamnya dengan cepat. Setelah meletakkan peralatan makan, dia segera beranjak menuju ruang kerja Pavel. Dia tahu pria itu pasti ada di sana.Di depan pintu, Aleena mengangkat tangannya, bersiap mengetuk. Namun, keraguan menahannya sejenak. Napasnya terasa berat, pikirannya berkecamuk.Tapi akhirnya, dengan keberanian yang ia kumpulkan, ia mengetuk pintu pelan. Dirinya harus berbicara dengan Pavel. Harus memastikan pria itu memaafkannya—dan yang terpenting, mengizinkannya mengikuti kelas tambahan.Dari dalam, terdengar suara Pavel yang rendah namun jelas. "Masuk."Aleena menelan ludah, lalu memutar gagang pintu dengan hati-hati. Saat pintu terbuka, pandangannya langsung tertuju pa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status