Home / Romansa / Jeratan Panas Tuan Pavel / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Jeratan Panas Tuan Pavel : Chapter 11 - Chapter 20

35 Chapters

Suasana Tegang

Semakin hari, ekspresi wajahnya semakin datar, seolah kehilangan minat untuk mengajar di universitas itu. Beberapa kali dia menghela napas, merasa frustrasi dengan beberapa mahasiswa bimbingannya yang benar-benar menguji kesabarannya. Mereka membuat darahnya mendidih—mengingatkan dirinya agar tidak sampai kehilangan kendali dan menghabisi salah satu dari mereka demi memuaskan hobinya yang gelap."Hei, jangan mengobrol. Saya menyuruh kalian mengerjakan tugas, bukan berdiskusi tentang hal yang tidak perlu," tegur Kyne dingin pada salah satu mahasiswa di kelas itu.Gadis yang ditegur menelan ludah, tapi melihat raut wajah Kyne yang tetap datar, dia justru mengangkat ponselnya dengan ragu. Dia tahu betul bahwa profesor di depannya ini memiliki ketertarikan pada temannya."Maafkan kami, Profesor. Teman kami baru saja memberi kabar. Aleena izin dalam waktu cukup lama, dan dia baru saja menghubungi kami."Pria di sampingnya mengangguk membenarkan. "Benar
last updateLast Updated : 2025-01-29
Read more

Tontonan Gratis

Dua hari pemulihan yang terasa seperti lama tanpa akhir, akhirnya berbuah sedikit kebebasan bagi Aleena. Udara segar di luar kediaman itu menyambutnya kembali, tapi bukan karena Pavel bermurah hati. Pria itu hanya mengizinkannya keluar karena kebetulan dia sendiri memiliki urusan di luar. Jadi, Aleena tak punya pilihan selain menerima keadaan ini, meski tubuhnya masih terasa lemah.Saat mobil mewah mereka melaju di jalan raya, Aleena bersandar pada jendela, matanya menerawang, pikirannya berlarian tanpa arah. Dia masih belum menerima balasan pesan dari Cate maupun Marvin. Harapannya sederhana—agar mereka memahami mengapa dia belum bisa memberi kabar. Namun, ketidakpastian itu menggerogoti pikirannya, menambahkan satu lagi beban yang harus ditanggungnya.Di sisi lain, Pavel duduk tenang, mengamati Aleena dari sudut matanya. Gadisnya terdiam, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Biasanya, dia akan melontarkan komentar atau bahkan protes kecil, tapi kali ini tidak. Hanya kesunyian yang me
last updateLast Updated : 2025-01-30
Read more

Tuan Misterius

Pavel menghela napas pelan, seolah kehilangan minat dengan mendadak. Dia lalu berdiri, merogoh saku dalam jasnya dan mengeluarkan sapu tangan putih bersih. Dengan tenang, dia mengusap jemarinya, seakan ingin menghilangkan kotoran yang bahkan tidak ada di sana. Lalu membuang sembarangan kain tersebut, tampak acuh. Gerakan itu terasa sangat disengaja. Seakan ia ingin menunjukkan satu hal pada semua orang di tempat ini, dia tidak akan mengotori tangannya untuk sesuatu yang tidak layak.Tanpa menoleh, Pavel mengangkat satu jari ke udara, sebuah isyarat sederhana namun tegas.Dari sudut-sudut ruangan yang gelap, beberapa pria muncul. Mereka mengenakan pakaian serba hitam, wajah mereka tanpa ekspresi, seperti bayangan yang hanya bergerak ketika diperintahkan. Salah satu dari mereka segera berjalan mendekat, membungkuk hormat di hadapan Pavel, menunggu instruksi lebih lanjut."Pastikan dia tidak membuat kesalahan lagi," kata Pavel datar, tanpa sedikit pun emosi di suaranya.Pria yang babak
last updateLast Updated : 2025-01-31
Read more

Kalung Batu Ruby Merah

"Pavel, aku mohon... jangan sekarang," lirih Aleena di atas tempat tidur yang berderit. Tangannya yang lebih besar dari tangan Aleena berhasil menangkup salah satu payud*ra sang gadis. Meremasnya lumayan cukup kencang. "Stt, serahkan padaku, sayang. Kau aman bersamaku. Percayalah."Aleena mengerang ketika gerakan tangan Pavel kian menjadi. Tak hanya satu tangan, tangan lainnya menangkup kemaluannya melalui luar celana dalam. Ya, roknya sudah tersingkap entah sejak kapan. "Ngh, baiklah. Tapi aku mohon, perlahan saja. Jangan kasar," cicit Aleena gemetar. Wajahnya memelas memerah bercampur dengan rasa terhina dan terangsang. "Apa boleh?"Pavel berhenti sejenak dan menggeram mendengar permohonan Aleena, tapi tak lama dia menyunggingkan senyum miring. "Akan aku kabulkan... namun aku tidak janji."Setelah mengatakan itu Pavel tanpa aba-aba memasukkan tangannya ke dalam celana dalam Aleena. Jari-jarinya yang tebal menusuk masuk, sekitar dua jari membelahnya, membuat gadis itu membusungkan
last updateLast Updated : 2025-02-01
Read more

Kekhawatiran Seorang Sahabat

Keesokan harinya.Begitu membuka ponselnya, Aleena mendapati sebuah pesan dari Pavel. Matanya mengerjap membaca isi pesan itu, dan dalam hitungan detik, dia langsung melompat dari tempat tidur. Tanpa membuang waktu, Aleena segera bersiap untuk pergi ke universitas.Akhirnya, Pavel benar-benar mengizinkannya keluar dari kediaman.Meski begitu, kebebasannya tetap memiliki batasan. Beberapa pengawal akan mengawalnya—atau lebih tepatnya, mengawasinya. Setidaknya, kali ini tidak ada daftar pelayan yang ikut. Itu sudah cukup baginya.Setelah beberapa saat, Aleena sudah siap. Tidak ada lagi pakaian atau barang murah melekat di tubuhnya seperti dulu. Kini, seorang mahasiswi beasiswa itu akan kembali ke kampus dengan penampilan yang jauh lebih elegan—sebuah perubahan drastis yang mencerminkan status sosialnya yang naik secara tiba-tiba.Pavel jelas tidak takut bangkrut, asalkan Aleena selalu tampil menarik. Apapun untuk sang gadis. Kini Aleena menatap bayangannya di cermin dan tersenyum penuh
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

Sedikit Ketegangan

Marvin, yang sejak tadi menahan rindu hampir saja memeluk Aleena begitu melihatnya. Namun, sebelum ia sempat bergerak lebih jauh, dua pengawal pribadi Aleena langsung melangkah cepat, menghalangi gerakannya. Hal tersebut membuatnya menggeram marah. "Apa-apaan kalian?" Marvin mendengus kesal, matanya menatap tajam ke arah dua pria berbadan tegap itu.Aleena buru-buru melerai, berdiri di antara mereka sebelum situasi semakin memanas. "Cukup! Kalian jangan memperbesar masalah. Marvin sahabatku."Marvin menggeram pelan, sementara dua pengawal itu tetap berdiri tegap di tempatnya, ekspresi mereka tetap dingin dan tak terpengaruh.Untungnya, ketegangan itu tidak berlangsung lama. Kelas akan segera dimulai, dan semua orang akhirnya memilih meredakan emosi masing-masing.Namun, Aleena merasa ada sesuatu yang aneh. Seharusnya lebih dari dua pengawal yang ikut mengawasinya. Tapi kali ini hanya dua orang yang terlihat. Ia menggeleng pelan, memilih untuk tidak terlalu memikirkan hal itu sekarang
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more

Setiap Sisi

Di dalam kamar hotel yang cahayanya remang-remang, dua manusia tengah berdiskusi setelah menghabiskan waktu dalam kesepakatan gelap mereka. Wanita di sampingnya menyalakan sebatang rokok, menghisapnya perlahan sebelum menghembuskan kepulan asap tipis ke udara. Senyum samar terbentuk di wajahnya, penuh kelicikan."Hmm, tak masalah. Gunakan saja orang lain sebagai kambing hitam lagi," katanya santai. "Bukankah Pavel selalu percaya pada bukti yang kuat? Jika kau bisa membuat semuanya tampak alami, ini akan jauh lebih mudah."Pria itu turun dari ranjang tanpa menghiraukannya. Dengan tenang, ia mengenakan kembali pakaiannya, lalu meraih dompet dari jaketnya. Tanpa banyak basa-basi, dia mengeluarkan selembar cek dan meletakkannya di atas nakas."Ini bayaranmu." Jari tebalnya mengetuk permukaan kayu dengan nada tegas. Matanya menyipit sedikit, menatap wanita itu dengan tajam. "Tapi jangan bodoh. Menggunakan cara yang sama hanya akan mempercepat kematianku. Lakuka
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

Pria Matangku

Pagi ini begitu cerah, meski sisa embun masih meninggalkan hawa dingin yang khas di luar sana. Di meja makan, Aleena duduk dengan malas, mengunyah roti panggang di hadapannya tanpa selera. Setiap suapan terasa hambar, pikirannya masih berkeliaran entah ke mana.Sementara itu, Pavel seperti biasa tampak segar. Wajahnya berseri, senyumnya tipis namun mengandung sesuatu yang hanya dia sendiri yang tahu. Tatapannya melirik Aleena sesekali, mengingat kejadian semalam—saat untuk pertama kalinya gadis itu tidak menolak atau memberontak dalam pelukannya di atas ranjang, terutama pada kegiatan intim. Itu adalah kemajuan besar bagi Pavel.Tanpa banyak kata, tangan Pavel mendorong dua kartu ke arah Aleena. Salah satunya adalah kartu ATM berwarna hitam, sementara yang lain jauh lebih eksklusif—kartu akses ke sumber keuangan yang hampir tak terbatas."Pakai yang mana saja, habiskan uangku kalau bisa," katanya santai, nada suaranya sedikit lebih hangat dari bi
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more

Sosok Pengkhianat

Malam masih muda, tetapi atmosfer di dalam ruang kerja Pavel begitu menekan. Mata tajamnya menatap lurus ke arah Kenji, yang meskipun berusaha mempertahankan ekspresi tenang, keringat dingin tetap terlihat menetes di pelipisnya. Udara terasa semakin berat, seakan memenuhi ruangan dengan ketegangan yang tidak kasat mata.Pavel duduk bersandar di kursinya, jemarinya mengetuk permukaan meja dengan ritme lambat namun sarat dengan ketidaksabaran. "Seharusnya kau memperhatikan Aleena saat berbelanja—mengawasi setiap pilihannya. Tapi yang terjadi?" Suaranya terdengar rendah, nyaris berbisik, namun mengandung ancaman terselubung. "Kenapa justru aku yang ada di pikirannya? Hampir semua barang yang dia beli untukku."Nada suaranya meninggi sedikit di akhir kalimat, menunjukkan ketidaksenangan yang coba ditahannya.Kenji menelan ludah, mencoba meredam debaran jantungnya yang tak beraturan. Dengan suara setenang mungkin, ia menjawab, "Maafkan saya, Tuan. Tapi menurut saya, ini bukan sesuatu yang
last updateLast Updated : 2025-02-06
Read more

Konyol

Pavel melangkah keluar dari ruangan dengan langkah tegap yang tak tergoyahkan. Namun, baru beberapa langkah, dia berhenti tiba-tiba dan berbalik, tatapannya langsung tertuju pada Owen dan Darius yang setia mengikutinya."Ada tugas tambahan," cetusnya dengan senyum menyeringai. "Pukul aku, buat aku babak belur."Mata Owen membelalak. Darius pun tampak sama terkejutnya, meski ekspresinya lebih tertarik daripada kaget."T—Tuan… apa saya melakukan kesalahan?" tanya Owen hati-hati.Pavel menggeleng santai. "Tidak. Cepat lakukan saja. Aku akan menambahkan gajimu."Darius langsung menegakkan tubuhnya penuh semangat. "Saya saja, Tuan! Saya mau—akh! Hei, kenapa kau memukul kepalaku?!"Darius mengusap kepalanya dengan geraman pelan setelah menerima pukulan keras dari Owen."Diam kau!" bentak Owen, galak. Tatapannya kembali beralih pada Pavel, kali ini lebih serius. "Tuan, bolehkah saya tahu alasannya dulu? Setidaknya beri saya penjelasan sebelum saya benar-benar menghaj—eh, mematuhi perintah an
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more
PREV
1234
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status