Beranda / Romansa / Jeratan Panas Tuan Pavel / Pemilik Aleena Morris

Share

Pemilik Aleena Morris

Penulis: Osaka ois
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-13 06:28:48

"Dengar." Suara berat mendalam bergemuruh di dadanya terdengar. Tatapan matanya yang tajam tidak pernah lepas dari sosok gadis di kursi penumpang di sampingnya. "Sekarang kau milikku."

Aleena memberanikan diri menatap pria itu meski gugup. Dia hendak membantah, tapi pria di sampingnya lebih dulu menyela. "Pavel, ingat nama itu. Lalu aku yang akan mencari mu. Jangan berani menolak, aku tak suka itu."

"Katakan sesuatu, karena kau harus mengerti," lanjutnya, suaranya terdengar tidak ingin menerima jawaban penolakan.

Dengan berat hati dan ragu, Aleena mengangguk terpaksa. Matanya bergetar. Hal itu membuat Pavel tersenyum miring merasa puas atas pengaruh dirinya pada Aleena. Tangan besarnya menepuk-nepuk kepala Aleena, jemarinya merayap ke sela rambutnya, kemudian mencengkeram erat dan menariknya, nyaris menimbulkan rasa sakit berlebihan di kulit kepala sang gadis.

"Pulanglah, gadis kecil. Kita akan bertemu lagi," bisik Pavel mencondongkan tubuh, bibirnya tepat di depan telinga Aleena.

Bulu kuduk gadis itu berdiri, dia segera keluar dari mobil mewah milik Pavel, melepaskan cengkeraman tersebut tanpa bersusah payah. Pavel sendiri terkekeh bak iblis melihat ketakutan kentara di wajah gadisnya, pemandangan menyegarkan mata seperti ini akan sering terjadi nantinya. Apa lagi cara Aleena mengambil langkah, itu menggemaskan—tertatih, mengingat kegiatan panas yang hanya terjadi beberapa jam saja tadi malam.

Setelahnya, Pavel tak langsung pergi.

Matanya terpaku sejenak, Aleena Morris. Sesosok gadis yang sedang menempa jenjang pendidikan di salah satu universitas bergengsi berkat jalur beasiswa, poin pentingnya ialah, otak Aleena cukup jenius. University of California Berkeley, jurusan ilmu komputer dan informatika. Mengingat umur tertera di dalam laporan, Pavel sedikit skeptis, namun kemudian tak peduli dengan cepat.

Gadis yang mempunyai semangat berapi-api di dalam dirinya, menambah keinginan Pavel untuk memiliki seluruh jiwa, tubuhnya, seutuhnya, dan seluruhnya. Aleena cocok sebagai penampung benih-benihnya yang unggul, memadukan keduanya, mampu menciptakan keturunan terbaik. Memikirkannya saja membuat miliknya kembali mengeras.

Pavel terus memikirkan Aleena, seolah gadis itu adalah zat adiktif. Dia kecanduan. Tubuh, suara, dan gerakan responsif terhadap sentuhan darinya. Itu benar-benar memabukkan.

Sejenak Pavel terkekeh sinis sambil mencengkeram kuat setir mobil sebelum menyalakan mesin. "Haah, dia... keterlaluan. Aku tak sabar mencicipinya lagi dan lagi sampai hancur berkeping-keping."

Di sisi Aleena. Dia telah tiba di rumahnya. Tak habis pikir dengan kehidupan dia hadapi. Sekejap mata berubah menjadi jurang yang menghadapkan dirinya kepada tantangan tak kasat. "Aku harus hati-hati, dia—tampak berbahaya, meski aku akui sangat tampan. Sial!"

***

Jam sebelas siang, kini Aleena sedang di kampusnya. Kelasnya baru saja selesai. Tapi dua pria di ambang pintu telah menunggunya, tetapi terhalang oleh dosen pembimbing Aleena yang tampak baik dan ramah seperti biasa. Namanya Kyne Foster. Kaki panjangnya melangkah melewati para pria yang hendak menghampiri Aleena, karena Kyne tahu, keduanya adalah pria nakal dan bisa saja membuat Aleena jatuh ke dalam masalah besar.

"Nona Morris, saya ingin mengajak anda makan siang bersama, apa Nona berkenan?" tawar Kyne tiba-tiba, pria itu ramah seperti biasa. Menebar senyum, membuat para wanita tak tahan untuk tidak membalas sikap hangatnya.

"Saya masih ada waktu sebelum pekerjaan paruh waktu saya tiba," balas Aleena tak kalah ramah.

"Baiklah, berarti Nona Morris menerima ajakan saya." Kyne menyimpulkan dan gadis itu mengangguk.

Pria berusia tiga puluh tahun itu memimpin jalan menuju kantin. Keduanya saling berbincang ringan, sesekali Aleena tertawa kecil mendengar lelucon ringan dari Kyne yang tampak mencairkan suasana. Yang tidak Aleena Morris tahu, tatapan Kyne terselip kilatan memuja pada sosok Aleena.

Selang tak lama, mereka sudah memesan dua makanan dan minuman. Ketika keduanya sedang memakan makanan masing-masing, sudut bibir Aleena menyisakan remahan makanan, secara naluri tangan Kyne terangkat menyeka lembut di titik tersebut.

Lantas Aleena membeku dengan jantung berdetak kencang. Pandangannya terangkat menatap Kyne bingung. "Ah, maaf—terima kasih, Tuan Foster," ucapnya canggung, terasa lumayan risih.

Kyne tersenyum bagai malaikat, menghapus perasaan kurang nyaman dari Aleena begitu cepat. "Tidak apa, Nona Morris... ternyata menggemaskan, ya."

"Jika sudah menyangkut makanan, anda nyaris melupakan sekitar," tambah Kyne, sangat tenang.

Pipi Aleena merona, dia sedikit malu. Lalu dengan cepat merubah situasi. "Yah, saya akan fokus ke arah makanan yang menarik perhatian saya sendiri."

Lagi, Kyne tersenyum sambil menggoda. Berkata berani, berucap, "Oh, ya... apa seseorang harus menjadi makanan favorit anda, baru—anda meliriknya karena tertarik? Saya bersedia jika anda yang melahap saya secara bulat-bulat."

Senyum Aleena berubah canggung, dia tertawa renyah tak ada rumor di dalamnya. Kepalanya menggeleng, mulutnya sampai sulit harus bagaimana membalas Kyne. Pembicaraan pria itu lumayan ambigu. Jelas Aleena tahu jelas, dia bukan seorang anak sekolah dasar bahkan anak kecil.

Kantin jadi hening karena kedatangan seseorang. Langkahnya yang tenang dan percaya diri, dengan gagahnya melangkah mendekat ke arah meja Aleena. Tatapannya tajam menghunus langsung tepat ke kepala Aleena secara tak kasat mata, membuat Aleena akhirnya menoleh. Kesialan memang tidak tercatat di kalender. Pavel, bisa-bisanya pria matang itu ada di sini.

"Bangun, kita perlu berbicara, kucing nakal," tegasnya, cara bicaranya kasar dan tak menerima bantahan. Aura dominan menekan kuat di udara sekitar.

Ketika Aleena ingin mengatakan sesuatu, mata Pavel kian tajam. Aleena menoleh ke arah Kyne yang tampak tenang sejak tadi, meski suasana sekitar menegang. "Tuan Foster, terima kasih atas makan siangnya, saya permisi. Selamat siang."

Tanpa menunggu balasan Kyne, Aleena berlari kecil menyusul Pavel. Pria itu melangkah dengan cepat menggunakan kaki jenjangnya, sedangkan di sisi Kyne, dosennya tersebut tengah meremas alat makan penuh emosi. Dia memandang kepergian gadis manisnya mengikuti pria asing tadi.

Kyne menyisir rambutnya ke belakang. Lidahnya berputar-putar di pipi bagian dalam, lalu terkekeh geli sendirian. "Haah, dia membuatku gila," gumamnya pelan.

Di sisi Pavel dan Aleena. Pavel menatap lurus ketika Aleena sudah ada di dalam mobilnya. Keduanya sama-sama terdiam, Aleena menghela napas merasa telah membuat kesalahan, walau pada nyatanya dia tidak melakukan apa pun. Keheningan terpecah oleh suara deru mesin mobil yang menyala, dilanjutkan Pavel membawanya berkendara entah ke mana.

Aleena menoleh ke arah pria matang itu. "Tuan, sebenarnya kenapa anda menemui saya—dan tahu dari mana jika saya ada di sini?"

Pertanyaan berani Aleena akhirnya terdengar, namun Pavel hanya melirik lewat sudut matanya saja. Menyahuti, "Tunggu saja, aku menghukum mu."

Kening Aleena berkerut karena tidak mendapatkan jawaban yang dia inginkan, tapi dia langsung ingat sesuatu. "Maaf, jika ini masalah tentang, eem... semalam, saya benar-benar bersalah—"

"Sayang, apa kau bisa diam? Apa perlu mulut kecilmu itu aku sumpal sesuatu yang tak kau inginkan, huh?" sela Pavel. Dia menggeram menahan amarahnya. "Tutup mulutmu, jika tidak ingin menerima konsekuensinya, gadis nakal!"

Mulut Aleena otomatis terkatup rapat. Ancaman Pavel tampak tak main-main, hingga dia memilih patuh, untuk sementara.

Pavel kini mulai serius pada kemudi, matanya menatap tajam ke depan. 'Aku harus mengingatkan tentang siapa pemiliknya. Ya, itu sudah semestinya,' pikirnya berkecamuk.

Janji gelap lainnya tersimpan rapi di dalam kepalanya, dia menikmati ketundukkan Aleena walau sedikit membangkang. Kali ini akan dia mencoba bersikap wajar, terlebih semua ini seperti pertama kalinya di alami gadisnya. Namun, biarlah gadis nakal itu merasakan kekuasaannya sekali pun tidak ada di sisinya.

Mengingat pria tadi yang bersama Aleena, membuatnya kembali kesal. Yeah, dia akan melakukan permainan secara perlahan-lahan, sampai Aleena tak lagi berpaling dan hanya mengingat dirinya, seorang.

Selang belasan menit akhirnya mereka tiba di sebuah rumah megah nan mewah. Dinding-dinding tinggi di bangunan tersebut seperti sulit sekali ditembus atau dihancurkan, jelas hawa dingin merayap sampai ke punggungnya. Meski Aleena terkagum dengan bangunan di rumah itu, mungkin bisa dibilang mansion, tak ayal sesuatu buruk tampak sedang menunggu dirinya di dalam sana bersama Pavel.

Jantungnya berdetak kencang lebih cepat. Tidak, ini bukan karena sensasi untuk merasakan jatuh cinta, melainkan dirinya merasa perasaannya semakin tak beres, termasuk gelagat Pavel yang memang terlalu tenang malah menambah spekulasi buruk tentang pria itu.

"Haah, selamat datang di kediaman Ellington, gadis kecil," cetusnya membuka suara. Mobil sudah berhenti, kegugupan disertai ketakutan berkumpul menjadi jadi satu di diri Aleena. "Tenang saja, sayang, kau hanya perlu tahu tempat mu berada setelah aku beritahu nanti. Aku tak peduli jika kau berniat kabur, itu takkan berhasil."

Pavel keluar dari mobil terlebih dahulu, dia menunggu di luar sana agar Aleena menyusulnya. Sialnya, Aleena seperti tidak diberikan kesempatan untuk menolak. Matanya menatap sekeliling sebelum keluar dari mobil, penjaga berbadan besar berotot berkeliling berjaga dan ada pula menjaga beberapa titik sudut mansion besar miliknya. Menyeramkan.

Kaki Aleena melangkah ragu ke arah Pavel di depan dasbor mobil, pria itu menyeringai melihat ketakutan di mata Aleena, akan tetapi ada sesuatu tentangnya yang ingin memberontak. Jelas, sangat jelas sampai Pavel menahan tawa sinis dari mulutnya.

Dia melangkah maju, mengikis jarak antara gadisnya. Lalu dia mencondongkan tubuhnya ke arah Aleena. "Ikuti aku, kalau kau mencoba kabur... hukuman akan semakin berat. Apa kau mengerti?"

Tatapan mengintimidasi tersebut sangat mengganggu Aleena. Mau tak mau kepalanya mengangguk. "Namun, Tuan, bolehkah saya tahu apa kesalahan saya?"

Pavel tidak menjawab, justru dia melangkah meninggalkan Aleena. Tentunya Aleena harus mengikutinya. Banyak rencana tersusun rapi, khusus untuk Aleena, gadis kecilnya yang nakal.

Sedangkan Aleena, sesungguhnya sangat kesal, tak terima diperlakukan seperti ini. Mengingat ia berada di kandang serigala tanpa belas kasih, keajaiban keluar dari situasi tersebut pastinya kecil kesempatannya, karena dominasi Pavel sangat mempengaruhinya sejauh ini.

"Ya, Tuhan. Semoga aku pulang dengan utuh nantinya," gumamnya, rapalan doa mengudara sambil membawa langkahnya mengikuti Pavel kembali, menyusul pria itu dari belakang punggungnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Jalan Berduri

    Semua pelayan di kediaman itu menunduk, membungkuk hormat termasuk para penjaga yang berlalu lalang berhenti hanya memberikan salam hormat seolah-olah hal tersebut tak boleh terlewatkan. Aleena jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa status Pavel. CEO? Pejabat negara kelas tinggi? Atau mungkin seseorang yang lebih dari itu. "Apa pakaian dan keperluan untuk gadisku sudah disiapkan?" tanya Pavel pada salah satu asisten rumah tangga, kepala pelayan di sana. "Sudah, Tuan. Segala keperluan Nona telah saya sediakan dengan lengkap," jawab seorang pria berwajah oriental, berdarah keturunan Cina dan Jepang. "Apa ada yang ingin Tuan tambahkan?" Kepala Pavel menoleh ke Aleena, gadis kecilnya sedang menatap ke sekeliling. "Nanti saja, Kenji," balasnya singkat. "Aleena," panggil Pavel. Pria itu kembali memusatkan perhatiannya ke arah gadisnya. Sedangkan Kenji menunduk pamit undur diri. Aleena sendiri sempat sedikit tersentak, namun segera dia menenangkan diri. Sekarang dia sepenuhnya menatap

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ketegangan Di Ruang Pertemuan

    "Selamat malam, Tuan Ellington." Seorang pria muda menyapa Pavel dengan topeng ramahnya, ekspresinya berubah di detik berikutnya melirik saat melirik Aleena yang menarik perhatian. "Wah, wah... lihat ini, kau membawa mainan baru? Apa ini mainan pribadi atau—mungkin kau berkenan untuk berbagi?" Mata pria itu menatap tajam tubuh Aleena. Menjelajahinya tanpa menyentuh, membuat Aleena tak nyaman. Pavel sendiri menanggapinya biasa saja, namun lengannya memeluk pinggang Aleena semakin erat, menyatakan jika gadis itu adalah miliknya. "Sentuh dengan ujung jarimu, maka kehancuran akan datang secara sukarela padamu." Ucapan Pavel terdengar dingin, masih terkesan tenang, dia menekan dominasinya, mampu membuat pria tadi meneguk ludah. "Dan—jangan berbicara seolah kita dekat." "Oh, santai saja, Tuan. Aku cuma bercanda," sahutnya cepat seraya mengibaskan tangan, dia tertawa tanpa humor. Apa yang dikatakan Pavel bukanlah sekedar ancaman di udara, melainkan sesuatu yang bisa menjadi kenyataan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Sebuah Sangkar

    Aleena menatap kosong pada makanan di piringnya. Sarapannya kali ini tak ada selera muncul dalam mulutnya, hanya menyisakan perasaan hampa dan tubuhnya yang letih. Matanya melirik ke arah pergelangan, tampak memar melingkar di sana akibat ulah Pavel, pria itu menidurinya semalam. Bahkan, semalam Pavel tampak kasar, mungkin karena pertemuan yang membuat waktunya terbuang dan tak mendapatkan momen menarik. Helaan napas panjang terdengar menggambarkan suasana hatinya sekarang, dia melihat Pavel. Pria itu sama sekali tidak peduli bagaimana dirinya harus jalan tertatih-tatih karena pergulatan panas di atas ranjang miliknya. Ingin rasanya memprotes sikap kurang ajar itu, namun dia sendiri larut dalam kenikmatan yang diciptakan Pavel tersebut. "Jangan pernah meminum pil pencegah kehamilan. Kalau kau ketahuan—bersiaplah menghadapi malam berikutnya," tegas Pavel membuka suara, tanpa repot-repot menatap sebentar sosok Aleena yang membeku. Ketika roti panggang sudah habis di piringnya, Pav

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ini Bukan Tentang Rindu

    Mimpi Buruk. Itulah satu-satunya kata yang mampu Aleena ungkapkan untuk menggambarkan kehidupannya saat ini di kediaman Ellington. Selama sepuluh hari terakhir, dia terkurung di hunian megah nan mewah milik Pavel, tanpa diizinkan keluar, seperti burung dalam sangkar emas. Ironisnya, dia bahkan belum bertemu Pavel lagi sejak malam itu, ketika pria itu mengancamnya dengan 'malam panas.' Faktanya, Pavel tidak pernah pulang sejak saat itu. Di rumah ini, hanya ada para pengawal, pelayan, dan kepala pelayan bernama Kenji. Aleena sering kali ingin bertanya ke mana Pavel pergi dan apa pekerjaannya, tetapi dia selalu mengurungkan niat itu. Daripada mencari jawaban, Aleena lebih memilih menghabiskan waktunya di perpustakaan mansion tersebut. Dia tahu betul bahwa jika dia bertanya, entah bagaimana, Pavel pasti akan mengetahuinya. Dinding-dinding di sini seperti memiliki telinga, begitu juga semua penghuninya. Tidak ada hal yang lolos dari pengawasan Pavel. "Permisi, Nona Morris. Makan si

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Mencari Informasi

    Lama berpikir hingga melamun, Aleena pun tersadar. Sebisa mungkin dirinya harus mengetahui siapa sebenarnya Pavel. Pavel tahu segalanya tentang dirinya dalam kurun waktu singkat, sedangkan dirinya saja sama sekali tidak tahu-menahu siapa identitas Pavel karena pria itu sangat ahli dalam menyembunyikan rahasia. Ditambah, dirinya tak tahu hidup di dunia seperti apa yang dihuni Pavel. Hingga Aleena memutuskan menemui Kenji. Suatu ide muncul dibenaknya. Dia melangkah keluar dari perpustakaan, melupakan makan siangnya dan mengutamakan rasa penasarannya yang kian bergemuruh riuh agar dituntaskan. Sulit bagi Aleena memendam semuanya, dia akan menerima segala konsekuensinya. Entah itu berupa hukuman atau... lainnya. Bertepatan dengan itu, Aleena bertemu Kenji di lorong, di dekat pintu ruang santai. "Kenji, Tunggu!" Langkah kaki pria berwajah oriental itu berhenti dan membalikkan badan sepenuhnya karena mendengar suara Aleena. Dengan sopan, dia sedikit membungkuk. "Selamat siang Nona Mor

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Status Abu-abu

    Di malam harinya, tak disangka, Pavel pulang lebih awal dan berjalan langsung menuju kamar Aleena. Pria itu bukanlah orang bodoh. Setiap sudut kediamannya dilengkapi dengan kamera pengawas, baik yang terlihat maupun tersembunyi. Sebagai langkah berjaga-jaga, Pavel memang memasang kamera di kamarnya sendiri untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan. Namun, kali ini kamera tersebut menangkap sesuatu yang berbeda. Kucing nakalnya—begitu dia menyebut Aleena dalam hatinya—berani-beraninya masuk ke ruang pribadinya tanpa izin. Bukannya marah besar, Pavel justru tersenyum kecil. Dia tahu dia tak ingin membuat gadis itu ketakutan. “Hukuman kecil untuk anak nakal sepertimu akan segera datang,” gumam Pavel pelan, nyaris seperti bisikan. Senyumnya mengembang, tetapi ada bayang-bayang gelap yang membayangi di balik nada santainya. Ketika tiba di depan pintu kamar Aleena, Pavel melirik para pengawal yang berjaga. Dengan nada tegas namun tenang, dia berkata, “Jaga tempat lain. Dia aman

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Hukuman Untuk Gadis Kecil

    Aleena tersentak saat pintu perpustakaan tertutup dengan keras, membuatnya berdiri dan mengintip dari balik rak buku untuk melihat siapa yang menutupnya. Namun, ia tak menemukan siapapun. Kakinya melangkah keluar dari persembunyian dan mendekat ke arah pintu. Saat mencoba membukanya, ternyata pintu itu terkunci."Astaga, kenapa bisa terkunci?" gerutunya kesal. "Halo! Apa di luar sana ada—akh!"Teriakan Aleena cukup keras, terkejut karena tiba-tiba sepasang tangan menyentuh tubuhnya, membuatnya merinding."Stt, jangan berteriak, sayang. Nanti suaramu habis, simpan untuk hal... yang lebih berguna," bisik Pavel tepat di telinga Aleena.Pria itu memeluknya tiba-tiba dari belakang dengan pelukan kuat, seakan-akan tak memberi celah bagi Aleena untuk memberontak. Bahkan, Pavel dengan berani mengusap pinggul Aleena. Aleena menegang, rasanya ingin melawan, namun perkataan pria itu terdengar lagi."Ini hukumanmu... jangan coba-coba kabur atau mengh

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Luka Itu Nyata

    "Makan... atau aku akan menyumpal mulutmu dengan sesuatu yang mungkin kau sukai," ancamnya dingin, nada tajam penuh intimidasi. Meski terdengar ambigu, maksudnya jelas tak terelakkan. Tangan Aleena mencengkeram sendok di genggamannya dengan gemetar. Tubuhnya terasa remuk redam, hasil ulah Pavel tadi malam. Kontras dengan pria itu yang tampak segar dan tak terganggu sedikit pun, dirinya justru harus menahan rasa nyeri yang menjalar di setiap inci tubuhnya. "Makanlah, gadis kecil. Tubuh ringkihmu butuh asupan," ucap Pavel dengan nada meremehkan. Aleena mendengus pelan merasa terhina, tapi tidak berani melawan. Pavel yang menangkap reaksinya hanya tersenyum miring. "Keras kepala sekali. Bahkan dalam keadaan seperti ini... aku jadi tidak sabar untuk 'mendidikmu' lagi.""Jangan!" sergah Aleena panik, napasnya tercekat. "A—aku tidak mau! Tubuhku masih sakit!"Ketakutan merayapi dirinya. Hanya mendengar ancamannya saja sudah membuat tubuhnya gemetar. P

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28

Bab terbaru

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Tenang Dalam Penderitaan

    Seorang wanita merintih kesakitan saat sepatu pantofel pria di atasnya menginjak punggung tangannya dengan kejam. Pria itu berdiri menjulang, memandangnya dengan tatapan penuh penghinaan. Tidak ada secuil pun belas kasihan di matanya—dan wanita itu tahu, permohonan apa pun tak akan mengubah nasibnya. "Agh…! Argh! Sakit… ampuni aku, Pavel!" Suara Louise bergetar, lemah dan penuh kepasrahan. Air matanya jatuh bercampur dengan darah yang mengotori lantai. Pavel tidak menjawab. Sebaliknya, ia memutar ujung sepatunya dengan kasar, menghancurkan sisa harapan di wajah Louise yang sudah penuh luka. Rasa sakit menjalar dari tangannya yang diinjak, menyebar ke seluruh tubuhnya yang sudah remuk. Lantai dingin di bawahnya semakin menambah siksaan, mengingat ini bukan pertama kalinya ia mengalami hal seperti ini. Entah sudah berapa kali tubuhnya hancur. Diperkosa tanpa ampun, diinjak, ditampar, disiksa—dan tidak ada satu pun yang memberinya jeda untuk sekadar bernapas. Louise telah menerima

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Jebakan

    Aleena menggigit bibirnya, menahan rasa kesal yang perlahan merayapi dirinya. Ia tahu Pavel bukan pria yang terbiasa memberikan penjelasan, tapi setidaknya, bukankah mereka akan menikah? Bukankah seharusnya ada sedikit perubahan dalam caranya memperlakukannya? Kenji masih berdiri tegak di hadapannya, menjaga postur profesionalnya, namun Aleena bisa merasakan sedikit ketegangan dalam sikap pria itu. "Apa dia pergi sendirian?" tanyanya lagi, mencoba menggali informasi lebih jauh. Kenji terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab, "Tidak, Tuan Pavel pergi bersama Owen dan beberapa orang lainnya." Aleena memicingkan matanya. "Owen?" Kenji mengangguk. Itu berarti Pavel tidak sedang dalam perjalanan bisnis biasa. Jika Owen ikut serta, maka bisa dipastikan Pavel sedang melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar urusan pekerjaan di luar sana. Aleena menegakkan tubuhnya, menyingkirkan rasa kecewa yang sempat ia rasakan. Ia seharusnya sudah terbiasa. Ini bukan pertama kalinya Pavel me

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ternyata Punya Keluarga Kecil

    Tawa menggema memenuhi ruangan, bergema di dinding seperti ironi yang pahit. Arthur tertawa—bukan karena bahagia, melainkan karena betapa bodohnya dia telah memilih partner yang salah. Louise. Perempuan sialan itu telah mengecewakannya. Ia menyisir rambutnya ke belakang dengan kasar, lalu berjalan mondar-mandir, mencoba meredam emosinya yang meledak-ledak. Louise terlalu ceroboh, terlalu mudah dipermainkan oleh Pavel, dan sekarang ia harus menanggung akibatnya. Namun, bukan hanya Louise yang gagal. Beberapa pion pentingnya juga telah ditangkap oleh Pavel tanpa ada tanda perlawanan. Itu masalah besar. Sangat besar. Tapi Arthur tidak akan menyerah. Tidak sekarang. Tidak pernah. Ia menghentikan langkahnya, matanya menyipit tajam saat pikiran gilanya mulai bekerja. Lalu, tawa kembali lolos dari bibirnya—tawa liar, nyaris seperti orang kehilangan akal. "Ck, ck... ya, tampaknya aku har

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Hukuman Dari Tuan Ellington

    Ruangan itu begitu pengap, seolah udara pun enggan berdiam di dalamnya. Dinding-dinding beton yang lembap terasa menekan dari segala arah, sementara bau darah yang sudah mengering bercampur dengan keringat dan rasa takut menyelimuti setiap sudutnya. Louise menggeliat, pergelangan tangannya perih akibat belenggu kasar yang mengikatnya. Napasnya memburu, dada naik turun dengan panik, tetapi tidak ada yang bisa ia lakukan. Tidak ada jalan keluar. Matanya masih berusaha menyesuaikan diri dengan kegelapan, tapi satu hal yang pasti—ia tidak sendirian. Suara rintihan sayup-sayup terdengar dari berbagai penjuru ruangan, ada yang memohon ampun, ada yang menangis lirih, ada yang bahkan hanya mampu mendesah lemah—seakan nyawa mereka tinggal menunggu waktu untuk melayang. Sesekali, suara rantai yang terseret di lantai terdengar, disusul dengan jeritan singkat sebelum kembali senyap. Ketakutan merayap ke seluruh tubuhnya.

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Harus Tenang

    "Permisi, Tuan. Maaf mengganggu waktu Anda, tetapi Anda harus segera kembali ke markas. Organisasi mafia yang Anda bangun telah terendus oleh pihak berwenang—semua karena laporan anonim," lapor Owen dengan nada serius saat tiba-tiba memasuki ruang kerja Pavel. Pavel, yang baru saja duduk di sofa selama beberapa menit, mengangkat alis. Ia tidak menyangka Owen bisa bergerak secepat itu untuk datang ke kediamannya. Bahkan dirinya baru bernapas lega beberapa saat. "Seharusnya kau menghubungiku terlebih dahulu, Owen," geramnya, jelas tidak senang dengan gangguan ini. "Ponsel Anda mati, Tuan," jawab Owen tanpa ragu. "Itulah sebabnya saya tidak bisa menyampaikan laporan ini melalui orang lain—terlalu berisiko." Pavel menatap Owen tajam, rahangnya mengeras. Masalah ini bisa menjadi lebih besar dari yang ia perkirakan. Tangan Pavel bergerak, memberi isyarat agar Owen duduk dan mulai menje

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Yang Hilang Belum Tentu Kembali

    Entah apa yang ada di benak Louise saat ini. Kehadirannya selalu membawa dampak buruk bagi Aleena, yang berharap bisa menjalani hari dengan tenang. Tapi apa daya, wanita licik itu selalu menemukan cara untuk kembali menginjakkan kakinya di kediaman Ellington, meski sudah dilarang keras oleh para penjaga. Saat ini, Aleena semakin menyadari satu hal—di masa lalu, Louise masih memiliki tempat terhormat di kehidupan Pavel, meskipun statusnya hanya sebatas mantan istri. Dan itu cukup mengganggunya. Sangat. “Hai, Aleena,” sapa Louise dengan nada ramah, senyum tipis terukir di bibirnya yang berlapis riasan ringan. Pakaian ketat membalut tubuhnya, menegaskan kesan angkuh yang selalu ia bawa. “Aku sangat merindukan Pavel. Apa mantan suamiku ada di rumah?” Aleena merasakan dadanya menghangat, bukan karena malu, tapi karena amarah yang mulai mendidih. Wanita ini benar-benar tak tahu malu. "Tidak ada. Calon suamiku sedang sibuk," tegas

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ragu

    Aleena menerima pesan singkat di ponselnya. Nomor asing tertera di layar, diikuti dengan pesan berikutnya yang langsung menyebutkan identitas sang pengirim—Louise.Wanita itu benar-benar tidak tahu malu. Sepertinya dia sangat takut kehilangan Pavel, atau lebih tepatnya, takut Pavel menikahi gadis yang jauh lebih muda darinya. Aleena mendengus, menyadari bahwa dirinya memang tidak lebih unggul dalam banyak hal, kecuali satu: usianya yang lebih muda.Tapi meski begitu, rasa percaya dirinya tetap tidak kokoh. Ada bagian dari dirinya yang masih ragu, yang masih merasa cemas meskipun ia mencoba menyangkalnya.Dengan helaan napas kasar, Aleena membuka pesan itu. Dan saat itu juga, dunianya seakan runtuh.Matanya membesar, napasnya tercekat. Foto yang dikirimkan Louise menampilkan sosok pria bertelanjang punggung membelakangi kamera, memperlihatkan tato yang menutupi bekas luka. Tato yang sangat familiar, sangat dikenalnya. Itu tubuh Pavel.Tangannya bergetar saat menggenggam ponsel, dadanya

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Rencana Lain

    Tamparan keras kembali mendarat di wajah Louise, kali ini dari pria yang seharusnya menjadi sekutunya. Mereka memiliki tujuan yang sama—menghancurkan Pavel, menghancurkan bisnis dan kehidupannya, memastikan pria itu jatuh tanpa bisa bangkit kembali."Kau bodoh! Sangat bodoh!" Pria itu menggeram, suaranya tajam dan penuh amarah. "Seharusnya kau lebih cerdas, lebih taktis! Bukan bertindak gegabah dengan mendatangi kediamannya tanpa persiapan matang!"Matanya membara, rahangnya mengeras menahan emosi. Kemarahan itu semakin membuncah saat dia melangkah mendekat, menatap Louise dengan penuh penghinaan."Jalang sialan! Gunakan cara lain! Atau...." Dia menunduk sedikit, suaranya merendah menjadi bisikan beracun, "Gunakan tubuhmu!"Louise memejamkan mata sejenak, menahan panas yang membakar pipinya. Rasa sakitnya bukan hanya fisik, tetapi juga menghujam harga dirinya. Dalam satu hari, dia telah ditampar dua kali—oleh Pavel dan sekarang oleh Humphrey, pria yang seharusnya berada di pihaknya.M

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Tamu Tak Diundang

    Situasi sulit jelas terasa di sisi Marvin dan Alexander. Berbeda dengan Pavel, yang kini sudah mengetahui segalanya. Namun, alih-alih cemas atau marah jika ekspektasinya tak terwujud, pria itu tampak santai, duduk di sofa di depan televisi, menemani Aleena yang asyik menonton drama Korea. Hari ini, Aleena tampak lebih tenang dan dalam suasana hati yang baik, membuat Pavel tak perlu repot-repot menjinakkan kucing liar yang biasanya sulit diatur. Gadis itu bersandar santai di sisinya, tanpa perlawanan, sesuatu yang jarang terjadi. Namun, ketenangan itu terusik ketika seorang pelayan datang menghampiri mereka. Wajahnya tampak ragu, seolah ada sesuatu yang berat untuk disampaikan. "Maaf mengganggu waktu Tuan dan Nona," ucapnya dengan suara sedikit bergetar. "Tapi... wanita itu datang lagi, Tuan." Aleena mengerutkan kening, kepalanya miring ke samping. "Siapa?" "Louise Carter, Nona Morris," jawab sang pelayan hati-hati. Pavel masih tampak santai, jemarinya sibuk memainkan rambut

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status