Beranda / Romansa / Jeratan Panas Tuan Pavel / Ketegangan Di Ruang Pertemuan

Share

Ketegangan Di Ruang Pertemuan

Penulis: Osaka ois
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-26 10:16:09

"Selamat malam, Tuan Ellington." Seorang pria muda menyapa Pavel dengan topeng ramahnya, ekspresinya berubah di detik berikutnya melirik saat melirik Aleena yang menarik perhatian. "Wah, wah... lihat ini, kau membawa mainan baru? Apa ini mainan pribadi atau—mungkin kau berkenan untuk berbagi?"

Mata pria itu menatap tajam tubuh Aleena. Menjelajahinya tanpa menyentuh, membuat Aleena tak nyaman. Pavel sendiri menanggapinya biasa saja, namun lengannya memeluk pinggang Aleena semakin erat, menyatakan jika gadis itu adalah miliknya.

"Sentuh dengan ujung jarimu, maka kehancuran akan datang secara sukarela padamu." Ucapan Pavel terdengar dingin, masih terkesan tenang, dia menekan dominasinya, mampu membuat pria tadi meneguk ludah. "Dan—jangan berbicara seolah kita dekat."

"Oh, santai saja, Tuan. Aku cuma bercanda," sahutnya cepat seraya mengibaskan tangan, dia tertawa tanpa humor. Apa yang dikatakan Pavel bukanlah sekedar ancaman di udara, melainkan sesuatu yang bisa menjadi kenyataan menyeramkan dalam hitungan menit, pasti.

Pavel berdecih jijik ke arah Darius Hill, dia tidak segan-segan menghabisi pria itu jikalau memang memiliki keberanian menyentuh miliknya, Aleena Morris. Kemudian dagunya terangkat sambil menatapnya. "Antar aku ke ruang pertemuan. Jangan buang waktu, Hill."

"Y—ya, Tuan Ellington," balas Darius. Dengan kikuk Darius segera mengarahkan Pavel ke arah ruang pertemuan di dalam gedung tersebut.

Mereka berjalan melewati lorong-lorong bercahaya remang di setiap titik lampu yang ada. Kemewahan tak luput dari perhatian Aleena di setiap detail di bangunan megah tersebut, walau demikian, ia tetap diam menunggu dan melihat apa yang menantinya di masa mendatang.

Kesan misterius mulai menunjukkan penampakannya, pintu kayu besar dengan ukiran rumit terbuka saat Darius membukanya seraya menundukkan kepala ke arah Pavel, seolah tidak ingin mencari masalah lagi. Sedangkan Pavel tampak acuh dan terus melangkah penuh rasa percaya diri, lalu Aleena sendiri mengekorinya dari belakang pria itu.

Semua perhatian tertuju pada Pavel. Ruangan yang tadinya riuh berubah dalam sekejap mata, hening. Tak ada orang yang berani membuka suara. Aleena juga baru sadar, ruangan itu cukup luas untuk sekedar ruangan tertutup. Namun perhatiannya teralih pada seorang pria yang berjalan angkuh ke arah Pavel.

"Wah, Ketua datang rupanya. Aku kira kau takkan datang, Pavel," cetusnya, suara serta gayanya bertingkah seperti teman lama.

"Oh, tunggu sebentar... siapa gadis cantik ini? Apa dia pengganti istrimu, atau-—mainanmu?" lanjutnya dengan lancang.

Pavel menarik Aleena mendekat dan mencengkeram erat pinggangnya di depan pria itu, sentuhannya nyaris menyakitkan. Menegaskan, "Jangan banyak bicara. Lebih baik kita memulai apa yang harus diselesaikan, untuk siapa dia... dia adalah milikku."

Ya, sudah niat awal bagi Pavel, tentunya memamerkan miliknya. Sayangnya, status kepemilikan ini tak begitu jelas, ambigu, termasuk abu-abu. Antara menjadi kekasih atau lebih parah, ialah hanya sekedar mainan yang bisa dibuang ketika dirinya sudah mulai bosan. Jelas Aleena merasa dirinya semakin rendah, seakan tidak memiliki harga diri.

Aleena mengernyit heran melihat pria itu, sama sekali tak menunjukkan ketakutan di depan Pavel sedikit pun saat semua orang tidak berani mengusik. Namun perkataannya tampak lebih berbeda, bahkan Pavel juga melayangkan tatapan tajam ke arahnya.

"Baiklah, kawan. Mari kita mulai acaranya, tapi apa kau yakin mengajak gadis ini ke dalam wilayah mu dan membahas semuanya di depan makhluk cantik ini?" tanyanya, memastikan jika Pavel tidak memasukkan seseorang yang bukan halangan. Jika ditelisik lagi, perkataannya mengandung kalimat provokasi. "Kau harus tahu, kawan, secantik apa pun makhluk yang kau genggam, bisa saja dia sangat berbahaya kehadirannya."

Mendengar perkataannya membuat Pavel terkekeh sinis. "Kau juga perlu tahu sesuatu, Arthur. Makhluk tak indah atau cantik sekali pun sama bahayanya, tidak peduli dia sekuat dan selemah apa, namun—semangat untuk menghancurkan segalanya sangat... kentara. Dan gadis kecilku tidak mempunyai celah itu."

Bibir Pavel menyunggingkan senyum miring ketika menatap Arthur yang bungkam dengan rahang terkatup rapat. "Lalu, apa kau masih ingin banyak bertanya, kawan? Jangan suka membuang waktu, itu menyebalkan."

Pria bernama Arthur Humphrey tersebut tampak tersenyum paksa. Dia tertawa sumbang penuh emosi tertahan, layaknya sedang mengunci amarah. "Tentu. Ayo, kita mulai. Bukankah mainanmu harus tahu tempatnya berpijak? Jadi, mari aku sendiri yang tunjukkan seperti apa dirimu."

Balasan seperti biasa dari rivalnya itu sungguh menguras kesabaran Pavel. Setidaknya untuk sekarang dia mesti menahannya, apa lagi dirinya merasa jika Arthur bisa saja membuat Aleena akan sulit dikendalikan, tetapi sebelum itu, dirinya bahkan menjamin Aleena tak akan mungkin menjauhinya sekeras apa pun perlawanannya.

***

Di tengah-tengah meja bundar berukuran besar di kelilingi oleh orang-orang berekspresi tegang. Meraka menatap was-was saat Pavel duduk di antara mereka, tanpa mengatakan apa-apa, sosoknya yang mengesankan menekan mental setiap orang, tak terkecuali dengan Aleena. Tatapan gadis itu ke sana dan ke mari, membaca ketegangan yang dibawa oleh Pavel sendiri.

"Aku rasa bisnis yang ku bangun berjalan lancar, tapi tempo hari aku mendapat laporan—pengiriman persenjataan saat penyelundupan hilang bagai di telan bumi."

Perkataannya menggantung di udara, menambah antisipasi di setiap orang kalau saja Pavel berkenan melepaskan amarahnya. Namun tebakan mereka salah, justru Pavel dengan santainya menyalakan cerutu di dekatnya, menghisap dengan santai.

"Coba jelaskan, Arthur. Kau adalah orang pertama sebagai pelapor, sedangkan Darius tengah bersamaku waktu itu. Katakan sesuatu pada rekan bisnis kita yang berada di sini. Dirimu pun juga bilang, jika anak buahku ikut serta dalam kasus kehilangan penyelundupan. Ayolah, jangan buat orang-orang penasaran," tutur Pavel, suaraku memerintah, namun masih terkesan acuh.

Asap mengepul di udara setelah Pavel menghembuskan napas. Dia menelengkan kepala ke Aleena sembari menunggu pria itu mengatakan sesuatu pada semua orang. "Sayang, duduklah di pangkuanku. Aku tahu kau lelah berdiri," titahnya, bukan tawaran.

Semua mata jadi beralih ke arah Aleena, membuat gadis itu gugup setengah mati. Dengan terpaksa dia duduk di pangkuan Pavel, lalu berdeham sambil berbisik, "Tuan, apa tak masalah kalau aku duduk seperti ini?"

Mata Pavel melirik ke arah Aleena, tangannya yang dua kali lipat lebih besar dari Aleena merengkuh pinggangnya erat-erat dengan cengkeraman sebagai pengingat dominasinya. "Kau ragu, tapi kau duduk di pangkuanku. Dasar bodoh."

Aleena nyaris mendelik kesal saat Pavel menghina dirinya, namun secepat kilat dia mengontrol emosi. Hingga suara Arthur terdengar. Nada bicaranya masih saja kental dengan keangkuhan dan intrik provokasi, meski semua telah terjadi, seolah itu bukan masalah besar. Tetapi Aleena, sekali lagi harus mencerna situasi sekitar. Gadis itu terus jadi pendengar yang baik.

Ini pertama kalinya Aleena masuk ke dalam kandang binatang buas, yang entah apa jenis binatang itu. Alih-alih mengabaikan, dirinya melihat ekspresi wajah Arthur. Jika ada seseorang menyadarinya, dia tampak menyembunyikan sesuatu meski terlihat rapi. Seakan-akan kalimatnya ini sudah disusun sejak awal, memang bagus, tapi tetap kejanggalan itu ada.

"Begini, Pavel. Anak buahmu bisa saja seorang pengkhianat, musuh dalam selimut. Mereka mungkin adalah tentara pasukan khusus yang sedang menyamar, menyelidiki kasus persenjataan yang marak baru-baru ini digembar-gemborkan di dunia bawah. Apa lagi aku mendengar, kabarnya akan ada pencarian untuk melakukan penangkapan terhadap dirimu."

Dia berhenti, menjeda sebentar penjelasannya yang kurang memuaskan di sisi Pavel. "Jelas negara ini waspada akan kekuatan yang tengah kau bangun dan terlebih lagi—kau menjualnya pada tentara bayaran orang-orang Rusia itu. Ah, aku bahkan sulit menjelaskannya, bagaimana kalau orang-orang yang kau besarkan malah menusukmu dari belakang?"

Pavel muak, dia mematikan cerutu di asbak rokok. Kemudian menghembuskan asap terakhir keluar dari mulutnya. Tatapannya beralih pada semua orang di sana. "Haah, petinggi di dalam kelompok ku, aku percayakan untuk bersikap pintar. Kalian pasti paham, sekarang aku tak mau mendengar penjelasan berisi sampah tidak berarti, sebab aku tidak pernah takut pada pemerintahan atau militer."

Pavel berdiri dengan Aleena yang dia dekap di pelukannya, menggendongnya menggunakan satu lengan saja. Hingga dirinya melanjutkan ucapannya. "Lalu—Arthur. Seharusnya kau menjelaskan dengan cepat dan tepat, bukan hanya membuang-buang waktuku."

Setelah mengatakan hal tersebut, Pavel melenggang pergi meninggalkan ruangan itu. Kepergiannya menanamkan ketidaksukaan terhadap pemikiran Arthur. Bertindak seolah-olah dia seorang pemimpinnya di sini, sangatlah berani, menyebalkan.

Bab terkait

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Sebuah Sangkar

    Aleena menatap kosong pada makanan di piringnya. Sarapannya kali ini tak ada selera muncul dalam mulutnya, hanya menyisakan perasaan hampa dan tubuhnya yang letih. Matanya melirik ke arah pergelangan, tampak memar melingkar di sana akibat ulah Pavel, pria itu menidurinya semalam.Helaan napas panjang terdengar menggambarkan suasana hatinya sekarang, dia melihat Pavel. Pria itu sama sekali tidak peduli bagaimana dirinya harus jalan tertatih-tatih karena pergulatan panas di atas ranjang miliknya. Ingin rasanya memprotes sikap kurang ajar itu, namun dia sendiri larut dalam kenikmatan yang diciptakan Pavel tersebut."Jangan pernah meminum pil pencegah kehamilan. Kalau kau ketahuan—bersiaplah menghadapi malam berikutnya," tegas Pavel membuka suara, tanpa repot-repot menatap sebentar sosok Aleena yang membeku.Ketika roti panggang sudah habis di piringnya, Pavel lekas berdiri setelah menyeka mulut menggunakan serbet dan langsung melihat reaksi gadisnya yang berwajah pias, amat pucat. "Untuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ini Bukan Tentang Rindu

    Mimpi Buruk. Itulah satu-satunya kata yang mampu Aleena ungkapkan untuk menggambarkan kehidupannya saat ini di kediaman Ellington. Selama sepuluh hari terakhir, dia terkurung di hunian megah nan mewah milik Pavel, tanpa diizinkan keluar, seperti burung dalam sangkar emas.Ironisnya, dia bahkan belum bertemu Pavel lagi sejak malam itu, ketika pria itu mengancamnya dengan 'malam panas.' Faktanya, Pavel tidak pernah pulang sejak saat itu. Di rumah ini, hanya ada para pengawal, pelayan, dan kepala pelayan bernama Kenji. Aleena sering kali ingin bertanya ke mana Pavel pergi dan apa pekerjaannya, tetapi dia selalu mengurungkan niat itu.Daripada mencari jawaban, Aleena lebih memilih menghabiskan waktunya di perpustakaan mansion tersebut. Dia tahu betul bahwa jika dia bertanya, entah bagaimana, Pavel pasti akan mengetahuinya. Dinding-dinding di sini seperti memiliki telinga, begitu juga semua penghuninya. Tidak ada hal yang lolos dari pengawasan Pavel.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Nasib Sial

    "Sialan, ini semakin tak nyaman!" keluh seorang wanita muda berjalan tunggang langgang tak tentu arah. Di sebuah klub malam, Aleena yang berhasil kabur dari teman prianya tanpa sengaja menabrak seorang pria berpakaian formal. Tangan serta lengannya yang kokoh mencegah agar Aleena tak terjatuh ke lantai. Sentuhan tersebut membuat tubuhnya menegang, hingga dirinya memegang erat lengan pria itu. "Lepas." Satu kata menusuk terlontar dari mulut pria asing itu. Menatap Aleena tajam dan terdengar menggeram marah akibat ucapannya tak digubris. Aleena yang terjebak karena alkohol dan obat perangsang pun tak mampu menanggapinya. Pria di depannya ini mengeluarkan wangi parfum mahal khas kelas atas, ditambah tubuh kekar menggoda di balik balutan kemeja serta mantelnya yang mahal. Lalu kepala Aleena mendongak, menatap sang pria dengan sayu disertai napas berat. Wajahnya yang memerah tak Aleena sadari, hanya saja, tubuhnya semakin panas di dekat pria itu. "T—tuan... tolong...." Wajah pria y

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Pemilik Aleena Morris

    "Dengar." Suara berat mendalam bergemuruh di dadanya terdengar. Tatapan matanya yang tajam tidak pernah lepas dari sosok gadis di kursi penumpang di sampingnya. "Sekarang kau milikku." Aleena memberanikan diri menatap pria itu meski gugup. Dia hendak membantah, tapi pria di sampingnya lebih dulu menyela. "Pavel, ingat nama itu. Lalu aku yang akan mencari mu. Jangan berani menolak, aku tak suka itu." "Katakan sesuatu, karena kau harus mengerti," lanjutnya, suaranya terdengar tidak ingin menerima jawaban penolakan. Dengan berat hati dan ragu, Aleena mengangguk terpaksa. Matanya bergetar. Hal itu membuat Pavel tersenyum miring merasa puas atas pengaruh dirinya pada Aleena. Tangan besarnya menepuk-nepuk kepala Aleena, jemarinya merayap ke sela rambutnya, kemudian mencengkeram erat dan menariknya, nyaris menimbulkan rasa sakit berlebihan di kulit kepala sang gadis. "Pulanglah, gadis kecil. Kita akan bertemu lagi," bisik Pavel mencondongkan tubuh, bibirnya tepat di depan telinga Aleena.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Jalan Berduri

    Semua pelayan di kediaman itu menunduk, membungkuk hormat termasuk para penjaga yang berlalu lalang berhenti hanya memberikan salam hormat seolah-olah hal tersebut tak boleh terlewatkan. Aleena jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa status Pavel. CEO? Pejabat negara kelas tinggi? Atau seorang yang lebih dari itu."Apa pakaian dan keperluan untuk gadisku sudah disiapkan?" tanya Pavel pada salah satu asisten rumah tangga, kepala pelayan di sana."Sudah, Tuan. Segala keperluan Nona telah saya sediakan dengan lengkap," jawab seorang pria berwajah oriental, berdarah keturunan Cina dan Jepang. "Apa ada yang harus ingin Tuan tambahkan?"Kepala Pavel menoleh ke Aleena, gadis kecilnya sedang menatap ke sekeliling. "Nanti saja, Kenji," balasnya singkat."Aleena," panggil Pavel. Pria itu kembali memusatkan perhatiannya ke arah gadisnya. Sedangkan Kenji menunduk pamit undur diri.Aleena sendiri sempat sedikit tersentak, namun segera dia memenangkan diri. Sekarang dia sepenuhnya menatap Pavel. "Ya, T

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-15

Bab terbaru

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ini Bukan Tentang Rindu

    Mimpi Buruk. Itulah satu-satunya kata yang mampu Aleena ungkapkan untuk menggambarkan kehidupannya saat ini di kediaman Ellington. Selama sepuluh hari terakhir, dia terkurung di hunian megah nan mewah milik Pavel, tanpa diizinkan keluar, seperti burung dalam sangkar emas.Ironisnya, dia bahkan belum bertemu Pavel lagi sejak malam itu, ketika pria itu mengancamnya dengan 'malam panas.' Faktanya, Pavel tidak pernah pulang sejak saat itu. Di rumah ini, hanya ada para pengawal, pelayan, dan kepala pelayan bernama Kenji. Aleena sering kali ingin bertanya ke mana Pavel pergi dan apa pekerjaannya, tetapi dia selalu mengurungkan niat itu.Daripada mencari jawaban, Aleena lebih memilih menghabiskan waktunya di perpustakaan mansion tersebut. Dia tahu betul bahwa jika dia bertanya, entah bagaimana, Pavel pasti akan mengetahuinya. Dinding-dinding di sini seperti memiliki telinga, begitu juga semua penghuninya. Tidak ada hal yang lolos dari pengawasan Pavel.

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Sebuah Sangkar

    Aleena menatap kosong pada makanan di piringnya. Sarapannya kali ini tak ada selera muncul dalam mulutnya, hanya menyisakan perasaan hampa dan tubuhnya yang letih. Matanya melirik ke arah pergelangan, tampak memar melingkar di sana akibat ulah Pavel, pria itu menidurinya semalam.Helaan napas panjang terdengar menggambarkan suasana hatinya sekarang, dia melihat Pavel. Pria itu sama sekali tidak peduli bagaimana dirinya harus jalan tertatih-tatih karena pergulatan panas di atas ranjang miliknya. Ingin rasanya memprotes sikap kurang ajar itu, namun dia sendiri larut dalam kenikmatan yang diciptakan Pavel tersebut."Jangan pernah meminum pil pencegah kehamilan. Kalau kau ketahuan—bersiaplah menghadapi malam berikutnya," tegas Pavel membuka suara, tanpa repot-repot menatap sebentar sosok Aleena yang membeku.Ketika roti panggang sudah habis di piringnya, Pavel lekas berdiri setelah menyeka mulut menggunakan serbet dan langsung melihat reaksi gadisnya yang berwajah pias, amat pucat. "Untuk

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ketegangan Di Ruang Pertemuan

    "Selamat malam, Tuan Ellington." Seorang pria muda menyapa Pavel dengan topeng ramahnya, ekspresinya berubah di detik berikutnya melirik saat melirik Aleena yang menarik perhatian. "Wah, wah... lihat ini, kau membawa mainan baru? Apa ini mainan pribadi atau—mungkin kau berkenan untuk berbagi?" Mata pria itu menatap tajam tubuh Aleena. Menjelajahinya tanpa menyentuh, membuat Aleena tak nyaman. Pavel sendiri menanggapinya biasa saja, namun lengannya memeluk pinggang Aleena semakin erat, menyatakan jika gadis itu adalah miliknya. "Sentuh dengan ujung jarimu, maka kehancuran akan datang secara sukarela padamu." Ucapan Pavel terdengar dingin, masih terkesan tenang, dia menekan dominasinya, mampu membuat pria tadi meneguk ludah. "Dan—jangan berbicara seolah kita dekat." "Oh, santai saja, Tuan. Aku cuma bercanda," sahutnya cepat seraya mengibaskan tangan, dia tertawa tanpa humor. Apa yang dikatakan Pavel bukanlah sekedar ancaman di udara, melainkan sesuatu yang bisa menjadi kenyataan me

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Jalan Berduri

    Semua pelayan di kediaman itu menunduk, membungkuk hormat termasuk para penjaga yang berlalu lalang berhenti hanya memberikan salam hormat seolah-olah hal tersebut tak boleh terlewatkan. Aleena jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa status Pavel. CEO? Pejabat negara kelas tinggi? Atau seorang yang lebih dari itu."Apa pakaian dan keperluan untuk gadisku sudah disiapkan?" tanya Pavel pada salah satu asisten rumah tangga, kepala pelayan di sana."Sudah, Tuan. Segala keperluan Nona telah saya sediakan dengan lengkap," jawab seorang pria berwajah oriental, berdarah keturunan Cina dan Jepang. "Apa ada yang harus ingin Tuan tambahkan?"Kepala Pavel menoleh ke Aleena, gadis kecilnya sedang menatap ke sekeliling. "Nanti saja, Kenji," balasnya singkat."Aleena," panggil Pavel. Pria itu kembali memusatkan perhatiannya ke arah gadisnya. Sedangkan Kenji menunduk pamit undur diri.Aleena sendiri sempat sedikit tersentak, namun segera dia memenangkan diri. Sekarang dia sepenuhnya menatap Pavel. "Ya, T

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Pemilik Aleena Morris

    "Dengar." Suara berat mendalam bergemuruh di dadanya terdengar. Tatapan matanya yang tajam tidak pernah lepas dari sosok gadis di kursi penumpang di sampingnya. "Sekarang kau milikku." Aleena memberanikan diri menatap pria itu meski gugup. Dia hendak membantah, tapi pria di sampingnya lebih dulu menyela. "Pavel, ingat nama itu. Lalu aku yang akan mencari mu. Jangan berani menolak, aku tak suka itu." "Katakan sesuatu, karena kau harus mengerti," lanjutnya, suaranya terdengar tidak ingin menerima jawaban penolakan. Dengan berat hati dan ragu, Aleena mengangguk terpaksa. Matanya bergetar. Hal itu membuat Pavel tersenyum miring merasa puas atas pengaruh dirinya pada Aleena. Tangan besarnya menepuk-nepuk kepala Aleena, jemarinya merayap ke sela rambutnya, kemudian mencengkeram erat dan menariknya, nyaris menimbulkan rasa sakit berlebihan di kulit kepala sang gadis. "Pulanglah, gadis kecil. Kita akan bertemu lagi," bisik Pavel mencondongkan tubuh, bibirnya tepat di depan telinga Aleena.

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Nasib Sial

    "Sialan, ini semakin tak nyaman!" keluh seorang wanita muda berjalan tunggang langgang tak tentu arah. Di sebuah klub malam, Aleena yang berhasil kabur dari teman prianya tanpa sengaja menabrak seorang pria berpakaian formal. Tangan serta lengannya yang kokoh mencegah agar Aleena tak terjatuh ke lantai. Sentuhan tersebut membuat tubuhnya menegang, hingga dirinya memegang erat lengan pria itu. "Lepas." Satu kata menusuk terlontar dari mulut pria asing itu. Menatap Aleena tajam dan terdengar menggeram marah akibat ucapannya tak digubris. Aleena yang terjebak karena alkohol dan obat perangsang pun tak mampu menanggapinya. Pria di depannya ini mengeluarkan wangi parfum mahal khas kelas atas, ditambah tubuh kekar menggoda di balik balutan kemeja serta mantelnya yang mahal. Lalu kepala Aleena mendongak, menatap sang pria dengan sayu disertai napas berat. Wajahnya yang memerah tak Aleena sadari, hanya saja, tubuhnya semakin panas di dekat pria itu. "T—tuan... tolong...." Wajah pria y

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status