Share

Jalan Berduri

Penulis: Osaka ois
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-15 23:57:26

Semua pelayan di kediaman itu menunduk, membungkuk hormat termasuk para penjaga yang berlalu lalang berhenti hanya memberikan salam hormat seolah-olah hal tersebut tak boleh terlewatkan. Aleena jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa status Pavel. CEO? Pejabat negara kelas tinggi? Atau seorang yang lebih dari itu.

"Apa pakaian dan keperluan untuk gadisku sudah disiapkan?" tanya Pavel pada salah satu asisten rumah tangga, kepala pelayan di sana.

"Sudah, Tuan. Segala keperluan Nona telah saya sediakan dengan lengkap," jawab seorang pria berwajah oriental, berdarah keturunan Cina dan Jepang. "Apa ada yang harus ingin Tuan tambahkan?"

Kepala Pavel menoleh ke Aleena, gadis kecilnya sedang menatap ke sekeliling. "Nanti saja, Kenji," balasnya singkat.

"Aleena," panggil Pavel. Pria itu kembali memusatkan perhatiannya ke arah gadisnya. Sedangkan Kenji menunduk pamit undur diri.

Aleena sendiri sempat sedikit tersentak, namun segera dia memenangkan diri. Sekarang dia sepenuhnya menatap Pavel. "Ya, Tuan?"

Tanpa mengatakan apa-apa pria itu berjalan meninggalkan Aleena yang sedang kebingungan, lalu Pavel berhenti sebentar melirik dirinya di balik bahu lebarnya, setelahlah dia lanjut melangkah. Menandakan Aleena harus mengikutinya lagi, entah mau di bawa ke mana kakinya mengikuti langkah panjang Pavel.

Hari juga semakin siang. Tak ada momen kesempatan bagi Aleena untuk mengutarakan isi hatinya tentang pekerjaan paruh waktunya, kesempatan berbicara dan lainnya tampak harus seizin Pavel, seakan-akan pria itu memegang kendali—tapi kenyataannya memang begitu.

Saat keduanya tiba di depan sebuah pintu, tangan kokoh Pavel memegang kenop pintu dan mendorongnya, memperlihatkan kamar bergaya klasik dengan nuansa warna krem bercampur warna emas yang menambah kesan mewah.

"Ini adalah kamarmu, tinggal di sini atau kau berhenti kuliah." Perkataannya tak memberikan ruang untuk Aleena mendebatkan pernyataan dari Pavel yang mengejutkan. Semuanya—mendadak sekali.

"Jangan berani-berani kau membawa orang asing ke kediaman ku, lalu aku tak mau kau bekerja lagi. Cukup nikmati fasilitas yang aku berikan," lanjutnya, ucapannya semakin membuat Aleena sulit berpikir positif.

Kemudian pria itu mencondongkan tubuhnya, hingga Aleena menahan napas dengan mata bergetar. "Dan kau... menurutlah, karena aku benci pembangkang. Mengerti?"

Napas Aleena tercekat. Dia tak menjawab langsung, membuat Pavel menggeram kesal sampai mencengkeram erat lengannya yang lebih kecil, nyaris menyakitkan. "Lebih baik kau tidak membantah, gadis kecil."

"Y—ya, Tuan. Namun, kenapa anda memperlakukan saya seperti ini? Apa karena saya sudah melakukan kesalahan selain malam tadi?" Akhirnya Aleena memberanikan diri bertanya, sungguh dia muak meski ketakutan hampir mendominasi.

"Stt, banyak bertanya itu tak baik, Aleena Morris. Kau terlalu indah untuk aku biarkan begitu saja, bagaimana bisa penghangat ranjang ku berjarak, hmm?" ucapnya, terdengar bej*t.

"Aku bilang sekali lagi. Nikmati fasilitas aku berikan, peranmu bukan hanya penghangat ranjangku saja, tetapi ada hal lain. Jadi diam dan jangan banyak bertanya!" tegas Pavel, membuat hati Aleena mencelos mendengarnya.

Ada peran lain, dia tak tahu apa itu. Peran pastinya adalah penghangat ranjang seorang pria asing yang mengetahui kehidupannya dalam waktu singkat. Menyeramkan, sangat di luar batasnya. Rasanya Aleena ingin berlari, namun kakinya seperti membeku.

Setelah mengatakan itu Pavel melepaskan cengkeraman pada lengan Aleena, tangannya berpindah ke pinggul sang gadis, membuat tubuh di bawah sentuhannya menegang. "Beristirahatlah, nanti malam kau harus menemani aku, sayang."

Kecupan ringan mendarat di pelipis Aleena. Matanya terpejam erat dan belum melayangkan protes kembali, kedua tangan Pavel mendorong kuat Aleena agar masuk ke dalam kamar, menguncinya dari luar. Lidah gadis itu kelu, menggeleng sambil menggedor-gedor pintu.

"T—tidak, kenapa harus di kunci? Buka, buka pintunya, Tuan!" teriak Aleena dengan lantang. Dia benar-benar terkurung, menyesal karena terlalu lama mencerna semua kejadian, keadaannya sendiri. Seolah-olah prestasi sebagai pelajar cerdas tak bisa dia manfaatkan sebaik mungkin.

Berulang kali dia menggedor pintu, hasilnya tetap sama, hanya ketakutan berderak di sekitarnya, menambahkan rasa cemoohan akibat tindakannya yang kurang cepat. Sedangkan Pavel sendiri melangkahkan kakinya ke ruang kerja, dia tak sabar memamerkan harta barunya, sesosok gadis cantik di tengah padang gurun bertanah penuh cairan kental berwarna merah, yang sudah dia pijak sejak lama.

***

Penampilannya berubah dalam hitungan jam. Dua jam sehabis tidur siang dia menghabiskan waktu dalam perawatan tubuh dan wajahnya, itu karena Pavel. Aleena jadi berpikir, seberapa banyak uang pria matang itu, sehingga apa saja tersedia di mansion ini dengan sekali perintah semuanya langsung melaksanakannya tanpa membantah.

Sekarang Aleena tampak menawan, wajahnya yang biasa tidak memakai riasan kini memakainya. Balutan gaun malam pas melekat memeluk lekuk tubuhnya, walau sedikit rendah di bagian dada, tapi Aleena sekali lagi sulit menolak. Ketika sentuhan terakhir pada rambutnya selesai, dirinya baru menyadari jika dia memiliki wajah menarik seperti ini.

"Aku akan menjadi boneka hidup nantinya," gumamnya bersuara lirih.

Para pelayan menundukkan pandangan mereka tak berani bersuara atau menanggapi. Tidak satu pun dari mereka berniat untuk mendekat setelah mempersiapkannya, di sini dirinya diperlakukan selayaknya nyonya, meski demikian rasa merendahkan diri dan merasa tak pantas selalu ada di hatinya. Mungkin lebih baik dia hidup sederhana seperti sebelumnya.

Lamunannya buyar saat langkah seseorang mendekat, tanpa dia menoleh dia tahu siapa itu. Bahkan pantulan pria itu ada di dalam cermin.

Kedua tangan Pavel terangkat, meremas lembut pundak Aleena sekaligus menatap wajahnya yang cantik dan tampak lebih segar. "Lihat, siapa gadis cantik ini? Ah, dia milikku. Bukankah begitu, sayangku?"

"Ya, saya... milik anda," sahut Aleena, dia merasa tercekik sendiri setelah mengatakan hal konyol tersebut. Mengalah, cukup sekali.

Pavel menyunggingkan senyuman miring penuh kemenangan. "Gadis pintar, begitu saja, aku sangat senang mendengar dirimu patuh."

Tangannya bergerak turun ke pinggang sang gadis, mengusapnya secara sensual dan mencengkeram seakan tengah menggali dagingnya, membuat Aleena tercekat. "Malam ini... malam ini aku akan memperlihatkan pada orang-orang harta karun di kehidupan ku yang membosankan ini, menunjukkan siapa pemilik mu. Siapkan mental mu, sayang. Karena bisa jadi nanti ada kejutan menyenangkan, demi menyambut dirimu di duniaku."

Itu adalah janji gelap ke sekian kalinya Aleena dengar, menjanjikan sesuatu yang pastinya akan terjadi. Bukan tentang kejutan indah dan menyenangkan, melainkan hal menegangkan, semakin membuat dirinya waspada. Perkataan Pavel bak racun mematikan, menakutkan.

Pavel membantu Aleena berdiri, membalikkan badannya dan ibu jarinya mengusap berputar di sisi pinggul Aleena. "Kau nanti boleh bicara, hanya padamu, bukan orang lain."

Oh, ini ancaman tak terucap secara langsung. Tapi itu sangat jelas, Aleena sudah mulai memahaminya. "Baik, Tuan," balasnya seadanya.

Ujung jari telunjuk Pavel mengangkat dagu gadisnya, supaya menatapnya. Pavel sendiri melemparkan tatapan tajam bercampur sinis. "Panggil namaku, sayang. Lalu tidak harus formal, kau kaku sekali, hmm. Padahal malam sebelumnya kau mendesah lantang tanpa sikap ini."

"Sudahlah, cukup sampai di sini, kita harus segera pergi." Kaki panjangnya melangkah menjauhi Aleena, tanpa repot-repot menarik gadis, karena ia tahu Aleena akan mengikutinya.

Di sisi lain.

Kyne menggoyangkan gelas minuman berisi anggur mahal. Tatapan pria itu lurus, tajam, dan menerka. Rasanya ingin sekali menarik Aleena ke pelukannya, menghirup aroma gadis itu sampai dia mabuk. Bahkan anggur di tangannya tak berarti apa-apa.

Sejenak dia tertawa terbahak-bahak layaknya orang gila, kemudian kepalanya menggeleng mengingat kejadian tadi siang—menyebalkan. Bibirnya mengeluarkan desahan kasar akibat tidak berselera lagi menikmati minumannya, melemparkan gelas itu ke dinding hingga pecah berantakan.

Tampaknya rencana harus diubah. "Aku menginginkan dirinya, tapi aku harus memakai cara pintar, bukan?"

Lalu dia menatap ke depan, di mana foto gadis yang sama terpajang. Berbagai ekspresi dan gaya tertempel di dinding dengan tulisan besar di atasnya, bertuliskan 'Milik Kyne'.

"Aleena, Aleena, Aleena... kau membuatku gila, sayang." Geraman tertahan penuh emosi tersirat jelas di raut wajahnya, tangannya terkepal kuat seakan-akan bisa mendapatkan apa yang dia mau. "Permainan kucing-kucingan akan segera berakhir, tunggu saja, aku akan berhenti menjadi orang lain dan menunjukkan bagaimana rasanya dicintai oleh Kyne Foster. Sungguh penantian panjang yang menyakitkan."

Bab terkait

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ketegangan Di Ruang Pertemuan

    "Selamat malam, Tuan Ellington." Seorang pria muda menyapa Pavel dengan topeng ramahnya, ekspresinya berubah di detik berikutnya melirik saat melirik Aleena yang menarik perhatian. "Wah, wah... lihat ini, kau membawa mainan baru? Apa ini mainan pribadi atau—mungkin kau berkenan untuk berbagi?" Mata pria itu menatap tajam tubuh Aleena. Menjelajahinya tanpa menyentuh, membuat Aleena tak nyaman. Pavel sendiri menanggapinya biasa saja, namun lengannya memeluk pinggang Aleena semakin erat, menyatakan jika gadis itu adalah miliknya. "Sentuh dengan ujung jarimu, maka kehancuran akan datang secara sukarela padamu." Ucapan Pavel terdengar dingin, masih terkesan tenang, dia menekan dominasinya, mampu membuat pria tadi meneguk ludah. "Dan—jangan berbicara seolah kita dekat." "Oh, santai saja, Tuan. Aku cuma bercanda," sahutnya cepat seraya mengibaskan tangan, dia tertawa tanpa humor. Apa yang dikatakan Pavel bukanlah sekedar ancaman di udara, melainkan sesuatu yang bisa menjadi kenyataan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Sebuah Sangkar

    Aleena menatap kosong pada makanan di piringnya. Sarapannya kali ini tak ada selera muncul dalam mulutnya, hanya menyisakan perasaan hampa dan tubuhnya yang letih. Matanya melirik ke arah pergelangan, tampak memar melingkar di sana akibat ulah Pavel, pria itu menidurinya semalam.Helaan napas panjang terdengar menggambarkan suasana hatinya sekarang, dia melihat Pavel. Pria itu sama sekali tidak peduli bagaimana dirinya harus jalan tertatih-tatih karena pergulatan panas di atas ranjang miliknya. Ingin rasanya memprotes sikap kurang ajar itu, namun dia sendiri larut dalam kenikmatan yang diciptakan Pavel tersebut."Jangan pernah meminum pil pencegah kehamilan. Kalau kau ketahuan—bersiaplah menghadapi malam berikutnya," tegas Pavel membuka suara, tanpa repot-repot menatap sebentar sosok Aleena yang membeku.Ketika roti panggang sudah habis di piringnya, Pavel lekas berdiri setelah menyeka mulut menggunakan serbet dan langsung melihat reaksi gadisnya yang berwajah pias, amat pucat. "Untuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ini Bukan Tentang Rindu

    Mimpi Buruk. Itulah satu-satunya kata yang mampu Aleena ungkapkan untuk menggambarkan kehidupannya saat ini di kediaman Ellington. Selama sepuluh hari terakhir, dia terkurung di hunian megah nan mewah milik Pavel, tanpa diizinkan keluar, seperti burung dalam sangkar emas.Ironisnya, dia bahkan belum bertemu Pavel lagi sejak malam itu, ketika pria itu mengancamnya dengan 'malam panas.' Faktanya, Pavel tidak pernah pulang sejak saat itu. Di rumah ini, hanya ada para pengawal, pelayan, dan kepala pelayan bernama Kenji. Aleena sering kali ingin bertanya ke mana Pavel pergi dan apa pekerjaannya, tetapi dia selalu mengurungkan niat itu.Daripada mencari jawaban, Aleena lebih memilih menghabiskan waktunya di perpustakaan mansion tersebut. Dia tahu betul bahwa jika dia bertanya, entah bagaimana, Pavel pasti akan mengetahuinya. Dinding-dinding di sini seperti memiliki telinga, begitu juga semua penghuninya. Tidak ada hal yang lolos dari pengawasan Pavel.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Nasib Sial

    "Sialan, ini semakin tak nyaman!" keluh seorang wanita muda berjalan tunggang langgang tak tentu arah. Di sebuah klub malam, Aleena yang berhasil kabur dari teman prianya tanpa sengaja menabrak seorang pria berpakaian formal. Tangan serta lengannya yang kokoh mencegah agar Aleena tak terjatuh ke lantai. Sentuhan tersebut membuat tubuhnya menegang, hingga dirinya memegang erat lengan pria itu. "Lepas." Satu kata menusuk terlontar dari mulut pria asing itu. Menatap Aleena tajam dan terdengar menggeram marah akibat ucapannya tak digubris. Aleena yang terjebak karena alkohol dan obat perangsang pun tak mampu menanggapinya. Pria di depannya ini mengeluarkan wangi parfum mahal khas kelas atas, ditambah tubuh kekar menggoda di balik balutan kemeja serta mantelnya yang mahal. Lalu kepala Aleena mendongak, menatap sang pria dengan sayu disertai napas berat. Wajahnya yang memerah tak Aleena sadari, hanya saja, tubuhnya semakin panas di dekat pria itu. "T—tuan... tolong...." Wajah pria y

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Pemilik Aleena Morris

    "Dengar." Suara berat mendalam bergemuruh di dadanya terdengar. Tatapan matanya yang tajam tidak pernah lepas dari sosok gadis di kursi penumpang di sampingnya. "Sekarang kau milikku." Aleena memberanikan diri menatap pria itu meski gugup. Dia hendak membantah, tapi pria di sampingnya lebih dulu menyela. "Pavel, ingat nama itu. Lalu aku yang akan mencari mu. Jangan berani menolak, aku tak suka itu." "Katakan sesuatu, karena kau harus mengerti," lanjutnya, suaranya terdengar tidak ingin menerima jawaban penolakan. Dengan berat hati dan ragu, Aleena mengangguk terpaksa. Matanya bergetar. Hal itu membuat Pavel tersenyum miring merasa puas atas pengaruh dirinya pada Aleena. Tangan besarnya menepuk-nepuk kepala Aleena, jemarinya merayap ke sela rambutnya, kemudian mencengkeram erat dan menariknya, nyaris menimbulkan rasa sakit berlebihan di kulit kepala sang gadis. "Pulanglah, gadis kecil. Kita akan bertemu lagi," bisik Pavel mencondongkan tubuh, bibirnya tepat di depan telinga Aleena.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13

Bab terbaru

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ini Bukan Tentang Rindu

    Mimpi Buruk. Itulah satu-satunya kata yang mampu Aleena ungkapkan untuk menggambarkan kehidupannya saat ini di kediaman Ellington. Selama sepuluh hari terakhir, dia terkurung di hunian megah nan mewah milik Pavel, tanpa diizinkan keluar, seperti burung dalam sangkar emas.Ironisnya, dia bahkan belum bertemu Pavel lagi sejak malam itu, ketika pria itu mengancamnya dengan 'malam panas.' Faktanya, Pavel tidak pernah pulang sejak saat itu. Di rumah ini, hanya ada para pengawal, pelayan, dan kepala pelayan bernama Kenji. Aleena sering kali ingin bertanya ke mana Pavel pergi dan apa pekerjaannya, tetapi dia selalu mengurungkan niat itu.Daripada mencari jawaban, Aleena lebih memilih menghabiskan waktunya di perpustakaan mansion tersebut. Dia tahu betul bahwa jika dia bertanya, entah bagaimana, Pavel pasti akan mengetahuinya. Dinding-dinding di sini seperti memiliki telinga, begitu juga semua penghuninya. Tidak ada hal yang lolos dari pengawasan Pavel.

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Sebuah Sangkar

    Aleena menatap kosong pada makanan di piringnya. Sarapannya kali ini tak ada selera muncul dalam mulutnya, hanya menyisakan perasaan hampa dan tubuhnya yang letih. Matanya melirik ke arah pergelangan, tampak memar melingkar di sana akibat ulah Pavel, pria itu menidurinya semalam.Helaan napas panjang terdengar menggambarkan suasana hatinya sekarang, dia melihat Pavel. Pria itu sama sekali tidak peduli bagaimana dirinya harus jalan tertatih-tatih karena pergulatan panas di atas ranjang miliknya. Ingin rasanya memprotes sikap kurang ajar itu, namun dia sendiri larut dalam kenikmatan yang diciptakan Pavel tersebut."Jangan pernah meminum pil pencegah kehamilan. Kalau kau ketahuan—bersiaplah menghadapi malam berikutnya," tegas Pavel membuka suara, tanpa repot-repot menatap sebentar sosok Aleena yang membeku.Ketika roti panggang sudah habis di piringnya, Pavel lekas berdiri setelah menyeka mulut menggunakan serbet dan langsung melihat reaksi gadisnya yang berwajah pias, amat pucat. "Untuk

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Ketegangan Di Ruang Pertemuan

    "Selamat malam, Tuan Ellington." Seorang pria muda menyapa Pavel dengan topeng ramahnya, ekspresinya berubah di detik berikutnya melirik saat melirik Aleena yang menarik perhatian. "Wah, wah... lihat ini, kau membawa mainan baru? Apa ini mainan pribadi atau—mungkin kau berkenan untuk berbagi?" Mata pria itu menatap tajam tubuh Aleena. Menjelajahinya tanpa menyentuh, membuat Aleena tak nyaman. Pavel sendiri menanggapinya biasa saja, namun lengannya memeluk pinggang Aleena semakin erat, menyatakan jika gadis itu adalah miliknya. "Sentuh dengan ujung jarimu, maka kehancuran akan datang secara sukarela padamu." Ucapan Pavel terdengar dingin, masih terkesan tenang, dia menekan dominasinya, mampu membuat pria tadi meneguk ludah. "Dan—jangan berbicara seolah kita dekat." "Oh, santai saja, Tuan. Aku cuma bercanda," sahutnya cepat seraya mengibaskan tangan, dia tertawa tanpa humor. Apa yang dikatakan Pavel bukanlah sekedar ancaman di udara, melainkan sesuatu yang bisa menjadi kenyataan me

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Jalan Berduri

    Semua pelayan di kediaman itu menunduk, membungkuk hormat termasuk para penjaga yang berlalu lalang berhenti hanya memberikan salam hormat seolah-olah hal tersebut tak boleh terlewatkan. Aleena jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa status Pavel. CEO? Pejabat negara kelas tinggi? Atau seorang yang lebih dari itu."Apa pakaian dan keperluan untuk gadisku sudah disiapkan?" tanya Pavel pada salah satu asisten rumah tangga, kepala pelayan di sana."Sudah, Tuan. Segala keperluan Nona telah saya sediakan dengan lengkap," jawab seorang pria berwajah oriental, berdarah keturunan Cina dan Jepang. "Apa ada yang harus ingin Tuan tambahkan?"Kepala Pavel menoleh ke Aleena, gadis kecilnya sedang menatap ke sekeliling. "Nanti saja, Kenji," balasnya singkat."Aleena," panggil Pavel. Pria itu kembali memusatkan perhatiannya ke arah gadisnya. Sedangkan Kenji menunduk pamit undur diri.Aleena sendiri sempat sedikit tersentak, namun segera dia memenangkan diri. Sekarang dia sepenuhnya menatap Pavel. "Ya, T

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Pemilik Aleena Morris

    "Dengar." Suara berat mendalam bergemuruh di dadanya terdengar. Tatapan matanya yang tajam tidak pernah lepas dari sosok gadis di kursi penumpang di sampingnya. "Sekarang kau milikku." Aleena memberanikan diri menatap pria itu meski gugup. Dia hendak membantah, tapi pria di sampingnya lebih dulu menyela. "Pavel, ingat nama itu. Lalu aku yang akan mencari mu. Jangan berani menolak, aku tak suka itu." "Katakan sesuatu, karena kau harus mengerti," lanjutnya, suaranya terdengar tidak ingin menerima jawaban penolakan. Dengan berat hati dan ragu, Aleena mengangguk terpaksa. Matanya bergetar. Hal itu membuat Pavel tersenyum miring merasa puas atas pengaruh dirinya pada Aleena. Tangan besarnya menepuk-nepuk kepala Aleena, jemarinya merayap ke sela rambutnya, kemudian mencengkeram erat dan menariknya, nyaris menimbulkan rasa sakit berlebihan di kulit kepala sang gadis. "Pulanglah, gadis kecil. Kita akan bertemu lagi," bisik Pavel mencondongkan tubuh, bibirnya tepat di depan telinga Aleena.

  • Jeratan Panas Tuan Pavel    Nasib Sial

    "Sialan, ini semakin tak nyaman!" keluh seorang wanita muda berjalan tunggang langgang tak tentu arah. Di sebuah klub malam, Aleena yang berhasil kabur dari teman prianya tanpa sengaja menabrak seorang pria berpakaian formal. Tangan serta lengannya yang kokoh mencegah agar Aleena tak terjatuh ke lantai. Sentuhan tersebut membuat tubuhnya menegang, hingga dirinya memegang erat lengan pria itu. "Lepas." Satu kata menusuk terlontar dari mulut pria asing itu. Menatap Aleena tajam dan terdengar menggeram marah akibat ucapannya tak digubris. Aleena yang terjebak karena alkohol dan obat perangsang pun tak mampu menanggapinya. Pria di depannya ini mengeluarkan wangi parfum mahal khas kelas atas, ditambah tubuh kekar menggoda di balik balutan kemeja serta mantelnya yang mahal. Lalu kepala Aleena mendongak, menatap sang pria dengan sayu disertai napas berat. Wajahnya yang memerah tak Aleena sadari, hanya saja, tubuhnya semakin panas di dekat pria itu. "T—tuan... tolong...." Wajah pria y

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status