All Chapters of Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki: Chapter 1 - Chapter 10

16 Chapters

Bab 1

"Bagaimana? Apa bayinya laki-laki?" tanya Yuni kepada Alana dengan binar bahagia. "Maaf, Bu. Bayinya perempuan lagi," jawab Alana. Raut wajah Yuni seketika berubah drastis. Wanita paruh baya itu menatap Alana nyalang. "Katanya kalian program. Mana hasilnya?!"Kevin yang baru saja masuk angkat bicara. "Maaf, Bu. Aku dan Alana sudah berusaha. Apa yang kata dokter anjurkan sudah kami lakukan. Tapi, Tuhan kembali mempercayakan kami memiliki bayi perempuan.""Pokoknya, Ibu tidak mau tau ... setelah Alana pulih, kalian program lagi. Ingat! Bayi laki-laki!""Tapi, Bu, Alana ...," Ucapan Kevin menggantung karena Yuni sudah ke luar dari kamar. Yuni yang sengaja datang tanpa memberi kabar kepada Kevin maupun Alana merasa kecewa. Kevin sudah menduga hal itu. Oleh karenanya ia tidak memberitahu Yuni jenis kelamin anak ketiganya. Ia berniat akan memberi tahu nanti. Alana duduk tertunduk di atas ranjang. Badannya masih lemah karena tiga hari yang lalu Alana sudah melahirkan putri ketiganya. Dari
Read more

Bab 2

"Itu tidak akan terjadi, Bu! Aku tidak akan mengkhianati istriku!"Rasa lega berpendar dalam hati Alana. Ia yakin jika Kevin tidak akan melakukan itu. Ia sangat percaya jika Kevin setia seperti komitmennya dari awal menikah."Kamu perlu generasi penerus perusahaan, Kevin!" Suara Yuni meninggi.Alana menarik napas dalam-dalam. Jadi, Yuni ingin cucu laki-laki untuk meneruskan perusahaan? Ah, bukankah di zaman sekarang ini kaum hawa juga memiliki kedudukan yang sama dengan kaum adam? Dimana perempuan juga bisa memimpin sebuah perusahaan, bahkan sebuah negara, pikir Alana. Alana mendengar suara langkah Kevin mendekat. Alana mengatur napas agar emosinya stabil dan berlaga seperti orang yang baru saja datang. "Loh, Mas belum berangkat?" tanya Alana. "Ini mau, Sayang. Ngomong-ngomong, kenapa kamu ke mari, hem?Alana tersenyum sambil mengelus perutnya. "Aku lapar, Mas.""Biar Mas siapain, ya?" Kevin berbalik, tetapi Alana mencegahnya. "Tidak usah, Mas. Jemput anak-anak saja. Kasian, takut
Read more

Bab 3

Kevin meminta Alana menunggu di kamar untuk menenangkan Alina. Sesekali matanya mengedar ke arah pintu berharap Kevin cepat kembali."Apa yang terjadi?!" tanya Alana saat pintu kamar baru saja terbuka. Tampak Kevin menuntun Liana juga Ilana yang masih sesenggukan. Liana dan Ilana berlari memeluk kaki Alana. "Ada apa?" tanya Alana lagi. Kevin mengembuskan napas kasar. Pria berusia tiga puluh lima tahun itu mengempaskan tubunnya di sofa. Kevin mengatakan jika Yuni memukul bokong dan menjewer telinga Liana dan Ilana karena mereka sudah menumpahkan segelas teh ke ponsel Yuni.Deg! Seketika hati Alana terasa berkedut. Sakit. "Teh?" Alana balik bertanya dengan kening mengkerut dan kedua mata yang berkaca-kaca. "Yah .... Mereka membawakan segelas teh untuk ibu sebagai permintaan maaf."Alana terdiam sesaat. Andai saja tadi ia tidak menyuruh putrinya untuk meminta maaf, maka hal itu tidak akan terjadi. Walaupun demikian, Alana merasa bangga dan terharu atas usaha Liana dan Ilana dengan
Read more

Bab 4

Alana sudah sadarkan diri setelah Kevin memanggil seorang dokter. Hanya saja ia tampak murung. Ketika baby Alina menangis, Alana justru ikut menangis. Jangankan menyentuh, menyusui saja Alana tidak mau. Sikap Alana tentu saja membuat Kevin sedih sekaligus bingung. Belum lagi Liana dan Ilana yang tadinya meminta ditemani tidur justru ikut menangis melihat kondisi Alana. Melihat gelagat Alana, Dokter menjelaskan bahwa istri Kevin itu terkena baby blues syndrom. Awalnya Kevin tidak percaya karena Alina bukan anak pertama. Nyatanya, baby blues syndrom tidak hanya menimpa kepada ibu baru saja. Hal ini bisa menimpa kepada ibu yang sudah melahirkan beberapa anak juga, bahkan tidak mengenal usia. Semua dipicu karena banyak hal. Salah satu diantaranya karena perubahan hormon yang signifikan setelah melahirkan, pikiran, lingkungan sekitar yang membuat seorang ibu tertekan dan tidak percaya diri. "Istirahat yang cukup, berpikir positif. Dan yang paling penting adalah dukungan suami dan keluar
Read more

Bab 5

Satu minggu sudah berlalu. Setelah kejadian malam itu, Alana memilih untuk menjaga jarak dengan Yunia. Untung saja kamar Alana berada di bawah. Mertua serta adik iparnya berada di lantai dua tepat di samping kamar Liana. Alana merasa bersyukur karena saat itu Kevin lebih percaya kepadanya. Bahkan Kevin melarang Yunia maupun Yuni untuk masuk kamar utama. Lekakinya itu selalu membela ketika Yuni menghujatnya. Kevin selalu ada di sisinya saat ia merasa terpuruk, sedih, dan rasa takut melanda. Perlahan Alana bisa melewati hari-hari yang menurutnya berat itu. Kewarasan harus tetap terjaga karena ada Liana, Ilana dan Alina yang harus diperhatikan. Ia tak peduli lagi yang dikatakan oleh Yuni maupun Yunia. Seperti pagi ini. Pagi saat sarapan ketika mereka bertemu."Kamu harusnya bersyukur, Alana. Ibu sudah merestui kamu untuk menikah dengan Kevin walaupun kamu entah dari keluarga mana," tutur Yuni. "Keluarga gak jelas!" timpal Yunia. "Yunia!" pekik Kevin. Yunia mendelik dan memilih kemba
Read more

Bab 6

Prang! Alana terbangun oleh suara yang terdengar seperti kaca yang pecah. Alana melihat ke arah box bayi. Untung saja Alina tidak terganggu sama sekali. Alan bergegas turun mencari di mana arah suara kaca itu. Alangkah terkejutnya ia ternyata bingkai foto yang membingkai foto pernikahannya terjatuh dan pecah. "Ya, Tuhan, pertanda apa ini?" Alana mengusap lengannya karena embusan angin dingin menyapa. Alana menoleh. Rupanya jendela di pojok kamar lupa ia tutup. Alana bergegas menutup jendela itu sambil merutuk diri sendiri kenapa sampai ia lupa menutup jendela. Setelah memastikan jendela tertutup rapat, Alana membersihkan pecahan kaca. Alana mendongak. Jarum jam sudah menunjuk pada angka sebelas malam itu. "Mas Kevin sudah pulang apa belum? Duh, tidurku nyenyak sekali sampai tak sadar." Alana cepat-cepat membereskan kekacauan itu. Ia bergegas ke ruang kerja Kevin. Tidak ada, bahkan ruangan itu lampunya saja padam. Alana kembali mendekat ke ranjang. Diraihnya ponsel y
Read more

Bab 7

Ingin sekali Alana menerima panggilan itu. Akan tetapi, ia tidak ingin ikut campur dengan urusan kantor atau mungkin jika ia menjawab panggilan, takut jika Kevin mengatainya lancang. Akhirnya, Alana membangunkan Kevin. "Mas, bangun!"Hanya mengguncang bahu saja Kevin terbangun. Perlahan Kevin membuka matanya. "Ada apa, Sayang?""Ada telepon.""Kenapa gak kamu angkat saja," ucap Kevin dengan nada malas karena rasa kantuk masih melanda. "Ini dari nomor yang tertulis di kertas semalam itu.""Apa?!" Kevin terlihat kaget, lalu menyambar ponselnya cepat. Sikap Kevin tentu saja membuat Alana terkejut dan curiga. Ponsel sudah di tangan Kevin seiring dengan matinya panggilan tersebut. "Siapa, sih, Mas? Kenapa sampe segitunya? Mau bahas bisnis di jam segini? Pengusaha, apa wanita yang berusaha menggoda?!"Pertanyaan Alana berhasil membuat jantung Kevin hampir copot. Karena pasalnya, pemilik nomor itu memang seorang wanita. Hanya saja, Kevin merasa sulit untuk menjelaskan karena wanita itu
Read more

Bab 8

Alana menenangkan hati. Ia tidak ingin berprasangka buruk kepada Kevin. Percaya. Satu kata itu yang harus tetap tertanam dalam hati. Alana memulai bergelut dengan perabot dapur dan aneka sayur serta lainnya dibantu oleh Sumi. Bisa saja Alana tidak menggunakan jasa Sumi. Hanya saja, Kevin yang selalu cerewet tidak ingin Alana kelelahan. Belum lagi mengurus tiga putrinya. Padahal, Alana tidak keberatan dan senang melakukannya. Keputusan Kevin paling tidak bisa Alana bantah. Oleh karena itu, hadirlah Sumi sejak tujuh tahun lalu. Satu jam berlalu. Semua menu sarapan sudah tertata di piring. Sisanya ia serahkan kepada Sumi. Saatnya membangunkan Liana dan Ilana.Liana dan Ilana sudah tampil bersih dan wangi saat Alana masuk ke kamar mereka. Alana sangat bersyukur, karena mereka cepat memahami apa yang Alana ajarkan. "Kalau begitu, Mami tunggu di meja makan, ya?"Liana dan Ilana mengangguk."Tapi, Mi ...," Liana menggantung ucapannya. Alana yang hendak pergi menoleh. "Apa, Sayang?"Denga
Read more

Bab 9

"Ingat rumah, Mas?"Alana yang tahu Kevin beru saja pulang menyambutnya dekat pintu dan dengan sengaja menyalakan lampu saat Kevin memasuki kamar. Matanya menangkap jika Kevin terperanjat, kaget. "Ya, ampun, Sayang ... bikin jantung Mas copot aja, deh!" ucap Kevin, sambil mengelus dadanya. Alana memerhatikan Kevin dari ujung kepala hingga ujung kaki, walau tertutup kaos kaki. Ada yang berbeda? Tentu saja. Akan tetapi, Alana tidak akan membahasnya sekarang. Alana menatap Kevin sambil menggeleng pelan, lalu ke luar kamar melewati Kevin begitu saja. "Sayang, tunggu!" Kevin mengejar Alana dan berhasil memegang pergelangan tangannya. "Sayang, Maaf, Mas lembur gak ngasih kabar kamu. Mas lagi sibuk, sampe ketiduran di kantor. Ja--"Alana menarik lengannya. "Cukup, Mas! Aku tidak butuh penjelasan yang aku sendiri bingung harus percaya yang mana. Sekarang Mas bilang lembur ketiduran di kantor. Tapi semalam Mas balas pesan, Mas lagi butuh hiburan. Jangan-jangan ketiduran di club juga!"Al
Read more

Bab 10

Kevin mengerang kesakitan sambil memegang pinggang seiring dengan jantung yang berdetak kencang disertai keringat dingin mengucur di dahi. Perlahan kedua matanya terbuka lebar dan menyisir sekitar memastikan dirinya berada di mana. Sejenak ia terdiam, mengingat apa yang sudah terjadi. Setelah mandi tadi ia berbaring, lalu terlelap.Embusan napas kasar lolos begitu saja dari mulutnya. "Ya, Tuhan ... rupanya mimpi." Mimpi yang menurutnya buruk. Bagaimana tidak? Dalam mimpi saja diamnya Alana membuat dirinya takut. Takut Alana pergi dari hidupnya. Bagaimana kalau nyatanya Alana tahu? Tidak! Kevin menggeleng cepat. Perlahan Kevin bangkit. Dorongan Alana dalam mimpi rupanya membuat Kevin terjatuh dari kasur. Kevin tersenyum sarkas sambil menggeleng. Mata Kevin tertuju pada box bayi. Ia mengamati sambil menghampiri. Kosong. Alina ke mana? Batinnya. Kevin bergegas membuka lemari pakaian Alina, mencari tas bayi. Nihil. Tidak ada tas Alina di sana. Kevin segera meninggalkan kamar. Ia berl
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status