Share

Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki
Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki
Penulis: Suci Komala

Bab 1

"Bagaimana? Apa bayinya laki-laki?" tanya Yuni kepada Alana dengan binar bahagia.

"Maaf, Bu. Bayinya perempuan lagi," jawab Alana.

Raut wajah Yuni seketika berubah drastis. Wanita paruh baya itu menatap Alana nyalang. "Katanya kalian program. Mana hasilnya?!"

Kevin yang baru saja masuk angkat bicara. "Maaf, Bu. Aku dan Alana sudah berusaha. Apa yang kata dokter anjurkan sudah kami lakukan. Tapi, Tuhan kembali mempercayakan kami memiliki bayi perempuan."

"Pokoknya, Ibu tidak mau tau ... setelah Alana pulih, kalian program lagi. Ingat! Bayi laki-laki!"

"Tapi, Bu, Alana ...," Ucapan Kevin menggantung karena Yuni sudah ke luar dari kamar. Yuni yang sengaja datang tanpa memberi kabar kepada Kevin maupun Alana merasa kecewa. Kevin sudah menduga hal itu. Oleh karenanya ia tidak memberitahu Yuni jenis kelamin anak ketiganya. Ia berniat akan memberi tahu nanti.

Alana duduk tertunduk di atas ranjang. Badannya masih lemah karena tiga hari yang lalu Alana sudah melahirkan putri ketiganya. Dari awal pernikahan, Alana mengikuti keinginan Yuni untuk cepat memiliki momongan. Bahkan di pernikahan yang menginjak delapan tahun ini, Alana memiliki tiga putri dimana jarak anak pertama dan kedua hanya berjarak dua tahun saja. Dan untuk anak ketiga sekarang berjarak hampir empat tahun dengan putrinya yang kedua.

Bisa saja Alana melakukan program kehamilan lagi. Akan tetapi, apalah daya? Alana melahirkan ketiga putrinya dengan cara operasi. Dan dokter sangat mewanti-wanti bahwa Alana tidak diperkenankan untuk hamil lagi dengan alasan risiko yang bisa mengancam nyawa bayi juga ibunya.

"Sayang? Jangan dengarkan apa kata Ibu, ya? Rumah tangga ini kita yang jalani. Selama ini, Mas merasa bahagia punya tiga putri. Apalagi cantik-cantik mirip kamu. Mas enggak permasalahkan mau itu laki-laki atau perempuan."

Alana tersenyum mendengar pengakuan Kevin. Hatinya merasa hangat bahkan kalimat Kevin seperti energi positif untuknya. Tubuh yang semula terasa lemas, seketika terasa bugar. Perut yang terasa ngilu perlahan sirna.

Kevin mengatakan jika Yuni akan menetap di kediaman mereka. Selama ini Yuni tinggal di Singapura bersama adik Kevin. Ia merasa kesepian karena anak keduanya itu tengah liburan ke Negeri Paman Sam. Kabarnya, adik ipar Alana itu akan menyusul. Mendengar itu ada rasa takut melanda. Alana takut jika Yuni akan terus membahas perkara jenis kelamin cucunya. Jika sudah begini? Apa yang harus ia lakukan?

"Baby Alina sudah tidur. Mas temui Ibu dulu, ya? Setelah itu jemput Ana dan Ila."

"Iya, Mas. Hati-hati di jalan, ya?"

Kevin mengangguk sambil mengusap kepala Alana. "Iya, Sayang. Apa mau dibelikan sesuatu?"

Alana menggeleng. "Enggak, ah. Aku mau Mas segera pulang aja."

Kevin mencium kening Alana. "Ciee ... yang kangen terus."

Alana terkekeh-kekeh.

Kevin pun pergi dan berjanji akan segera kembali.

Alana menatap kepergian suaminya dengan perasaan bahagia. Perlakuan Kevin memang selalu manis dan romantis. Alana merasa beruntung bersuamikan pria seperti Kevin. Sudah baik, perhatian, pengertian, penyayang pula. Sempurna. Sepanjang pernikahan tidak pernah mereka bertengkar. Semua karena Kevin yang selalu mengalah.

Kruuuuk!

Perut Alana berbunyi, pertanda si perut butuh asupan nasi. Padahal, belum waktunya makan siang. Camilan yang disediakan oleh Kevin di atas nakas sedari tadi sudah habis. Maklum saja, ibu menyusui memang mudah lapar.

Perlahan Alana turun dari ranjang sambil memegang perut. Dengan jalan tertatih-tatih dan sesekali mendesis karena ngilu, akhirnya Alana tiba di ruang makan. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar Yuni berbicara.

"Lagipula Ibu heran, kenapa istrimu itu lahiran sesar terus? Kelaminnya gak mau rusak, begitu?"

"Ya tidak seperti itu juga, Bu. Semua dokter yang memutuskan."

"Allaaaah ... padahal kalau istrimu sabar pasti bisa itu lahiran normal!"

Alana yang berdiri di balik tembok mempertajam pendengarannya. Ada rasa kecewa atas apa yang Yuni utarakan. Jika saja memungkinkan untuk lahiran normal, tentu saja Alana mau dan memang itu yang ia harapkan.

"Pokoknya Ibu mau cucu laki-laki!"

Alana mulai mengerti. Kenapa Yuni tidak pernah datang saat Alana melahirkan. Dari anak pertama sampai anak ketiga, sekarang. Kedatangannya kali ini ternyata dengan maksud lain. Dan ternyata karena hal ini pula sikap Yuni berubah kepadanya. Dahulu, Alana begitu dipujinya atas kecantikan, kecerdasan, juga sopan santunnya. Dengan bangganya pula Yuni memperkenalkan Alana kepada teman-temannya. Sekarang, jangankan memuji, senyum pun tak lagi ada.

Alana tersenyum getir.

"Untuk keinginan Ibu itu aku minta maaf. Aku tidak bisa mengabulkannya, Bu."

"Bisa!"

"Caranya?"

"Kamu cari wanita lain yang mampu melahirkan anak laki-laki!"

Alana terhenyak. Matanya terbelalak seiring dengan degup jantung yang tak menentu.

Apa suaminya akan mengikuti keinginan ibunya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status