Arion terdiam sejenak, lalu menatapnya lebih serius, meskipun senyum kecil masih menghiasi wajahnya. “Yah, kalau itu yang kamu inginkan, kita anggap saja begitu,” jawab Arion, sedikit bercanda tapi matanya masih menunjukkan kedewasaan. Alina mendengus sambil meninju pelan bahunya, merasa kesal sekaligus geli. “Aku serius, Arion…” "Baiklah, baiklah. Tapi, kalau suatu hari nanti aku melihat kamu benar-benar butuh aku, jangan harap aku akan diam saja." Arion menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Alina menghela napas panjang, bersiap untuk menjawab, tetapi Arion tiba-tiba mendekatkan wajahnya, membuat jarak di antara mereka semakin tipis... PLAKKKK.. Tanpa ragu, Alina mengangkat tangan dan menampar pipi Arion. Tamparannya cukup keras hingga Arion meringis kesakitan. “Duh, apa-apaan sih?” Arion menatap Alina dengan pandangan mencemooh. “Besok juga kita bakal menikah. Masa nggak bisa kasih semacam ‘deposit’ dulu, gitu?” ujarnya sambil tersenyum nakal, seolah
Read more